Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PEMERIKSAAN IVA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, kanker leher rahim merupakan keganasan yang paling banyak
ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama pada perempuan dalam tiga dasa warsa
terakhir. Diperkirakan insidens penyakit ini adalah sekitar 100 per 100.000 penduduk. Data
patologi dari 12 pusat patologi di Indonesia (1997) menunjukkan bahwa kanker leher rahim
menduduki 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, 39,5% penderita kanker pada tahun 1998 adalah kanker serviks.
Seiring dengan meningkatnya populasi, maka insidens kanker leher rahim juga
meningkat sehingga meningkatkan beban kesehatan negara. Padahal penyakit ini dapat
dicegah dengan deteksi dini lesi prankanker yang apabila segera diobati tidak akan berlanjut
menjadi kanker leher rahim.
Dalam beberapa dekade, angka penderita kanker leher rahim di negara-negara maju
mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika Serikat, dalam 50 tahun terakhir insidens
kanker leher rahim turun sekitar 70%.7 Hal tersebut dimungkinkan karena adanya program
deteksi dini dan tatalaksana yang baik.2 Sebaliknya, di negara-negara berkembang, angka
penderita penyakit ini tidak mengalami penurunan, bahkan justru meningkat akibat populasi
yang meningkat.
Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita. Diantara alasan
tersebut adalah belum adanya sistem pelayanan yang terorganisasi baik mulai dari deteksi
dini sampai penanganan kanker leher rahim stadium lanjut. Selain itu terbatasnya sarana dan
prasana—termasuk tenaga ahli yang kompeten menangani penyakit ini secara merata1,
menjadi tantangan tersendiri.
WHO menggariskan 4 komponen penting dalam program penanganan kanker leher
rahim nasional yaitu pencegahan primer, deteksi dini melalui peningkatan kewaspadaan dan
program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk
kasus lanjut.
Deteksi dini kanker leher rahim meliputi program skiring yang terorganisasi dengan
target pada kelompok usia yang tepat dan sistim rujukan yang efektif di semua tingkat
pelayanan kesehatan. Beberapa metode skrining yang dapat digunakan adalah pemeriksaan
sitologi berupa Pap tes konvensional atau sering dikenal dengan Tes Pap dan pemeriksaan
sitologi cairan (liquid-base cytology /LBC), pemeriksaan DNA HPV, dan pemeriksaan visual
berupa inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) serta inspeksi visual dengan lugol iodin
(VILI). Metode yang disebut terakhir tidak memerlukan fasilitas laboratorium, sehingga
dapat dijadikan pilihan untuk masyarakat yang jauh dari fasilitas laboratorium dan dapat
dilakukan secara masal. Sedangkan untuk masyarakat kota dan daerah-daerah dengan akses
pelayanan kesehatan yang memadai, metode skrining dengan pemeriksaan sitologi akan lebih
tepat.
Saat ini banyak penelitian tentang skrining dengan metode IVA dilakukan di berbagai
negara berkembang. Skrining dengan metode IVA dilakukan dengan cara yang sangat
sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Sederhana, yaitu dengan hanya mengoleskan
asam asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim lalu mengamati perubahannya, dimana lesi
prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak putih pada leher rahim. Murah, karena biaya
yang diperlukan hanya sekitar Rp. 3000,- sampai Rp.5000,-/pasien. Nyaman, karena
prosedurnya tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan. Praktis, artinya
dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus, cukup tempat tidur sederhana
yang representatif, spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan dan
perawat yang terlatih. Beberapa karakteristik metode ini sesuai dengan kondisi Indonesia
yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbatasan sarana serta prasarana kesehatan.
Karenanya pengkajian penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di
daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan
dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan IVA tes?
2. Apa fungsi dilakukannya IVA tes?
3. Apa manfaat dilakukannya IVA tes?
4. Apa indikasit pelaksanaan IVA tes?
5. Apa kontraindikasi pelaksanaan IVA tes?
6. Bagaimana cara melakukan IVA tes?
7. Bagaimana teknik atu prosedur pemeriksaan IVA tes?
8. Apa efek samping dari pelaksanaan IVA tes?
9. Bagaimana Interpretasi pemeriksaan IVA tes?
10. Apa kelebihan pemeriksaan IVA tes?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemeriksaan dengan menggunakan IVA tes.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan IVA tes
b. Mengetahui fungsi dilakukannya IVA tes
c. Mengetahui manfaat pelaksanaan IVA tes
d. Mengetahui indikasi pelaksanaan IVA tes
e. Mengetahui kontraindikasi pelaksanaan IVA tes
f. Mengetahui cara melakukan IVA tes
g. Mengetahui teknik atu prosedur pemeriksaan IVA
h. Mengetahui efek samping pelaksanaan IVA tes
i. Mengetahui Interpretasi pemeriksaan IVA tes
j. Mengetahui kelebihan pemeriksaan IVA tes

