Anda di halaman 1dari 20

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Nelly Amelya 14220190058

Nursanti 14220190061

Nurkhafifah 14220190068

Hasnah 14220190070

Syachfira Desta Maharani 14220170047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021

A. UPAYA-UPAYA PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN


TERSIER PADA MASALAH GANNGUAN SISTEM PERKEMIHAN

 Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) merupakan suatu
usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol
faktor – faktor risiko (risk factors) dengan sasaran utamanya orang sehat
melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu.
Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi
antara pejamu (host), penyebab (agent/pemapar), lingkungan, dan proses
kejadian penyakit. Usaha pencegahan tingkat pertama secara garis
besarnya dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan
usaha pencegahan khusus. (Nur Nasry, 2008).Seperti melakukan
Penyuluhan Kesehatan atau promosi kesehatan agar mencegah seseorang
yang sehat terkena penyakit gangguan sistem perkemihan.

 Pencegahan Sekunder
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan
tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit dan
untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, serta mencegah
komplikasi. Dengan pengertian lain pencegahan ini sekurang-kurangnya
dapat menghambat atau memperlambat progresifitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecacatan. (Nur Nasry,
2008).Seperti diagnosis dan pengobatan dini penyakit pada gangguan
sistem perkemihan.

 Pencegahan Tersier
Upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga
tidak menjadi tambah cacat, dan melakukan rehabilitasi dari mereka yang
punya cacat atau kelainan akibat penyakit. Pada keadaan ini kerusakan
patologis sudah bersifat irreversible, tidak bisa diperbaiki lagi. (Bustan,
2006) Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut,
seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita gangguan sistem
perkemihan dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun
kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi. Rehabilitasi
merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial
seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis,
rehabilitasi mental, dan rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat
menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna. (Nur
Nasry, 2008)

B. PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN PASKA PEMERIKSAAN


DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM PADA MASALAH
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Tes Urine
Sebelum Tes urine
Pasien tidak perlu berpuasa untuk menjalani tes urine. Namun, jika tes urine
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan lain, misalnya tes kolesterol,
dokter mungkin akan menganjurkan pasien untuk berpuasa sebelum
prosedur dilakukan.
Pasien wanita yang akan menjalani tes urine harus menginformasikan
kepada dokter jika sedang menstruasi. Hal tersebut dikhawatirkan dapat
memengaruhi hasil analisis mikroskopik tes urine.
Selain itu, meski masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, pasien yang
akan menjalani tes urine sebaiknya tidak berhubungan seks selama 24 jam
sebelum pengambilan sampel urine. Pasalnya, berhubungan seks sebelum
tes urine dapat memengaruhi hasil pemeriksaan.

Prosedur Pengambilan Sampel Urine


Pengambilan sampel urine hanya membutuhkan waktu beberapa menit.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan pasien dalam
pengambilan sampel urine:

 Bersihkan area kemaluan menggunakan tisu steril, agar area tersebut


bersih dari bakteri dan tidak terbawa ke dalam sampel.
 Buang sedikit urine yang pertama kali keluar, lalu segera tampung
aliran urine berikutnya ke wadah penampung.
 Tampung urine kurang lebih sebanyak 30–60 ml ke wadah penampung
yang disediakan dokter.
 Buang sisa aliran urine ke toilet jika sampel sudah mencukupi.
 Tutup rapat wadah yang berisi sampel urine agar tidak tumpah atau
terkontaminasi.
 Bersihkan bagian luar wadah penampung urine menggunakan tisu steril
dan cuci tangan setelah melakukan pengambilan sampel.
 Berikan sampel urine ke dokter untuk dianalisis di laboratorium.

Setelah Tes urine


Setelah pengambilan sampel urine, pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasa. Hasil tes urine yang tidak normal dapat menunjukkan adanya kondisi
atau gangguan tertentu. Dokter akan membandingkan hasil tes urine dengan
gejala yang dialami pasien untuk menentukan diagnosa penyakit yang
sedang diderita pasien.

