DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KESMAS B 2021
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah yang Maha kuasa karna
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya guna memenuhi tugas dari mata kuliah Dasar Promosi
Kesehatan dan dalam makalah ini kami membahas tentang Lawrence Green
Theory ( Procede – Proceed Model ).
Dalam pembuatan makalah ini kami merujuk pada buku – buku referensi,
internet, dan berbagai sumber. Dalam Penulisan makalah ini kami telah
membahas dan memahami dengan baik. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih :
1. Kepada Dosen kami Bapak Fikki Prasetya, S.KM., M.Kes yang telah
memberikan dan membimbing dalam penulisan makalah ini kepada kami.
2. Kepada teman – teman Kelas B Kesehatan Masyarakat 2021 yang telah
memberikan pikiran, ide, dan saran dalam penulisan makalah ini. Dan,
3. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran untuk perbaikannya dari para pembaca saya harapkan. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
intervensi pada fase implementasi PRECEDE. Informasi yang sama juga
memberikan kriteria terhadap bentuk kesuksesan pada program yang diukur
pada fase evaluasi PROCEED. Sebagai feed back, data yang diperoleh pada
fase implementasi dan evaluasi PROCEED membuat jelas hubungan yang
dinilai pada PRECEDE antara kesehatan atau outcome kualias hidup dengan
faktor perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi, serta faktor predisposing,
enabling, reinforcing yang mengarahkan pada perubahan perilaku lingkungan.
Data ini juga dapat menunjukkan bagaimana program dapat dimodifikasi
untuk mencapai tujuan dan target yang diinginkan.
4
Meninjau dari berbagai literatur, konsep kualitas hidup adalah
konsep yang sulit untuk didefinisikan dan diukur seperti konsep sehat dan
konsep cinta. Hal ini karena konsep kualitas hidup bersifat subyektif,
artinya penilaian satu orang dengan orang lain akan berbeda dalam
mempersepsikan kualitas hidup mereka. Meskipun demikian, pada
kenyataannya ketiganya telah diterima secara luas.
5
Mengidentifikasi dapat dilakukan atas dasar sensus ataupun vital
statistik yang ada, maupun dengan pengumpulan data secara langsung dari
masyarakat. Apabila dimungkinkan, data dapat diperoleh dari data sekunder
yaitu dengan memanfaatkan data yang sudah ada dari provider daripada
harus membuat data baru. Hal ini dimungkinkan karena adanya
keterbatasan waktu dan sumberdaya. Data tersebut dapat diambil dari
kantor pemerintah seperti BPS, kantor perumahan lokal, penegak hukum,
lembaga pelayanan sosial, dan data pelayanan publik atau provider lainnya
yang memiliki catatan terbaru yang relevan dengan kebutuhan. Untuk
diagnosis sosial yang dilakukan secara menyeluruh, tentu saja memerlukan
data tambahan yang dapat dikumpulkan melalui berbagai cara. Bila data
langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat
dilakukan dengan cara :wawancarakey informan, community forum, FGD
(focus group discussion), NGP (nominal group process), pendekatan
kontinum.
6
mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang, digunakan indikator perilaku seperti : pemanfaatan pelayanan
kesehatan (utilization), upaya pencegahan (preventive action), pola
konsumsi makanan (consumption pattern), kepatuhan (compliance), upaya
pemeliharaan kesehatan sendiri (self care). Dimensi perilaku yang
digunakan adalah : earliness, quality, persistence, frequency dan range.
Indikator lingkungan yang digunakan meliputi: keadaan sosial, ekonomi,
fisik dan pelayanan kesehatan dengan dimensinya yang terdiri dari:
keterjangkauan, kemampuan dan pemerataan.
