CBD Snake Bite
CBD Snake Bite
“SNAKE BITE”
Oleh:
(016.06.0007)
Pembimbing:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan Case Base Discussion ini dapat diselesaikan dengan
sebagaimana mestinya. Di dalam laporan ini penulis memaparkan laporan kasus dan
materi berkaitan dengan “Snake Bite/Gigitan Ular”
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini. Penulis
mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali
semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan laporan kasus
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat membantu untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
3.1.........................................................................................................................
Identitas Pasien...............................................................................................3
3.2.........................................................................................................................An
amnesis...........................................................................................................3
3.3.........................................................................................................................Pe
meriksaan Fisik..............................................................................................5
3.4.........................................................................................................................Pe
meriksaan Penunjang..................................................................................7
3.5.........................................................................................................................Di
agnosis Banding.............................................................................................10
3.6.........................................................................................................................Di
agnosis Kerja..................................................................................................10
3.7.........................................................................................................................Pla
nning...............................................................................................................11
2.10.Prognosis.......................................................................................................11
2.11Follow Up.......................................................................................................11
3.1.Anatomi........................................................................................................13
3.2.Definisi Tumor Mammae..............................................................................18
3.3.Epidemiologi.................................................................................................19
3.4.Etiopatogenesis.............................................................................................20
3.5.Faktor Risiko ...............................................................................................21
3.6.Patofisiologi ................................................................................................23
3.7.Klasifikasi ...................................................................................................24
3.8.Diagnosis ....................................................................................................36
3.10.......................................................................................................................Pe
natalaksanaan .............................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
2.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama :
Digigit ular pada telapak tangan kiri
f. Riwayat sosial
- Makan minum : Baik
- BAB dan BAK: BAB normal 1x dalam 2 hari dan BAK jernih.
- Merokok & Alkohol : Tidak
- Kebersihan diri : Baik
- Olahraga : Jarang
2.3. Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4M6V5
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 170 cm
IMT : 24,22 kg/m2
Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : 129/84 mmHg
Frekuensi Nadi : 64 kali/menit
Frekuensi Napas : 18 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
SpO2 : 97 %
Status General
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
bulat isokor
THT : Kesan tenang
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks :
o Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
o Pulmo: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), sikatrik (-), bising usus (+) normal 10x/menit, nyeri
tekan (-),hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (++/++), edema --/--, CRT < 2 detik
Status Lokalis
Ad regio manus sinistra
- Inspeksi : Tampak bekas gigitan ular (fang marks), hiperemis disekitar (-),
edema (+), kehitaman (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), akral hangat (+), CRT <2 detik
- Hemostasis
Masa Perdarahan (BT) 1:30 menit 1-5
- PCR
Jenis pemeriksan Hasil Nilai Rujukan
2.6 Planning
- ABU 2 vial dalam D5 100cc
- Cefotaxime 3 x 1gr (IV)
- Difenhidran HCl 3x1 (IV)
- Dexamethason 3 x 1 (IV)
- Ketorolac 3 x 1 (IV)
- Tetagram 1 vial (I.M)
- Observasi tanda-tanda syok, TTV
- Hepatotoksik dan Sitotoksik
2.7 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sonationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau
manusia. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang sampai
merusak kulit kadang kala dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu
ditutup dengan jahitan, sedang beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh
dengan sendirinya.4
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan4:
a. Kerusakan jaringan secara umum
b. Perdarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. Awal dari peradangan
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa
yang bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian
depan dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum
hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari
mangsa alamiahnya. Bila manusia tergigit, bisa biasanya disuntikkan secara subkutan
atau intramuskuler. Ular kobra yang meludah dapat memeras bisanya keluar dari ujung
taringnya dan membentuk semprotan yang diarahkan terhadap kedua mata
penyerang.2,5
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies,
ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau
kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.5
c. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa
ular itu sendiri. Ada beberapa faktor yang memepengaruhi permeabilitas pembuluh darah
sehingga terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa
ular akan memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos
dan jaringan lain. Melalui bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin
akan semakin meningkat dengan tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi
menghancurkan bradikinin dan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan
patofisiologi ini merupakan awal mula sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.
Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang
berbahaya. Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk
terlihat hampir identik dengan yang berbisa. Akan tetapi, beberapa ular berbisa yang
terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta suara yang
dibuatnya saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa
segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.
Gambar 3. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional adan POM, 2012)
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala
dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri
lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang,
melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae).
