Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN “ACTUATING”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK V:

NOVA ROSALINA (NH0119043)


NUR APRILYA MUTMAINNAH (NH0119047)
NURDALILAH (NH0119052)
RELINA DAKALARA BEAY (NH011965)
SRI WAHIDA HANDINI (NH0119074)
VIVI DYAH PUTRI NOVIANTY (NH0119077)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

1
KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala Rahmat dan Hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penyusun sehingga
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MAKALAH MANAJEMEN
KEPERAWATAN “ACTUATING”“.
Adapun tujuan dan maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata ajar
Manajemen Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun tidak luput dari kesulitan dan hambatan
tetapi berkat bantuan dan petunjuk serta kerja sama, maka makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
Segala kemampuan dan daya upaya telah diusahakan semaksimal mungkin, namun
penyusun menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya di dunia keperawatan .

Makassar, 9 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................................................3
B. TUJUAN PENULISAN..................................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................................................... 5
TINJUAN PUSTAKA.................................................................................................................................................................5
A. DEFINISI..................................................................................................................................................................... 5
B. TUJUAN......................................................................................................................................................................5
C. UNSUR-UNSUR..........................................................................................................................................................6
D. PRINSIP ACTUATING................................................................................................................................................32
E. HAL PENTING YANG DI PERTIMBANGKAN DALAM ACTUATING..............................................................................33
F. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT FUNGSI ACTUATING.............................................................................................33
G. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG FUNGSI ACTUATING...............................................................................................33
H. PELAKSANAAN ACTUATING.....................................................................................................................................33
I. PELAKSANAAN PRE DAN POST CONFEREN..............................................................................................................34
BAB III.................................................................................................................................................................................. 36
PENUTUP............................................................................................................................................................................. 36
A. KESIMPULAN...........................................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................................37

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manajemen merupakan suatu ilmu tentang bagaimana menggunakan sumber
daya secara aktif, inovatif dan kreatif serta rasional untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen mencakup kegiatan
koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai
tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
Keperawatan profesional dalam pelayanannya diperlukan adanya pengembangan
keperawatan secara profesional. Dalam mengoptimalkan peran dan manajemen
keperawatan perlu adanya strategi yang salah satunya adalah dengan harapan
adanya faktor pengelolaan yang optimal serta mampu meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pelayanan keperawatan.

Organisasi pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian penting dalam


organisasi pelayanan kesehatan. Organisasi pelayanan keperawatan memegang
kendali dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini, disebabkan
jumlah tenaga perawat yang ada mencapai kisaran 40% dari jumlah sumber daya
manusia yang ada di pelayanan kesehatan (Depkes, 2002). Bahkan, menurut
Huber (2006), pelayanan kesehatan di rumah sakit sebanyak 90% berupa
pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang ada sangatlah ditentukan
oleh sumber daya manusia keperawatan yang ada.

Faktor manusia menjadi titik penting dalam terselenggaranya roda organisasi


pelayanan keperawatan. Manusia merupakan modal utama suatu organisasi.
Berhasil ataupun rusaknya organisasi ditentukan oleh manusianya. Untuk itu,
seorang manajer keperawatan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya
manusia yang ada supaya dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berbagai upaya dan pendapat telah dilakukan oleh banyak ahli manajemen
tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia yang ada di dalam
organisasi. Upaya yang dilakukan adalah dengan menggerakkan orang-orang
yang ada di dalam organisasi.

4
Hal ini dapat dilihat dari beberapa istilah yang dikemukakan oleh cara ahli
manajemen berikut. Henry Fayol mengatakan bahwa bawahan perlu digerakkan
secara otokratis. Dalam tulisannya, Fayol menyebut istilah commanding. Ada
juga yang menggunakan istilah directing sebagai upaya menggerakkan bawahan
(Siagian, 2007). Sedangkan, George R. Terry menggunakan istilah actuating
sebagai upaya menggerakkan bawahan. Bahkan, ada yang memakai istilah
motivating dan juga influencing.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi pengarahan dalam manajemen keperawatan.
2. mengetahui tujuan pengarahan dalam manajemen keperawatan
3. mengetahui unsur-unsur pengarahan dalam manajemen keperawatan
4. mengetahui pinsip pelaksanaan pengarahan dalam manajemen keperawatan
5. mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung pengarahan dalam
manajemen keperawatan
6. mengetahui pelaksanaan pengarahan dalam manajemen keperawatan

5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para
bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien
dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini bersifat
sangat kompleks karena di samping menyangkut manusia juga, menyangkut berbagai tingkah
laku manusia yang berbeda-beda (Muninjaya, 1999).

B. TUJUAN
Menurut Muninjaya (1999), terdapat lima tujuan dan fungsi pengarahan, yaitu sebagai
berikut.
1. Pengarahan bertujuan menciptakan kerja sama yang lebih efisien. Pengarahan
memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dan bawahan. Manajer
keperawatan setingkat kepala ruangan yang mampu menggerakkan dan mengarahkan
bawahannya akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi kerja.
Sebagai contoh, kegiatan supervisi tindakan keperawatan akan dapat mengurangi atau
meminimalisasi kesalahan tindakan sehingga akan dapat meminimalisasi bahan, alat,
atau waktu tindakan bila dibandingkan jika terjadi kesalahan karena tidak ada
supervisi.

2. Pengarahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf.


Banyak hal yang terkait dengan kegiatan pengarahan di dalam ruang perawatan.
Seperti halnya supervisi, pendelegasian di dalam ruang perawatan akan dapat
memberikan peluang bagi yang diberikan delegasi untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya secara otonomi.

3. Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.


Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika kinerja menurun, dan diberi
apresiasi atas hasil kerja akan memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai
pekerjaannya.

6
4. Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menciptakan lingkungan kerja
yang kondusif, dan menciptakan hubungan interpersonal yang harmonis. Selain itu,
kepemimpinan yang adil merupakan kunci sukses dalam memberikan motivasi kerja
dan meningkatkan prestasi kerja perawat bawahan.

5. Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang lebih dinamis.


Uraian-uraian tadi jika mampu diterapkan di ruang perawatan, dapat mengembangkan
organisasi pelayanan keperawatan dinamis.

C. UNSUR-UNSUR
Pengarahan atau juga disebut "penggerakan" merupakan upaya memengaruhi bawahan
agar melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guna mengarahkan
atau menggerakkan bawahan, ada beberapa unsur yang perlu dipahami dan diperhatikan
bagi seorang manajer, termasuk manajer keperawatan. Berikut adalah unsur-unsur
penggerakan yang dimaksud.

1. Kepemimpinan
a. Pengertian
Menurut Harsey, Blanchard, dan Johnson (1999 dalam Huber, 2006),
kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas individu atau kelompok
dalam upaya mencapai tujuan pada suatu situasi. Sedangkan menurut Hasibuan
(2005), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin memengaruhi perilaku
bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi.
Adapun menurut Robbin (2003), kepemimpinan adalah kemampuan
memengaruhi kelompok menuju pencapaian Stoner (1982) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Talbott (1971 dalam Swansburg, 1993) menyatakan bahwa kepemimpinan
adalah bumbu vital yang mengubah sekelompok orang menjadi. i suatu organisasi
yang berfungsi dan berguna.

