Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Wasiat dan Hibah


DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAM ISLAM

Dosen Pengampu :
Miftahul choiri, S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh :
Rizal Nur Rochman
Benny agis udiansyah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA’ SUNAN GIRI BOJONEGORO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas


limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah landasan pendidikan.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-


baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai
manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa
mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya.

Kami juga mengucapkan mohon maaf atas segala


kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan yang akan datang. Kami berharap, semoga
makalah ini berkontribusi nyata dalam meningkatkan
pendidikan di Indonesia.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian wasiat dan hibah
B. Syarat dalam hukum
C. PENCABUTAN DAN PEMBATALAN WASIAT SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN KEWENANGAN PERADILAN
AGAMA

PENUTUP
A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN.
 
A. LATAR BELAKANG
Harta adalah anugerah dari Allah SWT yang menjadi
saranamempermudah kehidupan manusia yang dapat berdampak baik
danberdampak tidak baik.
Harta benda atau kekayaan dalam berbagaibentuknya telah diciptakan
untuk makhluk hidup di muka bumi ini.Kemudian pengelolaan alam
diserahkan kepada manusia sebagai khalifah,sebagaimana
difirmankan oleh Allah yang artinya:
 Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamusekal
ian.
(Q.S. Al-Baqarah: 29).Manusia harus menyadari hakikat harta itu
sendiri, bahwa hartahanyalah titipan Allah, kepemilikan sepenuhnya
hanya ditanganAllah.Allah dapat mengambil sewaktu-waktu harta
pada diri manusia.Allah berfirman dalam surat An-Najm ayat 31 yang
artinya:
 Dan hanya kepunyaan Allah-
lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia
memberi balasan kepada orang-orang yangberbuat jahat terhadap apa
yang telah mereka kerjakan dan memberibalasan kepada orang-orang yang
berbuat baik dengan pahala yang lebihbaik (syurga.)
Manusia sudah dipercayai oleh Allah dalam mengelola hartabenda,
maka dari itu konsekuensi manusia adalah menjaga agar harta
itudigunakan pada jalan kebenaran dan membuat manusia yang ada di
mukabumi ini mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Akan tetapi,
manusiamemiliki batasan umur. Kematian adalah sebuah rahasia
Illahi danmanusia akan meninggalkan semua harta yang dimilikinya
di dunia. Hartayang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia
berupa segala sesuatubenda atau yang bernilai kebendaan yang dapat
dimiliki dapat disebutharta peninggalan.

B. RUMUSAN MASALAH
 1. Bagaimana pembagian harta peninggalan apabila kepada kerabat-
kerabat yang tidak mendapat harta warisan?
2. Apakah harta yang dihibahkan melebihi 1/3 dari total harta
yangdimiliki itu sah menurut Islam?
3. Bagaimana kepemilikan harta hibah, apabila si penerima
hibahmeninggal terlebih dahulu

C. TUJUAN PENELITIAN.
1. Untuk mengetahui bagaimana pembagian harta peninggalan
kepadakerabat-kerabat yang tidak mendapat harta warisan.
2. Untuk mengetahui apakah harta yang dihibahkan
melebihi 1/3 daritotal harta yang dimiliki itu sah menurut Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana kepemilikan harta hibah, apabila
sipenerima hibah meninggal terlebih dahulu.
BAB II

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG HIBAH WASIAT

A. Pengertian Hibah Wasiat dan


Landasan Yuridisnya
SUDUT HUKUM | Kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba
digunakan dalam al-Qur’an beserta kata derivatifnya sebanyak 25 kali
dalam 13 surat. Wahaba artinya memberi, dan jika subyeknya Allah berati
memberi karunia, atau menganugerahi (QS. Ali Imran, 3:8, Maryam, 19:5,
49, 50, 53). Secara bahasa, dalam kamus Al-Munjid, hibah berasal dari
akar kata wahaba – yahabu – hibatan, berarti memberi atau pemberian.
Dalam Kamus al-Munawwir kata “hibah” ini merupakan mashdar dari kata (
‫ ) ب وه‬yang berarti pemberian. Demikian pula dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti pemberian dengan sukarela dengan mengalihkan hak
atas sesuatu kepada orang lain.

