Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI


Tujuan Pembelajaran
Setelah memelajari bab ini pembaca diharapkan mampu:
1. Menjelaskan perilaku individu dalam organisasi,
2. Menjelaskan tentang atribut kepribadiaan,
3. Menjelaskan tentang jenis-jenis teori belajar,
4. Menjelaskan kinerja individu.

2.1 Pendahuluan
Pemahaman atas perilaku individu sangatlah penting. Dengan memahami
perilaku individu yang lain, seperti rekan kerja, atasan, bawahan, baik di
lingkungan organisasi maupun di lingkungan masyarakat umum maka kita akan
dapat berpikir, bersikap dan bertindak dengan tepat, yang dengan demikian maka
komunikasi akan berlangsung secara efektif dan efisien. Dengan begitu makan
tujuan organisasi akan dapat tercapai.
Setiap individu adalah unik, yang berbeda antara individu yang satu dengan
individu yang lain. Dengan demikian perilakunya juga akan unik. Oleh karena itu
jika pimpinan memahami hal ini dengan baik maka ia akan mampu menggerakkan
karyawannya dengan lebih arif dan bijak yang ujungnya adalah pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien.

2.2 Pengertian Perilaku Individu


Untuk dapat memahami perilaku individu dengan baik, terlebih dahulu kita
harus memahami karakteristik yang melekat pada individu. Adapun karakteristik
yang dimaksud adalah ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap (Nimran,
1996).
1. Ciri-ciri biografis
Ciri-ciri yang melekat pada individu antara lain:
a. Unuir
Dalam banyak kasus, secara empiris terbukti bahwa umur

.
menentukan perilaku seorang individu. Umur juga menentukan
kemampuan seorang untuk bekeija, termasuk bagaimana dia
merespons stimulus yang dilancarkan individu/ pihak lain.
b. Jenis kelamin
Pada hakikatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan
berbeda. Tuhan juga memberikan peran, tugas, dan tanggung jawab
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di lingkungan keluarga.
Secara fisik laki-laki dan perempuan juga berbeda. Karena kodratnya,
karyawan wanita lebih sering tidak masuk kerja dibanding laki-laki.
Misalnya karena hamil, melahirkan, dll. Walaupun demikian
karyawan wanita memiliki sejumlah kelebihan dibanding karyawan
laki-laki. Karyawan wanita cenderung lebih rajin, disiplin, teliti dan
sabar.
c. Status perkawinan
Karyawan yang sudah menikah dengan karyawan yang
belum/tidak menikah akan berbeda dalam memaknai suatu pekerjaan.
Begitu juga dengan tingkat kepuasan kerja. Karyawan yang sudah
menikah menilai pekeijaan sangat penting karena dia sudah memiliki
sejumlah tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
d. Jumlah tanggungan
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak
jumlah tanggungan dalam keluarga seorang karyawan, maka tingkat
absensi akan semakin tinggi. Ada sejumlah alasan untuk tidak hadir di
tempat keija bagi karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki •
cukup banyak tanggungan. Jumlah tanggungan juga ikut menentukan
tingkat produktivitas keija seorang karyawan.
e. Masa kerja
Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa semakin lama
seseorang bekerja maka tingkat produktivitasnya akan meningkat.
Namun demikian banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa
semakin lama seorang karyawan beketja, semakin rendah keinginan

.
karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya.
2. Kepribadian
Robbin (1986) mengemukakan, ’’Personality’ is the dynamic
organization within the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjustment to his enwronment. Nimran (1996)
memaknainya, “Kepribadian sebagai pengorganisasian yang dinamis dari
sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian diri
dengan lingkungannya.” Dia menambahkan bahwa kepribadian sebagai
keseluruhan cara bagaimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan
orang lain. Robbins (1993) mengartikan kepribadian sebagai cara dengan
mana seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
Faktor apakah yang menentukan kepribadian seseorang? Dalam
banyak buku disebutkan bahwa kepribadian ditentukan oleh faktor
keturunan, lingkungan dan ditambah berbagai faktor situasional. Maksud-
nya, kepribadian seseorang banyak ditentukan oleh faktor keturunan dan
lingkungan yang relatif stabil itu dapat berubah karena situasi dan kondisi
yang berubah.
Adapun karakteristik kepribadian yang populer di antaranya adalah
agresif, malu, pasrah, malas, ambisius, setia, jujur. Semakin konsisten
karakteristik tersebut muncul di saat merespons lingkungan, hal itu
menunjukkan faktor keturunan atau pembawaan (traits) merupakan faktor
yang penting dalam membentuk kepribadian seseorang.
Ada sejumlah teori tentang kepribadian yang layak untuk dipahami.

a. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud, pencetus teori ini, mengemukakan bahwa
kepribadian memiliki tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Id
adalah komponen dasar dan berkembang ketika masih masa kanak-
kanak, bahkan bisa sampai tua sekalipun. Orang yang memperturutkan
elemen kepribadian ini (id) akan tenis mengumbar hawa nafsunya. Dia
tidak memedulikan halal, haram, etis/tidak etis, baik/buruk atas setiap

.
tindakannya. Id merupakan elemen kepribadian yang berkenaan
dengan kata hati, hasrat, dan keinginan untuk mengejar kesenangan
dan kepuasan. Superego merupakan elemen kepribadian yang tumbuh
dan berkembang, naik turun selama manusia hidup. Superego
merupakan gudang dari nilai, nonna dan etika yang dianut seseorang.
Jika dia memiliki tingkat superego yang baik maka orang tersebut
akan memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi. Ego
merupakan elemen kepribadian yang bersifat sebagai penengah dari
dua elemen sebelumnya, id dan superego. Manusia selalu dihadapi, an
pada dua keinginan yang saling bertentangan, antara keinginan untuk
mengejar kesenangan di satu sisi dan dorongan hakiki untuk tidak
melanggar aturan Tuhan ataupun hukum negara di sisi lain. Dengan
adanya ego maka manusia memiliki kemampuan untuk membuat
keseimbangan (harmoni) dalam hidupnya. Dengan adanya
keseimbangan itu maka dia akan merasakan ketenangan, kedamaian
dan kebahagian dalam hidupnya.

b. Teori Pemenuhan
Carl Rogers (tahun 1902-1987) mencetuskan fulfillment theory,
teori pemenuhan. Teori ini didasari suatu premis bahwa manusia
hanya memiliki satu dasar kekuatan yang secara terus-menerus
mendorongnya ke arah pemenuhan akan aktualisasi diri. Maslow
(1908-1970) juga mengemukakan teori pemenuhan kebutuhan.
Menunit dia, kebutuhan manusia itu bertingkat, dimulai dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi. Ada lima tingkatan
kebutuhan manusia, yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan yang paling
mendasar dari setiap manusia. Manusia membutuhkan
sandang, pangan, papan, kesehatan.
2) Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan yang
kedua dari manusia. Manusia membutuhkan rasa aman,

.
baik secara fisik maupun secara mental, membutuhkan
kemerdekaan. Setiap orang menginginkan kemerdekaan
untuk menentukan hidupnya, menyampaikan pikiran,
pendapat dan juga hasratnya.
3) Kebutuhan sosial, karena secara kodrati manusia
merupakan makhluk sosial. Dia membutuhkan cinta. Dia
membutuhkan teman untuk berinteraksi dan berinterelasi
dengan yang lain.
4) Kebutuhan akan harga diri. Setiap orang membutuhkan
penghargaan, pengakuan dan kepercayaan dari orang kain.
5) Kebutuhan akan aktualisasi diri. Setiap orang memiliki
potensi diri yang diberikan Tuhan kepadanya. Manusia
ingin mengembangkan semua potensi yang ada pada
dirinya seoptimal mungkin.
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
secara hakiki seja,k lahir manusia memiliki kebutuhan dari yang
paling mendasar hingga aktualisasi diri. Di dalam hidupnya setiap
manusia akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu. Jika dia dapat memenuhi kebutuhannya maka dia akan merasa
bahagia.
Sebaliknya, jika ia tidak dapat memenuhinya maka dia akan
merasa menderita.

c. Teori Konsistensi
Menurut teori ini kepribadian manusia itu tidak dibawa sejak
lahir, tetapi dipelajari melalui pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan di mana manusia itu hidup. Teori ini disebut teori
konsistensi karena manusia selalu mempersepsikan setiap stimulus
yang datang dari lingkungan dan kemudian mengembangkan sikap
dan perilaku sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Salah satu teori
konsistensi yang terkenal adalah teori disonansi kognitif. Kognisi

.
berkaitan dengan pikiran, harapan, persepsi, sikap dan pendapat.
Menurut teori ini, manusia memiliki keinginan untuk
mempertahankan konsistensi sikap, pengalaman dan perilakunya. Jika
terjadi ketidaksesuaian maka manusia akan berusaha untuk mengubah
pola pikir, sikap dan perilakunya agar sesuai dengan tuntutan
lingkungannya.