7
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan menyangkut tiga hal: (1) kepemimpinan menyangkut orang lain.
Orang lain di sini maksudnya adalah bawahan. Kepemimpinan seorang manajer
keperawatan akan efektif jika bawahan bersedia menerima pengarahan dari
pemimpinnya. Bawahan sangat menentukan kedudukan pemimpin dan
menentukan pula jalannya proses kepemimpinan; (2) kepemimpinan menyangkut
pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara pemimpin dan bawahan.
Seorang pemimpin berwenang dalam mengarahkan secara langsung terhadap
kegiatan bawahan, tetapi bawahan tidak dapat mengarahkan secara langsung
kegiatan pemimpin walaupun dapat melalui berbagai cara secara tidak langsung;
(3) kepemimpinan menyangkut pengaruhnya kepada bawahan. Seorang pemimpin
tidak hanya dapat memerintah bawahannya, tetapi juga dapat memengaruhi
bawahan agar mau bertindak atau bekerja dengan baik dan tepat.

b. Sifat-Sifat Kepemimpinan
Beberapa sumber menyebutkan dan beranggapan bahwa sifat-sifat
kepemimpinan yang dimiliki seseorang merupakan pembawaan sejak lahir bukan
karena dibuat. Artinya, seseorang dilahirkan sudah membawa atau tidak
membawa sifat-sifat pemimpin. Akan tetapi, ternyata banyak keterbatasan tentang
pendekatan kesifatan ini. Hal ini terbukti bahwa banyak tokoh (pemimpin) dunia
yang mempunyai sifat kepemimpinan yang berbeda-beda. Berbagai kasus juga
ditemukan bahwa seorang pemimpin sukses pada keadaan tertentu, tetapi gagal
pada keadaan yang lain. Dari kenyataan ini, dapat diartikan bahwa walaupun sifat
kepemimpinan ada dalam setiap pemimpin, tidak semuanya bersifat absolute
esensial. Dengan demikian, sifat kepemimpinan dapat dibuat atau dibentuk
ataupun dikembangkan.
Menurut Edwin Ghiselli (1971 dalam Handoko, 1999), seorang manajer dapat
menjadi pemimpin yang efektif jika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
1) Pemimpin yang efektif mempunyai kemampuan dalam pengawasan
(supervisory ability) pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, terutama fungsi
pengarahan dan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan.
2) Pemimpin yang efektif mengerti kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan.
Seorang pemimpin yang efektif bertanggung jawab atas pekerjaannya dan
selalu mempunyai keinginan untuk maju dan sukses.

8
3) Pemimpin yang efektif mempunyai kecerdasan. Seorang pemimpin yang
efektif harus mampu dalam merumuskan ataupun membuat kebijakan serta
mempunyai pemikiran yang kreatif dan daya pikir.
4) Pemimpin yang efektif harus mempunyai ketegasan (decisiveness). Ketegasan
merupakan kemampuan dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
secara cakap dan tepat.
5) Pemimpin yang efektif harus mempunyai kepercayaan diri. Kepercayaan diri
merupakan kemampuan pemimpin dalam memandang dirinya untuk
menghadapi masalah.
6) Pemimpin yang efektif mempunyai inisiatif. Inisiatif merupakan kemampuan
untuk bertindak tanpa tergantung orang lain, kemampuan untuk
mengembangkan berbagai kegiatan, dan mampu menemukan cara-cara baru
atau inovasi.

c. Gaya-Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan diperlukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin
suatu organisasi. Seorang pemimpin harus dapat memahami kapan dia harus
mempunyai gaya kepemimpinan tertentu. Jadi, dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh terhadap efektivitas seseorang dalam memimpin.
Gaya kepemimpinan yang tepat dapat meningkatkan produktivitas.
Berbagai macam gaya kepemimpinan yang dapat kita kenal. Akan tetapi,
secara umum gaya kepemimpinan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu demokratis,
otokratis, dan permisif.
1) Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada hubungan antar-manusia dan kerja kelompok. Dalam
kepemimpinan gaya ini, bawahan bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan oleh pimpinan. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan ini,
seorang pemimpin juga melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan
keputusan.
2) Gaya Kepemimpinan Otokratis Gaya kepemimpinan otokratis mempunyai ciri
bahwa wewenang dan keputusan mutlak pada pimpinan. Gaya ini bermanfaat
atau efektif pada tahap awal beroperasinya suatu organisasi, atau pada saat
terjadi kontroversi/perselisihan.

9
3) Gaya Kepemimpinan Permisif Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri bahwa
seorang pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahan untuk melakukan
tugasnya, dan minimalnya atau bahkan hampir tidak ada
pengarahan/bimbingan kepada bawahan. Seorang pemimpin akan memberikan
kepemimpinannya s diminta.
Pendapat lain mengatakan bahwa gaya kepemimpinan dibagi menjadi dua,
yaitu sebagai berikut.
a) Orientasi Tugas (Task-oriented) Manajer dengan gaya kepemimpinan task-
oriented melakukan pekerjaannya berorientasi pada tugas untuk
mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup guna menjamin
bahwa tugas yang dilakukan oleh bawahan sesuai dengan keinginannya.
Gaya kepemimpinan ini lebih berorientasi pada pekerjaan bila
dibandingkan pengembangan dan pertumbuhan organisasi, terutama pada
karyawan.
b) Orientasi Karyawan (Employee-oriented) Memotivasi bawahan lebih
diutamakan bila dibandingkan mengawasi bawahan. Manajer lebih
mendorong bawahan untuk dapat mengembangkan diri dan ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Suasana pertemanan, saling
menghormati, dan saling memercayai di antara anggota kelompok selalu
diciptakan oleh pemimpin.

d. Teori Kepemimpinan
1) Pendekatan Kesifatan
Teori ini menekankan bahwa sifat kepemimpinan seseorang sudah dibawa
sejak lahir, bukan dibuat. Seseorang yang dilahirkan sudah membawa atau
tidak membawa sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Seseorang
dilahirkan membawa karakteristik yang berbeda-beda dengan orang lain.
Supardi dan Anwar (2004) menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu
fungsi kualitas seseorang dari suatu individu, bukan dari situasi, teknologi,
atau dukungan masyarakat. Teori ini disebut juga dengan greatman theory.
Akan tetapi, teori kontemporer menyatakan bahwa kepemimpinan yang
dibawa dan dimiliki oleh seseorang dapat dikembangkan sehingga tidak hanya
tergantung dari sifat yang dibawa sejak lahir.

10
2) Teori Situasional (Pendekatan Situasi)
Teori ini menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan seorang manajer
dipengaruhi oleh situasi-situasi tertentu. Efektivitas kepemimpinan
berhubungan erat dengan situasi yang menguntungkan. Menurut Fiedler,
situasi empiris tersebut dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu hubungan pimpinan
dengan anggota, tingkat dalam struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin
yang didapatkan melalui wewenang formal. Situasi tersebut di atas akan
menguntungkan pemimpin jika mempunyai derajat tinggi. Akan tetapi, jika
sebaliknya, akan tidak menguntungkan. Kombinasi gaya kepemimpinan yang
menyesuaikan dengan situasi menguntungkan akan menentukan efektivitas
organisasi.
Siagian (2007) menyatakan beberapa situasi yang memengaruhi
kepemimpinan seorang manajer, yaitu (1) kompleksitas pekerjaan; (2) jenis
pekerjaan; (3) teknologi yang digunakan; (4) persepsi, sikap, dan gaya
kepemimpinan; (5) nilai dan norma yang dianut; (6) rentang kendali yang
dianggap tepat; (7) ancaman, hambatan, dan gangguan; (8) tingkat stres yang
mungkin muncul; (9) iklim organisasi.

