Anda di halaman 1dari 17

DAMPAK BODY SHAMING TERHADAP KEKERASAN

MENTAL PEREMPUAN

LAPORAN PENELITIAN

Disusun oleh:
1. Samroturrifa Azizah (2021395500159)
2. Qurrotun Nikmah (2021395500155)
3. Sovi Nurlaila (2021395500161)
4. Surya Wulandari (2021395500162)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG BANYUWANGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan rahmat
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ujian akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia
dengan judul “Dampak Body Shaming terhadap Kekerasan Mental Perempuan” ini dengan
tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini karena kami merasa miris dengan kejamnya
dunia maya dengan semakin majunya perkembangan dan kemudahan penggunaan teknologi
tetapi bukannya berdampak baik dan saling membangun antar pengguna / netizen, media
sosial malah menjadi seperti media untuk mencibir, mencela, dan saling menjatuhkan pihak
lain bila tidak sesuai dengan standar dari pihak pelaku. Korban pun juga tidak bisa berbuat
banyak seakan-akan mereka pantas menerima kalimat-kalimat kejam yang dilontarkan
netizen.
Banyaknya peristiwa body shaming yang terjadi di lingkungan sekitar kami membuat
kami tergerak untuk mengambil topik ini guna meluruskan pandangan masyarakat dalam
menilai sesamanya. Dalam penelitian sederhana ini, kami juga melakukan survey untuk
mengetahui seberapa banyak orang yang pernah melakukan bahkan menjadi korban body
shaming.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Nurul Fatimah selaku dosen
mata kuliah Bahasa Indonesia Prodi Hukum Keluarga Islam Semester IA yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Tidak lupa juga kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan dan pengalamannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna sebagai acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat membawa dampak yang positif serta
manfaat bagi seluruh pembaca sehingga dapat meningkatkan pengawasan dan ilmu pembaca.
Kami juga berharap dengan adanya makalah ini tindakan body shaming bisa lebih dihindari.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................................


KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................3
C. Tujuan .........................................................................................3
D. Manfaat .......................................................................................
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tubuh sebagai wujud fisik manusia tidak lagi dipandang sekedar mewakili
eksistensi individual. Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi
permasalahan besar yang sampai saat ini masih sering terjadi di seluruh dunia,
khususnya di Indonesia. Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dimana
saja, baik ditempat umum, ditempat kerja dan didalam rumah sekalipun.
Pelakunya pun bisa orang terdekat seperti keluarga sendiri, misal suami, orang
tua dan saudara kandung. Selain sebagai komoditi, media juga membangun
sebuah konsep mengenai tubuh. Konsep ini meliputi ukuran ideal, tidak ideal,
cantik, sehat, bersih, kuat dan lain sebagainya. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa tubuh mewakili berbagai hal seperti identitas sosial dan
dekonstruksi moral, dimana tubuh menjadi ukuran standar nilai di masyarakat.
Tubuh (laki-laki dan perempuan) di media, tidak hanya dieksploitasi, tapi juga
menjadi sumber sekaligus tujuan segala sifat konsumtif masyarakat, bahwa
media membuat tubuh manusia memerlukan banyak sekali produk untuk
mencapai standar “ideal”. Imbasnya, konsep tubuh ini yang kemudian diterima
dan disepakati oleh masyarakat dan tubuh yang tidak mencapai konsep serta
standar-standar tersebut, sangat rentan mengalami pelecehan atau dalam tulisan
ini diistilahkan dengan body shaming.
Dari kasus kekerasan tersebut kemudian ada suatu gerakan yang selalu
diadakan setiap tahunnya pada tanggal 8 Maret yaitu hari Perempuan
Internasional. Para anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan memiliki caranya sendiri untuk menyadarkan kepada masyarakat
sekitar bahwa kekerasan yang terjadi pada perempuan masih terus meningkat
setiap tahunnya.