3. Atribut Kepribadian
Ada sejumlah atribut kepribadian yang perlu dicermati, di antaranya:
a. Daerah pengendalian (locus of control)
Daerah pengendalian berkenaan dengan sejauh mana seseorang
merasa yakin bahwa tindakannya akan memengaruhi imbalan yang
akan diterimanya. Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu
internal dan eksternal. Kepribadian yang bersifat pengendalian
internal adalah kepribadian di mana seseorang percaya bahwa dialah
yang mengendalikan apa yang teijadi pada dirinya. Sedangkan sifat
kepribadian pengendalian eksternal adalah keyakinan seseorang
bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh lingkungan (di
luar dirinya), seperti nasib dan keberuntungan. Jadi jika dia sukses, dia
menganggap bahwa kesuksesan itu disebabkan oleh keberuntungan
atau nasib semata, sementara yang pertama menganggap bahwa
keberhasilan yang diraihnya itu dikarenakan oleh usaha keras untuk
meraihnya.
b. Paham otoritarian
Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status dan
kekuasan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat
kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku,
membedakan orang atau kedudukan dalam organisasi,
mengeksploitasi orang yang memiliki status di bawahnya, suka curiga
dan menolak perubahan.
c. Orientasi prestasi

.
Orientasi juga merupakan karakteristik kepribadian yang dapat
digunakan untuk meramal perilaku orang. Mc Clelland, tentang
kebutuhan untuk berprestasi, menyebutkan bahwa ada liga
karakteristik sifat kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan
untuk beiprestasi tinggi, yaitu: (1) Mereka secara pribadi ingin
bertanggung jawab atas keberhasilan dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan padanya. (2) Mereka lebih senang dengan suatu tingkatan
risiko. Risiko merupakan tantangan yang mengasyikkan. Jika berhasil
melewatinya maka ia akan merasa puas.

4. Introversi dan Ekstroversi


Introversi adalah sifat kepribadian seseorang yang cenderung
menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan
atas pikiran dan perasaannya. Ekstroversi merupakan sifat kepribadian yang
cenderung mengarahkan perhatian kepada orang lain, kejadian di
lingkungan dan menghasilkan kepuasan dari stimulus lingkungan.

5. Persepsi
Robbins (1986) menyebutkan, “A process by which individuals
organize and interpretation their sensor}’ impressions in order to give
meaning to their environment." Nimran (1996) mengartikannya sebagai
suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
kesannya untuk memberi arti tertentu pada lingkungannya.
Gitosudarmo, I. (1997) menyebutkan bahwa persepsi sebagai suatu
proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan
stimulus lingkungan. Dia menambahkan bahwa ada sejumlah faktor yang
memengaruhi persepsi, di antaranya:
a. likuran, di mana semakin besar atau semakin kecil ukuran
suatu objek fisik maka akan semakin dipersepsikan.
b. Intensitas, di mana semakin tinggi tingkat intensitas suatu
stimulus maka semakin besar kemungkinannya untuk

.
dipersepsikan.
c. Frekuensi, di mana semakin sering frekuensi suatu stimulus
maka akan semakin dipersepsikan orang. Misalnya peaisahaan
yang dengan gencar mengiklankan produknya di berbagai
media.
d. Kontras, di mana stimulus yang kontras/mencolok dengan
lingkungannya akan semakin dipersepsi orang. Seseorang yang
tampil “beda” secara fisik akan semakin dipersepsi banyak
orang.
e. Gerakan, di mana stimulus dengan gerakan yang lebih banyak
akan semakin dipersepsikan orang dibanding stimulus yang
gerakannya kurang. Misalnya, di suatu ruangan yang hening,
semua diam, tiba-tiba ada seseorang yang bergerak, maka
semua orang di ruangan tersebut akan memperhatikan orang
yang bergerak itu.
f. Perubahan, di mana stimulus yang berubah-ubah akan
menarik untuk diperhatikan dibanding stimulus yang tetap.
Misalnya, lampu yang nyalanya berkelap-kelip atau memiliki
wama yang bermacam-macam akan lebih menarik perhatian.
g. Baru, di mana suatu stimulus bani akan lebih menarik
perhatian orang dibanding stimulus lama. Misalnya, buku
terbitan bam tentu lebih menarik perhatian publik dibanding
buku terbitan lama.
h. Unik, di mana semakin unik suatu objek atau kejadian maka
akan semakin menarik orang lain untuk memperhatikannya.
Memahami persepsi individu ataupun kelompok menipakan sesuatu
hal yang penting sebab dalam kehidupan sehari-hari, baik di organisasi
maupun di masyarakat umum, perilaku individu/kelompok dituntun atau
didasari oleh bagaimana dia mempersepsikan semua stimulus yang datang
dari lingkungan, yang kadang-kadang bahkan persepsi seseorang/kelompok
tersebut seringkah sama sekali tidak menunjukkan situasi dan kondisi yang

