Anda di halaman 1dari 8

The 13th University Research Colloqium 2021

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Faktor Yang Berkontribusi Pada Kejadian Pneumonia


Nosokomial
Diyah Candra Anita1*, Kardi2
1
Prodi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Aisyiyah Yogyakarta
2
Perawat RSUP dr. Sardjito
*Email: diyah.candra@unisayogya.ac.id

Abstrak
Keywords: Pneumonia nosocomial atau hospital acquired pneumonia (HAP)
Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang disebabkan pathogen di
nosocomial; rumah sakit. Terdapat banyak factor yang berhubungan dengan
Hospital-acquired kejadian pneumonia nosokomial. Tujuan penelitian ini adalah untuk
pneumonia (HAP);
menganalisis factor yang berkontribusi terhadap kejadian pneumonia
Factor risiko;
Lama perawatan. noskomial. Metode penelitian adalah kuantitatif analisis dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di sebuah ruang
rawat inap RSUP di Yogyakarta selama 1 bulan dengan 40
partisipan. Instrumen pengambilan data menggunakan lembar
checklist, rekam medik, dan wawancara kepada dokter penanggung
jawab pasien. Analisis data menggunakan regresi logistic. Diperoleh
hasil bahwa seluruh factor secara bersama-sama berkontribusi pada
kejadian infeksi nosocomial sebesar 49.90%. Faktor lama rawat inap
dan terapi pemberian antibiotic berhubungan bermakna dengan
kejadian pneumonia nosocomial (p<0.05). Diharapkan pada
penelitian selanjutnya bisa menganalisis lebih mendalam pada
biokimiawi darah dan pelaksanaan perioperative pada pasien yang
menderita pneumonia nosokomial.

1. PENDAHULUAN prevalensi infeksi nosocomial di dunia


Pneumonia nosocomial atau hospital adalah 6.1-15%, sedangkan di Asia sekitar
acquired pneumonia (HAP) merupakan 14-21% [3].
infeksi pada parenkim paru yang Penyakit ini akan memperpanjang
disebabkan pathogen di rumah sakit. lama perawatan lebih dari satu pekan.
Pneumonia nosocomial berkembang Kondisi tersebut tentu saja berimpact
dengan masa inkubasi minimal 2 hari [1]. kepada peningkatan pembiayaan
Pneumonia nosocomial merupakan perawatan pasien [4].
infeksi yang paling sering diperoleh akibat Profil Kesehatan Indonesia
perawatan hospitalisasi. Prevalensi menunjukkan data bahwa pneumonia
pneumonia nosocomial di dunia nosocomial merupakan penyebab kematian
menunjukkan angka kejadian 1-21 per keenam di RS. Angka mortalitas pasien
1000 rawat inap di RS [2]. Dalam studi dengan pneumonia nosocomial dapat
yang lain mengemukakan bahwa mencapai 33-50% per tahun [4].

864
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Terdapat beberapa factor risiko yang penanggung jawab pasien, untuk