1
Seperti yang dilakukan Komnas Perempuan yang merilis CATAHU untuk
sebuah catatan kekerasan tiap tahunnya yang dialami oleh perempuan. Dengan
catatan ini, kejadian kekerasan terhadap perempuan memiliki data lengkap dan
selalu dirilis sehari sebelum hari Perempuan Internasional. Hal ini dilakukan
untuk dijadikan suatu acuan dengan memberikan sebuah gambaran umum
tentang seberapa besar kasus kekerasan yang selalu terjadi pada perempuan
khususnya perempuan di Indonesia dan memaparkan kapasitas Lembaga pengada
layanan 2 bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan (Komnas Perempuan,
2018). Kekerasan pada perempuan sebenarnya tidak hanya melalui kekerasan
fisik saja, tetapi juga kekerasan psikologis. Sejak awal perumusan, Komnas
Perempuan selalu mengeluarkan catatan hingga sekarang dan selalu
mendokumentasikan angka jumlah kekerasan terhadap perempuan selama 17
tahun. Berikut merupakan diagram Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2015-
2019.
1.1 Diagram Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia

Sumber : Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019

2
B. Rumusan masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
a. Apa definisi dari body shaming?
b. Apa dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming?
c. Apa faktor yang mendasari seseorang melakukan body shaming?
d. Bagaimana dampak body shaming pada kesehatan mental korban?

C. Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas ujian akhir mata kuliah Bahasa Indonesia,
berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini jika ditinjau dari
rumusan masalah di atas:
a. Untuk memahami definisi body shaming.
b. Untuk mengetahui dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming.
c. Untuk mengetahui penyebab seseorang melakukan body shaming.
d. Untuk mengetahui dampak body shaming bagi kesehatan mental korban.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Body Shaming
Sebagian orang mungkin tidak asing dengan Body Shaming. Body Shaming
belakangan menjadi hal yang marak terjadi di media sosial. Body Shaming sendiri
berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari kata Body yang artinya tubuh dan
Shaming yang artinya malu atau mempermalukan. Dimana secara umum Body
Shaming adalah bentuk dari tindakan mengomentari fisik, penampilan, atau citra diri
seseorang (Chaplin, 2005:129).
Body Shaming dapat terjadi pada siapapun tanpa mengenal usia, bentuk tubuh,
warna kulit tertentu dan bisa terjadi dimana saja, sehingga korban maupun pelaku
berasal dari beragam latar belakang dan jenis kelamin. Body Shaming dapat berupa
verbal maupun non verbal. Body shaming yang terjadi secara intens dapat
meningkatkan resiko terjadinya dysmorphic disorder pada korban (Lestari, 2018).
Dysmorphic disorder sendiri memiliki pengertian gangguan mental dengan rasa
cemas yang berlebihan terhadap kelemahan / kekurangan dari penampilan fisik diri
sendiri. Dysmorphic disorder berpeluang lebih besar terjadi bila ada pemicu dari
lingkungan eksternal, dalam kasus ini disebabkan karena adanya hujatan atau
komentar negatif pada bentuk tubuh.
Beberapa waktu lalu isu mengenai pidana bagi pelaku body shaming di media
sosial terus menghiasi trending topic media massa. Sesuai dengan data yang kami
peroleh, terdapat 155.000 unggahan dengan tagar body shaming pada aplikasi
Instagram (#bodyshaming diakses pada tanggal 9 Januari 2021). Pada tahun 2018,
polisi telah menerima 966 kasus tentang penghinaan fisik di seluruh Indonesia dan
terus berkembang hingga saat ini. Body shaming tidak hanya berfokus pada fat
shaming, skinny shaming, atau short shaming, atau bentuk body shaming pada bagian
tertentu, tetapi body shaming kini mencakup segala aspek tubuh yang dapat dilihat
oleh orang lain. Dalam hal ini, aspek yang dimaksudkan adalah seluruh bagian tubuh
yang meliputi warna kulit, bentuk tubuh, bentuk muka, jenis rambut, dan bagian

4
lainnya. Tindakan ini membuat seakan-akan gaya hidup masyarakat saat ini berubah
menjadi sesuatu yang bersifat publik dan pantas untuk dikonsumsi oleh pengguna lain
bahkan dikomentari dengan seenaknya.
Perilaku body shaming membuktikan bahwa kemajuan teknologi yang terus
berkembang seringkali disalahgunakan oleh sebagian orang. Pelaku sering kali tidak
sadar telah melakukan body shaming karena dianggap hal yang biasa untuk dilakukan
dan hanya sebagai bahan candaan. Sedangkan para korban akan lebih memperhatikan
citra mereka dan menjadikan tubuh mereka sebagai objek. Body shaming juga akan
berdampak besar pada body image atau citra tubuh dan dampak-dampak psikis
lainnya.