.
sebenarnya. Perbedaan persepsi tiap individu/kelompok dalam memaknai
suatu tugas, misalnya di organisasi, adalah hal biasa. Dampaknya adalah
timbulnya permasalahan atau bahkan konflik antarindividu maupun antar-
kelompok. Oleh karena itu memahami persepsi baik individu maupun
kelompok amatlah penting.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan teijadinya distorsi dalam
persepsi atau adanya perbedaan persepsi dalam memaknai sesuatu. Faktor
tersebut adalah:
a. Pemberi kesan (perceiver)
Bagaimana seseorang memberikan arti terhadap sesuatu sangat
ditentukan oleh karakteristik kepribadian orang tersebut. Misalnya
umur, lama bekeija, status, tingkat pendidikan, agama, budaya, dan
lain-lain. Semua itu memengaruhi orang dalam mempersepsikan
sesuatu.
b. Sasaran
Atribut yang melekat pada sasaran atau objek yang sedang
diamati, yang akan dipersepsikan, dapat memengaruhi bagaimana
orang memersepsikan hal tersebut. Misalnya dalam memersepsikan
“si Mr. X”.
Atribut atau ciri orang tersebut, misalnya wujud fisik, tinggi,
bentuk tubuh, rambut, cara berpakaian, suara, gerakan, bahasa tubuh
maupun sikapnya akan memberikan berbagai persepsi yang berbeda
dari tiap orang yang berbeda.
c. Situasi
Situasi atau konteks di mana kita melihat kejadian atau objek
adalah penting. Lingkungan sangat menentukan individu/kelompok
dalam memersepsikan objek atau kejadian. Sebagai contoh, setiap
malam Minggu Anda melihat seseorang di sebuah cafe. Menurut
Anda, orang tersebut tidak menarik. Tetapi ketika orang tersebut
datang ke masjid, menuait Anda orang tersebut menjadi sangat
menarik. Namun mungkin saja orang lain tidak menilainya demikian.

.
Gitosudarmo, I. (1997) menambahkan bahwa ada sejumlah
kesalahan persepsi yang sering terjadi dalam mempersepsikan suatu
objek/ kejadian tertentu, yaitu:
d. Stereotyping
Maksudnya adalah mengategorikan atau menilai seseorang
hanya atas dasar satu atau beberapa sifat dari kelompoknya.
Stereotipe sering didasarkan atas jenis kelamin, keturunan,
umur, agama, kebangsaan, kedudukan, jabatan. Misalnya
seorang pimpinan menilai perempuan yang sudah menikah,
apalagi sudah punya anak, cenderung memiliki tingkat absensi
yang tinggi. Contoh yang lain, ada anggapan di masyarakat
bahwa tenaga keija dari luar (ekspatriat) pasti professional.
e. Halo effect
Artinya adalah adanya kecenderungan untuk menilai
seseorang hanya atas dasar salah satu sifatnya saja. Misalnya
orang yang mudah tersenyum, berpenampilan menarik, maka
orang tersebut dinilai baik dan jujur. Sebaliknya orang yang
berpenampilan fisik acak-acakan, menyeramkan, lalu dinilai
sebagai orang jahat. Pada saat wawancara seleksi karyawan,
efek hallo ini sering terjadi. Pewawancara seringkali tertipu
dengan penampilan sesaat calon karyawan. Hal ini tentu sangat
berbahaya.
f. Projection
Projection merupakan kecenderungan seseorang untuk
menilai orang lain atas dasar perasaan atau sifatnya. Misalnya
seseorang yang membenci orang lain, apapun yang dilakukan
orang itu, hal itu akan membuatnya tidak suka. Sebaliknya, jika
ia suka terhadap orang tertentu, apapun yang dilakukannya,
walaupun menyakitkan, tetap saja orang tersebut tidak bisa
membencinya. Jika hal ini terjadi pada seorang pimpinan
terhadap salah seorang karyawannya, hal itu tentu sangat

.
merugikan.