mempengaruhi terjadinya pneumonia melengkapi data yang dibutuhkan.
nosocomial, yaitu: karakteristik demografi, Populasi pada penelitian ini adalah
komorbiditas, prosedur, tindakan invasive, seluruh pasien pneumonia yang dirawat di
dan penggunaan obat seperti sedative, salah satu bangsal RSUP di Yogyakarta.
antasida, steroid, dan antimikroba [5]. Adapun sampelnya adalah pasien yang
Studi yang lain [6] mengemukakan bahwa terdiagnosis pneumonia yang dirawat di
factor yang meningkatkan kematian pada bangsal tersebut. Pengumpulan sampel
pneumonia nosocomial adalah usia, dilakukan dengan teknik accidental
pengobatan mikrobacteria gram negative, sampling selama bulan Desember 2014-
dan biokimiawi darah yang mendukung Januari 2015. Diperoleh jumlah sampel
(seperti: kadar limfosit, kadar ureum, kadar adalah 40 partisipan.
bakteremia). Analisa statistik menggunakan uji
Saat ini belum ada studi yang meneliti korelasi bivariat yaitu chi square, dan uji
mengenai factor risko infeksi noskomial multivariat regresi logistic. Penelitian ini
yang meliputi perawatan luka di rumah juga telah mendapat surat izin etik dari
serta aktivitas pasien dalam melakukan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
dialysis rutin. Oleh karenanya penelitian Mada dengan nomor: KE/FK/63/EC.
ini dilakukan untuk melengkapi uraian
factor risiko terjadinya pneumonia 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
nosocomial berdasarkan beberapa studi Penelitian ini dilakukan dalam rentang
penelitian yang telah dilakukan waktu 1 bulan, dengan melibatkan 40
sebelumnya. orang partisipan. Diperoleh hasil bahwa
Tujuan dalam penelitian ini adalah dari 40 partisipan tersebut, 33 partisipan
untuk menganalisis factor risiko terjadinya mengalami pneumonia nosocomial, dan 7
pneumonia nosocomial, yang meliputi: partisipan mengalami pneumonia
jenis kelamin, umur, lama rawat inap, post komunitas.
operasi, mendapat antibiotik, terdapat
penyakit kronis, perawatan luka di rumah, 3.1. Hasil Penelitian
Tabel 1. Faktor risiko pneumonia nosokomial
terpasang selang nasogastrik, melakukan
dialisis rutin, kegagalan multi organ,
gangguan imunosupresif, dan gangguan
cerebrovaskuler.
Melalui penelitian ini, diharapkan
pihak rumah sakit bisa lebih berupaya
untuk menurunkan factor risiko terjadinya
pneumonia nosocomial, sehingga biaya
perawatan dan angka mortalitas pasien bisa
diturunkan.

2. METODE
Penelitian ini merupakan kuantitatif
analitik yang dilakukan melalui
pendekatan cross sectional. Tempat
penelitian di ruang rawat inap sebuah
RSUP di Yogyakarta.
Instrumen dalam penelitian ini adalah
menggunakan lembar check list
berdasarkan data yang diperoleh dari
rekam medis. Apabila data di rekam medis
kurang lengkap, maka peneliti juga
melakukan wawancara kepada dokter

865
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Tabel 2. Uji korelasi factor risiko dengan kejadian atau pasien yang mendapat terapi antibiotic
