DISUSUN OLEH :
TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun proposal Continuing Nursing Education ini
dengan judul “Komunikasi Efektif Pada Keperawatan Anak” dapat terselesaikan dengan
baik. Proposal Continuing Nursing Education ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
salah satu tugas individu program profesi Ners di stase Manajemen Keperawatan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Setianingsih, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ka Prodi Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Klaten.
2. Ibu Puput Risti K, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing akademik stase
Manajemen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Klaten.
3. Ibu Tri Sulistyawati, S.Kep., Ns, M.Kep selaku pembimbing klinik di RSUD
Wonosari.
4. Teman-teman kelompok stase Manajemen Keperawatan yang telah berjuang dan
berusaha bersama-sama dalam suka maupun duka.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan,
namun penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat terhadap pembaca.
Penulis
..
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi efektif merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan
keselamatan pasien. Dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS ) edisi
I tahun 2018, Sasaran Keselamatan Pasien yang kedua adalah meningkatkan
komunikasi yang efektif (KARS, 2017). Komunikasi tidak efektif dapat menyebabkan
terjadinya insiden keselamatan pasien (Lee, 2015). Data dari IOM ( Institute of
Medicine ) ditemukan 98.000 orang meninggal akibat kesalahan medis dan 2,9 % -
3,7 % pasien rawat inap mengalami insiden keselamatan pasien (Güneş, et. all, 2016).
Data KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) insiden keselamatan pasien
yang ditemukan di Indonesia pada tahun 2006 – 2011 sebanyak 911 insiden (Putra,
2013). Hal ini menunjukkan masih tingginya kejadian insiden keselamatan pasien
yang salah satunya dapat disebabkan karena komunikasi yang tidak efektif.
Salah satu bentuk komunikasi efektif yang sering dilakukan dalam
keperawatan adalah komunikasi saat melaksanakan operan, merupakan transfer
informasi dan tanggung jawab profesional untuk kelanjutan perawatan pasien.
Menurut De Meester et al, (2013), Ting et al, (2017), Raymond and Harrison, (2014)
bahwa penerapan komunikasi efektif dalam pelaksanaan operan dapat meningkatkan
50 % komunikasi kolaborasi.
Pelaksanaan operan dengan menggunakan komunikasi efektif dapat
meminimalkan waktu pelaksanaan operan dan informasi yang disampaikan lebih
akurat (Achrekar et al., 2016, Stewart, 2017, Abela et al, 2018). Sejalan dengan
penelitian Sohi et al, (2015) dimana komunikasi efektif mengurangi durasi
pelaksanaan operan dari 2,57 menit menjadi 1,54 menit, dan Suardana et al, (2018)
mengatakan penggunaan komunikasi efektif mengurangi durasi pelaksanaan operan
sore dari 4,93 menit manjadi 3,48 menit. Dengan demikian penggunaan komunikasi
efektif dalam pelaksanaan operan, dapat menghemat waktu dan informasi yang
disampaikan menjadi lebih lengkap untuk kontinuitas perawatan dan pengobatan
pasien.
3
Dalam pelaksanaan operan terdapat beberapa hambatan yang membuat
pelaksanaan operan tidak berjalan sesuai standar. The Australian National Safety and
Quality Health Service (ANHQHS) Standards, mengemukakan beberapa kriteria
untuk menilai pelaksanaan operan di Rumah Sakit berkaitan dengan struktur
komunikasi, dokumentasi, kehadiran staf, informasi yang disampaikan dan pelatihan
(Pascoe et al, 2014). Survey yang dilakukan di Rumah Sakit Selandia Baru ditemukan
bahwa 60,9 % masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan operan berhubungan
dengan dokumentasi tidak lengkap dan pelatihan operan (Toeima, 2011). Penelitian
Hanisi et all, (2016) di RSU Batheramas Sulawesi Tenggara mengemukakan bahwa
pelaksanaan operan yang tidak berjalan baik disebabkan karena pelaksanan tidak tepat
waktu dan staf datang terlambat. Jadi pelaksanaan operan yang tidak berjalan dengan
baik berhubungan dengan struktur komunikasi, dokumentasi tidak lengkap, waktu
pelaksanaan tidak tepat dan staf tidak lengkap hadir.