Intinya dari uraian di atas adalah bahwa memahami persepsi


individu/ kelompok merupakan sesuatu yang sangat penting agar kita
dapat memahami perilaku individu/kelompok lain.
Pada akhirnya persepsi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Proses persepsi (Sumber: Gitosudanno, 1997)


g. Attitude
Sikap (attitude) dapat dipandang sebagai predisposisi untuk
bereaksi dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
terhadap objek, orang, konsep atau apa saja. Ada beberapa asumsi
yang mendasari pernyataan tersebut, yaitu (1) Sikap berhubungan
dengan perilaku. Misalnya jika sikap seorang individu dinilai
menyenangkan maha apapun yang dilakukan orang itu juga akan
menyenangkan. (2) Sikap berkaitan erat dengan perasaan seseorang
terhadap objek. Jika seseorang tertarik dengan orang tertentu maka
apapun perilaku orang tersebut akan dianggap menarik. (3) Sikap
adalah konstruksi yang bersifat hipotesis. Artinya, konsekuensinya
dapat diamati tetapi sikap itu sendiri tidak dapat dipahami.
Sikap merupakan salah satu faktor penting yang hams dipahami
agar kita dapat memahami perilaku orang lain. Dengan saling
memahami sikap individu maka organisasi akan dapat dikelola dengan
baik.
Berdasarkan definisi sikap di atas dapat disimpulkan bahwa ada
tiga komponen sikap, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Afektif
berkenaan dengan komponen emosional atau perasaan seseorang.
Komponen kognitif berkaitan dengan komponen persepsi, keyakinan
dan pendapat. Komponen ini berkaitan dengan proses beipikir yang

.
menekankan pada rasionalitas dan logika. Komponen psikomotorik
merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak terhadap
lingkungannya.
h. Belajar
Robbins (1993) menyebutkan belajar adalah proses pembahan
yang relatif konstan dalam tingkah laku yang teijadi karena adanya
suatu pengalaman atau latihan. Dari pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa ada tiga komponen belajar, yaitu: (1) belajar
melibatkan adanya pembahan, yaitu pembahan dari buruk menjadi
baik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. (2)
Perubahan yang terjadi relatif permanen. Pembahan yang bersifat
sementara menunjukkan kegagalan dalam proses belajar. (3) Belajar
berarti ada pembahan perilaku. Belajar tidak hanya mengubah pikiran
dan sikap, tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa belajar harus
mengubah perilaku subjek ajar.

2.3 Jenis-jenis Teori Belajar


1. Pengondisian klasik
Teori pengondisian klasik dikemukakan oleh Paplov yang melakukan
percobaan terhadap anjing. Studi ini mencoba mengungkap keterkaitan
antara stimulus dan respons. Hasil percobaannya menunjukkan bahwa
stimulus yang tidak dikondisikan akan menghasilkan respons yang tidak
dikondisikan pula dan melalui proses belajar maka stimulus yang
dikondisikan itu akan menghasilkan respons yang dikondisikan.
2. Pengondisian operan
Menurut teori ini perilaku merupakan fungsi dari akibat perilaku itu
sendiri. Kecenderungan mengulangi suatu perilaku tertentu dipengaruhi oleh
penguatan yang disebabkan oleh adanya akibat dari perilaku itu. Misalkan
bila seorang karyawan yang berprestasi kerja di atas standar kemudian
diberi insentif oleh pimpinan. Perilaku yang menghasilkan kineija yang baik
temvata berdampak positif/kesenangan sehingga pada bulan berikutnya