pneumonia berpeluang 27.77 kali menderita pneumonia
nosocomial.

3.2. Pembahasan
Pneumonia nosokomial dapat diartikan
infeksi pada parenkim paru yang berasal atau
terjadi di rumah sakit. Pneumonia yang timbul
dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di
rumah sakit sampai dengan 30 hari lepas
Berdasarkan data pada tabel 2 diperoleh rawat dianggap sebagai pneumonia
hasil bahwa hanya ada dua factor risko yang nosocomial [7].
langsung berhubungan dengan kejadian Peradangan pada paru dikatakan sebagai
pneumonia nosocomial, yaitu lama rawat dan pneumonia nosokomial bila memenuhi
terapi antibiotic (p<0.05). beberapa kriteria [8]:
(1) Pada waktu pasien mulai dirawat di
Tabel 3. Uji regresi logistic summary model rumah sakit tidak didapatkan tanda klinis
infeksi tersebut.
(2) Pada waktu pasien mulai dirawat di
rumah sakit tidak sedang dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
Berdasarkan data pada tabel 3 (3) Tanda klinis infeksi tersebut baru timbul
menunjukkan bahwa keseluruhan factor risiko sekurangkurangnya 48 jam sejak mulai
berkontribusi mempengaruhi terjadinya perawatan.
pneumonia nosocomial secara bersama-sama (4) Infeksi tersebut bukan merupakan sisa
sebesar 49.90%. Adapun sisanya yaitu infeksi sebelumnya.
50.10% dipengaruhi oleh factor lain yang
belum diteliti.
3.2.1 Faktor yang berkontribusi langsung
Tabel 4. Hasil analisis regresi logistic per variable Faktor lama perawatan/length of stay
(LOS)
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
bahwa factor risiko lama rawat berhubungan
langsung dengan kejadian pneumonia
nosocomial (p=0.049, tabel 2), dan
berkontribusi 2.880 kali (tabel 4). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya [9,10] yang mengemukakan
Berdasarkan data pada tabel 4 bahwa lama rawat seorang pasien lebih dari 2
menunjukkan bahwa kedua factor yang hari, dengan durasi 6-10 hari berpeluang 4.55
mempengaruhi langsung pada kejadian kali terkena pneumonia nosocomial,
pneumonia nosocomial adalah lama rawat dan sedangkan durasi rawat inap lebih dari 10 hari
terapi antibiotic. Variabel lama rawat berpeluang 11.40 kali.
berkontribusi positif terhadap kejadian Paparan rumah sakit terbukti
pneumonia nosocomial, sebesar 2.880. meningkatkan insidensi infeksi nosocomial.
Artinya, semakin lama waktu dirawat di Infeksi tersebut berasal dari: (1) kuman yang
rumah sakit maka peluang terjadinya infeksi dibawa secara tidak langsung oleh pasien lain
nosocomial adalah sebesar 2.880 kali. Adapun ataupun tenaga kesehatan; (2) aerosol yang
variable terapi antibiotic memiliki kontribusi terkontaminasi; dan (3) peralatan listrik
negative terhadap kejadian infeksi lainnya, seperti system ventilasi, AC, kipas
nosocomial. Artinya, pasien yang tidak angin, dan lain-lain [11]. Studi lain
mendapatkan terapi antibiotic berpeluang menyebutkan bahwa lama rawat di RS dapat
0.036 kali pada terjadinya infeksi nosocomial, menyebabkan kolonisasi orofaringeal oleh