Pemeriksaan Uroflowmetri untuk Deteksi Infeksi Saluran Kemih

Uroflowmetri merupakan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk


mengetahui jumlah dan kecepatan tingkat aliran urine dalam satuan waktu.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui berbagai kelainan dan
mendeteksi masalah pada saluran kemih, seperti halnya fungsi tes urine
pada umumnya yang penting mendeteksi penyakit.

Sebelum Pemeriksaan

 Tidak ada persiapan menjelang tes seperti puasa.

 Disarankan untuk tidak mengosongkan kandung kemih sebelum


melakukan tes. Pastikan kandung kemih penuh dengan cara meminum
air sebelum pemeriksaan dilakukan.

 Beritahu kondisi kesehatan jika sedang dalam kondisi tertentu seperti


hamil.

 Memberitahukan dokter mengenai obat-obatan dan perawatan medis


yang sedang dijalani, karena pengidap akan diminta untuk
menghentikan sementara medikasi obat tersebut supaya tidak
mengurangi tingkat kevalidan dan akurasi tes.

Selama Pemeriksaan

Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan rawat jalan. Perawatannya pun


berbeda sesuai dengan komplikasi penyakit yang dimiliki. Hal yang
harus dilakukan umumnya sebagai berikut:

 Dokter akan mengajarkan menggunakan flowmeter.

 Sesaat siap untuk buang air kecil, tekan tombol star flowmeter dan


pastikan menghitungnya sampai 5 detik sebelum mulai buang air kecil.

 Mulailah buang air kecil dalam alat corong yang menempel pada toilet.
Alat uroflowmetri akan memberikan informasi.

 Jangan menahan dan mempercepat buang air kecil, lakukan senormal


mungkin.

 Setelah selesai, hitung kembali hingga 5 detik dan tekan


tombol flowmeter.

 Jangan meletakkan kertas toilet ke dalam corong.

 Setelah melakukan tes, jika ditemukan beberapa hal yang mengganjal,


biasanya dokter akan melakukan beberapa tes ulang.

Setelah Pemeriksaan

Perawatan setelah pemeriksaan ini akan berbeda pada setiap orang,


tergantung pada riwayat penyakit yang diidap. Secara objektif pancaran
urine bisa diperiksa dengan flowmeter dengan penilaian:

 Flow rate maksimal > 15 ml/dtk = non-obstruktif.


 Flow rate maksimal 10-15 ml/dtk = border line.

 Flow rate maksimal < 10 ml/dtk = obstruktif.

