Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL BOOK RIVIEW

Dosen Pengampu : Dedi Arianto,S.Pd., M.Hum

Disusun Oleh :

Nama : Wanda Aulia Oktapianti

Nim : 0801211016

Kelas : IKM 1

Fakultas : Ilmu Kesehatan Masyarakat

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
MEDAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Riview tepat pada
waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dedi Arianto,S.Pd., M.Hum selaku dosen
pengampu mata kuliah kewarganegaraan yang merupakan mata kuliah yang diselenggarakan
di semester dua Program Studi Kesehatan Masyarakat di Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan dalam
pembuatan Critical Book Riview ini. Saya berharap agar para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang dapat membangun semangat untuk selanjutnya bisa menyelesaikan tugas
Critical Book Riview dengan lebih baik lagi.

Medan, 20 Mei 2022

Wanda Aulia Oktapianti

I
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... I
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR ............................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan CBR............................................................................................ 1
C. Manfaat CBR .......................................................................................................... 1
D. Identitas Buku ......................................................................................................... 1
BAB II ISI BUKU
A. Ringkasan Isi Buku Utama (BAB III) .................................................................... 2
B. Ringkasan Isi Buku Pembanding (BAB IX) ........................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN

• Analisis Kelebihan Dan Kekurangan


A. BAB III Buku Utama .................................................................................. 11
B. BAB XI Buku Pembanding ........................................................................ 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR

Dalam mengkritik sebuah buku ( critical book report ) pembaca atau pengkritik harus
mampu menyimak dengan baik agar mampu mengetahui isi dari buku tersebut. Sehingga
dengan begitu pengkritik dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dari buku yang dikritik
baik dari cover, materi , bahasa ¸dan tanda baca yang digunakan

Pentingnya CBR adalah tugas menulis yang mengharuskan kita untuk meringkas dan
mengevaluasi tulisan. Tugas CBR berupa buku, bab, artikel . Dalam menulis CBR kita harus
membaca secara seksama dan juga membaca tulisan dari buku lain yang serupa agar kita bisa
memberikan tujuan dari tulisan dan evaluasi yang lebih komprehensif , obyektif dan faktual.
B. Tujuan Penulisan CBR
1. Untuk menambah pengetahuan.
2. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari buku yang akan dikritik.
3. Untuk memperluas ilmu pengetahuan.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
C. Manfaat CBR
1. Agar mahasiswa mampu berfikir kreatif, inovatif, dan kritis.
2. Agar mahasiswa menambah pengetahuan tentang isi dari buku yang dikritik.
D. Identitas Buku

Buku Utama
o Judul Buku : Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia
o Pengarang : Dr. Isharyanto
o Penerbit : Cv. Absolute Media
o Tahun Terbit : 2015
o cetakan : 1 Desember 2015
o Tebal Halaman : 76 Halaman
o ISBN : 978-602-1083-33-8

Buku Pembanding
o Judul Buku : Mau Kemana Moral Dan Karakter Warga Negara?
o Pengarang : Sarbaini & Fatimah
o Penerbit : Asosiasi profesi Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan Indonesia provinsi Kalimantan selatan & aswaja pressindo
o Tahun Terbit : 2019
o cetakan : 1 November 2019
o Tebal Halaman : 250 Halaman
o ISBN : 978-623-7593-06-5

1
BAB II

ISI BUKU

A. Ringkasan Isi Buku Utama Bab lll

Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan.

1) Menurut Undang Undang No. 3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan
Pendudukan Indonesia.

Pada waktu Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945,
Negara Republik Indonesia belum Mempunyai Undang-undang dasar (UUD1945) sehari
kemudian tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengesahkan UUD1945, mengenai kewarganegaraan UUD1945 menyebutkan antara lain:

1. Pasal 26 Ayat (1) menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang- orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara Indonesia.”
2. Pasal 26 Ayat (2) menentukan bahwa, “syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan undang- undang”.

Secara otentik, penjelasan UUD 1945 mengenai ketentuan di atas menerangkan sebagai
berikut: “Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Peranakan Tionghoa,
dan peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah
Airnya, dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.”

