Anda di halaman 1dari 5

Syura dan Demokrasi

Syuro
Secara etimologis, “syuro” berarti mengeluarkan nasehat kepada yang dinasehati diminta atau
tidak diminta

Syura memilih landasan yuridis syar’i Islam, tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah
legalitas syuro, sebab hakekat syuro itu mengungkapkan pendapat kepada yang diberi nasehat
diminta atau tidak diminta. Dengan demikian, syura dalam Islam ditetapkan oleh Allah
sebagai sifat bagi orang-orang mukmin.

Syura adalah suatu lembaga atau manajemen kekuasaan lengkap dengan ketua dan anggota-
anggotanya punya hak otonom dalam segala urusan luar dan dalam negeri yang tidak boleh
diintervensi kedaulatan penguasa baik dari aturan manajemen atau perencanaannya.

Landasan yuridis bahwa seorang kepala negara bila memiliki kemauan dan tekad untuk
melaksanakan suatu urusan atau keadaan menuntut bertekad bulan dan kepala negara
memiliki keputusan sepenuhnya untuk kepentingan mashlahat masyarakat muslim.

Syura adalah salah satu prinsip penting tentang pemerintah yang dijelaskan dalam Alquran.
Syura mengharuskan kepala negara dan pimpinan pemerintahan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan masyarakat lewat permusyawaratan dengan anggota masyarakat.
Landasan syura sebagai suatu prinsip hukum umum. Permasalahan masyarakat harus
ditentukan dengan musyawarah. Karena itu, syura bersifat fleksibel, tidak dibatasi dan dapat
diterapkan dalam semua keadaan dan untuk semua permasalahan yang berkaitan dengan
masyarakat.

Bahasa umum ketetapan Alquran juga merupakan kesimpulan bahwa syura merupakan
bagian integral dari Islam, bahwa pada prinsipnya syura mengungkapkan semua lingkuangan
hidup umum dan pribadi kaum muslimin. Syura harus diperlakukan dengan dasar yang
serupa dan diberikan tempat yang sama pentingnya dalam pengaturan masalah-masalah sosial
dan politik masyarakat muslim.

Menurut al-Bahri sebagaimana dikutip oleh Muhammad Kamali bahwa ketentuan-ketentuan


Alquran disampaikan dalam tema-tema yang tidak hanya berisikan masalah-masalah
pemerintah tetapi juga mengenai hubungan dalam keluarga, antara tetangga, antar mitra
dalam bisnis, antar majikan dengan pekerja dan sebenarnya semua aspek kehidupan di mana
ia dianggap bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satu dari ayat Alquran yang berkenaan dengan syura muncul dalam bentuk pujian
terhadap kaum beriman yang terdahulu atau ketaatan mereka menyelesaikan masalah-
masalah masyarakat berdasarkan syura.
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (QS. As-Syu’ara: 38).

Alquran dalam hal ini meletakkan landasan tekstual syura sebagai prinsip pemerintahan
Islam. Maka Rasul sekaligus sebagai kepala negara diperintahkan untuk menjalankannya
sebagaimana tersebut dalam surah Ali Imran:

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159).

At-Thabari sebagaimana dikutip oleh Muhammad Hashim Kamali menggolongkan


musywarah sebagai salah satu dari aza’im al-kalam, yaitu prinsip fundamental syari’at yang
esensial bagi substansi dan identitas pemerintahan Islam.

Ibnu Taimiyah juga berpandangan sama dengan memperhatikan bahwa Allah telah
memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan rakyat, meskipun kenyataannya beliau
menerima wahyu Tuhan. Oleh karena itu, perintah Alquran ini lebih tegas dari generasi
muslim selanjutnya yang tidak lagi berjumpa dengan rasul, dan tidak pula mempunyai akses
langsung dengan wahyu.

Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa musyawarah dalam ayat ini bukan sekedar
dianjurkan, tetapi merupakan kewajiban yang ditujukan terutama kepada kepala negara untuk
menjamin bahwa musywarah dijalankan dengan semestinya dalam urusan-urusan
pemerintahan.

Melalui musyawarah, setiap masalah yang menyangkut kepentingan umum dan kepentingan
rakyatnya dapat ditemukan suatu jalan keluar yang sebaik-baiknya setelah semua pihak
mengemukakan pendapat dan pikiran mereka yang wajib didengar oleh pemegang kekuasaan
negara supaya ia dalam membuat suatu keputusan dapat mencerminkan pertimbangan-
pertimbangan yang objektif dan bijaksana untuk kepentingan umum. Suatu musyawarah
dapat diakhiri dengan kebulatan pendapat atau kesepakatan bersama yang lazim disebut
sebagai ijma’ dan dapat pula diambil suatu keputusan yang didasarkan pada suara terbanyak
sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi ketika menghadapi dan memecahkan masalah
serangan orang-orang Quraisy Mekkah yang sedang mengepung Madinah pada perang Uhud.
Ada dua pilihan menghadapi musuh baik secara ofensif atau defensif. Secara pribadi nabi
memilih pilihan kedua yaitu bertahan di kota Madinah. Namun suara terbanyak sahabat
mengiginkan supaya pasukan Madinah menyerang musuh di luar Madinah, yaitu bukit Uhud,
yang akhirnya keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Meskipun demikian, musyawarah berbeda dengan demokrasi liberal yang berpegang pada
rumus setengah plus satu atau suara mayoritas yang lebih dari setengah yang berakhir dengan
kemenangan bagi sebelah pihak dan kekalahan di pihak lain.

