Disusun oleh :
KELOMPOK 1
Nursanti 14220190061
Nurkhafifah 14220190068
Hasnah 14220190070
MAKASSAR
2021
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) merupakan suatu
usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol
faktor – faktor risiko (risk factors) dengan sasaran utamanya orang sehat
melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu.
Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi
antara pejamu (host), penyebab (agent/pemapar), lingkungan, dan proses
kejadian penyakit. Usaha pencegahan tingkat pertama secara garis
besarnya dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan
usaha pencegahan khusus. (Nur Nasry, 2008).Seperti melakukan
Penyuluhan Kesehatan atau promosi kesehatan agar mencegah seseorang
yang sehat terkena penyakit gangguan sistem perkemihan.
Pencegahan Sekunder
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan
tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit dan
untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, serta mencegah
komplikasi. Dengan pengertian lain pencegahan ini sekurang-kurangnya
dapat menghambat atau memperlambat progresifitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecacatan. (Nur Nasry,
2008).Seperti diagnosis dan pengobatan dini penyakit pada gangguan
sistem perkemihan.
Pencegahan Tersier
Upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga
tidak menjadi tambah cacat, dan melakukan rehabilitasi dari mereka yang
punya cacat atau kelainan akibat penyakit. Pada keadaan ini kerusakan
patologis sudah bersifat irreversible, tidak bisa diperbaiki lagi. (Bustan,
2006) Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut,
seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita gangguan sistem
perkemihan dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun
kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi. Rehabilitasi
merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial
seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis,
rehabilitasi mental, dan rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat
menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna. (Nur
Nasry, 2008)
Sebelum Pemeriksaan
Selama Pemeriksaan
Mulailah buang air kecil dalam alat corong yang menempel pada toilet.
Alat uroflowmetri akan memberikan informasi.
Setelah Pemeriksaan
Batu kandung kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk
dari endapan mineral yang ada di dalam kandung kemih. Ukuran batu
kandung kemih sangat bervariasi dan semua orang punya risiko untuk
memiliki batu kandung kemih. Tapi laki-laki lanjut usia, biasanya lebih
dari 52 tahun, lebih sering mengalaminya, terutama mereka yang
menderita pembesaran prostat.
Saluran urine bisa tersumbat oleh batu kandung kemih. Terhalangnya
saluran urine tersebut bisa menyebabkan rasa nyeri saat buang air kecil,
dan kesulitan berkemih atau tidak bisa berkemih sama sekali.
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di
derita oleh masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di
bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat
jinak. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
sama di berbagai belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-10%
penduduknya satu kali dalam hidupnya pernah menderita penyakit
saluran kemih, bahkan pada laki-laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%.
Angka kejadiannya laki-laki dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1,
usia terjadinya batu antara 20 tahun sampai 40-50 tahun dimana
merupakan usia produktif. Lebih kurang dua pertiga dari pasien batu
pada anak adalah batu kandung kemih. Biasanya banyak didapatkan pada
umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. ( Smith, 2000).
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada
wanita. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan
utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan
kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu
(inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki ( Kimata, 2012).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur
30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan
wanita rerata 40,20 tahun). Umur terbanyak penderita batu di
negaranegara Barat 20-50 tahun dan di Indonesia antara 30-60 tahun.
Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor sosial
ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat
seperti di Semarang 53,3%, Jakarta 72%. Manifestasi batu saluran kemih
dapat berbentuk rasa sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi
seperti urosepsis dan gagal ginjal. Batu saluran kemih dapat
menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem kolektivus
dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi
dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri
karena dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan
iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema
dan penglepasan mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan
sering disertai dengan serangan kolik ulangan (Lozanovsky, 2011 ).
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan
fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah,
gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kemih akan menjadi masalah yang semakin
besar di Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup rakyat
dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Kejadian batu
saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan
sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita
penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di
sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8% sedangkan
di Indonesia sampai saat ini angka kejadian batu saluran kemih yang
sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun.
Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian urologi Rumah Sakit
DR. Sardjito periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu sebesar 1028
pasien, dengan jenis kelamin 694(67%) laki-laki dan 334(32,5%) wanita.
Di Jakarta dilaporkan 34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih.
Analisis jenis batu saluran kemih di Yogyakarta didapatkan paling
banyak batu Kalsium yaitu Kalsium Oksalat (56,3%), Kalsium Fosfat
9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran
(Isarifin, 2008) .
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam
urat, kalsium, oksalat, magnesium, ammonium, fosfat, sistin, dan xantin.
Unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung membentuk
susunan kimia batu campuran. Senyawa kimia tersebut dapat sebagai
asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, magnesium ammonium fosfat
dan sistin. Insiden batu urat dan oksalat akan tinggi pada orang-orang
dengan kebiasaan makan sayuran, rempahrempah dan saos. Sedang batu
kalsium akan tinggi pada kebiasaan minum susu , es krim, keju, dan
makan beberapa jenis buah polongan yang mempunyai kandungan
kalsium tinggi. Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh hiperkalsiuria
idiopatik, hiperparatiroidisme primer, Intoksikasi vitamin D, Sindrom
Cushing, Sindrom alkali susu, asidosis tubuler ginjal, sarkoidosis,
imobilisasi, penyakit paget, hipertiroidisme,dan penggunaan obat-obatan
jangka panjang. Batu magnesium ammonia fosfat, banyak didapatkan
pada infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah urea, seperti proteus,
pseudomonas, stafilokokus dan klebsiella. Bakteri pemecah urea menjadi
ammonia yang mengakibatkan alkalinisasi urin.
Angka kekambuhan juga cukup tinggi, secara umum sekitar 1517%
dalam satu tahun pertama, 50% dalam lima tahun, 75% dalam sepuluh
tahun, 95- 100% dalam 20-25 tahun. (Syed, 2010).
Pembentukan batu khususnya batu kalsium merupakan proses yang
kompleks dan banyak faktor yang tampaknya berkaitan dengannya,
namun belum ada satupun faktor yang paling dominan yang diketahui.
Salah satunya adalah komsumsi tinggi kadar kalsium dalam makanan
yang melebihi batas kelarutan sehingga terbentuk Kristal sebagai inti
batu.
Adanya batu pada saluran kemih akan menyebabkan komplikasi yang
serius apabila tidak segera mendapatkan terapi yang adekuat. Pada
umumnya gejala nyeri kolik merupakan keluhan pasien yang mendorong
pasien pergi berobat ke dokter atau rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering adalah berupa infeksi saluran kemih sebagai akibat adanya stasis
urin oleh adanya batu sampai terjadinya penurunan fungsi ginjal yang
apabila tidak mendapat pertolongan cepat dapat berlanjut sampai gagal
ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah (Kimata, 2012).
Sekitar 75% kasus dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
mendasari terjadinya batu saluran kemih, terutama pada anak-anak, yaitu
penyebab metabolik, anomali saluran urogenital dan infeksi. Penyebab
metabolic seperti hiperkalsiuria merupakan penyebab utama terjadinya
batu saluran kemih, salah satunya akibat komsumsi obatobatan,
walaupun harus dipahami bahwa kejadian batu karena obat merupakan
hal yang jarang (Rienstra, 2007). Dengan demikian, para klinisi harus
berhati-hati dan waspada akan adanya efek samping Ceftriakson dan
harus lebih memerhatikan status hidrasi pasien dan memotivasi untuk
mobilisasi selama terapi ceftriakson. Urolitiasis akibat ceftriakson
bersifat self limited dan tanpa komplikasi jangka panjang di semua
pasien dan penggunaan obat ini dapat dilanjutkan dengan aman (Kutuya,
2008).
b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien
terkait dengan gangguan pada sistem perkemihan yang dialami
pasien, perawat juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi,
hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang
diberikankan sesuai keadaan pasien yang mengalami gangguan
sietem perkemihan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuan klien.
e. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2. FUNGSI PERAWAT
Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi diantaranya:
a. Fungsi Independent
Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan
kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan
atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan
pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyapenyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.