Anda di halaman 1dari 2

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : M. Husni Lante

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043118245

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4207/Hukum Dagang dan Kepailitan

Kode/Nama UPBJJ : 80 / Makassar

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA
1. Kasus kecelakaan Lion Air JT-610 tahun 2018
a. Menurut Pasal 1 angka 22 UU Penerbangan Tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban
perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau
pengirim barang serta pihak ketiga. Penggantian kerugian yang diberikan pengangkut berupa
santunan yang diberikan kepada pihak yang mengalami kerugian ataupun ahli waris yang
bersangkutan. Kecelakaan yang terjadi pada Lion Air dapat berkenaan dengan beberapa prinsip
tanggung jawab penerbangn. Pertama adalah prinsip tanggung jawab hukum atas dasar
kesalahan (based on fault liability). Hal ini dikarenakan telah terbukti Lion air melanggar
aturan penerbangan dengan mengizinkan armada lion terbang dalam keadaan AOA yang tidak
berfungsi. Prinsip adalah adalah prinsip tanggung jawab mutlak, dalam hukum pengangkutan
udara internasional pertama kali diterapkan dalam Protokol Guatemala City 1971. Pasal 17
ayat (1) Konvensi Warsawa – Hague – Guatemela yang menyebutkan “Pengangkut (maskapai
penerbangan) bertanggung jawab atas kerugian yang diderita dalam kasus kematian atau
cedera pribadi penumpang di setiap operasi penerbangan. Namun pengangkut (maskapai
penerbangan) tidak bertanggung jawab jika kematian atau cedera diakibatkan semata-mata dari
kondisi kesehatan penumpang.”
b. pengangkut tidak dapat menolak bertanggung jawab atas kerugian. Sebagaimana Protokol
Guatemela City telah menghapuskan ketentuan pembebasan tanggung jawab pengangkut yang
diatur di dalam Pasal 20 ayat (1) Konvensi Warsawa di mana pengangkut hanya dapat
membebaskan tanggungjawabnya jika ia dapat membuktikan bahwa kematian atau luka-
lukanya penumpang semata-mata disebabkan oleh keadaan penumpang sendiri atau kerugian
itu turut disebabkan kesalahan penumpang sendiri (contributy negligence). Dengan
diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum pengangkutan udara domestik
memberikan konsekuensi bahwa pengangkut atau maskapai penerbangan wajib memberikan
santunan kepada korban tanpa mempermasalahkan apakah pengangkut atau maskapai
penerbangan melakukan kesalahan (kelalaian atau tidak).
c. Ya, tentu saja para korban dapat memperoleh ganti rugi dari pihak maskapai. Karena secara
hukum, apabila terjadi kecelakaan pesawat udara yang mengakibatkan kerugian penumpang
yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara
di dalam pesawat udara dan/atau naik turun pesawat udara maka pihak yang berhak meminta
ganti rugi adalah penumpang. Sedangkan pihak yang memikul tanggung jawab hukum untuk
mengganti kerugian adalah maskapai penerbangan.

Anda mungkin juga menyukai