3) Teori Path-Goal
Teori ini mengarah pada analisis pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi
dan pelaksanaan kerja bawahan. Teori ini mengajukan empat tipe gaya
kepemimpinan sebagai berikut.
 Directive Leadership (Kepemimpinan Direktif)
Model kepemimpinan ini mencirikan bahwa tidak adanya partisipasi
oleh bawahan sehingga model ini terjadi pada gaya kepemimpinan
otokratik. Komunikasi yang terjadi pada directive leadership adalah
satu arah sehingga hanya berupa perintah.
 Supportive Leadership (Kepemimpinan Suportif)
Gaya kepemimpinan ini mengarah pada pemberian dukungan dan juga
dorongan kepada bawahan. Selain itu, seorang pemimpin akan
berusaha dekat dengan bawahan, tidak menjaga jarak, dan berusaha
untuk mendengarkan keluhan bawahan. Gaya kepemimpinan ini
berpengaruh sangat positif terhadap bawahan yang sedang frustasi,

11
menghadapi pekerjaan yang banyak tekanan, merasa tidak puas, dan
kurang motivasi.
 Participative Leadership (Kepemimpinan Partisipasi)
Penekanan gaya kepemimpinan ini adalah pada partisipasi aktif dari
bawahan walaupun pembuatan keputusan ada di tangan pemimpin.
Model kepemimpinan ini mempunyai hubungan yang positif dengan
kepuasan kerja bawahan.
 Achievement Oriented Leadership (Kepemimpinan Berorientasi
Prestasi)
Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri, yaitu seorang pemimpin suka
memberikan tantangan yang dapat merangsang bawahan atas pekerjaan
yang dilakukan. Harapannya, bawahan dapat menunjukkan
kemampuannya untuk bekerja dengan baik.

2. Motivasi
Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, pelayanan keperawatan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Dengan
demikian, rendahnya kinerja pelayanan keperawatan akan berpengaruh pada pelayanan
kesehatan secara umum di rumah sakit.
Berbicara tentang kinerja, tidak sekadar terlihat dari individu perawat yang bersedia
melakukan suatu tindakan atau tidak, tetapi yang paling penting adalah apakah individu
perawat melakukan suatu tindakan keperawatan didasari adanya dorongan/motivasi atau
hanya sekadar gugur kewajiban/kegiatan rutinitas. Oleh karena itu, dorongan/ motivasi
akan memberikan dampak yang langgeng bagi seorang perawat dalam melakukan
tindakan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hasibuan (2005), motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan
mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil I
yang optimal. Wlodkowski (1985) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta
ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Motivasi merupakan salah satu unsur pengarahan dalam fungsi-fungsi manajemen
sehingga seorang perawat manajer harus mampu melakukannya. Perawat manajer harus
dapat mengenali dan mengetahui motivasi maupun kebutuhan staf yang merupakan

12
faktor pemicu untuk melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang dirawatnya
secara efektif dan efisien.

a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan a
menggerakkan. Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik
yang merangsang perilaku tertentu dan respons intrinsik yang menampakkan
perilaku manusia (Swansburg, 1993). Menurut Kreitner dan Kinicki (2000),
motivasi adalah proses psikologis yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku
untuk mencapai tujuan. Robbins (2003) menyatakan motivasi sebagai proses yang
ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Wlodkowski (1985) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi
yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah
serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu
dorongan proses psikologis yang menimbulkan perilaku tertentu dan ikut
menentukan intensitas, arah, ketekunan, dan ketahanan pada perilaku tersebut
sesuai tujuan yang ditetapkan.

b. Lingkaran Motivasi
Seseorang dalam berperilaku pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk
mencapai suatu tujuan. Setiap perilaku mempunyai satuan dasar yang disebut
"kegiatan". Artinya, perilaku adalah serangkaian kegiatan-kegiatan untuk
mencapai suatu tujuan.
Dalam dunia pelayanan keperawatan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
seorang perawat mengarah pada kegiatan pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien. Seorang perawat akan dapat melakukan kegiatan asuhan keperawatan
secara profesional jika didasari oleh dorongan atau kebutuhan untuk melakukan
kegiatan tersebut. Menurut Luthans (1981), seseorang dalam melakukan suatu
kegiatan didasari oleh tiga unsur, yaitu kebutuhan (need), dorongan (drive), dan
tujuan (goal). Ketiga unsur di atas saling terkait antara unsur satu dan yang
lainnya.
Motivasi merupakan istilah yang sering dipakai silih berganti dengan istilah
kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), maupun impuls (Thoha,

13
2007). Setiap orang mempunyai keinginan, dorongan, dan kebutuhan yang
berbeda dalam melakukan tindakan. Kekuatan motivasi seseorang akan
menentukan kualitas kegiatan yang dilakukan. Secara logika, motivasi seseorang
akan berbanding lurus dengan kegiatan yang dilakukan. Motivasi ini pula yang
dapat mengendalikan dan mengarahkan perilaku seseorang.

c. Tujuan Motivasi
Manajer keperawatan sebagai pimpinan dalam organisasi pelayanan
keperawatan harus mampu menciptakan iklim motivasi. Iklim motivasi yang
kondusif akan membawa berbagai dampak yang dapat meningkatkan kepuasan
pasien, keluarga pasien, dan kepuasan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hasibuan (2005) yang mengatakan bahwa tujuan motivasi dalam suatu organisasi
adalah sebagai berikut.
1) Motivasi bertujuan meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Dorongan, dukungan, perhatian, dan apresiasi yang diberikan oleh
manajer keperawatan kepada bawahan dapat meningkatkan moral
bawahan. Hal ini akan dapat memengaruhi motivasi bawahan. Seorang
perawat yang mempunyai motivasi kerja yang baik, cenderung
melaksanakan tugas keperawatan sesuai tanggung jawabnya dan berusaha
memberikan pelayanan secara profesional. Jika hasil yang dikerjakan
dapat diselesaikan dengan baik, akan memberikan kepuasan tersendiri.
2) Motivasi bertujuan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Seseorang yang diberi dukungan dan apresiasi terhadap hasil kerjanya
akan meningkatkan motivasinya. Tingginya motivasi kerja seorang
perawat akan memengaruhi kinerjanya dengan asumsi: semakin tinggi
motivasi, akan semakin baik pula kinerjanya sehingga produktivitasnya
juga akan meningkat.
3) Motivasi bertujuan mempertahankan kestabilan karyawan.
Turn over yang tinggi dan produktivitas yang rendah merupakan salah
satu bukti kalau motivasi kerja orang-orang yang ada dalam organisasi
adalah juga rendah. Kestabilan perawat dalam menjaga produktivitasnya
dan rendahnya turn over perawat tergantung motivasinya. Dengan
demikian, seorang manajer keperawatan harus dapat selalu menjaga
kestabilan perawat bawahannya dengan cara selalu memberikan motivasi.

