Anda di halaman 1dari 2

Nama : Jhonatan Pasaribu

Nim : 19.3442
Kelas : 4A
Mata Kuliah : Praksis Penggembalaan
Dosen Pengampu : Pdt. Julius Simaremare, M.Th

Gembala seperti apa saya kelak?


Pada hakikatnya, seorang gembala yang sungguh-sungguh, ialah dia yang dipilih
untuk menanggungjawabi tugasnya, juga taat terhadap panggilannya. Menjadi seorang
gembala, hendaknya seperti Yesus gembala yang baik (Yoh 10). Gembala akan melakukan
penggembalaan terhadap domba-dombanya (kawanan). Secara defenisi, menurut Dr. H.
Faber penggembalaan adalah segala pekerjaan yang didalamnya si pelayan sadar akan akibat
yang ditimbulkan oleh percakapan atau khotbahnya atas kepribadian orang yang pada saat itu
dihubunginya.
Dalam proses penggembalaan, semestinya seorang gembala memberi perhatian
sebagaimana Tuhan Allah memilih para gembala demi merawat, melindungi, dan menuntun
kawanan-Nya. Namun, gembala juga harus mampu menjadi teladan bagi kawanan dombanya,
baik itu melalui perkataan, kesetiaan dan tingkah laku. Maka, kita tahu seorang gembala
harus mempunyai kemampuan, yang berperan sebagai seorang pemimpin yang melayani.

Gembala yang baik pasti akan membawa dombanya ke jalan yang benar lalu diberi
makan dan diminum oleh penggembala. Tentu saja, mereka tidak mengizinkan kawanannya
dimakan oleh binatang buas. Gembala di sini juga diartikan sebagai pendeta atau pelayan. Itu
untuk memuliakan nama Tuhan di dunia ini. Dia selalu berusaha untuk mendidik dan
membimbing jemaatnya ke arah yang benar, seperti yang telah kami sebutkan di atas, jika
seorang gembala yang baik tidak akan pernah membiarkan kawanannya tersesat.

Gembala memiliki tongkat, dan tongkat ini memiliki banyak manfaat atau fungsi bagi
setiap orang. Jika Anda menunjukkannya kepada saya, saya akan menggunakannya untuk
mendobrak makna membimbing kawanan agar taat, dan menggunakan tongkat ini sebagai
alat untuk melindungi ternak. Kawanan itu milik saya, itu milik Tuhan di bawah serangan
predator biadab di dunia saya.
Demikian saya sebagai mahasiswa Teologi, yang kelak ingin menjadi pelayan di
tengah-tengah gereja. Di mana juga berperan sebagai “gembala”, yang akan menghadapi
berbagai tantangan didalam sebuah pelayanan. Namun, seiring berjalannya waktu banyak
perkembangan dan perubahan yang akan terjadi. Mulai dari segi pemahaman, pandangan,
pola pikir, bahkan relasi kehidupan akan selalu berkembang, baik lambat ataupun cepat.
Maka dari itu, proses penggembalaan pun harus selalu berkembang, tanpa mengabaikan dasar
yang kokoh.
Tokoh utama dalam pastoralisme adalah Tuhan, karena Dialah yang akan memimpin
para gembala dalam pastoralisme. Dengan tanggung jawab penuh dalam merawat, mengawal
dan mengarahkan kawanan, harus selaras dengan Tuhan. Jadi, ketika kita terpilih menjadi
gembala, kita tidak melupakan tujuan sebenarnya dari pastoralisme, yaitu menguduskan
komunitas orang percaya.
Dalam mengikuti waktu atau konteks aktual dan tertentu, gembala juga harus
bertindak secara kontekstual. Tanpa meninggalkan pondasi gembala yang baik, kita harus
bisa memberikan pengertian kepada jemaat (kawanan) yang bisa diterima dengan baik.
Apalagi dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan industri 4.0, kehadiran pastor
sangat menentukan gaya hidup dan pemikiran jamaah. Berbagai obyek yang ada harus
memberikan pengaruh positif pada proses pastoral.
Namun, saat ini penggembala sering kali kehilangan jati dirinya sebagai orang yang
bertanggung jawab untuk membantu, merawat dan menjaga kawanan. Mereka tidak lagi
menuntut harga tetap panggilan penggembala, seolah-olah memiliki nilai tawar. Jika
demikian, bukan salah domba jika domba tidak menghasilkan susu dalam jumlah dan kualitas
yang diharapkan. Padahal, domba adalah penerima dan non-profesional, dan mereka
membutuhkan bantuan untuk memperdalam perannya sebagai domba atau sekelompok
domba. Kecenderungan saat ini adalah bahwa penggembala merasa bahwa dialah raja yang
dilayani. Pada dasarnya mereka memang pemimpin organisasi gejawi, tetapi prinsipnya
bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, bukan untuk mengarahkan, tetapi bekerjasama
dengan para teman sepelayanan. Padahal, bekerja sama untuk melayani Tuhan dengan
tumbuhnya keimanan jemaat (prinsip pelayanan).
Hendaknya kelak saya menjadi pelayan yang mampu menggunakan tongkat yang dari
Allah untuk kebaikan serta kasih untuk sesama, menjaga kawanan domba-domba Allah.
Biarlah kiranya apa yang telah saya pelajari selama proses perkuliahan ini dapat menjadi
pedoman saya kelak ketika menjadi pelayan nantinya.

Anda mungkin juga menyukai