.
karyawan ini akan melakukan hal yang sama untuk memperoleh imbalan
yang sama.
3. Teori sosial
Teori sosial tentang belajar adalah suatu proses belajar yang
dilakukan, melalui suatu pengamatan dan pengalaman secara langsung.
Proses belajar seseorang pada umumnya dialami melalui pengamatan yang
dilakukan terhadap lingkungan, misalnya guru, orang tua, teman, atasan,
tayangan TV, mendengarkan radio dan seterusnya.
Agar memperoleh hasil yang maksimal, ada empat hal yang hams di-
perhatikan oleh seorang pengajar dalam melakukan proses belajar-mengajar,
yaitu (a) Proses perhatian, di mana pengajar hams menyampaikan materi
pelajaran dengan menarik, menyampaikannya secara menarik, dengan
suasana yang kondusif untuk belajar, (b) Proses ingatan, di mana hasil
belajar juga tergantung pada seberapa besar daya ingat si subjek ajar, (c)
Proses reproduksi, di mana subjek ajar setelah belajar hams mengalami
pembahan sikap, berpikir dan beiperilaku. (d) Proses penguatan, di mana
bila subjek ajar telah belajar dengan baik maka harus diberikan penguatan.
Misalnya, karyawan yang mengikuti pelatihan, setelah selesai pelatihan dan
kinerjanya menjadi lebih baik maka ia hams mendapatkan imbalan yang
sesuai.

2.4 Kinerja Individu


Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh effort (usaha), ability
(kemampuan) dan situasi lingkunggan.
1. Effort
Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi. Motivasi adalah
kekuatan yang dimiliki seseorang dan kekuatan tersebut akan melahirkan
intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela. Semua usaha
individu tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Intensitas adalah jumlah dari usaha pengalokasian tujuan atau
beberapa usaha untuk mencapai tujuan.

.
Motivasi ada 2 macam:
a. Motivasi dari dalam: keinginan yang besar yang muncul dari
dalam diri individu tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan dalam
hidupnya.
b. Motivasi dari luar: motivasi yang bersumber dari luar diri yang
menjadi kekuatan bagi individu tersebut untuk meraih tujuan-
tujuan hidupnya, seperti pengaruh atasan, teman kerja, keluarga,
dll.
2. Ability
Ability individu diwujudkan dalam bentuk kompetensi. Individu yang
kompeten memiliki pengetahuan dan keahlian. Sejak dilahirkan setiap
individu dianugerahi Tuhan dengan bakat dan kemampuan. Bakat adalah
kecerdasan alami yang bersifat bawaan. Kemampuan adalah kecerdasasan
individu yang diperoleh melalui belajar.
3. Situasi lingkungan
Lingkungan bisa memiliki dampak yang positif atau sebaliknya,
negatif. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan,
teman keija, sarana dan prasarana yang memadai, dll. Situasi lingkungan
yang negatif, misalnya suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan
prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, teman
keija, dll.

2.5 Langkah Modifikasi Perilaku


Perilaku individu dapat dimodifikasi ke arah yang lebih baik sehingga
mengarah pada pencapaian tujuan yang efektif dan efisien. Adapun langkah
modifikasi yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Antecendcnts, apa yang melatarbelakangi perilaku individu?
2. Behavior, apa yang individu lakukan/katakan?
3. Consequences, apa yang terjadi setelah tindakan tersebut?
Tahap tersebut bisa menjadi siklus tindakan/perilaku individu. Jika tahap
ketiga (konsekuensi) telah dilakukan maka tindakan tersebut bisa menjadi pemicu

.
tahapan perilaku untuk siklus yang kedua.

.
Dengan demikian langkah modifikasi perilaku tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 2.2 Tahap-tahap modifikasi perilaku


Kesimpulan
Di dalam mengelola organisasi seorang pemimpin atau manager hams
memahami perilaku kelompok sebagai landasan untuk mengelola orang-orang
yang ada di dalamnya. Masalah perilaku individu maupun kelompok merupakan
salah satu masalah yang amat pelik yang selalu dihadapi oleh semua manajer
berbagai organisasi, yang oleh karena itu perlu sekali dipelajari dan dipahami agar
tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Latihan
1. Jelaskan pengertian perilaku individu dalam organisasi!
2. Sebutkan dan jelaskan apa yang dimaksud dengan atribut kepribadiaan!
3. Jelaskan dengan singkat jenis-jenis teori belajar!
4. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan kinerja individu!
5. Bagaimana cara meningkatkan kinetja individu/karyawan dalam
organisasi!

Anda mungkin juga menyukai