866
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

bakteri gram negative. Kondisi ini biasa nosocomial dilaporkan sama antara pria dan
terjadi pada pasien dengan kasus imobilisasi, wanita, meskipun perkembangan penyakit
gangguan kesadaran, adanya pemasangan (prognosis) pada pasien pria lebih buruk
instrument medis, higienitas yang buruk dibandingkan wanita [16].
(ketergantungan activity daily live), dan Hormon sex juga memegang peranan
inhibisi sekresi lambung [12]. penting dalam insidensi pneumonia
nosocomial. Hormon seks steroid bertanggung
Faktor pemberian terapi antibiotik jawab atas berbagai tindakan selama aktivasi
Faktor pemberian antibiotic juga sistem kekebalan. Secara umum, estrogen
memiliki pengaruh langsung pada insidensi pada konsentrasi fisiologis dianggap
pneumonia nosocomial (p=0.001, tabel 2) dan memainkan peran perangsang kekebalan
berkontribusi 27.77 kali (tabel 4). Hasil dengan meningkatkan imunitas seluler dan
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang humoral, sedangkan androgen memiliki
sebelumnya [13] yang mengemukakan bahwa dampak anti-inflamasi [16].
pemberian antibiotic berkontribusi 3.3 kali
terhadap kejadian pneumonia nosocomial. Faktor usia
Kollef, et al. [14] mengemukakan Faktor usia juga tidak berhubungan
bahwasanya pemberian antibiotic pada onset langsung dengan kejadian pneumonia
awal, dengan durasi kurang dari 7 hari bersifat nosocomial (p=0.293, tabel 2), meskipun
protektif terhadap timbulnya pneumonia mayoritas penderita berusia lebih dari 60
nosokomial. Akan tetapi jika antibiotik tahun ke atas (35.00%, tabel 1). Penelitian ini
dipergunakan secara berkepanjangan maka mendukung hasil penelitian sebelumnya [17]
akan menimbulkan efek sebaliknya yaitu yang mengemukakan bahwa usia lebih dari 65
meningkatkan risiko mikroorganisme resisten tahun berhubungan langsung dengan kejadian
berbagai antibiotic atau multi drug resistant pneumonia nosocomial dengan OR=1.180.
(MDR). Studi case control di Amerika mengenai
Diketahui bahwa bakteri yang menjadi pasien pneumonia nosocomial juga
penyebab utama pneumonia nosocomial mengemukakan bahwa rerata penderita
adalah: Staphylococcus aureus (38%), berusia 70 tahun ke atas dengan tingkat
Acinetobacter baumannii (25%), dan mortalitas yang tinggi [18].
Pseudomonas aeruginosa (19%). Bakteri Lanjut usia atau lansia merupakan
tersebut merupakan bakteri gram negative rentang usia yang beresiko terkena
yang akan efektif ditanggulangi jika diberikan pneumonia, dan dapat berakibat fatal jika
double antibiotic seperti aminoglikosida dan tidak ditangani dengan segera. Beberapa hal
fluoroquinolone [15]. yang berkontribusi adalah: (1) system
kekebalan tubuh yang menurun akibat
penuaan; (2) adanya komorbiditas atau
3.2.2 Faktor yang berkontribusi tidak
penyakit penyerta lain, yang dapat
langsung
memperburuk kondisi, seperti penyakit paru
Faktor jenis kelamin
obstrutif kronik (PPOK), stroke, ataupun
Hasil penelitian ini mengemukakan
penyakit jantung; (3) paparan asap rokok, baik
bahwa jenis kelamin tidak berhubungan
sebagai perokok aktif maupun pasif; (4)
langsung dengan kejadian pneumonia
perawatan di rumah sakit akibat penyakit yang
nosocomial (p=0.270, tabel 2). Hal ini
diderita [19].
dikarenakan persentase antara partisipan pria
dan wanita hampir sama (pria=47.50%,
Faktor tindakan post operatif
wanita=52,50%, tabel 1).
Faktor risiko post operasi juga tidak
Penelitian sebelumnya mengemukakan
berkontribusi langsung terhadap kejadian
bahwa pneumonia komunitas lebih sering
pneumonia nosocomial (p=0.504, tabel 2).
diderita oleh pria dibanding wanita. Hal ini
Penelitian ini tidak mengidentifikasi pada post
dimungkinkan terjadi karena gaya hidup
operasi tertentu. Hasil penelitian ini
merokok dan paparan polutan. Akan tetapi
bertentangan dengan penelitian sebelumnya
angka pasien yang menderita pneumonia
[20], yang mengemukakan bahwa pneumonia