C. TREND DAN ISSUE TERKAIT GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


1. ISK (Infeksi saluran kemih)

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran


kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu
mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh
bakteri, tetapi virus dan jamur juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi
bakteri tersering disebabkan oleh Escherichia coli. Infeksi saluran kemih
sering terjadi pada anak perempuan. Salah satu penyebabnya adalah
uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih
mudah memperoleh akses ke kandung kemih (Corwin, 2007).
Sistitis (infeksi saluran kemih bawah) adalah inflamasi kandung
kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra.
Penyebab lainnya aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih
(refluks uretrovesical), kontaminasi fekal, atau penggunaan kateter atau
sistoskop. Sistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat beberapa
faktor (mis., prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung
kemih).
Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering
terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan, infeksi saluran kemih
merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80%
infeksi saluran kemih terjadi sesudah instrumentasi, terutama oleh
kateterisasi (Marlina, 2013).
Walaupun kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih
berkaitan dengan kateter dianggap relatif rendah dibandingkan infeksi
nosokomial lainnya, tingginya prevalensi penggunaan kateter urin
menyebabkan besarnya kejadian infeksi yang menghasilkan komplikasi
infeksi dan kematian. Berdasarkan survei di rumah sakit Amerika Serikat
tahun 2002, kematian yang timbul dari infeksi saluran kemih
diperkirakan lebih dari 13.000 (2,3% angka kematian). Sementara itu,
kurang dari 5% kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia.
Infeksi saluran kemih yang berkaitan dengan kateter adalah penyebab
utama infeksi sekunder aliran darah nosokomial. Sekitar 17% infeksi
bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi saluran kemih, dengan
angka kematian sekitar 10% (Gould & Brooker, 2009).
Kateter urin adalah penyebab yang paling sering dari bakteriuria.
Risiko bakteriuria pada kateter diperkirakan 5% sampai 10% per hari.
Kemudian diketahui, pasien akan mengalami bakteriuria setelah
penggunaan kateter selama 10 hari. Infeksi saluran kemih merupakan
penyebab terjadinya lebih dari 1/3 dari seluruh infeksi yang didapat di
rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini (sedikitnya 80%) disebabkan
prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih yang biasanya berupa
kateterisasi (Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008), tentang
“tingkat kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan terpasang
kateter urin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”, menunjukkan
bahwa dari 30 responden terdapat angka infeksi saluran kemih sebanyak
20%.
Berdasarkan data rekam medis di RSUDZA Banda Aceh (20092011),
diketahui terjadi peningkatan kasus infeksi saluran kemih tiap tahunnya,
dengan rata-rata pertahun terdapat 75 kasus. Dari hasil pengamatan
peneliti pada minggu kedua bulan April 2012 lalu di ruang rawat inap
penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh diketahui adanya keluhan dari
beberapa pasien mengenai pemasangan kateter, Yaitu 3 dari 5 pasien
yang sedang memakai kateter mengeluh adanya nyeri dan kemerahan
pada area yang dipasang kateter, dan juga terlihat urin yang terdapat di
dalam kantong penampung agak berkabut.
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya merupakan salah satu rumah sakit
yang telah membentuk Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi). Berdasarkan laporan surveilans Komite PPI angka kejadian
infeksi nosokomial di Rumah Sakit Haji Surabaya mengalami kenaikan
pada tahun 2012 hingga 2014 yaitu: 0,05% pada tahun 2012, 0,15% pada
tahun 2013, dan 0,37% pada tahun 2014.

