Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Perkembangan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun
meningkat. Peningkatan disebabkan semakin tinggi tingkat stressor, pola hidup tidak sehat, dan
faktor faktor lain. Fakta dari WHO menyebutkan bahwa terjadi satu kematian akibat penyakit
kardiovaskular setiap dua detik, serangan jantung setiap lima detik, dan stroke setiap enam detik.
Tahun 2020 diperkirakan akan terjadi perubahan komposisi penyebab kematian utama di dunia.
Penyakit jantung iskemik akan menempati urutan pertama, depresi urutan kedua, dan penyakit
serebrovaskular (stroke) diurutan keempat (Dewi & Boestan, 1992: Everson-Rose & Lewis, 2005).

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di USA dan berbagai
Negara lain. Pada 1999 diperkirakan 17 juta orang di dunia meninggal karena serangan jantung.
Tahun 2001 di USA kurang lebih 38% kematian terjadi karena kontribusi penyakit kardiovaskuler
(Everson-Rose. 2005). Rata-rata 700.000 orang di USA mengalami miokard infark (MI) pertamanya,
500.000 menderita MI lanjutan. Tahun 2002 hampir 492.000 orang meninggal karena penyakit
jantung koroner. Insiden beberapa penyakit kronis, termasuk Cronic Heart Diseases, stroke,
hipertensi, dan gagal jantung, akan meningkat pada semua populasi usia beberapa dekade ke depan.
Dari sisi pembiayaan kesehatan secara langsung dan tidak langsung kurang lebih tersedot dana
sebesar $386 milyar per tahun.

Dampak personal, ekonomi, dan populasi pada penyakit jantung sangatlah besar (NHLBI, 2004 dalam
LeMone, 2005).

Tingginya dampak penyakit jantung juga diberikan oleh miokard infark (MI), salah satu penyakit
jantung utama sebagai penyebab kematian.. Miokard infark (acute myocardial infarction) adalah
kematian sel miokard, merupakan kejadian yang mengancam hidup. Jika sirkulasi yang
mempengaruhi miokardium tidak tepat dipulihkan, maka terjadi kehilangan fungsi yang
mempengaruhi keseimbangan jantung untuk mempertahankan efektifitas cardiac output (LeMone.
2005). Pada umumnya kematian akibat MI terjadi selama periode setelah munculnya gejala kira-kira
60% terjadi dalam 1 jam pertama, dan 40% sebelum di rawat. MI jarang terjadi pada pasien tanpa
didahului penyakit jantung koroner. Banyak faktor risiko munculnya MI, seperti usia, gender,
keturunan, ras, merokok, obesitas, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes, gaya hidup kurang gerak,
diet dan lainnya (Lett, Blumenthal, Babyak, dan Strumen, 2005).

Penderita yang mengalami episode serangan jantung sering dihadapkan pada kemungkinan
perubahan pola hidup sehari-hari, dan kondisi ini akan dipengaruhi oleh berat dan kompleksitas
penyakitnya. Hal ini dapat diketahui lebih jauh dengan mengenal suami, istri dan keluarganya, serta
kehidupan bermasyarakat dari penderita (Dewi & Boestan, 2002).

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Kegawatdaruratan

Books.google.co.id
Perawat dalam mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan kegawatdaruratan berdasarkan
pengkajian, masalah klien, dan kriteria hasil yang diharapkan untuk stabilisasi jalan nafas-
pernafasan-sirkulasi klien, dengan tetap memperhatikan standar praktik keperawatan gawat darurat
yang telah ditetapkan. Sehingga bisa dijelaskan bahwa pengkajian, penetapan kriteria hasil dan
intervensi, implementasi tindakan kegawatdaruratan serta reasessment (evaluasi) keberhasilan
tindakan dilakukan oleh perawat secara simultan.

Proses evaluasi atau reassessment pada keperawatan kegawatdaruratanDilakukan oleh tim secara
terus menerus “ongoing assessment”, hal ini di Karena kondisi kegawatan dari klien tidak dapat
diprediksi dan sewaktu-waktu

Memiliki perubahan yang cepat sesuai dengan tingkat kegawatan dari klien yang kita rawat. Perawat
dalam melakukan reasessment dilakukan di sisi klien (bedside monitoring), karena membutuhkan
pemantauan yang sangat ketat, jika pada saat pemantauan didapatkan kondisi klien yang semakin
memburuk, maka perawat mampu mengkonsulkan dan mengusulkan alternatif perawatan yang
berfokus terhadap kesembuhan atau kebaikan dari klien kepada tim. Sehingga komunikasi antar
tenaga tim kesehatan kegawatdaruratan menjadi kunci penting dalam keberhasilan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan bagi sebuah kasus atau klien.

ISBAR (Identification Situation Background Assessment Recommendation) merupakan metode


komunikasi antar tenaga kesehatan saat menghadapi klien dengan berbagai kasus
kegawatdaruratan, dimana dalam komunikasi ini kita sistematis mengkomunikasikan kondisi dari
klien yang kita rawat: (Kurniati et

Al.,2018)

Anda mungkin juga menyukai