867
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

noskomial yang terjadi pada pasien post pathogen asing, sehingga risiko terjadinya
operasi intra-abdominal memiliki peluang pneumonia nosocomial pun semakin tinggi.
kematian 10.7% jika dibandingkan dengan Penelitian sebelumnya mengemukakan
yang tidak menderita. Sebuah penelitian yang bahwa trauma multi organ beresiko terkena
mengobservasi pada pasien post operasi pneumonia khususnya pneumonia yang
kanker gastric menyebutkan bahwa factor berhubungan dengan penggunaan ventilator di
dominan yang menyebabkan pneumonia ICU [25]. Gangguan multi organ dapat
nosocomial adalah Tindakan transfuse darah menyebabkan penurunan system imun,
intra dan post operasi [21]. sehingga kuman-kuman yang virulensinya
Penelitian sebelumnya mengungkapkan rendah bisa menjadi pathogen yang berbahaya
bahwa pembedahan yang dilakukan secara bagi pasien.
cito akan berkontribusi terhadap angka
kejadian infeksi lebih tinggi dibandingkan Faktor pemasangan selang nasogastric
pembedahan elektif. Pada pembedahan cito, tube, terapi dialysis rutin, dan gangguan
komplikasi akan lebih sering terjadi akibat cerebrovascular
kondisi pasien yang tidak optimal. Meskipun Hasil penelitian menunjukkan bahwa
demikian, pembedahan elektif juga memiliki tidak ada hubungan bermakna secara statistic
peluang infeksi dikarenakan durasi antara pemasangan selang nasogastric/NGT
pembedahan, serta kondisi penyulit saat (p=0.695, tabel 2); terapi dialysis rutin
pembedahan seperti perdarahan [22]. (p=0.053, tabel 2); dan gangguan
cerebrovascular (p=0.875, tabel 2) dengan
Faktor ada tidaknya penyakit kronis serta kejadian pneumonia nosocomial.
gangguan multi organ Tidak adanya hubungan bermakna secara
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan statistic pada pemasangan selang NGT sejalan
bahwa penyakit kronis dan gangguan multi dengan penelitian sebelumnya [10, 26] yang
organ tidak berdampak secara langsung pada menunjukkan hasil uji statistic >0.05 (p=0.433
kejadian pneumonia nosocomial (p=0.308; dan p=0.093). Akan tetapi studi yang
p=0.944, tabel 2), meskipun demikian data dilakukan di Iran [27], menunjukkan bahwa
pada tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang terpasang NGT lebih tinggi angka
(60% partisipan) memiliki penyakit kronik, mortalitasnya saat terkena pneumonia yang
seperti hipertensi, diabetes mellitus, gagal berhubungan dengan pemasangan ventilator
ginjal, penyakit jantung, dan osteoporosis. (p<0.001).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Terapi dyalisis tidak terbukti berdampak
penelitian sebelumnya yang menyebutkan secara langsung pada pneumonia, apalagi jika
bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit terapi dyalisis yang dilakukan secara elektif
kronik dengan terjadinya pneumonia dengan durasi 4 jam di rumah sakit. Beberapa
nosocomial (p=0.007), meskipun dengan hal yang berkontribusi terjadinya pneumonia
angka keeratan yang rendah [23]. pada pasien dyalisis adalah: (1) rawat inap
Riwayat penyakit kronik merupakan yang lama akibat komplikasi seperti anemia
salah satu predictor mortalitas akibat yang mengharuskan transfuse darah; (2)
pneumonia nosocomial, meskipun beberapa buruknya kadar kreatinin darah; dan (3)
penelitian menyebutkan bahwa tidak adanya pemberian antibiotic dalam jangka panjang.
hubungan yang jelas antara kedua variable Penelitian sebelumnya [28] mengemukakan
tersebut [24]. Penyakit kronik terjadi karena bahwa mortalitas penderita hemodyalisis rutin
produksi sitokin pro inflamasi secara terus yang terkena pneumonia nosocomial
menerus, seperti TNF α, IL-1β (Interleukin) meningkat 10 kali lipat, dan apabila disertai
dan IL-6. Kondisi tersebut akan menyebabkan sepsis meningkat 100 kali lipat.
peran system imun menjadi kurang optimal Pemberian terapi antibiotika menjadi
ketika terdapat paparan pathogen lain. System perhatian penting pada pneumonia dengan
imun menjadi memiliki tugas ganda, selain hemodyalisis karena terkait dosis obat,
mencoba mengatasi penyakit kronik yang toksisitas, kesembuhan, dan resistensi.
diderita, juga harus mengatasi paparan Penyesuaian dosis harus dilakukan pada
pasien penyakit ginjal sesuai dengan klirens