Sebagai pelaksanaan pasal 26 UUD 1945, tanggal 10 April 1946, diundangkan UU No.3 Tahun
1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia menurut Pasal 1 UU No. 3
Tahun 1946 adalah:

a. Orang-orang asli dalam wilayah daerah di Indonesia.


b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut diatas akan tetapi turunan dari
seseorang dari golongan itu dan lahir bertempat kedudukan dan kediaman dalam daerah
negara Indonesia, dan orang itu bukan turunan seorang dari golongan termaksud yang
lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di selama sedikitnya 5 tahun berturut
turut yang paling akhir didalam daerah negara Indonesia yang telah berumur 21 tahun
atau telah kawin.
c. Orang yang mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan cara Naturalisasi.
d. Anak yang sah, disahkan atau diakui dengan cara yang sah oleh bapaknya, yang pada
lahirnya bapaknya mempunyai kewarganegaraan Indonesia;
e. Anak yang lahir dalam waku 300 hari setelah bapaknya yang mempunyai
kewarganegaraan Indonesia, meninggal dunia.

2
Cara memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan diatur dalam Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946, bahwa kewarganegaraan Indonesia dengan
cara naturalisasi diperoleh dengan berlakunya undang-undang yang memberikan naturalisasi.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tidak menggunakan stelsel aktif, melainkan stelsel
pasif. Seperti diketahui dalam melaksanakan hak untuk mendapatkan kewarganegaraan, dapat
digunakan 2 (dua) aturan atau stelsel yaitu pertama, Stelsel pasif ketika seseorang dapat
memperoleh kewarganegaraan dengan otomatis atau tidak melakukan perbuatan hukum
apapun. Kedua, Stelsel aktif ketika seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan
mengajukan permintaan untuk mendapatkannya atau melakukan perbuatan hukum tertentu.

2) Menurut Persetujuan Konferensi Meja Bundar 1949

Diantara kesepakatan Konferensi Meja Bundar adalah pengakuan kedaulatan Republik


Indonesia oleh Kerajaan Belanda dalam bentuk negara federal. Kemudian, konstitusi yang
disahkan adalah Konstitusi Repulik Indonesia Serikat. Pada masa berlakunya Konstitusi
Republik Indonesia Serikat mengenai kewarganegaraan, ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1)
yang menegaskan bahwa dikehendaki adanya undang-undang federal mengenai
kewarganegaraan. Pada masa Republik Indonesia Serikat undang- undang federal tersebut
tidak pernah terwujud. Untuk mengatasi kevakuman hukum pada masa itu di bidang
kewarganegaraan digunakan Pasal 194 KRIS 1949 yang menentukan bahwa sambil menunggu
pengaturan kewarganegaraan dengan undang-undang yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1)
KRIS 1949, maka yang sudah menjadi warga negara Republik Indonesia Serikat ialah mereka
yang mempunyai kewarganegaraan itu menurut Persetujuan Pembagian Warga Negara antara
Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda mempunyai kewarganegaraan atau
memperoleh kewarganegaraan atau menjadi warga negara Republik Indonesia Serikat.

3) Menurut Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan

Aturan mengenai kewarganegaraan berhasil disahkan pada tahun yang sama, yang
dikenal sebagai Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan. Pasal 1
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 menentukan bahwa warga negara Republik Indonesia
adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian
dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi
warga negara Republik Indonesia. Dengan demikian, yang tetap diakui kewarganegaraan
Indonesianya berdasarkan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 ini adalah mereka yang
memperoleh status tersebut terutama berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan
Persetujuan Perihal Pembagian Warga Negara.

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 menyebutkan 7 (tujuh) cara untuk
memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu:

1. Karena kelahiran
2. Karena pengangkatan
3. Karena dikabulkannya permohonan
4. Karena pewarganegaraan
5. Karena perkawinan

3
6. Karena turut ayah dan/atau ibu
7. Karena pernyataan.

Pada pokoknya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 mengatur cara memperoleh


kewarganegaraan, cara kehilangan kewarganegaraan dan cara memperoleh kembali
kewarganegaraan Indonesia.

4) Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menentukan bahwa “Yang menjadi


Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang- undang sebagai warga negara.”

Dalam penjelasan Pasal 2 tersebut menerangkan pengertian orang-orang bangsa Indonesia


asli adalah “Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.” Hal ini berarti secara yuridis ketentuan ini oleh
pembentuk undang-undang dimaksudkan sedapat mungkin mencegah timbulnya keadaan tanpa
kewarganegaraan. Oleh karena itu, dengan menerapkan asas kelahiran (ius soli), orang yang
lahir di wilayah Republik Indonesia mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum, karena
mereka adalah warga negara Republik Indonesia. Titik berat diletakkan atas kelahirannya
dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan tujuan supaya tidak ada anak yang lahir
menjadi apatride.