B. Dampak Kemajuan Teknologi terhadap Tindakan Body Shaming


Kemajuan teknologi pada zaman milenial ini tentu sangat pesat dan tidak akan pernah
berhenti untuk terus berkembang. Namun semakin berkembangnya teknologi, media
sosial malah digunakan untuk melakukan tindakan tidak terpuji, mulai dari konten
yang tidak pantas, saling menjatuhkan orang bahkan kejahatan sekalipun. Tanpa
disadari pengguna media sosial cenderung lebih mudah melakukan kejahatan di dunia
maya atau cyberbullying. Sebagian besar pengguna media sosial pasti pernah
melakukan atau mengalami cyberbullying atau kejahatan media sosial lainnya
termasuk body shaming. Berdasarkan survey yang sudah kami lakukan, media sosial
yang paling sering digunakan saat ini adalah Instagram. Dimana Instagram adalah
suatu wadah yang memberikan fasilitas untuk mengunggah foto maupun video kita
yang bisa dilihat dan dikomentari oleh seluruh pengikut akun atau bahkan secara
global. Sayangnya banyak orang menggunakan akun Instagram palsu untuk
menghujat orang lain yang tanpa mereka sadari mereka telah melakukan body
shaming. Hal ini bisa saja terjadi karena identitas mereka yang dapat disembunyikan
atau dipalsukan sehingga orang tidak perlu takut akan dilaporkan atas tindakannya
karena identitas asli mereka yang tidak terungkap. Banyak sekali kasus cyberbullying
seperti body shaming yang marak terjadi belakangan ini. Tidak hanya pada Instagram

5
saja, berdasarkan hasil survey yang kami lakukan, media sosial yang paling sering
digunakan kedua adalah Tiktok. Tiktok merupakan aplikasi buatan China yang dapat
membagikan berbagai macam video yang juga dapat dikomentari maupun disukai
oleh semua orang. Tidak sedikit pengguna tiktok yang menggunakan nama palsu
untuk menutupi identitas aslinya dan melakukan body shaming melalui kolom
komentar. Tindakan body shaming ini tidak hanya terjadi pada orang Indonesia, tetapi
ada juga orang Indonesia yang melakukan body shaming terhadap orang dari luar
negeri yang bahkan belum pernah mereka temui atau kenal. Mulai dari cara menari,
bentuk tubuh, bentuk wajah, cara bernyanyi, dan masih banyak lagi yang dikomentari
karena “tidak ideal” menurut para pelaku atau hanya karena ingin di-notice oleh
artisnya, dalam arti lain mereka menghujat / mengomentari hal-hal negatif akan tetapi
sebenarnya mereka merupakan penggemar berat yang ingin dikenal oleh idolanya.
Sesuai dengan data yang telah kami peroleh melalui survey, sebanyak 30 dari 45
orang pernah mengalami body shaming. Body shaming seakan telah menjadi “tren”
masyarakat Indonesia. Tidak hanya terjadi pada kalangan artis dan orang-orang
terkenal, body shaming juga dapat terjadi pada kalangan remaja hingga pada orang
dewasa. Derasnya arus komunikasi pada dunia maya, membuat orang semakin mudah
memperoleh pengaruh negatif mengenai dirinya hanya dengan membaca kolom
komentar. Pengaruh ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan diri maupun
kesehatan jasmani bahkan mental seseorang. 5 Namun berkembangnya zaman tidak
selalu membawa dampak negatif saja, pemerintah pun terus mengembangkan
peraturan tegas agar cyberbullying seperti body shaming yang bahkan dapat dijumpai
pada kalangan remaja tidak dilakukan lagi. Indonesia sudah memiliki sejumlah aturan
yang mengatur perilaku pengguna internet seperti UU No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian beberapa ketentuannya diubah
dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tidak sedikit juga
lembaga-lembaga yang didirikan untuk mencegah cyberbullying dan body shaming
terjadi, seperti Ditch The Label. Ditch The Label adalah sebuah badan amal anti-