14
4) Motivasi bertujuan meningkatkan kedisiplinan karyawan.
Tingginya motivasi perawat dalam melakukan pekerjaannya
berdampak pada keinginannya untuk selalu tepat waktu dan penuh rasa
tanggung jawab dalam setiap memulai dan menyelesaikan pekerjaan,
bekerja sesuai protap, dan lain-lain.
5) Motivasi bertujuan mengefektifkan kedisiplinan karyawan.
Seorang perawat yang bekerja dengan motivasi tinggi akan berusaha
untuk bekerja penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab.
6) Motivasi bertujuan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
Motivasi tinggi yang tertanam dalam setiap jiwa perawat akan
membawa luaran pada tingginya tanggung jawab pada masing-masing
personel dalam menyelesaikan pekerjaannya.
7) Motivasi bertujuan meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi
karyawan.
Loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seorang perawat akan berlipat
pada saat mempunyai motivasi tinggi.
8) Motivasi bertujuan meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
Kesejahteraan karyawan tidak hanya menyangkut kesejahteraan fisik,
tetapi juga psikologis, sosial, dan spiritual. Motivasi akan dapat
meningkatkan produktivitas. Tingginya produktivitas berdampak pada
insentif yang lebih sehingga pendapatan meningkat. Motivasi juga dapat
mengangkat moral dan kepuasan karyawan, menciptakan suasana, dan
hubungan kerja yang baik.
9) Motivasi bertujuan mempertinggi rasa tanggung jawab keryawan terhadap
tugas-tugasnya.
Pembahasan ini telah disingung pada penjelasan di atas.
10) Motivasi bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan
baku.
Tingginya rasa tanggung jawab akan berdampak pada keinginan
menyelesaikan tugas secara tepat waktu, bekerja sebaik mungkin, dan
sesuai protap yang ada. Dengan demikian, akan dapat meminimalisasi
kesalahan sebagai biang pemborosan alat maupun bahan baku.

15
d. Azas-Azas Motivasi
Beberapa azas yang dapat memengaruhi motivasi kerja seseorang, antara lain
sebagai berikut.
1) Partisipasi
Kegiatan mengikutsertakan bawahan berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan manajerial, seperti memberikan kesempatan kepada perawat
bawahan untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun masukan dalam
proses pembuatan keputusan dapat menumbuhkan minat bawahan dalam
ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal
ini juga akan meningkatkan moral dan gairah kerjanya.
2) Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan salah satu kunci yang
dapat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan yang ingin dicapai, bagaimana cara mengerjakan suatu
pekerjaan, kendala-kendala yang dihadapi suatu organisasi, maupun
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangat penting
diinformasikan kepada seluruh anggota organisasi. Seringnya
mengomunikasikan hal-hal yang terjadi di organisasi dengan seluruh
anggota akan dapat meningkatkan minat, perhatian, dan rasa memiliki
terhadap organisasi yang secara otomatis akan berpengaruh pada
motivasinya.
3) Kompensasi dan Penghargaan
Pengakuan dan penghargaan dengan tepat dan wajar atas prestasi yang
dicapai oleh anggota organisasi akan dapat meningkatkan keinginan dan
motivasinya untuk bekerja lebih baik lagi. Pengakuan dan penghargaan
yang diberikan di depan umum (anggota lain) akan mempunyai dampak
ganda. Selain meningkatkan motivasi yang mendapatkan penghargaan,
juga akan menggugah motivasi anggota lainnya.
4) Wewenang yang Didelegasikan
Wewenang yang didelegasikan memungkinkan bawahan untuk dapat
mempunyai kebebasan dalam mengambil keputusan atas tugas-tugas
manajer. Pemberian wewenang yang didelegasikan dapat meningkatkan
moral dan kepercayaan diri bawahan. Sebagai catatan, jika
mendelegasikan suatu wewenang, hal yang harus diperhatikan oleh

16
seorang manajer adalah harus mampu meyakinkan kepada bawahan
mampu melakukan yang tugas-tugas diberi delegasi bahwa dirinya
tersebut.
5) Perhatian Timbal Balik
Perhatian timbal balik maksudnya adalah bahwa apa yang dilakukan
oleh karyawan menentukan keberadaan organisasi. Jika organisasi semakin
berkembang dan mapan, secara otomatis akan berdampak pada
kesejahteraannya.

e. Metode Motivasi
Kegiatan memotivasi seseorang dapat dilakukan secara langsung mapun tidak
langsung. Motivasi langsung (direct motivatian) adalah motivasi yang diberikan
secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan maupun
kepuasannya. Termasuk metode langsung, antara lain pujian, penghargaan, bonus,
insentif, bintang jasa, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.
Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi-motivasi yang
diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas Pendukung yang menunjang gairah kerja
atau kelancaran tugas sehingga bawahan semangat dalam melakukan suatu
pekerjaan. Termasuk metode ini adalah ruang kerja yang nyaman, fasilitas kerja
yang mendukung, penempatan yang sesuai dengan keahliannya, dan lain
sebagainya.
f. Alat-Alat Motivasi
Alat-alat motivasi yang dapat menjadi perangsang bawahan dalam melakukan
suatu pekerjaan yang optimal adalah insentif material dan insentif nonmaterial.
Insentif material adalah alat motivasi yang berupa uang atau barang-barang.
Sedangkan, alat intensif nonmaterial adalah piagam penghargaan, penempatan
yang tepat, ruang kerja yang nyaman, pekerjaan yang terjamin, bintang jasa, dan
lain sebagainya.
g. Teori Motivasi
Munculnya teori motivasi modern dilandasi oleh perilaku kebutuhan,
penguatan, kesadaran, karakteristik pekerjaan dan perasaan/emosi (Kreitner dan
Kinicki, 2000).

17
1) Teori Motivasi Kebutuhan
Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam
hidupnya ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis maupun
psikologis secara baik/cukup. Menurut Kreitner dan Kinicki (2000),
kebutuhan diartikan sebagai kekurangan fisiologis atau psikologis yang
mendorong timbulnya perilaku. Beberapa teori kebutuhan motivasi yang
terkenal antara lain sebagai berikut. A) Teori Motivasi MaslowTe ni
dikemukakan oleh Abraham H. Maslow.
TeoriI didasarkan pada teori holistik dinamis yang mencakup Kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga
diri, dan kebutuhan aktualisasi. Oleh karena itu, teori motivasi ini dikenal
dengan “Teori Kebutuhan”.
Teori ini didasarkan pada hierarki kebutuhan mulai dari yang paling dasar
menuju kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Artinya, seseorang akan
memenuhi kebutuhan tingkat pertama dulu sebelum mereka memenuhi
kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya. Teori kebutuhan ini dapat
digambarkan seperti anak tangga.

Gambar 13. Hierarki Teori Kebutuhan A. H. Maslow

Berdasarkan perkembangannya, teori ini mengalami koreksi, dengan


asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang unik, yang dalam memenuhi
kebutuhannya tidak hanya berorientasi pada kebutuhan fisiologis saja,

18
tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan psikologisnya. Secara nyata,
individu dalam memenuhi kebutuhannya berlangsung secara simultan.
Artinya, seseorang dalam memenuhi kebutuhan fisiknya,

Pada waktu yang bersamaan seseorang ingin juga merasa aman,


mempunyai teman, dicintai, disayangi, dihargai, dan berkembang. Dengan
melihat kenyataan ini, teori kebutuhan Maslow tidak didasarkan lagi atas
hierarki, tetapi cenderung mengarah pada rangkaian kebutuhan manusia.
Namun demikian, teori Maslow ini sudah menjadi dasar perkembangan
teori-teori motivasi selanjutnya.