Adapun asas-asas yang dianut dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 ditegaskan sebagai berikut:

1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
3. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan
bahwaperaturakewarganegaraanmengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang
bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-
cita dan tujuannya sendiri.
4. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam
keadaan apapun baik di dalam maupun luar negeri.
5. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan
bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam
hukum dan pemerintahan.

4
Sehubungan dengan itu, dipandang perlu guna mempertegas siapa saja yang menjadi Warga
Negara Indonesia, Pasal 4 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 menegaskan sebagai
berikut :

1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau berdasarkan


perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang- undang
ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu Warga Negara Asing
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan
ibu Warga Negara Indonesia
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.

5
B. Ringkasan Isi Buku Pembanding Bab Xl

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter untuk Integrasi Bangsa


dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

1) Integrasi bangsa

Konsep integrasi dibuat oleh Emile Durkheim sebagaimana dikutip oleh Usman dan Odeh
(2015), ditambah dengan praktik dalam abad ke 18 hingga abad ke 19 sepertinya semua negara
sepenuhnya mengharapkan negara nasional sebagian besar bersatu melebihi kebutuhan-
kebutuhan individu yang sempit. Selanjutnya Usman (2015) menekankan konsep dari integrasi
dalam relevansinya dengan negara multi-etnis, yakni mencakup beberapa hal :

• Penggabungan bermacam kultur dan tradisi menjadi satu,


• Tindakan untuk membongkar pertalian primordial etnis, mengawinkan semua
kelompok etnis ke dalam kesatuan fungsional geopolitik dan menggeser lokus loyalitas-
loyalitas ke arah satu bangsa, bukan heterogeny
• Negara menurunkan ketegangan, konflik, kesengitan, kecurigaan, prasangka,
pemisahan, dan sebaliknya merekayasa hidup berdampingan secara harmonis,
penyesuaian secara interaktif, serta toleransi tingkat tinggi.

Para individu adalah unit-unit dari integrasi, dan anggota dari bangsa adalah diintegrasikan
karena identitas bersama yang sama. Sementara istilah integrasi nasional tidak dapat diterapkan
untuk satu suku bangsa (jika terdiri dari suku bangsa) atau bangsa (jika terdiri dari bangsa-
bangsa), seperti Indonesia dengan multi- etnis. Integrasi nasional adalah suatu proses yang
berupaya untuk meminimalisir kehadiran suku-suku bangsa, namun tanpa meniadakan
keberadaannya, ke dalam suatu semangat kebangsaan (Alapiki, 2000). Integrasi nasional dan
kemungkinan disintegrasi di Indonesia menjadi tantangan bagi dunia pendidikan, terutama
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter.

2) Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter

Pendidikan karakter yang dilaksanakan di Indonesia merupakan keniscayaan yang tidak


bisa dibendung lagi, karena begitu pentingnya bagi masa depan bangsa Indonesia, baik karena
hal yang mendasarinya maupun kondisi kritisnya karakter bangsa Indonesia.

Lima hal yang mendasari pendidikan karakter di Indonesia demi pembangunan karakter
bangsa, yaitu aspek filosofis, ideologis, normatif, historis, dan sosiokultural (Kemendiknas,
2013: 1).

• Aspek filosofis

Yaitu pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan hak asasi dalam proses
berbangsa, karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat, yang akan
eksis.

6
• Aspek ideologis

Yaitu pembangunan karakter bangsa merupakan suatu upaya mengimplementasikan ideologi


Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

• Aspek normative

Sebuah pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah untuk mencapai tujuan
negara seperti terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

• Aspek historis

Yaitu pembangunan karakter bangsa adalah sebuah dinamika inti dari proses kebangsaan yang
terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah

• Aspek sosialkultural

Yaiutu pembangunan karakter bangsa adalah suatu keharusan dari suatu bangsa yang
multikultural.

Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter untuk


Integrasi Bangsa

Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter telah


ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai mata pelajaran yang
berdampak pembelajaran (instructional effect) sekaligus berdampak pengiring (nurturant
effect). Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang disepakati untuk implementasi pendidikan
karakter (Kemendiknas, 2010; Pusat Kurikulum, 2010, 2011) terdiri dari 18 nilai, sebagaimana
pada tabel 1 berikut ini :

7
8
Adapun nilai, pola perilaku, atau karakter bangsa Indonesia yang diturunkan dari setiap sila
Pancasila adalah :

Muatan karakter yang berasal dari olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa yang
diturunkan dari setiap sila Pancasila, kemudian dipilih satu jenis karakter (Kemendikbud,
2013), yaitu :

1. Karakter yang bersumber dari olah hati adalah beriman dan bertakwa, jujur, amanah,
adil, tertib, taat aturan, bertanggungjawab, berempati, berani mengambil resiko,
pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
2. Karakter yang bersumber dari oleh pikir adalah cerdas, kritis, kreatf, inovatif, ingin
tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif.
3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika adalah bersih dan sehat, sportif,
tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria,
dan gigih.
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa kemanusiaan, saling menghargai,
gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit

9
(mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patrioitisme), bangga
menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, nilai-nilai esensial, nilai-nilai utama dan nilai-nilai
yang relevan dengan integrasi bangsa sudah sepatutnya diimplementasikan di lingkungan
masyarakat persekolahan sebagai Citizenship Education, karena nilai-nilai yang terakhir ini
benar-benar jelas turunan dari sila-sila Pancasila sebagai karakter bangsa, untuk dijadikan
menjadi karakter individu dalam lingkungan komunitas tertentu, yakni masyarakat
persekolahan, dan Civic Education melalui mata pelajaran di kelas.

Persoalan integrasi dan diintegrasi bangsa menghendaki intervensi semua pihak, terlebih
pemerintah, agar persoalan pendidikan karakter, terutama bangsa menjadi juga menjadi
persoalan bangsa, bukan hanya menjadi tanggungjawab persoalan dunia pendidikan, apalagi
semata tugas utama Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Jika nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa, nilai-nilai esensial, dan nilai-nilai utama Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai basis karakter kewarganegaraan diajarkan, ditanamkan, dilatih dan
dibiasakan, dan didiskusikan serta dikembangkan melalui keterampilan- keterampilan yang
dipraktekkan di dunia pendidikan, namun berbeda dengan nilai-nilai yang menjadi basis
karakter, bahkan perilaku nyata sehari-hari, maka upaya Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
Pendidikan Karakter mungkin seperti embun yang hilang karena sinar matahari. Namun Tuhan
Yang Maha Esa, tentu selalu meridhoi apapun upaya untuk kebaikan, hasilnya kita serahkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena semua hal akan kembali kepadaNya dan keputusan ada
di tanganNya juga.

10
BAB III

PEMBAHASAN

Analisis Kelebihan Dan Kekurangan Buku Utama

A. Kelebihan Buku Utama

Dalam sebuah buku tentunya memiliki kelebihan masing masing. Semua orang mempunyai
pendapat masing masing dan juga penilaian terhadap suatu hal yang berbeda beda. Begitu pula
dalam buku pendidikan anti korupsi untuk perguruan tinggi yang memiliki kelebihan sebagai
berikut:

• Cover buku sangat menarik sehingga pembaca tertarik untuk membacanya


• Di lengkapi dengan daftar pustaka yang sangat mendukung kekuatan buku
• Di terbitkan nya buku Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia untuk dapat
menjadikan mahasiswa sebagai manusia yang taat terhadap hukum kewarganegaraan
dan juga memahami lebih dalam perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum
kewarganegaraan.
• Identitas buku ini juga sudah jelas.

B. Kekurangan Buku Utama

Dalam sebuah buku tentunya memiliki kekurangan masing masing begitu pula dengan buku
Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia yang mempunyai kekurangan sebagai berikut :

• Tidak adanya rangkuman pada setiap Bab


• Kurang detail dalam menjelaskan/menerangkan pada setiap bab
• Ada beberapa kalimat yg tidak mudah dipahami

Analisis Kelebihan Dan Kekurangan Buku Pembanding

C. Kelebihan Buku Pembanding

Dalam sebuah buku tentunya memiliki kelebihan masing-masing. Semua orang memiliki
pendapat masing-masing dan juga pernilaian terhadap suatu hal yang berbeda beda. Begitu pula
buku Sarbaini dan Fatimah yang berjudul Mau Kemana Moral Dan Karakter Warga Negara?
memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut