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemeriksaan IVA


Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yaitu suatu metode pemeriksaan dengan mengoles
serviks atau leher rahim menggunakan lidi wotten yang telah dicelupkan kedalam asam asetat
atau asam cuka 3-5% dengan mata telanjang. Daerah yang tidak normal akan berubah warna
menjadi putih (acetowhite) dengan batas yang tegas, dan mengindikasi bahwa serviks
mungkin memiliki lesi prakanker. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap
tidak ada infeksi pada serviks (Kumalasari&Andhyantoro, 2010).
Inspeksi Asam Asetat (IVA) merupakan sebuh metode untuk mengidentifikasi lesi
prakanker, yaitu dengan mengusapkan pada leher lahim asam asetat 3-5% dengan aplikator
kapas lesi prakanker, lalu hasilnya dapat diamati dengan mata telanjang selama 20-30 detik
(Laila, 2009).
Pemeriksaan visualexocervix, SCJ (Squamocolumnar Junction), dan kanal endoservix
dengan mata telanjang (tanpa bembesaran) dengan asam asetat. Hanya digunakan sebagai tes
penapisan. Laporan hasil : Tes-positif, Tes-negatif, Dicurigai kanker (FK.UI.,dll, 2001).
2.2 Fungsi Pemeriksaan IVA
Fungsi pemeriksaan IVA yaitu untuk mendeteksi dini atau skrining mulut rahim
(Rasjidi, 2009).
2.3 Manfaat Pemeriksaan IVA
Manfaat dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang baik, penilaian
ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini sebanding dengan Pap
smear dan HPV atau kolposkopi. (FK.UI.,dll., 2007).
2.4 Indikasi Pemeriksaan IVA
Indikasi pemeriksaan IVA yaitu wanita usia subur yang sudah menikah (Emilia, dkk,
2009).
2.5 Kontraindikasi Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena
daerah zona transisional sering kali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspikulo (Rasjidi, 2009).
2.6 Langkah-langkah Pemeriksaan IVA
2.6.1 Persiapan Pemeriksaan IVA
Menurut Rasjidi (2009), persiapan pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut :
Persiapan alat dan bahan :
1) Sabun dan air untuk cuci tangan
2) Lampu yang terang untuk melihat serviks
3) Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
4) Sarung tangan sekali pakai untuk desinfeksi tingkat tinggi
5) Meja ginekologi
6) Lidi kapas
7) Asam asetat 3-5 % atau anggur putih (white vinegar)
8) Larutan iodium lugol
9) Larutan klorin 0,5% untuk dikontaminasi
10) Instrumen dan sarung tangan
11) Format pencatatan
2.6.2 Cara Membuat Asam Asetat
1) Cuka dapur (mengandung asam asetat 20%)
2) Asam asetat untuk IVA (3-5%)
3) Untuk membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil 1 bagian cuka = 4 bagian air
4) Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil 2 bgian cuka dapur + 11 bagian
air (Rasjidi, 2009)
2.6.3 Cara Pemeriksaan
1) Pemeriksaan IVA dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada permukaan
mulut rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut
acetowhite epithelium.
2) Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif.
Maka jika hal itu terjadi dapat dilakukan biopsy.
3) Hasil pemeriksaan bisa langsung diketahui, tidak perlu menunggu dari laboratorium.
4) Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di Puskesmas atau
tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih ekonomis (Sukaca, 2009).
2.6.4 Teknik atau posedur pemeriksaan IVA
Menurut Rasjidi (2009), teknik pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut :
1) Memasang alat pelebar (speculum) yang sebelumnya dibasuh dengan air hangat dan
dimasukkan kedalam vagina untuk melihat leher rahim.
2) Menyesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks
3) Membersihkan darah, mukus, dan kotoran lain pada serviks menggunakan lidi kapas
4) Mengidentifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area
disekitarnya
5) Mengoleskan larutan asam cuka atau lugol, kemudian menunggu 1-2 menit untuk terjadinya
perubahan pada serviks
6) Melihat dengan cermat dan meyakinkan daerah skuamo-kolumnar (zona transformasi),
mencatat bila serviks mudah berdarah, melihat adanya plaque warna putih dan tebal atau
epitel acetowhite bila menggunakan asam asetat atau warna kekuningan bila menggunakan
larutan lugol. Membersihkan segala darah dan debris pada saat pemeriksaan
7) Membersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi kapas atau kasa bersih
8) Melepas spekulum dengan hati-hati
9) Mencatat hasil pengamatan, dan menggambar denah temuan
2.7 Kelebihan metode IVA
Alat-alat yang baik harus mempunyai syarat-syarat kualitas seperti efekif, aman,
praktis, mampu dan tersedia. Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan metode skrining
dengan kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
1) Pemeriksaat bersifat tidak invasif, mudah pelaksanaannya serta murah
2) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dikerjakan oleh
tenaga medis pada semua tingkat pelayanan kesehatan seperti perawat dan bidan
3) Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana
4) Hasil didapat dengan segera, tidak perlu menunggu hasil dari labolatorium sebagaimana
pada pemeriksaan sitologi, sehingga perawatan dapat diberikan segera bahkan bersamaan
dengan pemeriksaan ini resiko hilangnya kasus dalam tingkat lanjut kecil
5) Memiliki sensivitas tinggi
Namun disamping kelebihan-kelebihan diatas pemeriksaan IVA memiliki beberapa
kelemahan atau keterbatasan diantarnya nilai positif palsu yang tinggi disamping itu
pemeriksaan IVA tidak bisa mengamati kelainn pada endoserviks yang pada 3 dekade
terakhir ini terjadi peningkatan proporsi relatif dari lesi glandular serviks.
2.8 Komplikasi atau Efek Samping
Pemeriksaan IVA tidak ada efek samping.
2.9 Interpretasi pemeriksaan IVA
Kategori yang dipergunakan untuk interpretasi hasil pemeriksaan IVA yaitu :
1) IVA negatif : serviks normal, permukaan epitel licin, kemerahan tak ada
reaksi warna putih
2) IVA radang : serviks dengn peradangan (servitis), kelainan jinak lainnya
(polip)
3) IVA positif : dengan ditemukannya bercak putih (acetowhite), semakin
putih, tebal dan ukuran yang besar dengan tepi yang
tumpul, maka makin berat kelainan. Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan
metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis
prakanker serviks (displasia ringan, sedang atau karsinoma
in situ)
4) IVA – Kanker Serviks : gambaran berupa pertumbuhan seperti kembang
kol nekrotik, rapuh dan mudah berdarah, dengan gambaran putih yang keras. Pada tahap ini
untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks masih akan bermanfaat untuk upaya
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB IIA)
Bila hasil pemeriksaan IVA dinyatakan positif, pada pusat pelayanan primer dilakukan
rujukan untuk dilakukan kolposkopi biopsi, sedang pada pusat pelayanan yang sudah
mempunyai fasilitas kolposkopi dapat langsung dilakukan biopsi untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi.
2.10Program Skrining oleh WHO
1) Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun
2) Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
3) Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4) Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setip 3 tahun pada wanita usia 25-60
5) Srining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau seumur hidup memiliki dampak yang
cukup signifikan
Di indonesia, dianjurkan untuk melkukan IVA bila: hasil positif (+) adalah tahun dan
bila hasil negativ (-) adalah 5 tahun.
2.11Efektifitas pemeriksaan IVA
Tabel 2.1 Perbandingan skrining tes PAP dan IVA
Uraian/metode skrining Tes PAP Tes IVA
Petugas kesehatan Sample taker Bidan
(Bidan/perawat/dokter Perawat
umum/dr. spesialis) Dokter umum
dr. Spesialis
Sensivitas 70%-80% 65%-96%
Spesifitas 90%-95% 54%-98%
Hasil 1 hari- 1 bulan Langsung
Sarana Spekulum, lampu sorot, Spekulum, lampu sorot,
kaca benda, laboratorium asam asetat
Dokumentasi Ada (dapat dinilai ulang) Tidak ada