Operan (handover) merupakan transfer informasi dan tanggung jawab dari
satu penyedia layanan ke penyedia layanan lain. Menurut Triwibowo et al, (2016)
operan merupakan cara menyampaikan informasi tentang keadaan pasien secara
singkat, jelas dan padat terkait perkembangan dan asuhan pasien. Abdurrahman and
Garcia, (2016) mengemukakan bahwa operan merupakan proses menyampaikan
informasi pasien dan transfer tanggung jawab antar pemberi layanan, dan dalam Yu et
al., (2017) operan berupa pemindahan informasi, tanggung jawab dan wewenang dari
satu penyedia layanan kesehatan ke penyedia layanan lain. Dalam Triwibowo et al,
(2016) operan dapat dilakukan seperti : operan antar shift, operan antar unit
keperawatan, operan antar unit rawatan dengan unit pemeriksaaan diagnostik, operan
dengan bagian obat-obatan dan operan antar fasilitas kesehatan. Jadi operan
merupakan transfer informasi dan tanggung jawab antar pemberi layanan, antar
profesi dan antar unit layanan.
Operan merupakan bentuk komunikasi klinis dalam menjaga kontinuitas
asuhan dan menjamin mutu layanan. Dalam Wheeler, (2015) bahwa Joint
Communication International (JCI) mewajibkan standar komunikasi dalam
pelaksanaan operan dan rumah sakit bebas menetapkan standar sesuai dengan kondisi
rumah sakit. Eggins and Slade, (2015) mengemukakan kerangka komunikasi
pelaksanaan operan yang direkomendasikan di Australia adalah SBAR, ISBAR dan
ISOBAR.
4
Berdasarkan latar belakang di atas, kami bermaksud untuk melaksanakan
Continuing Nursing Education dengan tema “Komunikasi Efektif Pada Keperawatan
Anak”.
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan kegiatan Continuing Nursing Education: tentang “Komunikasi
Efektif Pada Keperawatan Anak” diharapkan para perawat dan juga mahasiswa
dapat melaksanakan dan memahami konsep komunikasi efektif pada keperawatan
anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tujuan komunikasi efektif.
b. Mengetahui komunikasi efektif dan manfaat untuk perawatan
c. Mampu mengetahui dan mengerti hambatan perawat anak dalam menerapkan
komunikasi efektif.
d. Mampu menerapkan komunikasi efektif pada pasien anak.
5
BAB II
ISI KEGIATAN
C. Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan ini di ikuti oleh :
1. Mahasiswa Co Ners Stase Manajemen Keperawatan Angkatan XVIII Universitas
Muhammadiyah Klaten sebanyak 6 orang.
Mahasiswa Co Ners Angkatan XVIII Universitas Muhammadiyah Klaten selain yang
melaksanakan Stase Manajemen Keperawatan dan juga para perawat di RSUD
Wonosari Gunung Kidul.
2. Perawat ruang Amarilis RSUD Wonosari.
D. Susunan Panitia
1. Ketua Pelaksana : Eka Agus Setyawan, S.Kep
2. Sekretaris Pelaksana : Heni Cahyani, S.Kep
3. Sie Acara : Nur’ Aini Mustakimah, S.Kep
4. Sie Moderator : Deny Kurniawan, S.Kep
5. Host Zoom : Surya Alam, S.Kep
6. Notulen : Mega Lestari, S.Kep
6
Tabel Perencanaan
Kegiatan
No. Perencanaan Sasaran Tujuan Waktu Tempat
PERSIAPAN
1.