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan2 :
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal
c. Perdarahan lokal
d. Kemerahan
e. Limfangitis
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis
Gambar 4. Gejala Umum Gigitan Ular (Sumber : www.doctorsecret.com)
Tanda dan gejala sistemik2 :
a. Umum (general)
Mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
b. Kardiovaskuler (viperidae)
Gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
paru, edema konjunctiva (chemosis)
c. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
Perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan yang
terus- menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah menyembuh
sebagian (oldrus- mene partly-healed wounds), perdarahan sistemik spontan – dari
gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism, berasal dari perdarahan
subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh perdarahan cerebral),
hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan pervaginam,
perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa (misalnya
konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis), serta
perdarahan retina.
d. Neurologis (Elapidae, Russel viper)
Mengantuk, parestesia, abnormalitas pengecapan dan pembauan, ptosis,
oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi
nervus kranialis, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melaui hidung,
kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.
e. Destruksi otot Skeletal ( sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and B.
Candidus, western Russell‟s viper Daboia russelii)
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
Nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria,
oligouria/anuria, tanda dan gejala uremia ( pernapasan asidosis, hiccups, mual, nyeri
pleura, dan lain-lain)
g. Gejala endokrin
Insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior.
Pada fase akut : syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan
libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidisme.
1 2
3 4
5 6
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman
dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah
peningkatan penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi yang dapat digunakan
untuk membawa pasien adalah tandu, sepeda, motor, kuda, kereta, kereta api, atau
perahu, atau pasien dapat dipikul (dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan
miring (recovery posotion) bila ia muntah dalam perjalanan.
TINDAK LANJUT
Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit :
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di
Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin
dilaksanakan. Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan
perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah, menyediakan
monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas. Observasi untuk gigitan
ular koral minimal selama 24 jam. Buat evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut
dan untuk menyingkirkan sindroma kompartemen. Tergantung pada skenario klinik,
ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit. Fasciotomi diindikasikan untuk
tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg. Tergantung dari derajat keparahan gigitan,
pemeriksaan darah lebih lanjut mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah,
jumlah trombosit, dan level fibrinogen.
PERTOLONGAN PERTAMA:
- TENANGKAN PASIEN
- IMMOBILISASI DAERAH GIGITAN
- TRANSPOR PASIEN KE RS
YA
TIDAK
YA
TIDAK
ULAR DIBAWA KE RS
TIDAK
TERDAPAT TANDA ULAR DAPAT
TIDAK ENVENOMASI TERIDENTIFIKASI
YA
(KERACUNAN)
RAWAT Insisi cross bila memenuhi
kriteria ULAR DITETAPKAN
OBSERVASI* DI RS YA TIDAK BERBISA
SELAMA 24 JAM TIDAK
YA RAWAT
TERDAPAT TANDA ENVENOMASI TENANGKAN KORBAN, BERI
TERDAPAT TANDA DIAGNOSTIK DARI ((KERACUNAN) SERUM ANTITETANUS,
ENVENOMASI (KERACUNAN) ULAR PULANGKAN KORBAN
YA TIDAK
YANG UMUM BERADA DI AREA YA
GEOGRAFIS YANG SAMA TANDA MEMENUHI RAWAT
KRITERIA PEMBERIAN OBSERVASI* DI RS
ANTIBISA SELAMA 24 JAM
TIDAK
YA
TANDA MEMENUHI
KRITERIA PEMBERIAN
ANTIBISA1 TERSEDIA ANTIBISA
MONOSPESIFIK / TIDAK
POLISPESIFIK
TIDAK YA
RAWAT
YA
OBSERVASI* DI RS BERIKAN ANTIBISA RAWAT
TERAPI
SELAMA 24 JAM POLISPESIFIK UNTUK BERIKAN ANTIBISA KONSERVATIF**
SPESIES ULAR YANG MONOSPESIFIK /
BERADA DI AREA POLISPESIFIK
GEOGRAFIS YANG
SAMA
LIHAT RESPON2
RAWAT RAWAT
TIDAK TANDA ENVENOMASI YA
OBSERVASI* DI RS ULANGI DOSIS INISIASI
SISTEMIK MENETAP RAWAT
ANTIBISA (MAX 80-100 ml)
Disadur dari WHO Guidelines for The TIDAK ADA PERBAIKAN : ADA PERBAIKAN :
Clinical Management of Snake Bite in The RUJUK SEGERA OBSERVASI* DI RS
South East Asia Region 2005
KETERANGAN SKEMA
CROSS INSISI
Setelah tergigit Bisa yang dapat terbuang
3 menit 90%
15-30 menit 50%
1 jam 1%
Amati 30 menit
Amati 30 menit
KETERANGAN :
Reaksi Hipersensitivitas (anafilaktik) dini : pucat, kepala pusing, perasaan panas, Amati respon terhadap
batuk-batuk, kenaikan suhu, mual atau muntah-muntah, pembengkakan lidah atau serum antibisa ular
bibir, denyut nadi cepat, tekanan darah menurun, gatal-gatal, rasa tidak nyaman di
perut, sesak nafas, kesadaran menurun atau kejang
2
RESPON TERHADAP PEMBERIAN ANTIBISA ULAR
a. Umum : pasien merasa lebih baik, mual, muntah dan nyeri secara
keseluruhan dapat hilang secara cepat.
b. Perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi) : biasanya terhenti pada
15-30 menit.
c. Koagulasi darah : biasanya terhenti dalam 3-9 jam. Perdarahan dari luka
yang menyembuh sebagian terhenti lebih cepat
d. Pada pasien syok : tekanan darah dapat meningkat antara 30-60 menit
pertama dan aritmia seperti sinus bradikardi dapat teratasi
e. Pada pasien dengan neurotoksisitas tipe post sinaps (gigitan ular kobra) akan
membaik dalam 30 menit setelah pemberian antibisa, namun biasanya
membutuhkan waktu bebeerapa jam. Pada keracunan tipe pre sinaps (Kraits
dan ular laut) tidak tampak respon.
f. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis menurun dalam beberapa jam dan warna
urin akan kembali ke warna normal.
* OBSERVASI
Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular,
pemeriksaan penunjang, Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan)
dari ular viper, observasi di Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam,
dilanjutkan observasi di ruangan
Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan
perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas.
Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.
Evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen.
- Ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
- Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg.
Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit,
dan level fibrinogen.
** PERAWATAN KONSERVATIF
1. Bed rest
2. Perawatan luka dengan iodine, hibitane
3. Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
4. Pemberian obat-obatan sedatif (Diazepam, Promethazine)
5. Pemberian obat-obatan analgesik (ASA, Paracetamol, Ibuprofen,
Indomethacin, Petidine)
6. Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin,
Gentamicin)
7. Pemberian toxoid Tetanus
8. Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)
3.9. KOMPLIKASI
Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper.
Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi
kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kematian atau
komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil. Perpanjangan blokade
neuromuskuler timbul dari envenomasi ular koral.
Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi hipersensitivitas tipe
cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum sickness, tipe III). Anafilaksis terjadi
dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), berkaitan dengan degranulasi sel mast yang
dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi, dan kebocoran kapiler. Kematian
umumnya pada korban tanpa intervensi farmakologis. Serum sickness dengan gejala
demam, sakit kepala, bersin, pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan daya
tahan, muncul 1 – 2 minggu setelah pemberian antivenin. Presipitasi dari kompleks
antigen-immunoglobulin G (IgG) pada kulit, sendi, dan ginjal bertanggung jawab atas
timbulnya arthralgia, urtikaria, dan glomerulonephritis (jarang). Biasanya lebih dari 8
vial antivenin harus diberikan pada sindrom ini. Terapi suportif terdiri dari
antihistamin dan steroid7.
3.10. PROGNOSIS
Meskipun kebanyakan korban gigitan ular berbisa dapat tertolong dengan baik,
memprediksi prognosis pada tiap kasus individu dapat menjadi sulit. Disamping fakta
bahwa mungkin terdapat sebanyak 8000 kasus gigitan ular berbisa, terdapat kurang
dari 10 kematian, dan kebanyakan dari kasus fatal ini tidak mencari pertolongan karena
suatu alasan dan lain hal. Jarang terjadi untuk seseorang meninggal sebelum mencapai
perawatan medis di AS. Kebanyakan ular tidak berbisa jika menggigit. Jika tergigit
oleh ular tidak berbisa, korban akan pulih. Komplikasi yang mungkin dari gigitan ular
tak berbisa meliputi gigi yang tertahan pada luka gigitan atau infeksi luka (termasuk
tetanus). Ular tidak membawa atau mentransmisikan rabies6.
Tidak semua gigitan oleh ular berbisa menghasilkan racun berbisa. Pada lebih dari
20% gigitan oleh rattlesnake dan moccasin, sebagai contoh, tidak ada bisa yang
disuntikan. Hal ini disebut gigitan kering yang bahkan lebih umum pada gigitan yang
diakibatkan oleh elapid.
Gigitan kering (tanpa injeksi bisa ular) memiliki komplikasi yang sama dengan
gigitan ular tidak berbisa. Seorang korban yang masih sangat muda, tua, atau memiliki
penyakit sistemik lain sebagian besar tidak mampu mentoleransi jumlah injeksi bisa
yang sama dengan orang dewasa yang sehat. Ketersediaan perawatan medis darurat
dan, yang paling penting, antibisa ular, dapat mempengaruhi bagaimana keadaan
korban.