868
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

kreatinin atau laju filtrasi glomerolus. Selain itu peneliti juga belum
Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan menganalisis jenis operasi yang
mengurangi dosis atau memperpanjang dilakukan serta durasi pelaksanaan
interval dosis obat [28]. operasi.
Sebuah studi kohort yang dilakukan
secara retrospectif mengemukakan bahwa 4. KESIMPULAN
penyakit cerebrovascular berhubungan dengan Hasil penelitian ini mengungkapkan
insidensi pneumonia nosocomial maupun bahwa seluruh factor berkontribusi pada
komunitas. Risiko pneumonia utamanya terjadinya pneumonia nosocomial, namun
terjadi pada pasien gagal jantung, dan akan factor lama rawat inap serta terapi
semakin tinggi risikonya apabila pasien pemberian antibiotic yang memiliki
tersebut memiliki kondisi hiperlipidemia dampak secara langsung.
ataupun obesitas. Pasien jantung memiliki
frekuensi tinggi untuk masuk ke ruangan ICU UCAPAN TERIMAKASIH
meskipun durasi rawat inapnya pendek [29].
Terima kasih kami ucapkan kepada
Bapak Ruhyana dan Wantonoro.
Faktor perawatan luka dan
immunosuppressant
Hasil penelitian menunjukkan bahwa REFERENSI
secara statistic factor perawatan luka dan [1] Torres A, Niederman MS, Chastre J,
immunosuppressant tidak berhubungan secara Ewig S, Fernandez-Vandellos P,
langsung dengan kejadian pneumonia Hanberger H, Kollef M, Bassi GL, Luna
nosocomial (p=0.332; p=0.695, tabel 2). CM, Martin-Loeches C, Paiva JA, Read
Variabel pengenai perawatan luka tidak yang RC, Rigau D, Timsit JF, Welte T, and
berkaitan dengan kejadian pneumonia tidak Wunderink R. International
banyak ditemukan di penelitian terdahulu. ERS/ESICM/ESCMID/ALAT guidelines
Beberapa penelitian mengkhususkan pada for the management of hospital-acquired
insidensi luka bakar dengan pneumonia. Hal pneumonia and ventilator-associated
ini disebabkan karena pada luka bakar, area pneumonia. 2017. Eur Respir J. 50: 1-12.
kulit yang terbuka relative lebih luas sehingga [2] Giuliano KK, Baker D, Quinn B. The
memungkinkan paparan pathogen epidemiology of nonventilator hospital-
Acinetobacter baumannii [30]. acquired pneumonia in the United States.
Hasil penelitian mengenai factor 2018. American Journal of Infection
immunosuppressant berbeda dengan studi Control. 46 (3): 322-327.
sebelumnya [31], yang menyatakan bahwa [3] Chawla R. Epidemiology, etiology, and
beberapa pasien yang mengalami diagnosis of hospital-acquired pneumonia
immunocompromised seperti cancer, and ventilator-associated pneumonia in
pengobatan kortikosteroid jangka panjang, Asian countries. 2008. Am J Infect
dan yang melakukan transplantasi organ Control. 36: S93-100.
memiliki tingkat kematian lebih dini, yaitu
[4] Halim S, Amin Z. Profil klinis pasien
kurang dari 48 jam akibat paparan
hospital acquired pneumonia di ruang
Streptococcus pneumoniae dan Pseudomonas
rawat penyakit dalam. Ebers Papyrus. 20
aeruginosa (p<0.01). Namun demikian hal
(1): 19-28.
tersebut juga dipengaruhi secara signifikan
dengan factor usia. Lansia yang mengalami [5] Fortaleza CMCB, Abati PAM, Batista
pneumonia nosocomial sebagian besar akan MR, Dias A. Risk Factors for Hospital-
dirawat di unit intensive. Acquired Pneumonia in Nonventilated
Adults. 2009. The Brazilian Journal of
3.3. Keterbatasan penelitian Infectious Diseases. 13(4):284-288.
Penelitian ini belum menganalisis
[6] Feng DY, Zhou YQ, Zou XL, Zhou M,
pada biokimiawi darah pasien yang
Wu WB, Chen XX, Wang YH, Zhang
terkena pneumonia, seperti kadar ureum,
TT. Factors influencing mortality in
kadar kreatinin, dan jumlah leukosit.
hospital-acquired pneumonia caused by