PELAKSANAAN
2.
a. Melakukan kontrak Mega Lestari Katim, Memberitahu 13 April Ruang
waktu untuk Perawat akan 2022 Amarilis
sosialisasi Nur’aini dilaksanakan
Mustakimah kegiatan
sosialisasi
3. EVALUASI
E. Pengisi Acara/Narasumber
No. Pembicara Materi Waktu
1. Evan Chairul Putra, S.Psi., M.Psi., Komunikasi Efektif 13.15 – 14.00
Psikolog Pada Keperawatan WIB
Anak.
7
F. Anggaran Dana
NO PERENCANAAN SATUAN JUMLAH
1 Narasumber 2 orang x Rp. 300.000,. Rp. 600.000,.
2 Sertifikat PPNI 1 SKP 1 SKP x Rp. 150.000,. Rp. 150.000,,
3 Biaya sertifikat PPNI 100 sertifikat x Rp7500,. Rp. 750.000,.
JATENG per @
4 Konsumsi pembicara 2 orang x Rp. 20.000,. Rp. 40.000,.
Total Rp. 1.540.000,.
8
Tabel Evaluasi
No Komponen Keterangan
Nur’aini Mustakimah
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif merupakan proses penyampaian informasi kepada
seseorang melalui cara tertentu agar si penerima informasi tersebut mengerti dan
tersampaikan dengan jelas (Jannah, Darmini, and Rochmayanti 2018). Komunikasi
efektif yang dinyatakan oleh (Bramhall 2015) bahwa pada saat menjalankan
perawatan yang profesional kepada pasien atau ke tenaga medis yang lain diperlukan
keterampilan dan pengetahuan berkomunikasi, dikarenakan perawat menghabiskan
seluruh waktunya untuk berkomunikasi terhadap pasien dan tenaga kesehatan yang
lain. Komunikasi efektif ditandai dengan makna dan berdampak kepada kesenangan
yang mempengaruhi tingkah laku laku dan dapat menimbulkan suasana yang baik
serta membuat suatu tindakan (Oktarina and Sari 2018).
10
persamaan persepsi membuat pengurangan resiko kesalahan tindakan lebih
rendah.
5. Sosial budaya tantangan yang harus dihadapi perawat dengan anggota kesehatan
yang lain maupun pasien. Budaya tersebut akan membentuk komunikasi dan
lingkungan yang berbeda, jika komunikasi tersebut terbuka akan memudahkan
untuk bertukar informasi, mengutarakan ide-ide dan menjalin komunikasi yang
baik.
b. Prinsip Komunikasi Efektif
Prinsip komunikasi yang dapat diterapkan dikutip dari (Dr. Irene Silviani
2020) menyebutkan bahwa:
1. Komunikasi merupakan proses simbolik bersifat dinamis, tidak dapat berakhir dan
terus berkelanjutan.
2. Komunikasi dapat berlangsung ada maupun tidak kesengajaan di dalamnya.
3. Komunikasi bersifat sistemik seperti beberapa orang yang dipengaruhi oleh adat
budaya, pengetahuan, pengalaman.
4. Latar belakang yang sama akan membuat komunikasi semakin efektif karena
mempunyai bahan untuk saling berdiskusi.
5. Komunikasi merupakan proses dimana saling memberi dan menerima informasi
diantaranya.
c. Syarat Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif membutuhkan keterlibatan semua orang agar tercapai
tujuan utama, maka dari itu adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti yang
diungkapkan oleh (Ariani 2018) yaitu:
1. Dapat dipercaya (credible), di dalam unsur dapat dipercaya harus ada kompetensi,
sikap, tujuan, kepribadian dan dinamis.
2. Konteks (context) di dalam informasi mempunyai sasaran, topik pembicaraan dan
mendengarkan dengan seksama.
3. Isi (content ) informasi tersebut harus bermanfaat dan menarik.
4. Kejelasan (clarity) informasi jelas dan dapat dipertanggungjawabkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman.
5. Berkesinambungan dan konsistensi, informasi harus tepat pada sasaran dan tidak
menyimpang dari topik.
