Anda di halaman 1dari 2

BERKATA YANG BAIK DALAM ISLAM

Kenapa lidah perlu dijaga oleh gigi yang begitu rapi, rapat, dan kokoh, bahkan dikunci dengan dua
bibir? Secara filosofis karena lidah lebih tajam dari mata pedang yang dapat menembus ulu hati yang
menyakiti seseorang. Pedang menyayat tubuh masih mudah diharapkan sembuh, tapi jika lidah
menyayat hati ke mana obat hendak dicari?

Dalam falsafah Batak ada nasihat dalam bertutur kata, yakni Jolo ni dilat bibir asa nidok hata (jilat
dulu bibir[mu] sebelum berbicara). Artinya, berpikirlah dulu lalu bicara; apa isi perkataan, apa
dampaknya, apakah akan mendatangkan kebaikan atau keburukan. Karena dalam falsafah Batak yang
lain juga mengingatkan: “Hata do uli, hata do jea” yang memiliki arti “perkataan adalah kebajikan dan
perkataan adalah malapetaka”.

Alfred Korzybski, seorang peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa,
baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan tutur kata yang tidak benar. Maka dari itu,
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah mengucapkan suatu doa yang sangat penting. Doa itu diabadikan
dalam QS As-Syuara’ ayat 84. Doa tersebut merupakan harapan dan keinginan Nabi Ibrahim agar
orang-orang yang hidup setelahnya tetap menghormatinya dengan ungkapan-ungkapan yang baik.

َ‫ق فِى ااْل ٰ ِخ ِر ْين‬ ِ َ‫َواجْ َعلْ لِّ ْي لِسَان‬


ٍ ‫ص ْد‬

“Dan jadikanlah aku buah tutur kata yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.”

Sayyidina Ali dalam maqalahnya menyebutkan:


‫ يرًا‬Yَ‫انَ خ‬YY‫إن َك‬Y ْ Yَ‫ ف‬.‫ ِه‬Y‫ َدب ََّرهُ فِي نَ ْف ِس‬Y‫ؤ ِمنَ إ َذا َأ َرا َد َأ ْن يَتَ َكلَّ َم بِكَاَل ٍم ت‬YY‫ َأِل َّن ْال ُم‬.‫ق ِم ْن َو َرا ِء لِ َسانِه‬ِ ِ‫ب ْال ُمنَاف‬
َ ‫إن قَ ْل‬
َّ ‫ َو‬.‫إن لِسَانَ ْال ُمؤ ِم ِن ِم ْن َو َراء قَ ْلبِ ِه‬
َّ
‫َأ‬
‫ق يَتَكَل ُم بِ َما تَى َعلَى لِ َسانِ ِه اَل يَ ْد ِري َما َذا لَهُ َو َما َذا َعلَ ْي ِه‬ َّ ْ َّ ‫ َو‬.ُ‫اراه‬
َ ِ‫إن ال ُمنَاف‬ َ ‫إن َكانَ َش ًّرا َو‬ ْ ‫ َو‬.ُ‫بدَاه‬ ‫َأ‬

“Sesungguhnya perkataan orang mukmin berasal dari hatinya. Sedangkan hati orang munafik berasal
dari lisannya. Karena orang mukmin ketika ingin berbicara, ia renungkan terlebih dahulu, jika baik,
maka ia akan melanjutkan perkataannya. Jika berdampak buruk, maka ia akan meninggalkannya.
Sedangkan orang munafik berbicara dengan lisannya saja. Ia tidak tahu dampak baik dan buruknya.”

Maqalah tersebut mengisyaratkan bahwa tutur kata merupakan cermin hati seseorang. Dalam
peribahasa Indonesia, orang beriman menyadari bahwa “mulutmu adalah harimaumu” yang
mengandung konsekuensi bahwa keselamatan seseorang tergantung tutur katanya. Bahkan lebih dari
itu mencerminkan peribahasa “murah di mulut mahal di timbangan” yang berarti mudah mengatakan
tapi sukar melaksanakannya. Sebaliknya, orang munafik digambarkan dalam peribahasa “lain di
mulut lain di hati” yang dalam falsafah babad tanah Jawa dikenal dengan Esuk dhele sore tempe,
yakni pribadi yang tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan, cenderung berubah-ubah dan mudah
terbawa oleh keadaan.
Berkaitan dengan bahaya lidah yang bisa berfungsi ganda, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
‫َولِ َسانا ً َو َشفَتَ ْي ِن َوهَ َد ْينَاهُ النَّجْ َدي ِْن‬

“Lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (QS Al-Balad: 9-10).

Lidah adalah raja atas semua anggota tubuh. Semua tunduk dan patuh kepadanya. Jika ia lurus,
niscaya semua anggota tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok, maka bengkoklah semua anggota tubuh.
Sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk bertutur kata baik kepada siapa pun, bahkan hal
tersebut merupakan salah satu indikator keberimanan seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi:
ْ ‫ َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهلل َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا َأوْ لِيَصْ ُم‬.
‫ت‬

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah dia berkata baik atau
diam” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebuah pepatah Arab menyatakan:
‫ َساَل َمةُ ْاِإل ْن َسا ِن فِي ِح ْف ِظ اللِّ َسا ِن‬ 

“Keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannnya.”

Dari Sahal bin Sa’ad radliyallahu ‘anh, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َ‫َم ْن يَضْ َمنُ لِ ْي َما بَ ْينَ لَحْ يَ ْي ِه َو َما بَ ْينَ ِرجْ لَ ْي ِه َأضْ َمنُ لَهُ ْال َجنَّة‬

“Barang siapa yang memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di
antara dua tulang rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya, niscaya
aku akan memberikan jaminan surga kepadanya” (HR al-Bukhari).

Anda mungkin juga menyukai