2.12Kelebihan metode IVA


Alat-alat yang baik harus mempunyai syarat-syarat kualitas seperti efekif, aman,
praktis, mampu dan tersedia. Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan metode skrining
dengan kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
6) Pemeriksaat bersifat tidak invasif, mudah pelaksanaannya serta murah
7) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dikerjakan oleh
tenaga medis pada semua tingkat pelayanan kesehatan seperti perawat dan bidan
8) Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana
9) Hasil didapat dengan segera, tidak perlu menunggu hasil dari labolatorium sebagaimana
pada pemeriksaan sitologi, sehingga perawatan dapat diberikan segera bahkan bersamaan
dengan pemeriksaan ini resiko hilangnya kasus dalam tingkat lanjut kecil
10) Memiliki sensivitas tinggi
Namun disamping kelebihan-kelebihan diatas pemeriksaan IVA memiliki beberapa
kelemahan atau keterbatasan diantarnya nilai positif palsu yang tinggi disamping itu
pemeriksaan IVA tidak bisa mengamati kelainn pada endoserviks yang pada 3 dekade
terakhir ini terjadi peningkatan proporsi relatif dari lesi glandular serviks.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yaitu suatu metode pemeriksaan dengan mengoles
serviks atau leher rahim menggunakan lidi wotten yang telah dicelupkan kedalam asam asetat
atau asam cuka 3-5% dengan mata telanjang dan berfungsi untuk mendeteksi dini atau
skrining mulut rahim atau sering dikenal dengan kanker cervik.
Interpretasi hasil pemeriksaan IVA dikategorikan menjadi 4 yaitu : IVA negatif, IVA
radang, IVA positif, dan IVA – Kanker Serviks.

3.2 Saran
Diharapkan penyusunan makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan
bagi pembaca, terutama kaum wanita dalam mencegah kejadian kanker servik. Dalam
penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dasen, W, Ed. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Emilia, dkk, Ed. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta : MedPress
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rasjidi, I. 2009. Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta:
Sagung seto
Wiyono, S. 2004. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Untuk Deteksi Dini Lesi
Prakanker Serviks, Semarang, FK UNDIP. Tesis

Anda mungkin juga menyukai