Abdul Rahman
Jurusan Dakwah Program Studi BPI STAIN Sorong
Email: abdull.rahmann0620@gmail.com
ABSTRAK
Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk bisa mengkaji Al-Qur’an dan sunnah, sebagai dua
sumber utama ajaran Islam yang harus kita pegang teguh. Tentunya, kita tidak mungkin
memahami kedua sumber itu kecuali setelah mengetahui kaidah-kaidah Bahasa Arab, khususnya
ilmu Nahwu dan imu Sharaf. Karena keduanya merupakan kunci dalam mempelajari Al-Qur’an
dan sunnah. Ketika hendak mempelajari ilmu Nahwu dan Sharaf, kebanyakan kalangan umat
islam masih mempunyai pandangan bahwa belajar ilmu Nahwu itu sulit, sehingga banyak juga
kalangan umat Islam yang merasa malas untuk mempelajari kaidah Bahasa Arab yang disebut
dengan ilmu Nahwu dan Sharaf. Menurut kaidah hukum Islam, mengerti akan ilmu Nahwu bagi
mereka yang akan memahami Al-Qur’an hukumnya Fardhu’ain. Dalam bahasa arab terdapat
kata kerja atau kata perintah, sementara itu dalam ilmu Nahwu kata kerja ini disebut Fi’il.
Menurut waktunya, fi’il dibagi menjadi 3 yaitu Fi’il Madhi, Fi’il Mudhari’ dan Fi’il Amr. Kata
perintah dalam Bahasa Arab (Fi’il Amr) menunjukan seruan untuk melakukan sesuatu yang di
dalam kaidah penyusunannya di tinjau dari Fi’il Mudhari’nya.
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Arab itu terdapat pula Kalimat Fi’il yaitu kata yang menunjukkan arti
pekerjaan atau peristiwa yang terjadi pada suatu masa atau waktu tertentu (lampau, sekarang dan
yang akan datang).
Kalimah Fi’il adalah kata yang menunjukkan arti pekerjaan atau peristiwa yang
ditimbulkan dari lafadz itu sendiri dan bersamaan dengan waktu pada asal wadlo’nya. Jika
pekerjaan tersebut dilakukan pada waktu yang sudah lewat, maka disebut Fi’il Madhi. Dan jika
pekerjaan tersebut sedang dikerjakan atau akan dikerjakan maka disebut Fi’il Mudhari’. Adapun
yang menunjukkan arti perintah yang dilakukan pada waktu yang akan datang maka disebut
Fi’il Amr.
Fi'il Amar atau Kata Kerja Perintah adalah fi'il yang berisi pekerjaan yang dikehendaki
oleh Mutakallim (pembicara) sebagai orang yang memerintah agar dilakukan oleh Mukhathab
(lawan bicara) sebagai orang yang diperintah. Perlu diingat bahwa yang menjadi Fa'il (Pelaku)
dari Fi'il Amar (Kata Kerja Perintah) adalah Dhamir Mukhathab (lawan bicara) atau "orang
kedua" sebagai orang yang diperintah untuk melakukan pekerjaan tersebut. 1 Dhamir Mukhathab
1 Nawang Wulandari, ,Belajar Bahasa Arab Asyik dan Menyenangkan, Lampung: CV. Laduny Aliftama, 2015,
hlm.6.
terdiri dari: أَ ْنت ُ َّن- أَ ْنت ُ ْم- أَ ْنت ُ َما- ت
ِ ( أَ ْنتَ –أَ ْنKamu 1 laki-laki/perempuan, kamu berdua laki-
laki/perempuan, kamu sekalian laki-laki/perempuan).2
1. Tsulatsy Mujarrod
Cara membuat ْ فِ ِعلْ األ َ َمرbagi fi’il yang asli tiga huruf ialah berpedoman kepada fi’il
mudhori’nya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ya’ mudhori’ dibuang. Bila setelah dibuang ya’nya, huruf pertamanya sukun, maka
harus ditambah hamzah washol didepannya. Bila huruf kedua sebelum akhir
dhommah, maka harokatnya dhommah.bila huruf kedua sebelum akhirnya fathah atau
kasroh maka harokatnya: kasroh (hamzah washol itu, bila ditegah kalimat, maka tidak
terbaca).
Contoh:
ُ = فَ ْكتُبْ – أ ُ ْكتُبْ – يَ ْكتُبTulislah
b. Bila setelah dibuang ya’ mudhori’nya, huruf permulaanya terdiri dari huruf hidup
(dhommah atau fathah atau kasroh) maka langsung itulah yang menjadi fi’il amrnya
tanpa ada tambahan.
Contoh :
= يَقُ ْو ُل – قُ ُلKatakanlah
c. Apabila setelah dibuang ya’ mudhori’nya itu huruf permulaanya terdiri dari hamzah
sukun maka boleh mengikuti cara pertama, atau mengikuti cara kedua dengan
membuang hamzah sukun itu.
Contoh :
ْ = يَأكُ ُل – اُأْكُلْ – اَ ْوكُلMakanlah
Bagi fi’il tsulatsy mazid dan ruba’i, cara membuat fi’il amrnya sama, yaitu dengan
memperhatikan fi’ il madhi’ dan fi’il mudhori’nya. Jumlah huruf dan harokat fi’il amar, sama
dengan fi’il madhi’nya. Hanya saja huruf kedua sebelum akhir mengikuti fi’il mudhori’nya.
Contoh masing-masing wazan:
1. Ciri (tanda) fi’il Amar dapat dilihat pada huruf terakhir. Sukun (disukun) bagi huruf
shahih selain fi’il Mudha’af .3
Contoh:
َْب – َي ْكتُبُ – اُ ْكتُب َ َكت
ْقَ َرأَ – يَقْ َرأُ – اِقْ َرأ
س ْ َِس – اِ ْجل ُ س – يَ ْجل َ ََجل
2. Membuang huruf akhirnya, bagi huruf ‘illat (alif, wawu , dan ya’)
Contoh:
ُعا – يَ ْدع ُْو – اُ ْدع َ َد
َرأَى – يَ َرى – َر
ف ََّر – َيف ُِّر – ف ُِّر
3. Difathah huruf akhirnya bagi yang Mudha’af, yaitu fi’il yang kelihatannya tasydid.
Contoh:
ُّظنَّ – يَظُنُّ – ظُن َ
س َّ َم – س م
َّ َ َ ي – س
َّ َم
ف ََّر – يَف ُِّر – ف ُِّر
4. Fi’il Amar itu bisa menerima nun Taukhid disamping menunjukan perintah itu.
Contoh:
َ فى ْال َم
Bersungguh-sungguhlah engkau belajar! طالَعَ ِة ِ َّاِجْ تَ ِهدَن
Sungguh, diamlah kamu semua! َّا ُ ْسكُت ُن
PENUTUP
Fi’il amar adalah fi’il yang berisi pekerjaan yang dikehendaki oleh Mutakallim
(pembicara) sebagai orang yang memerintah agar dilakukan oleh Mukhathab (lawan bicara)
sebagai orang yang diperintah.
3 Moch, Anwar, Ilmu Nahwu. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1992), Hlm: 98
4 Ibid, hlm 99-100
DAFTAR PUSTAKA