2) Teori Kebutuhan McClelland Teori McClelland ini dikenal juga dengan


teori kebutuhan untuk mencapai prestasi yang dikemukakan oleh David
McClelland. Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan akan prestasi
(n.Ach-need for Achievement); kebutuhan akan kekuasaan (nPow-need for
Power); dan kebutuhan akan kelompok pertemanan/afiliasi (nAff-need for
Affiliation).

Menurut McClelland, karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high


achievers) memiliki tiga ciri umum, yaitu
(1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat
kesulitan moderat;
(2) menyukai situasi-situasi ketika kinerja mereka timbul karena upaya-
upaya mereka sendiri, bukan karena faktor-faktor lain, seperti
keberuntungan atau kemujuran;
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teorivasi Herzberg
Teori ini sering dikenal dengan teori dua faktor, yaitu faktor motivasional
dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Teori ini dikemukakan oleh
Frederick Herzberg. Berdasarkan teori ini,yang dimaksud faktor
motivasional adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang berprestasi

19
yang sifatnya intrinsik atau bersumber dari dalam dirinya, antara lain
pekerjaan seseorang. keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier, dan pengakuan orang lain. Sedangkan, yang
dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik, yang bersumber dari luar diri, yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang, antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan
atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik
penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja, dan sistem imbalan
yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg


ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah
yang bersifat ekstrinsik.

4. Teori ERG dari Clyton Alderfer


Teori ERG ini dikemukakan oleh Clyton Alderfer. Akronim ERG dalam
teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi); R = Relatedness (kebutuhan untuk
berhubungan dengan pihak lain); dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan).

Secara konseptual, terdapat persamaan antara teori atau model yang


dikemukakan oleh Maslow dan Alderfer. Existence dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama (physiological needs) dan kedua (safety
needs) dalam teori Maslow; Relatedness identik dengan hierarki kebutuhan
ketiga (love needs) daken esteem needs) menurut konsep Maslow dan
Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut
Maslow; dan teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan
manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.

20
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut, menurut Robbins (2003) akan
tampak bahwa semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,
semakin besar pula keinginan untuk memuaskannya. Apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah dipuaskan, semakin kuat keinginan memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, semakin sulit memuaskan
kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya, pandangan ini
didasarkan pada sifat pragmatisme manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi objektif
yang dihadapinya dengan memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
memungkinkan untuk dicapainya
h. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Herzberg, motivasi kerja seseorang dipengaruhi olehfa nstrinsik dan
faktor ekstrinsik (Stamps, 1997).
1) Faktor Instrinsik
Berbagai faktor ekstrinsik yang dapat memengaruhi motivasi seseorang, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1) Otonomi
Otonomi adalah kebebasan untuk memilih tindakan tanpa kendali dari
luar. Artinya, jika seorang perawat melakukan tindakan keperawatan,
pada saat itu tidak ada intervensi dari perawat lain. Otonomi
merupakan salah satu komponen yang penting dari disiplin profesional,
yaitu penetapan mekanisme untuk pengaturan sendiri dan
penyelenggaraan mandiri. Definisi lain mengatakan bahwa otonomi
merupakan kebebasan seseorang dalam melakukan tindakan yang akan
dilakukan dan kemampuan dalam mengatasi masalah yang ada.
Kondisi semacam ini dapat membantu meningkatkan motivasi dan
kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan Eisenstat dan Afelner pada
168 pekerja menunjukkan bahwa kebebasanda ekerja dan kontrol
terhadap pekerjaan yang baik membuat seseorang mempunyai
perencanaan ke depan dan kepuasan kerja meningkat.
2) Status profesional
StatussionalSt rofesional adalah perasaan perawat secara umum dalam
meningkatkan keterampilan profesional, kegunaan pekerjaan, status

21
pekerjaan, dan harga diri terhadap profesi keperawatan. Menurut
Maslow dan Herzberg, meningkatnya harga diri atau status individu
akan meningkatkan kebutuhan psikologis sehingga motivasi menjadi
meningkat.
3) Tuntunan tugas
Menurut Slavitt, tuntutan tugas adalah tugas yang harus dilakukan
sesuai dengan pekerjaan dan kemampuan yang merupakan tanggung
jawab dan kewajibannya atau segala macam tugas atau kegiatan yang
harus diselesaikan sebagai bagian reguler dari pekerjaan. Timulty
mengatakan bahwa rendahnya kemampuan dalam mengelola tugas
yang diberikan akan berdampak pada motivasi dan ketidakpuasan.
Penyebabnya adalah karena tidak mampu mengatur waktu dengan baik
sehingga waktu untuk ke pasien berkurang dan kurangnya waktu untuk
berdiskusi tentang permasalahan manajemen dengan manajer perawat
(Fletcher, 2001).
4) Pencapaian
Pencapaian hasil kerja secara maksimal atau sesuai dengan yang
diinginkan dapat menjadi pemicu munculnya motivasi dan kepuasan
kerja. Jika seorang perawat mampu mengatasi permasalahan yang
terjadi pada pasien, hal ini akan dapat memberikan semangat yang
berlipat untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi.
5) Penguatan
Seseorang yang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai
akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat menjadi motivasi seseorang
untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi

2) Faktor Ekstrinsik
Berbagai faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang
antara lain sebagai berikut:
1) Gaji/Upah dan Kompensasi
Upah adalah pembayaran dalam bentuk barang atau uang dan
keuntungan-keuntungan yang diterima oleh individu karena telah
bekerja sesuai dengan pekerjaannya. Upah merupakan salah satu faktor

22
yang menyebabkan seseorang merasa puas setelah melakukan
pekerjaan.

Perhatian pihak manajemen dengan cara memberikan kompensasi


kepada karyawan atau perawat akan memberikan pengaruh terhadap
motivasi kerjanya. Kompensasi yang dimaksud contohnya adalah
memberikan jaminan pengobatan (perawatan di tempat kerja/rumah
sakit) secara gratis kepada perawat dan keluarganya jika mengalami
sakit
.
2) Kondisi Tempat Kerja
Kondisi tempat kerja yang sehat, aman, nyaman, dan kondusif
memengaruhi motivasi seseorang sehingga akan berdampak pada
hasil/produktivitas kerja.

3) Keselamatan Kerja
Faktor keselamatan kerja memungkinkan seseorang dapat bekerja
secara maksimal, atau juga memungkinkan pekerja mengalami
kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Faktor pereselamatan kerja akan
meningkatkan motivasi seseorang dalam bekerja.

4) Peraturan dan Prosedur Kerja


Peraturan dan prosedur kerja sangat diperlukan diketahui oleh semua
pekerja. Peraturan dan prosedur kerja yang jelas dan teperinci akan
memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

5) Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah kebutuhan akan kerja sama secara
timbal balik antara perawat dan atasan, teman sekerja, tim kesehatan
lain, dan pasien. Semakin baik hubungan interpersonal seseorang,
semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya dan semakin
cermat memersepsikan tentang orang lain dan diri sendiri sehingga
semakin efektif komunikasi yang berlangsung antara individu.