6
bullying, yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan dan memberikan
dukungan kepada kaum muda yang telah terpengaruh secara negatif oleh intimidasi
dan prasangka. Ada juga komunitas anti-bullying yang didirikan untuk meningkatkan
kepedulian masyarakat terhadap kasus bullying di Indonesia yang bernama Sudah
Dong. Body shaming juga membawa dampak positif, yaitu munculnya istilah body
positivity. Body positivity merupakan bentuk apresiasi manusia terhadap bentuk
tubuh yang dimilikinya serta bagaimana mereka menerima bentuk tubuh dengan apa
adanya. Istilah tersebut kini menjadi sebuah gerakan sosial yang mendorong agar
semua orang memiliki penilaian yang positif mengenai tubuh mereka, menerima
bentuk tubuh mereka sendiri dan juga tubuh orang lain tanpa ada pandangan yang
menghakimi. Pada zaman milenial seperti sekarang ini juga dapat membuat para
korban dengan mudah speak up / berani berbagi pengalaman atau cerita mereka pada
pengguna media sosial agar tidak semakin banyak korban yang merasa terkucilkan.
Tentu hal ini akan berdampak positif bagi para korban body shaming agar korban
lainnya tidak terus terpuruk dan bisa segera bangkit dari keterpurukannya. Hal
tersebut juga dapat menyadarkan banyak orang bahwa body shaming dapat memberi
dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan mental para korban. 6 C. Penyebab
Body Shaming Semua tindakan yang dilakukan manusia pasti memiliki sebab akibat.
Faktor yang mendasari seseorang untuk melakukan body shaming bisa sangat
beragam dan luas. Adapun salah satu faktor yang mendasari seseorang melakukan
body shaming berdasarkan hasil survey kami adalah penyalahgunaan hak kebebasan
untuk berpendapat khususnya pada media sosial. Banyak sekali orang yang berpikir
bahwa di dalam media sosial bebas melakukan apapun, sehingga mereka dapat
melakukan body shaming yang tanpa sadar menyakiti perasaan orang lain. Sebagai
contoh, “eh gendutan ya? Hamil ya?”, “perasaan muka kamu iteman deh”, “kamu
pendek banget sih”, dan masih banyak lagi. Persepsi manusia yang keliru mengenai
bentuk fisik dapat memicu adanya standar-standar penampilan idealistis yang telah
tertanam di dalam pikiran masyarakat tentang penampilan ini akan sangat
berpengaruh bagi mereka yang berkeinginan untuk mengikuti standar yang ada

7
namun tidak mampu memenuhinya yang dapat memicu tekanan tersendiri bagi orang
tersebut. Kasus serupa juga terjadi dengan alasan hanya untuk bahan bercanda. Sering
kali body shaming dianggap sebagai lelucon atau bahan tawaan semata yang tanpa
kita sadari menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain. Sikap tersebut disebut
ketidakpekaan sosial dimana kita merasa abai terhadap perasaan orang lain yang
mungkin menjadi sedih atau sakit hati karena tubuhnya dijadikan bahan lelucon atau
candaan. “Baperan banget sih, kita kan bercanda”, sebagian orang menjadi takut
untuk mengekspresikan perasaannya karena takut dianggap terlalu baperan atau
dengan kata lain terlalu dimasukkan hati. Tentu saja pemikiran seperti ini salah besar
dan hanya memperparah situasi. Pelaku jadi menganggap remeh tindakannya, tidak
menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan kemungkinan besar untuk
mengulangi tindakannya lagi. Selain menyalahgunakan hak berpendapat dan
bercanda, faktor yang dapat mendasari seseorang melakukan body shaming lainnya
adalah sebagai bentuk untuk mengintimidasi orang lain sehingga dapat menjatuhkan
mental korban. Hal ini banyak dialami oleh para artis pada media sosial mereka.
Banyak orang yang menunjukkan ketidaksukaannya dengan membuat akun palsu
untuk melakukan body shaming, bisa dengan memberikan komentar negatif,
menyebarkan isu-isu yang tidak benar, seperti operasi plastik, implan, dan masih
banyak lagi. Ada pula yang melakukan body shaming untuk menutupi rasa rendah
dirinya sehingga menghina fisik orang lain. Hal tersebut tentu sangat berbahaya,
karena bila dibiarkan akan semakin tidak puas pada dirinya sendiri. Korban yang
pernah mengalami body shaming dan tidak ditanggapi secara positif oleh lingkungan
sekitar, malah berpotensi lebih besar untuk menjadi pelaku di masa yang akan datang.
7 Faktor-faktor lainnya adalah adanya masalah keluarga, depresi, atau trauma.
Dilansir dari riset yang dilakukan oleh BBC pada tahun 2016, sepertiga pelaku
cyberbullying dan body shaming jarang melakukan interaksi dengan keluarga.
Sejumlah responden juga mengatakan mereka melihat pertengkaran di dalam
rumahnya setiap hari. Selain faktor keluarga, ada juga faktor pertemanan. Sebagian
remaja menganggap hal seperti cyberbullying, maupun bullying adalah hal yang