• Cover sudah menarik karena ada gambar dan nama penulis dibuku
• Rujukan daftar pustaka sudah memperkuat isi buku
• Referensi sangat mencukupi
• Susunan per bab sangat rapi

11
D. Kekurangan Buku Pembanding

Dalam sebuah buku tentunya memiliki kelemahan masing masing. Semua orang memiliki
pendapat masing masing dan juga penilaian suatu hal yang mungkin saja berbeda beda. Begitu
pula buku Sarbaini dan Fatimah yang berjudul Mau Kemana Moral Dan Karakter Warga
Negara? memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut

• Penggunaan kata bahasa yang sulit di mengerti


• Peletakan daftar Pustaka pada setiap sub bab nya yang membuat menjadi bingung

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Persoalan integrasi dan diintegrasi bangsa menghendaki intervensi semua pihak, terlebih
pemerintah, agar persoalan pendidikan karakter, terutama bangsa menjadi juga menjadi
persoalan bangsa, bukan hanya menjadi tanggung jawab persoalan dunia pendidikan, apalagi
semata tugas utama Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Jika nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa, nilai-nilai esensial, dan nilai-nilai utama Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai basis karakter kewarganegaraan diajarkan, ditanamkan, dilatih dan
dibiasakan, dan didiskusikan serta dikembangkan melalui keterampilan- keterampilan yang
dipraktekkan di dunia pendidikan, namun berbeda dengan nilai-nilai yang menjadi basis
karakter, bahkan perilaku nyata sehari-hari, maka upaya Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
Pendidikan Karakter mungkin seperti embun yang hilang karena sinar matahari.

Pada dasarnya negara telah memberikan perlindungan terhadap hak anak untuk
memperoleh status kewarganegaraan dengan diberlakukannya undang-undang
kewarganegaraan yang lama maupun yang baru, meskipun status kewarganegaraan anak dari
perkawinan campuran dalam undang-undang Kewarganegaraan lama hanya memberi
kesempatan kepada garis ayah untuk menurunkan status kewarganegaraannya, khususnya
ketika anak tersebut belum berusia 18 tahun atau belum kawin. Pada dasarnya negara telah
memberikan hak memiliki status kewarganegaraan untuk semua anak yang lahir dari kedua
orang tua warga negara Indonesia atau kedua orang tuanya memiliki perbedaan
kewarganegaraan. Disisi lain dalam prakteknya seringkali seorang anak dari perkawinan
campuran yang ayahnya warga negara asing mendapat kesulitan ketika melihat kehidupan
kesehariannya anak tersebut lebih cenderung memiliki kedekatan dengan Ibunya yang
berkewarganegaraan Indonesia. Dalam hal ini anak tersebut tidak memiliki kesempatan untuk
berkewarganegaraan Indonesia sebelu a berusia 18 tahun atau belum kawin. Lain halnya
dengan pengaturan dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru, negara telah
memberikan keistimewaan kepada anak dari perkawinan campuran yang belum berusia 18
tahun atau belum kawin, untuk memiliki status kewarganegaraan ganda.

UU Kewarganegaraan 2006 memberikan kesempatan kepada anak dari perkawinan


campuran sebelum berusia 18 tahun atau belum kawin memiliki status kewarganegaraan ganda.
Kesempatan yang diberikan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memberi kesempatan
kepada seorang anak yang dimaksud untuk menjalani kehidupannya bedasarkan
kewarganegaraan kedua orang tuanya yang berbeda sebagaimana Pasal 41 U
Kewarganegaraan 2006.

13
DAFTAR PUSTAKA

Etika kewarganegaraan Apeles Lexi Lonto, Theodorus Pangalila Ombak, 2016.

Harsono, 1992, Hukum Tata Negara: Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan,


Yogyakarta: Liberty.

Sarbaini, 2016. Implementasi Nilai-Nilai Utama Mata Pelajaran dalam Pembelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri Kota Banjarmasin. Banjarmasin:
Kerjasama Pusat Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Kemendikbud dan
FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Komparatif Konstitusi Dengan UUD 1945) I


Gusti Ngurah Santika Penerbit Lakeisha, 2021

Pengembangan komponen kompetensi kewarganegaraan Dikdik Baehaqi Arif Jurnal


Civics: Media Kajian Kewarganegaraan 13 (1), 2016

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/5823/9927

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/be5d43e46dff3633f6125d06
70f4c415.pdf

https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/download/1434/327

14

Anda mungkin juga menyukai