23
Menurut Arnold P. Goldstein, ada tiga prinsip metode peningkatan
hubungan, yaitu, (a) semakin baik hubungan interpersonal, semakin
terbuka seseorang mengungkapkan perasaannya; (b) semakin baik
hubungan interpersonal, semakin cenderung ia meneliti perasaannya
secara mendalam beserta penolongnya (perawat); (c) semakin baik
hubungan interpersonal, semakin cenderung ia mendengar dengan
penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan
penolongnya.

6) Interaksi
Interaksi adalah kesempatan dan kemampuan individu dalam
melakukan percakapan, baik formal maupun informal selama bekerja.
Interaksi diperlukan untuk selalu melakukan tindakan dengan benar.
Interaksi yang dilakukan dengan benar dapat:Me(a) konflik diantara
tenaga kesehatan; (b) meningkatkan partisipasi; (c) meningkatkan
keterampilan.

7) Supervisi
Supervisor yang baik berarti bukan mencari-cari kesalahan bawahan,
melainkan mau menghargai pekerjaan bawahannya. Jika ada kesalahan
maupun kendala dalam menyelesaikan pekerjaan, supervisor harus
mampu memberikan solusi. Bagi bawahan, seorang supervisor sering
dianggap sebagai pengayom dan sekaligus atasannya.

8) Pekerjaan
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja
secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang
menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang dapat
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan
kepuasan.

24
i. Peran Manajer dalam Menciptakan Iklim Motivasi
Manajer keperawatan yang baik harus dapat menciptakan iklim motivasi di
lingkungan kerjanya. Keberadaan manajer keperawatan sangat menentukan
keberhasilan staf dalam melakukan suatu pekerjaan secara efektif dan efisien.
Salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer keperawatan
adalah keterampilan dalamM staf. Berikut adalah kegiatan yang dapat dilakukan
manajer keperawatan dalam memotivasi staf (Nursalam, 2002).
1) Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan komunikasikan
Harapan tersebut kepada staf-stafnya.
2) Adil dan konsisten.
1) Pembuatan keputusan secara tepat, cepat, dan sesuai.
2) Mengembangkan konsep tim kerja.
3) Akomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan Organisasi.
4) Tunjukkan kepada staf bahwa Anda memahami perbedaan perbedaan dan
keunikan dari masing-masing staf.
5) Hindarkan kelompok-kelompok/perbedaan antar-staf.
6) Beri kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan pekerjaan! Tugasnya dan
melaksanakan tantangan-tantangan yang akan Memberikan pengalaman
yang bermakna.
7) Mintalah tanggapan, saran, dan masukan kepada staf keputusan yang akan
dibuat oleh organisasi. Terhadap
8) Pastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan Tindakan yang
dilakukan.
9) Beri kesempatan kepada setiap staf untuk mengambil keputusanSe ugas
limpah yang diemban.
10) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.
11) Berikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan pengawasan
terhadap tugas yang dilakukan.
12) Jadilah role model bagi staf.
13) Berikan dukungan yang positif terhadap staf.
14) Jadilah sebagai coach (pelatih) bagi seluruh staf (penulis).

25
3. Komunikasi
Komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan atau mengarahkan
bawahan. Dalam organisasi pelayanan keperawatan, menurut Keliat, dkk. (2006), ada
beberapa bentuk kegiatan pengarahan yang di dalamnya terdapat aplikasi komunikasi,
antara lain sebagai berikut
1) Operan
Operan merupakan suatu kegiatan komunikasi yang bertujuan mengoperkan
asuhan keperawatan kepada shift berikutnya. Kegiatan operan ini dipimpin oleh
manajer ruangan (kepala ruang) atau penanggung jawab shift jika tidak ada kepala
ruang. Pemimpin operan bertugas dalam mengatur kegiatan operan, sekaligus juga
memberikan penguatan-penguatan yang bertujuan untuk menggerakkan perawat
bawahannya.
a. Pre-Conference
Pre-conference adalah komunikasi ketua tim/penanggung jawab shift dengan
perawat pelaksana setelah selesai operan. Kegiatan ini dilakukan pada masing-
masing tim. Kegiatan pre-conference dipimpin oleh ketua tim/perawat
primer/penanggungjawabnya. Isinya adalah ketua tim/perawat
primer/penanggung jawab shift memberikan arahan (pembagian penanggung
jawab masing-masing pasien, menanyakan rencana harian, dan lain-lain)
kepada perawat pelaksana sebelum terjun ke pasien.
b. Post-Conference
Post-conference adalah komunikasi ketua tim/perawat primer/ penanggung
jawab shift dengan perawat pelaksana sebelum timbang
terima/operan/mengakhiri dinas dilakukan. Kegiatan ini juga dilakukan pada
masing-masing tim. Isi komunikasi dalam kegiatan
ini membahas segala hal yang telah dilaksanakan dalam asuhan keperawatan
kepada pasien, apa saja yang belum dilaksanakan dan perlu disampaikan
kepada shift berikutnya, apa saja yang perlu dilaporkan terkait dengan kondisi
pasien, kendala-kendala yang dialami selama memberikan asuhan
keperawatan, dan lain-lain.
c. Pendelegasian
kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain yang bertujuan agar aktivitas
organisasi tetap berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Bentuk delegasi
di ruang perawatan antara lain kepala ruang mendelegasikan tugas kepada

26
ketua tim/ perawat primer atau penanggung jawab shift. Sedangkan, ketua tim/
perawat primer mendelegasikan tugas kepada perawat pelaksana. Agar
kegiatan pendelegasian dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan,
harus dilakukan komunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan
antara person yang memberikan delegasi dan person yang diberikan delegasi.
d. Supervisi
Supervisi merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memastikan
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Supervisi dilakukan
untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
Dalam supervisi keperawatan, fokus utamanya bukan pada kegiatan
pemeriksaan yang mencari-cari kesalahan, melainkan pada kegiatan supervisi
ini lebih mengarah pada pengawasan partisipatif. Kegiatan supervisi
keperawatan memungkinkan terjadinya pemberian penghargaan, diskusi, dan
juga bimbingan yang bertujuan untuk mencari jalan keluar jika terjadi
kesulitan dalam tindakan keperawatan.

Kegiatan supervisi keperawatan dilaksanakan secara terjadwal dengan isi


sebagai berikut: tanggal akan dilaksanakannya supervisi, siapa supervisornya,
siapa yang disupervisi, dan materi/kegiatan apa yang akan disupervisi.
Maksud pembuatan jadwal supervisi adalah karena tujuan supervisi
keperawatan bukan untuk mencari kesalahan, melainkan lebih pada kegiatan
pengawasan partisipatif kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan
supervisi sama-sama sudah mempersiapkan diri.

Secara struktur, supervisi dalam ruang perawatan terjadi secara berjenjang


tergantung metode penugasan yang diterapkan di ruangan. Berikut adalah
contoh jenjang supervisi dalam ruangan yang menerapkan metode
tim/perawatan primer sebagai berikut: kepala ruang mensupervisi ketua
tim/perawat primer dan perawat pelaksana, sedangkan ketua tim/perawat
primer mensupervisi perawat pelaksana. Materi supervisinya juga disesuaikan
dengan uraian tugas dari masing-masing posisi. Sebagai contoh, seorang ketua
tim/perawat primer disupervisi oleh kepala ruang tentang pengelolaan di

27
masing-masing timnya dan pelaksanaan asuhan keperawatan; kepala ruang
mensupervisi perawat pelaksana hanya terfokus pada pelaksanaan asuhan
keperawatan saja.