8
keren dan wajar. Sehingga para pelaku akan merasa hebat karena dapat
mendiskriminasi orang lain dan merasa memiliki teman yang bisa mendukungnya. 8
D.Dampak Body Shaming terhadap Kesehatan Mental Korban Dampak body
shaming tentu lebih luas lagi. Dampak yang diterima juga tergantung bagaimana
korban menanggapi komentar-komentar negatif tersebut. Dampak dari body shaming
sangat berbahaya karena dapat bersifat jangka panjang bagi hidup korban dan dapat
berdampak pada hidup korban sepenuhnya. Body shaming juga dapat memberi
dampak positif bagi para korban. Body shaming berpotensi membuat seseorang atau
korban melakukan self-objectification. Self-objectification adalah keadaan dimana
seseorang memandang dirinya sebagai sebuah objek atau menilai diri sendiri hanya
berdasarkan penampilan mereka. Kecenderungan untuk melakukan self-
objectification ini dapat menimbulkan perasaan malu atas diri sendiri atau kecemasan
berlebih terhadap bentuk atau ukuran tubuh. Orang-orang yang tidak dapat menerima
perlakuan body shaming akan cenderung merasa ada yang salah dalam dirinya dan
merasa tidak kompeten untuk melakukan sesuatu karena rendahnya rasa kepercayaan
atas diri sendiri atau insecure. Secara umum, dampak lain dari body shaming terhadap
kesehatan mental adalah berkurangnya tingkat kepercayaan diri. Hal tersebut akan
membuat korban merasa tidak layak untuk melakukan sesuatu atau merasa bahwa
dirinya tidak berharga. Padahal kita sebagai pengguna media sosial tidak tahu apa
yang sebenarnya pengguna lain (atau korban) alami, mungkin saja mereka sedang
berusaha menerima dirinya sendiri, ataupun mereka sedang berusaha untuk membuat
dirinya lebih baik, dll. Tentunya karena ada faktor-faktor pribadi tersebut, cibiran
atau hujatan di media sosial dapat lebih memberi pengaruh pada kesehatan mental
korban yang belum kuat atau belum terbiasa mengalami hal tersebut. Berdasarkan
data yang kami peroleh, body shaming seringkali berdampak lebih besar terhadap
kaum hawa dibandingkan kaum adam. Dampaknya akan terlihat sangat jelas yaitu
wanita akan cenderung lebih memperhatikan fisiknya serta mengikuti trend yang
sedang booming bukan karena mereka menyukainya, melainkan hanya untuk
menghindari komentar negatif yang akan ditujukan kepada dirinya. Sehingga ia

9
memilih untuk berpenampilan tidak dengan rasa nyaman akan tetapi agar dapat
memenuhi standar yang ada. Sedangkan hasil survey yang telah dilakukan, dampak
lain dari body shaming adalah menjadi sering membandingkan diri sendiri dengan
orang lain, sehingga korban akan merasa minder dan tidak bisa bersosialisasi atau
bergaul dengan orang lain, ia cenderung lebih memilih untuk menyendiri. Korban
juga menjadi tidak bersyukur atas apa yang mereka miliki dan selalu merasa rendah
diri yang apabila berlangsung secara terus menerus akan memicu keputusasaan dan
tidak semangat menjalani hidup lagi. Tidak jarang hal ini dapat memunculkan
pemikiran untuk bunuh diri. 9 Namun ada sebagian orang yang berpikir bahwa
dampak terhadap kesehatan mental sesuai dengan bagaimana korban menanggapi
komentar negatif yang dilontarkan. Apabila korban dapat menyaring komentar yang
ditujukan kepadanya, hanya mengambil sisi positifnya dan tetap menerima diri
mereka apa adanya pasti tindakan body shaming tidak akan berdampak besar pada
kesehatan mental korban. Semuanya kembali lagi pada tanggapan kita sendiri
terhadap komentar negatif tersebut. Namun tetap saja body shaming termasuk dalam
cyberbullying yang tidak seharusnya untuk dilakukan ataupun dialami semua orang.
Selain dampak negatif dari body shaming, sejumlah penelitian yang dilakukan oleh
Hasmalawati 2017, Vialini 2014, dan Chairiah 2012 mengatakan bahwa hubungan
body shaming dan body image dapat merubah pola makan korban untuk mendapatkan
tubuh ideal sesuai dengan “standar” yang ada. Bila seseorang menginginkan tubuh
ideal, maka orang tersebut akan memiliki pola makan yang lebih sehat (Chairiah
2012). Hasmalawati (2017) menunjukkan bahwa citra tubuh seseorang sangat
berpengaruh terhadap penerimaan diri. Artinya, semakin baik citra tubuh seseorang,
maka semakin tinggi penerimaan diri seseorang terhadap dirinya. Sedangkan Vialini
(2014) melihat aspek bentuk tubuh namun pada orang yang mengalami obesitas yang
menunjukkan bahwa tubuh ideal diartikan sebagai tubuh yang memberi kenyamanan
pada diri sendiri, tidak peduli orang tersebut gemuk atau kurus. 10 BAB III
PENUTUP A. Kesimpulan Pembahasan yang kami susun memaparkan bagaimana
kemajuan teknologi memicu terjadinya kejahatan online yaitu cyberbullying dapat