2. Batu Saluran Kemih

Batu kandung kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk
dari endapan mineral yang ada di dalam kandung kemih. Ukuran batu
kandung kemih sangat bervariasi dan semua orang punya risiko untuk
memiliki batu kandung kemih. Tapi laki-laki lanjut usia, biasanya lebih
dari 52 tahun, lebih sering mengalaminya, terutama mereka yang
menderita pembesaran prostat.
Saluran urine bisa tersumbat oleh batu kandung kemih. Terhalangnya
saluran urine tersebut bisa menyebabkan rasa nyeri saat buang air kecil,
dan kesulitan berkemih atau tidak bisa berkemih sama sekali.
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di
derita oleh masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di
bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat
jinak. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
sama di berbagai belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-10%
penduduknya satu kali dalam hidupnya pernah menderita penyakit
saluran kemih, bahkan pada laki-laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%.
Angka kejadiannya laki-laki dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1,
usia terjadinya batu antara 20 tahun sampai 40-50 tahun dimana
merupakan usia produktif. Lebih kurang dua pertiga dari pasien batu
pada anak adalah batu kandung kemih. Biasanya banyak didapatkan pada
umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. ( Smith, 2000).
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada
wanita. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan
utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan
kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu
(inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki ( Kimata, 2012).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur
30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan
wanita rerata 40,20 tahun). Umur terbanyak penderita batu di
negaranegara Barat 20-50 tahun dan di Indonesia antara 30-60 tahun.
Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor sosial
ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat
seperti di Semarang 53,3%, Jakarta 72%. Manifestasi batu saluran kemih
dapat berbentuk rasa sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi
seperti urosepsis dan gagal ginjal. Batu saluran kemih dapat
menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem kolektivus
dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi
dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri
karena dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan
iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema
dan penglepasan mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan
sering disertai dengan serangan kolik ulangan (Lozanovsky, 2011 ).
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan
fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah,
gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kemih akan menjadi masalah yang semakin
besar di Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup rakyat
dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Kejadian batu
saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan
sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita
penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di
sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8% sedangkan
di Indonesia sampai saat ini angka kejadian batu saluran kemih yang
sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun.
Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian urologi Rumah Sakit
DR. Sardjito periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu sebesar 1028
pasien, dengan jenis kelamin 694(67%) laki-laki dan 334(32,5%) wanita.
Di Jakarta dilaporkan 34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih.
Analisis jenis batu saluran kemih di Yogyakarta didapatkan paling
banyak batu Kalsium yaitu Kalsium Oksalat (56,3%), Kalsium Fosfat
9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran
(Isarifin, 2008) .
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam
urat, kalsium, oksalat, magnesium, ammonium, fosfat, sistin, dan xantin.
Unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung membentuk
susunan kimia batu campuran. Senyawa kimia tersebut dapat sebagai
asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, magnesium ammonium fosfat
dan sistin. Insiden batu urat dan oksalat akan tinggi pada orang-orang
dengan kebiasaan makan sayuran, rempahrempah dan saos. Sedang batu
kalsium akan tinggi pada kebiasaan minum susu , es krim, keju, dan
makan beberapa jenis buah polongan yang mempunyai kandungan
kalsium tinggi. Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh hiperkalsiuria
idiopatik, hiperparatiroidisme primer, Intoksikasi vitamin D, Sindrom
Cushing, Sindrom alkali susu, asidosis tubuler ginjal, sarkoidosis,
imobilisasi, penyakit paget, hipertiroidisme,dan penggunaan obat-obatan
jangka panjang. Batu magnesium ammonia fosfat, banyak didapatkan
pada infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah urea, seperti proteus,
pseudomonas, stafilokokus dan klebsiella. Bakteri pemecah urea menjadi
ammonia yang mengakibatkan alkalinisasi urin.
Angka kekambuhan juga cukup tinggi, secara umum sekitar 1517%
dalam satu tahun pertama, 50% dalam lima tahun, 75% dalam sepuluh
tahun, 95- 100% dalam 20-25 tahun. (Syed, 2010).
Pembentukan batu khususnya batu kalsium merupakan proses yang
kompleks dan banyak faktor yang tampaknya berkaitan dengannya,
namun belum ada satupun faktor yang paling dominan yang diketahui.
Salah satunya adalah komsumsi tinggi kadar kalsium dalam makanan
yang melebihi batas kelarutan sehingga terbentuk Kristal sebagai inti
batu.
Adanya batu pada saluran kemih akan menyebabkan komplikasi yang
serius apabila tidak segera mendapatkan terapi yang adekuat. Pada
umumnya gejala nyeri kolik merupakan keluhan pasien yang mendorong
pasien pergi berobat ke dokter atau rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering adalah berupa infeksi saluran kemih sebagai akibat adanya stasis
urin oleh adanya batu sampai terjadinya penurunan fungsi ginjal yang
apabila tidak mendapat pertolongan cepat dapat berlanjut sampai gagal
ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah (Kimata, 2012).
Sekitar 75% kasus dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
mendasari terjadinya batu saluran kemih, terutama pada anak-anak, yaitu
penyebab metabolik, anomali saluran urogenital dan infeksi. Penyebab
metabolic seperti hiperkalsiuria merupakan penyebab utama terjadinya
batu saluran kemih, salah satunya akibat komsumsi obatobatan,
walaupun harus dipahami bahwa kejadian batu karena obat merupakan
hal yang jarang (Rienstra, 2007). Dengan demikian, para klinisi harus
berhati-hati dan waspada akan adanya efek samping Ceftriakson dan
harus lebih memerhatikan status hidrasi pasien dan memotivasi untuk
mobilisasi selama terapi ceftriakson. Urolitiasis akibat ceftriakson
bersifat self limited dan tanpa komplikasi jangka panjang di semua
pasien dan penggunaan obat ini dapat dilanjutkan dengan aman (Kutuya,
2008).