6. Saluran (chanel) informasi dapat disalurkan dengan berbagai teknik
berkomunikasi, verbal atau non verbal.
11
7. Kapabilitas sasaran, cara berkomunikasi harus disesuaikan dengan karakteristik
pendengar atau penerima.
d. Faktor Penghambat Komunikasi Efektif
Keterampilan dan strategi komunikasi efektif sangatlah penting bagi perawat.
Tetapi ada beberapa hal yang dapat menghambat proses komunikasi tersebut.
Hambatan dapat merusak hubungan antar tenaga kesehatan, pasien dan keluarga
pasien. Adapun yang sering dialami dalam berkomunikasi yang dikemukakan oleh
(Bramhall 2015) seperti:
1. Bahasa
Seringkali ditemukan bahwa perbedaan bahasa sangatlah mempengaruhi dalam
kelancaran asuhan keperawatan.
2. Perbedaan budaya
Perawat harus peka terhadap persepsi kesehatan dan kematian maupun saat
berkolaborasi dalam hal asuhan keperawatan.
3. Konflik
Konflik merupakan suatu permasalahan antara dua orang yang sangat menguras
pikiran antara pasien atau tenaga kesehatan yang lain yang terlibat di dalamnya.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti beban kerja yang melebihi batas kemampuan tenaga
kesehatan selain itu kurangnya dukungan antara sesama tenaga kesehatan.
e. Metode Komunikasi Efektif
Beberapa metode yang dapat menunjang komunikasi yang efektif seperti:
1. SBAR (situation, background, assessment, recommendation)
SBAR menurut (Hadi 2017) merupakan suatu acuan pelaporan pada kondisi
pasien yang segera memerlukan perhatian atau tindakan. S (situation) yang
menjelaskan bagaimana kondisi terkini yang terjadi pada pasien. Di dalam
Situation ada poin-poin seperti identitas pasien, tanggal masuk ruangan rawat inap
dan berapa hari masa perawatan, nama dokter yang menangani pasien, diagnosa
keperawatan dan masalah keperawatan yang sudah diatasi maupun belum diatasi.
B (background) merupakan informasi yang berhubungan dengan kondisi pasien
terkini. Di dalamnya terdapat poin seperti tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan di setiap diagnosa, menyebutkan riwayat alergi, pembedahan,
pemasangan alat invasif, obat atau cairan yang saat ini digunakan. A (Assessment)
Hasil pengkajian yang didapat kondisi terkini dari pasien. Seperti menjelaskan
12
secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini (menggunakan pemeriksaan secara
head to toe ), menjelaskan kondisi klinik seperti hasil lab, rontgen. R
(recommendation) merekomendasikan tindakan keperawatan yang sudah atau
perlu dilanjutkan seperti discharge planning dan edukasi kepada keluarga.
2. ISBAR (introduction, situation, background, assessment, recommendation)
ISBAR sebagai alat serah terima klinis yang dilakukan pada saat handover yang
merupakan alat standar yang dapat menunjang komunikasi efektif antara tenaga
kesehatan yang lain. Kerangka dalam ISBAR sudah disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing departemen atau unit lain. Perbedaan dengan SBAR
yaitu ada penambahan I (Introduction) penambahan nama, status dan asal ruangan
pasien (Badrujamaludin and Kumala 2020).
3. TBAK (tulis kembali, baca kembali dan konfirmasi kembali)
Penerapan TBAK dilakukan pada saat perawat mengkonsulkan keadaan pasien
melalui telepon dan dokter memberikan delegasinya, perawat menulis apa yang
sudah dibicarakan dengan dokter, perawat membaca apa yang telah didiskusikan
lalu perawat mengulangi kembali apa yang disampaikan oleh dokter. Pada saat
menerima telepon tersebut alangkah baiknya jika ada saksi yang mendengarkan
(Hidayat, Rachmawaty, and Lkafah 2019).