4. Manajemen Konflik dalam Ruang Perawatan


Ruang perawatan merupakan suatu sistem tempat manusia berinteraksi. Interaksi yang
terjadi dalam ruang perawatan mempunyai kemungkinan terjadinya konflik. Konflik
dapat terjadi antara individu dan individu, individu dengan kelompok, atau juga
kelompok dengan kelompok.
Ruang perawatan merupakan sistem yang terdiri dari individu profesional dan non-
profesional, kelompok profesional dan non-profesional, dan kelompok
pengguna/konsumen. Interaksi antar-individu maupun kelompok yang memungkinkan
terjadinya konflik dalam pelayanan kesehatan di ruang perawatan antara lain perawat
dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain, perawar dengan staf administrasi,
perawat dengan pasien ataupun keluarga pasien, dan lain sebagainya.
Menurut Robbins (2003), konflik mutlak diperlukan agar dapat meningkatkan kinerja
secara efektif. Konflik dalam organisasi dapat memberikan dampak negatif atapun
positif. Konflik akan memberikan dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik.
Akan tetapi, konflik dapat memberikan dampak positif jika dikelola dengan baik.
Menurut Swansburg (1993), konflik dapat menjadi sumber energi dan kreativitas yang
positif dan membangun jika dikelola dengan baik. Namun jika tidak, konflik dapat
mengganggu fungsi dan menghancurkan, menghabiskan energi, serta mengurangi
keefektifan organisasi.
Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan harus selalu diantisipasi
oleh manajer keperawatan. Peran manajer keperawatan sangat menentukan hasil akhir
pelayanan yang dipengaruhi konflik. Dengan demikian, manajer keperawatan harus
dapat mengenali konflik sejak awal munculnya konflik. Penyelesaian konflik secara
konstruktif sangat diperlukan.
a. Pengertian Konflik
Thomas (1992 dalam Robbins, 2003) mendefinisikan konflik merupakan proses
yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif. Marquis dan Huston
(1998) mengatakan konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi

28
sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dua orang atau
lebih. Sedangkan, menurut Handoko (1999),konflik adalah segala macam
interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau lebih.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan proses
yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain memunculkan masalah
internal maupun eksternal sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau
keyakinan-keyakinan.

b. Penyebab atau Sumber Konflik


Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan tidak terlepas dari
penyebab atau sumber konflik. Manajer organisasi pelayanan keperawatan harus
mampu mengenali sumber konflik sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan
secara efektif. Sumber konflik dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu
variabel komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
1) Variabel Komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantik, saluran
informasi yang terganggu, dan kemampuan komunikan menerima pesan dapat
menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik.
2) Variabel Struktur
Konflik yang didasarkan atas variabel struktur adalah konflik yang terjadi
antara bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi.
Menurut Robbins (2003), struktur yang digunakan dalam konteks ini
mencakup variabel ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar-kelompok.

Semakin besar ukuran kelompok, semakin besar pula potensi konflik. Hal
tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan
kemauan sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda
mempunyai potensi konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena
kelompok muda lebih idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan
peran dan tanggung jawab juga meningkatkan konflik dalam organisasi.

29
Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya
kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat
meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu
mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.

Ketidakadilan dalam sistem imbalan meningkatkan potensi konflik. Kelompok


yang sangat tergantung dengan kelompok lain (tidak saling tergantung)
merangsang timbulnya konflik.
3) Variabel Individu
Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat
menyebabkan timbulnya perbedaan antar-individu yang secara nyata dapat
menyebabkan timbulnya konflik.

c. Jenis Konflik
Konflik dalam kehidupan berorganisasi dibagi menjadi lima jenis sebagai berikut.
1) Dalam Diri Individu (Intrapersonal) Konflik yang terjadi dalam diri individu
dapat terjadi karena adanya ketidak cocokan antara keinginan dan kenyataan,
status pekerjaan yang tidak pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat
sesuai tanggung jawabnya, dan lain-lain.
2) Antara individu dan individu (interpersonal)
Kesalahpahaman, pertentangan, dan perbedaan pendapat antar individu dapat
menyebabkan konflik
3) Antara individu dan kelompok
Konflik imi dapat terjadi jika ada ketidakcocokan ata pertentangan antara
keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan kelompok
jugaa dapat menyebabkan konflik ini.
4) Antara kelompok dan kelompok
Konflik ini dapat terjadi karena kesalahpahaman, pertentangan, dan juga
perbedaan pendapat anatr-kelompok
5) Antara organisasi dan organisasi
Konflik ini dapat timbul karena adanya persaingan terhadap produk-produk
yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan adanya konflik ini, akan berdampak
ke arah pengembangan produk yang dihasilkan. Organisasi akan bersaing
untuk menghasilkan produk yang berkualitas, efisien, dan terjangkau.

30
d. Manajemen Konflik
Seperti yang telah diuraikan di atas, konflik dapat terjadi dalam organisasi mana
pun, tidak terkecuali dalam pelayanan keperawatan. Untuk mengantisipasi
munculnya konflik yang merugikan, manajer keperawatan dan orang-orang yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan di ruang perawatan harus membudayakan
upaya-upaya mengantisipasi dan mengatasi konflik yang terjadi sesegera
mungkin.

Pendekatan penanganan konflik yang dilakukan adalah problem solving (Keliat,


dkk., 2006) yang selalu mengedepankan upaya win-win solution dengan langkah
sebagai berikut.
1) Identifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan mengklarifikasi kepada
pihak-pihak yang terlibat konflik.
2) Identifikasi penyebab timbulnya konflik.
3) Identifikasi alternatif-alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dapat
dilakukan.
4) Pilih alternatif penyelesaian masalah yang terbaik untuk diterapkan.
5) Terapkan solusi yang dipilih..
6) Evaluasi hasil penyelesaian konflik.

e. Penanganan Konflik
Penanganan konflik dapat dilakukan dengan beberapa maksud, antara lain sebagai
berikut.
1) Persaingan
Persaingan merupakan penanganan konflik yang mempunyai keinginan
untuk memuaskan kepentingan seseorang tanpa memedulikan dampak
pada pihak lain dalam konflik tersebut. Penanganan konflik ini sering
disebut win-lose solution. Persaingan dilakukan jika suatu persoalan
memerlukan tindakan secara cepat dan tegas atau juga dapat dilakukan jika
persoalannya vital dianggap darurat untuk segera dipecahkan.
Dalam proses kolaborasi ini, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan
kerja sama untuk memecahkan konflik. Kolaborasi merupakan penanganan
konflik yang menitikberatkan pada situasi yang mana pihak-pihak yang