Efek bisa yang serius dapat tertunda untuk beberapa jam. Seorang korban yang
awalnya terlihat baik kondisinya dapat menjadi sangat kesakitan. Seluruh korban yang
tergigit oleh ular berbisa harus segera mendapat perawatan medis tanpa harus ditunda-
tunda6.
3.11. PENCEGAHAN
a. Mengenali ular lokal di daerah masing-masing, mengetahui tempat tinggal dan
tempat persembunyian yang disukai ular, mengetahui waktu dan cuaca dimana
ular akan lebih aktif, terutama gigitan ular setelah hujan, saat banjir, saat panen,
serta malam hari.
b. Gunakan sepatu atau bots dan celana panjang, khususnya saat berjalan di malam
hari atau semak-semak.
c. Gunakan cahaya (lampu senter, obor) saat berjalan di malam hari.
d. Hindari ular sejauh mungkin, termasuk pertunjukan penjinak ular. Jangan
pernah menyentuh, mengancam, atau menyerang ular dan jangan pernah
menjebak dan memojokkan ular dalam tempat tertutup.
e. Bila memungkinkan, hindari tidur di tanah.
f. Jauhkan anak-anak dari daerah yang diketahui rawan ular.
g. Hindari atau lakukan dengan saat hati-hati saat menangani ular mati, atau ular
yang terlihat mati.
h. Hindari reruntuhan, sampah, gundukan anai-anai, atau hewan domestik yang
dekat dengan hunian manusia, karena dapat menarik ular.
i. Memeriksa rumah secara berkala untuk ular, dan bila mungkin, hindari jenis
konstruksi rumah yang memungkinkan ular untuk bersembunyi (misalnya
dinding jerami dan tanah liat yang memiliki celah dan ruang yang lebar, ruang
tidak tertutup pada lantai).
j. Untuk mencegah gigitan ular laut, nelayan sebaiknya menghindari menyentuh
ular laut yang tertangkap jala dan terpancing. Kepala dan ekor ular tidak mudah
dibedakan. Terdapat resiko tergigit pada mereka yang mandi dan mencuci
pakaian pada air yang keruh pada muara, hulu sungai dan pesisir pantai.
BAB IV
KESIMPULAN
Snake Bite atau Gigitan Ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terkait
lingkungan, pekerjaan dan musim dan cukup banyak terjadi di berbagai belahan dunia
golongan yang sering tergigit. Pada tahun 2009, WHO pertama kali dikenalkan WHO
sebagai neglected tropical disease. Insidens gigitan ular ini terutama yang menyebabkan
kematian masih cukup tinggi di dunia. Di Indonesia dilaporkan sekitar 20 kasus kematian
dari ribuan kasus gigitan ular per tahun. Wanita lebih jarang digigit ular dibandingkan pria,
kecuali pekerjaan di dominasi oleh wanita. Anak-anak dan dewasa muda merupakan
Diagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui. Bisa
dilakukan dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari manifestasi
klinis yang muncul. Dari 2500–3000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500
ular yang beracun. Ada tiga famili ular berbisa di Asia Tenggara yaitu Famili
Viperidae (Sri Lanka Pit Viper), Elapidae (naja Sumatrana), Colubridae (Red necked
keelback atau Rhabdophis subminiatus). Banyak jenis ular yang tidak berbisa dan agresif,
mudah menyerang manusia yang mendekati bisanya sering terdapat di perkebunan. Contoh
ular tidak berbisa yang sering ditemukan adalah Python dan Ahaetulla Prasina.
Pada pemeriksaan fisik cek tanda bekas gigitan ular dapat dimulai dari area gigitan
ular yang dapat ditemukan pembengkakan, nyeri tekan, ekimosis dan tan-tanda awal
nekrosis (Perubahan warna). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah Darah
Lengkap dan Faal Hemostasis. Di Indonesia, dosis yang dianjurkan yaitu 2 vial SABU (10
ml) diencerkan dalam 100 ml Normal Saline 0.9% kemudian drip 60-80 tetes per menit,
dapat diulang setiap 6-8 jam. Dianjurkan tersedia epinefrin untuk penanganan reaksi
anafilaktik akibat administrasi anti bisa ular. Pemberian secara intramuskular tidak
DAFTAR PUSTAKA
1) Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article : Current Concept
Bites Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1, 2002
2) WHO. 2005. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region.
3) Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran A,
et al. 2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature Analysis and Modelling
Based on Regional Estimates of Envenoming and Deaths. PLoS Med 5(11): e218.
doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4) SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke
from : www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5) Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan
Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id (diakses pada 30 Maret
2012)
6) Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan Ular. Buku
Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
7) Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
8) Emedicine Health. 2005. Snakebite. available from :
http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite
9) Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM
Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
10) Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management : Experience From
Gulu Regional Hospital Uganda.