869
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Gram-negative bacteria in China. 2019. [16] Falagasa ME, Mourtzoukoua EG,


Journal of Infection and Public Health. Vardakasa KZ. Sex differences in the
12 (5): 630-633. incidence and severity of respiratory tract
[7] Nasution LH. Infeksi nosocomial. 2012. infections. 2007. Respiratory Medicine.
MDVI. 39 (1): 36-41. 101: 1845-1863.
[8] CDC definitions of nosocomial [17] Fattah, A. Nosocomial pneumonia; risk
infections. [cited 2021 March 8]. factors, rates and trend. 2008. East
Available from: Mediter Health J. 14 (3): 546-55.
www.medicalcollege.kku.edu.sa/pgcme/ [18] Sopena N, Heras E, Casa I, Bechini J,
Nosocomial/CDC Definitions.pdf Guasch I, Botet LP, Roure S, Sabria M.
[9] Carrilho CMDM, Grion CMC, Bonametti Risk factors for hospital-acquired
AM, Medeiros EAS, Matsuo T. pneumonia outside the intensive care
Multivariate analysis of the factors unit: A case-control study. 2014.
associated with the risk of pneumonia in American Journal of Infection Control.
intensive care units. 2007. Braz J Infect 42 (1): 38-42.
Dis. 11 (3): 339-344. [19] Marimoto K, Suzuki M, Ishifuji T,
[10] Melati, D. Lama rawat inap dan Yaegashi M, Asoh N, Hamashige N, Abe
pengguna antibiotik sebagai faktor resiko M, Aoshima M, Ariyoshi K. The Burden
pneumonia nosokomial pada anak di and Etiology of Community-Onset
RSUP Sanglah. Universitas Udayana; Pneumonia in the Aging Japanese
2014. Population: A Multicenter Prospective
Study. 2015. PLOS ONE. 1-12
[11] Joshi M, Kaur S, Kaur HP, Mishra T.
Nosocomial infection: source and [20] Thomson DA, Makary MA, Dorman T,
prevention. 2019. International Journal Pronovost PJ. Clinical and Economic
of Pharmaceutical Sciences And Outcomes of Hospital Acquired
Research/IJPSR. 10 (4):1613-1624. Pneumonia in Intra-Abdominal Surgery
Patients. 2006. Ann Surg. 243 (4): 547-
[12] Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener
552.
CM. At A glance: sistem respirasi. Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga; 2008. [21] Mohri Y, Tonouchi H, Miki C,
Kobayashi M, Kusunoki M. Incidence
[13] Akkoyunlu Y, Oztoprak N, Aydemir H,
and Risk Factors for Hospital-acquired
Piskin N, Celebi G, Ankarali H,
Pneumonia After Surgery for Gastric
Akduman D. Risk Factor for nosocomial
Cancer: Results of Prospective
pneumonia in intensive careunits of
Surveillance. 2008. World Journal of
University Hospital. 2013. Journal of
Surgery. 32: 1045-1050.
Mikrobiology and infectious Diseases.
3(1): 3-7. [22] Valentino A, Endrian R, Ameini F.
Gambaran Kejadian Pneumonia pada
[14] Kollef M, Shorr A, Tabak Y, Gupta V,
Pasien Pasca Kraniotomi di Ruang Rawat
Liu L, Johannes. Epidemiology and
Intensif RSUD Arifin Achmad Provinsi
Outcomes of Health-care–Associated
Riau Periode Januari 2015 sampai
Pneumonia: Results from a Large US
Desember 2019. 2020. JIK. 14 (2): 111-
Database of Culture-Positive Pneumonia.
120.
2005. CHEST. 128 (6): 3854-3862.
[23] Nurul R, Hikmah F, Pertiwi DA. Analisis
[15] Beradsley JR, Williamson JC, Johnson
faktor penyebab kejadian
JW, Ohl CA, Karchmer B, Bowton DL.
hospitalacquired pneumonia (HAP) pada
Using Local Microbiologic Data To
pasien instalasi rawat inap kelas III RS
Develop Institution-Specific Guidelines
Paru Jember tahun 2015. 2016. Jurnal
for the Treatment of Hospital-Acquired
Kesehatan. 4 (3): 1-16.
Pneumonia. 2006. CHEST. 130 (3): 787-
793. [24] Vidal A, Santos L. Comorbidities impact
on the prognosis of severe acute
community-acquired pneumonia. 2017.

870
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Porto Biomedical Journal. 2 (6): 265- diseases: A retrospective cohort study of


272. the general population. 2019. European
[25] Kózka M, Sega A, Wojnar-Gruszka K, Journal of Interna Medicine. 59: 39-45.
Tarnawska A, Gniadek A. Risk Factors [30] Yunita S, Sukrama DM. Karakteristik
of Pneumonia Associated with penderita hospital acquired pneumonia
Mechanical Ventilation. 2020. Int. J. dan ventilator associated pneumonia
Environ. Res. Public Health. 17 (2): 656. yang disebabkan Acinetobacter
[26] Alawaliyah SM. Penggunaan nasogastric baumannii di intensive care unit RSUP
tube sebagai faktor risiko pneumonia Sanglah dan pola kepekaannya terhadap
nosokomial di RSUP Dr. Sadjito antibiotik selama November 2014 –
Yogyakarta. Univeritas Gadjah Mada; Januari 2015. Universitas Udayana;
2013. 2015.
[27] Ghorbani N, Nassaji M, Ghorbani R. [31] Sousa D, Dominguez JA, Manzur A,
Incidence, risk factors and prognosis of Izquierdo C, Ruiz L, Nebot M, Bayas J,
nosocomial pneumonia in adult patients Cellorio JM, Varona W, Llinares P,
admitted in the intensive care unit. 2021. Miguez E, Sanchez E, Carratala J.
KOOMESH. 23 (1): 78-83 Community-acquired pneumonia in
immunocompromised older patients:
[28] Rosyid AN, Thaha M. Tatalaksana
incidence, causative organisms and
pneumonia bakterial pada penyakit ginjal
outcome. 2013. Clinical Microbiology
kronis. FK Universitas Airlangga; 2013.
and Infection. 19 (2): 187-192.
[29] Yeh JJ, Lin CL, Kao CH. Relationship
between pneumonia and cardiovascular

871

Anda mungkin juga menyukai