4. ISOBAR (Identification, Situation, Observation, Assessment, Recommendation)
Kerangka komunikasi ISOBAR dalam pelaksanaan komunikasi efektif pada saat
timbang terima yang terdiri dari I (identify untuk mengidentifikasi pasien), S
(situation menyampaikan kondisi terkini pasien), O (observations yaitu
mengobservasi keadaan pasien), B (background menjelaskan penyebab masalah
dan riwayat penyakit), A (assessment yaitu penilaian terhadap kondisi pasien) R
(recommendation) merupakan penyampaian saran atau tindakan yang akan
dilakukan dan mengkonfirmasi informasi yang disampaikan) (Mairosa, Machmud,
and Jafril 2019).
B. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dirancang dan direncanakan
untuk tujuan terapi, dalam rangka membina hubungan antara perawat dengan pasien
agar dapat beradaptasi dengan stress, mengatasi gangguan psikologis, sehingga dapat
melegakan serta membuat pasien merasa nyaman, yang pada akhirnya mempercepat
proses kesembuhan pasien.
13
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Tujuan hubungan
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan
diri, dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan
secara terencana dan dilakukan untuk proses penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai terapi untuk menurunkan
tingkat kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya pasien terhadap
perawatnya. Dengan pemberikan komunikasi terapeutik diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa interaksinya
dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan, dan
informasi dalam rangka mencapai tujuan perawatan yang optimal, sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat.
Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat pada pasiennya
berisi tentang diagnosis penyakit, manfaat, urgensinya tindakan medis, resiko,
komplikasi yang mungkin dapat terjadi, prosedur alternatif yang dapat dilakukan,
konsekuensi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan medis, prognosis
penyakit, danpak yang ditimbulkan dari tindakan medis serta keberhasilan atau
ketidakberhasilan tindakan medis tersebut.
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Suryani (2005), terdapat
beberapa prinsip yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan
komunikasi terapeutik, yaitu:
1. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and
client. Kualitas hubungan perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia.
Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang
bermartabat.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter
yang berbeda-beda. Karena itu, perawat perlu memahami perasaan dan perilaku
klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan
setiap individu.
14
3. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah, hubungan saling percaya antar perawat dan klien adalah
kunci dari komunikasi terapeutik.
Tahapan komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sudeen (1995) adalah fase
prainteraksi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi.
1. Fase prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Tahap ini
merupakan tahap persiapan perawat sebelum bertemu dan berkomunikasi dengan
pasien. Perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang dimiliki.
Menganaslisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri perawat akan
dapat memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik ketika bertemu dan
berkomunikasi dengan pasien, jika dirasa dirinya belum siap untuk bertemu
dengan pasien maka perawat perlu belajar kembali dan berdiskusi dengan teman
kelompok yang lebih berkompeten. Perawar mengumpulkan data tentang klien,
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana
pertemuan dengan klien.
2. Fase orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya.
Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan
mempengaruhi terbinanya hubungan perawat klien. Dalam memulai hubungan
petugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian
komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien.
Perawat juga bertugas untuk menggali perasaan dan pikiran pasien serta dapat
mengidentifikasi masalah pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan
sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada klien, melakukan validasi
(kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan
nama kesukanan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan untuk
melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah
terbina hubungan saling percaya.
3. Fase kerja
15
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama,
memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien.
Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/ suasana yang meningkatkan
integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan,
dan tekanan pada klien.
4. Fase terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan
oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien,
melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik), mengakhiri wawancara dengan
cara yang baik. Tahap terminasi dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Terminasi sementara, merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien,
akan tetapi masih ada pertemuan lainnya yang akan dilakukan pada waktu
yang telah disepakati bersama.
b. Terminasi akhir, pada terminasi akhir perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh.
16
BAB IV
PENUTUP
17
DAFTAR PUSTAKA
Anne C. Gill, et. al (2017). Patient Safety Interprofessional Training for Medical,
Nursing, and Pharmacy Students. The Journal Of Teaching and Learning Resources.
18