B. syarat Dalam Hukum Hibah dan Wasiat.

Saat anda ingin memberikan harta untuk dihibahkan atau diwasiatkan


tentu harus mengikuti syarat dan aturan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Hal tersebut akan mendukung sahnya hukum hibah dan
wasiat yang anda lakukan. Sehingga segalanya tidak bisa dilakukan
secara sembarangan dan harus ada bukti hitam di atas putih secara
jelas sesuai hukum yang berlaku.
Berikut syarat-syarat melakukan hibah dan wasiat yang harus anda
penuhi terlebih dahulu :

 Pemberi hibah harus memiliki harta yang akan diberikan benar-


benar sepenuhnya
 Benar-benar diberikan dengan rasa ikhlas dan tanpa paksaan dari
pihak manapun
 Pemindahan kepemilikan harta yang dihibahkan tidak harus
menunggu pemberi hibah meninggal, tetapi bisa segera setelah
harta tersebut diserahkan
 Pewasiat harus berusia minimal 21 tahun, sehat akal dan memang
sukarela mewasiatkan hartanya
 Pemindahan kepemilikan hanya bisa dilakukan setelah pemberi
wasiat sudah meninggal dunia
 Pemberian wasiat bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan
namun harus ada dua orang saksi yang berada di sana
Pemberian wasiat maupun hibah memang akan lebih baik jika ada
bukti secara tertulis dan sah dengan ditandatangi oleh pihak-pihak
terkait termasuk saksi. Dengan begitu akan meminimalisasi adanya
kesalahpahaman di kemudian hari terhadap pihak lain yang mungkin
tidak mengetahui mengenai hal tersebut. Sehingga setiap langkah
yang dilakukan harus berdasarkan aturan dan dikonsultasikan dengan
pihak yang memang sudah memahami mengenai hal tersebut. Untuk
hukum hibah dan wasiat anda bisa menggunakan jasa yang
menyediakan fasilitas tersebut agar lebih mudah tentunya.
C.PENCABUTAN DAN PEMBATALAN WASIAT SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN KEWENANGAN PERADILAN
AGAMA

Dalam syariat Islam, wasiat harus dikeluarkan dalam suatu testamen


yang dibuat di hadapan notaris sebagaimana yang dilaksanakan dalam
hukum perdata. Oleh karena itu setiap orang yang telah berumur 21
tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat dengan mudah
mewasiatkan sebagaian hartanya untuk orang lain atau untuk suatu
lembaga, atau kepada ahli warisnya yang lain.pernyataan para ahli
waris yang menyetujui ini harus diucapkan secara lisan atau dapat
secara tertulis di hadapan dua orang saksi, atau dibuat di hadapan
notaris. Dalam surat baik dibuat secara tertulis, maupun secara lisan,
harus diterangkan dengan jelas dan tegas siapa-siapa saja, atau
lembaga mana saja yang ditunjuk untuk menerima harta yang
diwasiatkan itu.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
memuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW. menganjurkan kepada
umatnya agar saling memberikan hadiah.
C. Wasiat adalah pemberian sesuatu kepada orang lain melalui pesan yang
dinyatakan sebelum pemberinya meninggal, dan direalisasikan pesan pemberiannya
itu sesudah pemberinya meninggal dunia.
D. Hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan
untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya, dan langsung pindah pemilikannya saat akad
hibah dinyatakan.

B. Saran-saran
C. penutup

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Ali. Hukum Wari. Hukum Keluarga, dan Hukum Pembuktian.


Idris, Abdul Fatah dkk. 2004. Fikih Islam Lengkap. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Muhammad, Abu Bakar. Fiqih Islam-Terjemah Fat-hul Qarib. Karya Abditama. Surabaya.1995.
Qosim, M. Rizal. 2014. Pengalaman Fikih 1 untuk kelas X Madrasah Aliyah,  Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Rizal Qosim, M. 2014. Pengalaman Fikih 1 untuk kelas X Madrasah Aliyah.  Solo. PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Sabiq, Sayyid.1987. Fikih Sunnah 14. terj: Mudzakir. Bandung. PT. Al-Ma’arif.
Subekti , Pokok-pokok Hukum Perdata.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah.  Bandung. Pustaka Setia.
Zein, Satria Effendi M. MA. 2004. Problematika Hukum Keluarga Islam Konteporer. Jakarta.
Kencana
[1] M. Rizal Qosim, Pengalaman Fikih 1 untuk kelas X Madrasah Aliyah, Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2014, hlm. 147
[2] Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, dan Hukum Pembuktian , hlm. 14.
[3] Subekti , Pokok-pokok Hukum Perdata , hlm. 107.
[4] H. Abu Bakar Muhammad, Fiqih Islam-Terjemah Fat-hul Qarib,Karya Abditama,
Surabaya : 1995, Hlm 137
[5] H. Abu Bakar Muhammad, Fiqih Islam-Terjemah Fat-hul Qarib,Karya Abditama,
Surabaya : 1995, Hlm 206
[6] Rachmat Syafei,  Fiqh Muamalah,  Bandung: Pustaka Setia, 2001,  hlm. 242
[7] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, terj: Mudzakir, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987, Cet. 
XX, hlm. 174
[8] M. Rizal Qosim, Pengalaman Fikih 1 untuk kelas X Madrasah Aliyah, Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2014, hlm. 145 [9] Abdul Fatah Idris, dkk, Fikih Islam Lengkap, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2004, Cet.  III,  hlm. 197[10] Satria Effendi M. Zein, MA, Problematika Hukum
Keluarga Islam Konteporer, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. I, hlm. 471-47

Anda mungkin juga menyukai