10
mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Bila digunakan dengan sembrono dan tidak
bijak, maka kehadiran media sosial ditengah masyarakat dapat berakibat fatal dan
berdampak negatif dalam keberlangsungan hidup seseorang. Sesuai dengan topik
kami, tindakan yang kami kategorikan sebagai tindakan sembrono dan tidak bijak
adalah body shaming. Body shaming adalah tindakan mempermalukan atau mencibir
bentuk fisik orang lain. Persepsi mengenai “standar penampilan ideal” menciptakan
pola pikir masyarakat mengenai sesamanya terlebih khususnya dalam hal penampilan
dan bentuk fisik seseorang, terutama dalam media sosial. Tubuh seseorang seolah-
olah layak untuk dinilai dan dikomentari orang lain bahkan dilarang oleh orang lain
karena adanya standar tersebut. Tindakan ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai
faktor yang mendorong pelaku untuk melakukan tindakan body shaming. Bila tidak
ditangani secara tegas, para perilaku ini dapat menyebabkan dampak yang serius bagi
korbannya. Dampak yang sering dialami oleh korban seringkali adalah dampak pada
kesehatan mental mereka yang akan terus terkikis oleh hujatan yang mereka terima
dari media sosial baik secara verbal maupun nonverbal. Dampak ini harus segera
ditangani dan diatasi dengan benar agar tidak terjadi akibat negatif pada jangka
panjang. Body shaming yang dilakukan terus menerus oleh seseorang / sekelompok
orang menjadi salah satu bentuk melecehkan orang lain (Clarke & Kiselica, 1997
dalam Xin Ma). B. Saran Bila dilihat dari pembahasan yang telah kami paparkan,
dampak negatif body shaming dapat membawa pengaruh buruk pada mental korban
dan para pelaku yang tidak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah salah.
Tentunya sebagai pengguna media sosial kita semua harus mencegah tindakan ini
agar tidak terjadi lagi kepada siapapun. Setiap orang itu unik dan memiliki ciri
khasnya masing-masing, tidak ada standar yang dapat menjadi tolak ukur dalam hal
berpenampilan seseorang apalagi di dunia maya yang belum tentu pengguna lain
mengenal kita secara akrab. Maka untuk mencegah tindakan body shaming, semua
pengguna harus menggunakan media sosial dengan bijak dan penuh rasa tanggung
jawab. Sebagai pengguna media sosial kita harus berhati-hati dengan apa yang kita
suarakan, apakah hal tersebut akan menyakiti atau menyinggung pihak lain atau tidak

11
serta mempertimbangkan penggunaan media sosial karena di Indonesia sudah banyak
aturan hukum yang mengatur mengenai ITE. Sebagai pengguna media sosial, kita
juga harus meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan di sekitar kita dan tidak
bertindak seenaknya saja. Sebaiknya kita menyuarakan hal-hal positif yang patut
didengar orang lain dan dapat memberikan 11 motivasi ataupun semangat bagi
mereka daripada menyebarkan hal-hal negatif yang juga tidak membawa benefit atau
kepentingan bagi orang lain maupun kepada diri kita sendiri. Tindakan preventif yang
dapat dilakukan adalah dengan berani menyuarakan bahwa tindakan body shaming
adalah hal salah yang bisa jadi kita tidak menyadari kita telah melakukannya. Kita
harus bisa mengedukasi pengguna media sosial agar bijak dalam menggunakan media
sosial. Selain itu, cara ampuh untuk mencegah dampak body shaming dan
cyberbullying adalah dimulai dari diri kita sendiri, dimana kita harus mencintai diri
kita sendiri dan menerima segala kekurangan yang ada pada diri kita. Sehingga kita
dapat menerima dan menghargai setiap perbedaan baik diri sendiri atau sesama kita.
Dengan begitu, persepsi atau pemikiran tentang “standar penampilan ideal” pun dapat
kita hilangkan karena perbedaan dan keragaman itu sangatlah indah.

12
5
6

Anda mungkin juga menyukai