7
ekologi (ecological) disini mengacu pada determinisme timbal
balik/determinis resiprokal antara perilaku dan lingkungan, dimana
lingkungan meliputi pengaruh sosial dan fisik di beberapa level (keluarga,
teman sebaya, kebijakan bebas rokok). Dengan demikian, Educational and
Ecological Assessment (Penilaian Pendidikan dan Ekologi) merupakan
upaya untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan dan kondisi hidup (termasuk efek genetik)
sebagai faktor yang berperan penting dalam menentukan outcomes
kesehatan dan kualitas hidup. Educational and Ecological Assessment
(Penilaian Pendidikan dan Ekologi) mengidentifikasi faktor yang
membutuhkan perubahan untuk memulai dan mempertahankan proses
perubahan perilaku dan lingkungan. Pendekatan pendidikan dan ekologi
dapat digunakan untuk mengelola sebuah intervensi program guna
menghilangkan atau memperkuat aspek tertentu dari proses pendidikan dan
ekologi yang berpengaruh terhadap perilaku dan lingkungan (Green &
Kreuter, 2005).
Tiga jenis faktor berinteraksi dengan lingkungan untuk
mempengaruhi perilaku melalui berbagai jalur (ditunjukkan oleh tanda
panah). Gambar tersebut berfokus pada beberapa asumsi tentang hubungan
kausal antar faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan diagnosis
pendidikan dan ekologi.
1. Predisposing Factor (Faktor Predisposisi)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah
dan mendasari terjadinya perubahan perilaku atau tindakan pada individu
maupun masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Faktor predisposisi meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan persepsi yang
berhubungan dengan motivasi individu maupun masyarakat untuk
bertindak atau berperilaku.
2. Enabling Factor (Faktor Pemungkin)
Faktor pemungkin sebagai faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin
8
adalah keterampilan dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
perilaku kesehatan. Sumber daya meliputi fasilitas pelayanan kesehatan,
tenaga kerja, sekolah, klinik penjangkauan, dan sumber daya lainnya.
Faktor pemungkin juga mencakup aksesibilitas sumber daya meliputi
biaya, jarak, transportasi yang tersedia, jam buka pelayanan, dan
sebagainya. Keterampilan tenaga kesehatan juga termasuk ke dalam
faktor pemungkin (Green, et al., 1980).
3. Reinforcing Factor (Faktor Penguat)
9
level mikro spesifik ditujukan pada perubahan predisposing, reinforcing,
dan enabling. Banyak strategi yang bisa digunakan seperti small media,
conseling, advocacy, dan strstegi lain yang sesuai dengan apa yang
dibutuhkan klien.
2.3 Contoh Kasus Precede-Procede Model
Tujuan: Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang paling
umum di seluruh dunia yang mengharuskan seseorang dengan diabetes untuk
membuat banyak keputusan manajemen diri setiap hari. Penelitian ini
berusaha untuk mengevaluasi efektivitas program manajemen diri berdasarkan
model PRECEDE-PROCEDE pada perilaku manajemen diri pada pasien
dengan diabetes tipe 2.
Hasil: Usia rata-rata peserta adalah 55,69 ± 12,04 tahun (kisaran 32-86 tahun).
41 pasien adalah laki-laki, dan 45 adalah perempuan. Waktu rata-rata sejak
diagnosis diabetes pertama adalah 8,6 tahun (SD = 5,2), dan rata-rata BMI
pasien adalah 31,63 (SD = 4,20). Pada awal, 35,01% pasien memiliki perilaku
manajemen diri yang buruk. Semua variabel PRECEDE, termasuk faktor
predisposisi (pengetahuan, sikap, dan self-efficacy), faktor pendukung, dan
10
faktor penguat, serta perilaku manajemen diri, meningkat secara signifikan
pada kelompok intervensi setelah program pendidikan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
memengaruhi, dan dipengaruhi oleh, lebih dari yang tampaknya terkait
langsung dengannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/11532 (Diakses,
Minggu 5 Juni 2022)
https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/10547738211051011 (Diakses,
Minggu 5 Juni 2022)