31
berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
Penanganan konflik ini biasa disebut win-win solution.
Penanganan konflik ini dilakukan untuk mencari pemecahan masalah
secara bersama-sama dan terintegrasi. Hal ini dilakukan dengan alasan
karena kedua pandangan atau kepentingan sama-sama sangat penting
sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan kompromi.
2) Penghindaran
Konflik yang terjadi disadari oleh pihak-pihak yang berkonflik, tetapi
penanganan yang dipilih adalah dengan cara menghindar/ ingin me
menyelesa dianggap efek nega masalah, individu
3) Kolaborasi
ingin menarik diri dari konflik/mengabaikan konflik/tidak menyelesaikan
konfliknya. Penghindaran dilakukan jika persoalan dianggap tidak terlalu
penting bila dibandingkan persoalan lainnya, efek negatif lebih besar
dibandingkan manfaat dari pemecahan masalah, dan tidak memberikan
kepuasan pada kepentingan individu yang terlibat konflik.
4) Akomodasi
Akomodasi adalah penanganan konflik bila salah satu pihak berusaha
memuaskan atau memenangkan pihak lain yang terlibat konflik.
Kemungkinan ada kesediaan dari satu pihak dalam konflik untuk
memperlakukan kepentingan pesaing/lawan di atas kepentingan sendiri.
Penanganan konflik ini bertolak belakang dengan persaingan.
Akomodasi dilakukan jika individu menyadari dan merasa bahwa
pandangannya adalah salah, padahal individu masih ingin mendapatkan
posisi untuk dihargai dan didengar.
5) Kompromi
Kompromi merupakan penanganan konflik, yaitu masing-masing pihak
yang terlibat konflik bersedia mengorbankan sesuatu dan sepakat untuk
kepentingan bersama. Penanganan ini sering disebut lose-lose situation.
Penanganan konflik secara kompromi ini dapat dilakukan untuk mencapai
pemecahan masalah secara sementara terhadap masalah yang kompleks.
6) Negosiasi/Perundingan
Perundingan/negosiasi sering dilakukan sebagai cara untuk mengurai
benang kusut atau permasalahan yang terjadi pada suatu organisasi.

32
Dengan demikian, manajer keperawatan harus mempunyai keterampilan
melakukan perundingan/negosiasi secara baik.

D. PRINSIP ACTUATING
1) Pelaksanaan dan Penugasan.
Langkah lanjutan dari penetapan program kerja pengawasan adalah pelaksanaan
pengawasan dalam bentuk pemberian tugas. Tjuan utama penugasan adalah untuk
mencapai keseimbangan antara beberapa faktor persyaratan dan kualifikasi
personal, keseimbangan untuk pengembangan profesi, dan lain-lain
2) Pengawasan Pengelolaan Dana
Pengelolaan terhadap dana atau anggaran yang digunakan oleh organisasi penting
dilakukan agar dana tidak disia-siakan.
3) Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana Pengawasan.
Pengawasan juga membutuhkan saran dan alat untuk melakukan pengawasan,
misalnya teknologi yang digunakan untuk memantau kerja anggota organisasi atau
pekerja.
4) Dokumentasi Pengawasan
Hal ini diperlukan untuk mendapatkan bukti yang nyata bila terjadi
pelanggaran,kesalahan dalam melakukan aktivitas di dalam organisasi.

Prinsip Actuating dalam manajemen keperawatan, menurut Kurniawan (2009):

 Memperlakukan pegawai dengan sebaik-baiknya


 Mendorong pertumbuhan dan perkembangan manusia
 Menanamkan pada manusia keinginan untuk melebihi
 Menghargai hasil yang baik dan sempurna
 Mengusahakan adanya keadilan tanpa pilih kasih

Prinsip Actuating dalam manajemen keperawatan, menurut Haris (2011)


 Prinsip mengarah pada tujuan
 Prinsip keharmonisan dengan tujuan
 Prinsip kesatuan komando

33
E. HAL PENTING YANG DI PERTIMBANGKAN DALAM ACTUATING
Hal penting yang dipertimbangkan dalam melakukan actuating adalah untuk
memotivasi seorang karyawan untuk melakukan sesuatu, misalnya saja:
a) Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
b) Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri merekasendiri,
e) Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih penting d)
Tugas yang diberikan cukup relevan
e) Hubungan harmonis antar rekan kerja.

F. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT FUNGSI ACTUATING


Kegagalan manajer dalam menumbuhkan motivasi stafnya, hal ini terjadi karena
manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seperti
konsep perilaku manusia yang dikemukakan oleh Maslow, dinegara berkembang
yang menjadi prioritas adalah kebutuhan fisik, rasa aman, dan diterima oleh
lingkungan sedangkan dinegara maju kebutuhan yang menonjol adalah aktualisasi
diri dan self esteem. Perbedaan tersebut juga akan mempengaruhi etos kerja dan
produktifitas kerja.

G. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG FUNGSI ACTUATING


Hal-hal yang perlu diperhatikan manajer dalam fungsi penggerakan.

a. Manajer harus bekerja lebih produktif


b. Manajer perlu memahami ilmu psikologi, komunikasi, kepemimpinan dan
sosiologi
c. Manajer harus mempunyai tekat untuk mencapai kemajuan dan peka terhadap
lingkungan
d. Manajer harus bersikap obyektif

H. PELAKSANAAN ACTUATING
Karena manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang lain, maka
tahap pada pelaksanaan terdiri atas bagaimana manajer memimpin orang lain
untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan. Fungsi kepemimpinan
dapat dibagi lagi dalam komponen fungsi, yaitu kepemimpinan, komunikasi, dan
motivasi.

34
I. PELAKSANAAN PRE DAN POST CONFEREN
a. Pre Conferen
Pre conference, yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan
yang dipimpin oleh katim atau penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah
rencana tiap perawat (rencana harian) dan tambahan rencana dari katim atau PJ tim.
Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan tiap perawat dan hal penting
untuk operan (Keliat, 2000).

Kegiatan yang dilakukan pre-conference antara lain berbagi informasi tentang


pengalaman yang akan dihadapi, salng bertanya, mengungkapkan perhatian, dan
melakukan klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan
(Billing's dan judith, 1999) Oberman (1999), kegiatan pre- conference meliputi
identifikasi masalah, perencanaan dan evaluasi hasil untuk mencari solusi. Kegiatan
pre conference dalam MPKP jiwa mencakup komikasi ketua tim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk merencanakan kegiatan pada sif tersebut.
Kegiatan ini dipimpin oleh ketua tim tau penanggung jawab tim jika staf yang
berdinas pada tim tersebut hanya satu orang, pre conference akan ditiadakan. Isi pre-
conference mencakup rencana setiap perawat (rencana harian) dan rencana tambahan
dari ketua tim atau penanggung jawab tim. (keliat, 2006).

b. Post Conferen
Post conference, yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shif dan sebelum operan. Isi post conference adalah hasil asuhan
keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (Keliat, 2000).

Kegiatan diskusi pada post-conference memberi kesempatan pada ketua tim dan
perawat pelaksana untuk berkomunikasi secara profesional dengan menanyakan
pengalaman klinik yang baru di lakukan, mendiskusikan pengalaman klinik tersebut,
mengalisis situasi klinik, mengklarifikasi keterkaitan dan situasi, mengidentikasi
masalah, mengungkapkan perasaan, dan membangun sistem pendukungan di unit
rawat inap. (Keliat, 2006).

35
Isi pre-conference berupa hasil asuhan keperawatan setiap perawat dan hal-hal yang
penting perlu diperhatikan untuk operan (tindak lanjut). Post-conference di pimpin
oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. (Keliat, 2006).

36
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

37
DAFTAR PUSTAKA

38

Anda mungkin juga menyukai