3. BPH (Benigna Prostat Hipertropi)


Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Suharyanto, 2009).
Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di
Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang
berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat
menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031. Namun demikian, tidak
semua penderita BPH berkembang menjadi penderita BPH bergejala.
Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai
hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga
pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada
usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%.

Meskipun jarang mengancam jiwa, salah satu pokok


permasalahannya adalah gejala-gejala yang ditimbulkan pada
pembesaran kelenjar prostat dirasakan sangat tidak nyaman oleh pasien
dan mengganggu aktivitas sehari-hari.Menurut survei, berdasarkan pola
penyakit pasien rawat jalan pada Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat,
Umur diatas 60 tahun pada 2003 penyakit BPH (Benigna Prostat
Hipertropi) menempati urutan ke-19 yaitu sebesar 1,37% (530 orang).

Sedangkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Dr.


Adjidarmo Rangkasbitung Lebak di Ruang Duku tahun 2012 jumlah
penderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi) menunjukkan bahwa
penderita BPH di Ruang Duku RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung
cukup banyak, yaitu sebanyak 88 orang (13,66 %) dari total penderita
sebanyak 644 orang dan menduduki urutan ketiga dari 10 penyakit
terbanyak. Oleh karena itu peran perawat sebagai tenaga kesehatan
diperlukan upaya promotif (peningkatan) dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan tentang penyakit, preventif (pencegahan) yaitu
dengan cara memberitahu dan mengajarkan pola hidup yang sehat,
kuratif (pengobatan) yaitu dengan cara menganjurkan klien untuk
melakukan pembedahan atau pengobatan lain, dan rehabilitative
(pemulihan) dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara
langsung pada penderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi) .

D. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT TERKAIT GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN
1. PERAN PERAWAT
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien yang
berkaitan dengan gangguan sistem perkemihan, dimana perawat
harus mengetahui apa yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan terkait dengan
gangguan perkemihan yang dialami pasien, agar bisa direncanakan
dan dilaksanakan tindakan yang tepat.

b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien
terkait dengan gangguan pada sistem perkemihan yang dialami
pasien, perawat juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi,
hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang
diberikankan sesuai keadaan pasien yang mengalami gangguan
sietem perkemihan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuan klien.
e. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2. FUNGSI PERAWAT
Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi diantaranya:
a. Fungsi Independent
Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan
kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan
atau instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan
pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyapenyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.

E. PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN TERKAIT GANGGUAN


SISTEM PERKEMIHAN ( Otonomi, Beneficience, Justice, Non-
Maleficience, Moral Right, Nilai & Norma Masyarakat )
PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN
1. Autonomy (Autonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwaindividu mampu
berpikir secara logis dan mampumembuat keputusan sendiri. Orang
dewasa mampumemutuskan sesuatu dan orang lain
harusmenghargainya.Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasanindividu yang menuntut pembedaan diri, dan perawatharuslah
bisa menghormati dan menghargaikemandirian ini. Salah satu contoh
yang tidakmemperhatikan otonomi adalah memberitahukan klienbahwa
keadaanya baik, padahal terdapat gangguanatau penyimpangan
2. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yangbaik sesuai
dengan ilmu dan kiat keperawatan dalammelakukan pelayanan
keperawatan.Contoh perawat menjelaskan klien dengan penyakit jantung
tentang program latihan untuk memperbaikikesehatan secara umum,
tetapi perawat menasehatiuntuk tidak dilakukan karena alasan resiko
serangan jantung.Hal tersebut merupakan penerapan prinsip
beneficence.Walaupun memperbaiki kesehatan secara umumadalah suatu
kebaikan, namun menjaga resikoserangan jantung adalah prioritas
kebaikan yangharuslah dilakukan.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmudan kiat
keperawatan dengan memperhatikan keadilansesuai standar praktik dan
hukum yang berlaku.Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika
ituada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yangmemerlukan
bantuan perawat maka perawat harusmempertimbangkan faktor-faktor
dalam faktor tersebutkemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan.
4. Non-maleficence (tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cederafisik dan psikologis
pada klien.Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepadadokter
secara tertulis menolak pemberian transfusedarah dan ketika itu penyakit
perdarahan (melena)membuat keadaan klien semakin memburuk dan
dokterharus mengistrusikan pemberian transfuse darah. Akhirnya
transfusi darah ridak diberikan karena prinsibeneficence walaupun pada
situasi ini juga terjadipenyalahgunaan prinsi nonmaleficince.
5. Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harusdimiliki oleh
seluruh pemberi layanan kesehatan untukmenyampaikan kebenaran pada
setia klien untukmeyakinkan agar klien mengerti. Informasi
yangdiberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif.Kebenaran
merupakan dasar membina hubungansaling percaya. Klie memiliki
otonomi sehingga merekaberhak mendapatkan informasi yang ia ingin
tahu.
Contoh Ny. A masuk rumah sakit dengan berbagaimacam fraktur karena
kecelakaan mobil, suaminya jugaada dalam kecelakaan tersebut dan
meninggal dunia.Ny. A selalu bertanya-tanya tentang keadaan
suaminya.Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untukbelum
memberitahukan kematian suaminya kepadaklien perawat tidak
mengetahui alasan tersebut daridokter dan kepala ruangan
menyampaikan intruksidokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini
dihadapkanoleh konflik kejujuran.
6. Fidelity (Menepati janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalahmeningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit,memulihkan kesehatan, dan
meminimalkanpenderitaan.Untuk mencapai itu perawat harus memiliki
komitmenmenepati janji dan menghargai komitmennya kepadaorang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijagaprivasi klien.
Dokumentasi tentang keadaan kesehatanklien hanya bisa dibaca guna
keperluan pengobatandan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang
kliendiluar area pelayanan harus dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitasi)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakanseorang
professional dapat dinilai dalam kondisi tanpa terkecuali.Contoh perawat
bertanggung jawab pada diri sendiri,profesi, klien, sesama teman sejawat,
karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat
kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat,
dokter yang memberi tugas delegatif,dan masyarakat yang menuntut
kemampuan professional.

F. NURSING ADVOCACY TERKAIT GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN
peran perawat sebagai advokat, perawat diharapkan mampu untuk
bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga
menginterpretasikan informasi dari sebagai pemberi pelayanan yang
diberikan untuk mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
hal ini harus dilakukan karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit
akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat advokasi yaitu
1. Anticipatory Guidance (panduan inspiratif)
a. Primary prevention (pencegahan primer)
b. bantuan klien kemungkinan mengalami kesulitan
c. mengantisipasi keluarga dalam menangani masalah-masalah
keterbatasan dan penyakit kronik
2. Role modeling
perawat menjadi role model dengan berperilaku yang benar seperti
berbicara, senyum dan melakukan penanganan pasien secara
professional
3. Education informasi
a. pembelajaran dan pemberian informasi
b. membantu memilih dan menentukan pilihan terhadap informasi
yang diberikan
c. membantu klian mengumpulkan informasi dan belajar terhadap
perilaku promosi kesehatan

4. Ongoing support (dukungan berkelanjutan)


a. memberikan bantuan kepada klien dalam membuat keputusan
yang beralasan
b. perawat sebagai partner dalam menyelesaikan masalah kebutuhan
kesehatan
5. Collaboration and Referral (kolaborasi dan Referral)
a. masalah kesehatan bersifat multidimensi melibatkan multidisiplin
b. perawat memberikan penjelasan terhadap masalah yang diberikan
tenaga kesehatan lain
c. pendekatan interdisiplin pada semua anggota tim kesehatan

Anda mungkin juga menyukai