Dalam musyawarah, yang dipentingkan adalah jiwa persaudaraan yang dilandasi keimanan
kepada Allah, sehingga yang menjadi tujuan musyawarah bukan untuk mencapai
kemenangan bagi suatu pihak akan tapi untuk kepentingan atau kemasalahatan umum atau
rakyat. Inilah kriteria pengambilan keputusan.

Demokrasi
Demokrasi adalah istilah asing baik lafal atau maknanya. Demokrasi adalah hukum manusia,
hukum bangsa yangtelah mencapai tingkat matang hingga mampu menentukan hukum bagi
dirinya sendiri.

Para pakar demokrasi membuat sistem peradilan berdasarkan kedaulatan rakyat. Mereka
berasumsi bahwa rakyat yang telah mencapai tingkat matang adalah sumber kekuasaan
legislatif, yudikatif dan eksekutif. Dari dan untuk rakyatlah kembali segala urusan hukum.

Munculnya bentuk-bentuk pemerintahah demokrasi sekarang ini belum terlalu lama. Di


Inggris baru sekitar tiga abad lalu, sementara di Perancis baru muncul setelah revolusi
sedangkan di Amerika setelah masa kemerdekaan.

Bentuk-bentuk pemerintahan demokrasi abad-abad terdahulu, terutama seperti yang ditemui


di Yunani, kita hampir tidak mendapati sebuah pemerintahan demokrasi yang mampu
menguasai sebuah bangsa dengan jutaan jiwa penduduknya. Bentuk demokrasi seperti ini
hanya kita busa temui di beberapa kota atau wilayah-wilayah yang penduduknya terbatas,
seperti di Swiss sekarang ini. Namun bagaimanapun juga, prinsip demokrasi pengambilan
keputusan sendiri dengan representasi yang baik, perbedaan bebas, dan berpegang pada
pendapat mayoritas harus tetap terpelihara selamanya.

Apabila kita menyimak kembali kepada pemerintahan Islam dari era-era permulaan, kita akan
menemukan bahwa prinsip utama demokrasi sebenarnya milik Islam. Boleh jadi bentuk
sistem pemerintahannya berbeda dengan yang kita kenal sekarang ini, namun tujuan dan
prinsipnya tetap sama. Hal ini tidak aneh, sebab Islam tumbuh di negeri Arab yang dahulunya
menganut sistem demokrasi yang mirip dengan sistem Swiss sekarang ini atau hampir sama
dengan sistem ya g diterapkan di beberapa kota Yunani tempo dulu. Bagi orang Arab, baik
yang tinggal di pedalaman atau di kota, kebebasan penuh merupakan segala-segalanya.

Mereka saling mengadakan pertemuan untuk membicarakan berbagai urusan yang


menyangkut kepentingan umum, atau menyelesaikan perselisihan yang timbul sebelumnya di
antara mereka. Dur an-Nadwah di Mekkah adalah nama temapt berkumpul dan
bermusyawarah di kota suci Mekkah sejak masa nabi Ibrahim. Dengan demikian wajarlah
bahwa jika sistem pemerintahan Islam dirakit dengan elemen-elemen Arab dan bentuk
demokrasinyapun sesuai dengan pemahaman orang Arab.
Kalau kita kembali kepada peristiwa pembaiatan Abu Bakar, Umar dan Utsman, kita akan
menemukan secara gamblang maknanya yang hakiki. Orang-orang berkumpul, lalu memilih
seorang khalifah. Berikutnya mereka datang bersama-sama untuk membaiatnya. Tidak ada
satupun di antara khalifah yang mempunyai kekuasaan legislatif. Sebeb kekuasaan tersebut
hanya diberikan kepada para qadi. Dalam mengambil keputusan, para qadi merujuk kepada
dalil-dalil yang bersumber dari Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.[6]

Dengan demikian, para khalifah hanya mengemban kekuasaan eksekutif, sebagaimana dalam
sistem demokrasi. Boleh jadi kekuasaan eksekutif tidak memiliki lembaga pengawasan yang
memungkinkan mereka bertindak sebagai diktator tanpa harus mempertanggung
jawabkannya kepada siapapun. Atau harus mempertanggung jawabkannya, mereka diawasi
oleh sebuah lembaga pengawasan seperti yang berfungsi sebagai parlemen di negara-negara
Eropa atau lembaga legislatif di Amerika. Jika tindak-tanduk khalifah diawasi dalam apapun
bentuknya, tak perlu diragukan lagi bahwa pemerintahan Islam itu juga menerapkan sistem
demokrasi, meskipun bentuknya tidak sama seperti yang kita kenal sekarang.

Dalam pidato pengukuhan Abu Bakar tercermin bahwa rakyat mempunyai hak untuk
mengawasi dan membimbing beliau. Sampai-sampai ia memberikan hak kepada masyarakat
untuk menentangnya bila ia berbuat durhaka kepada Allah dan rasulNya.

Prinsip-prinsip Islam pada dasarnya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Juga sudah
jelas bahwa kaum muslim berkewajiban mendirikan sistem-sistem pemerintahan di negerinya
sendiri berdasarkan prinsip-prinsip itu. Mereka bisa saja memakai sistem perwakilan atau
parlemen.

Prinsip-prinsip demokrasi tidak hanya mengurusi ummat Islam melainkan penduduk non-
muslim, mencakup hubungan internasional dalam pengaturannya. Menghormati perjanjian
yang telah dibuat, menghapuskan penjajahan, dan menghormati hak-hak azasi manusia dan
mempunyai norma agama, adat, hukum dan sosial.

Perbandingan Konsep Syura dengan Demokrasi.


Bila dua sistem pemerintahan ini dibandingkan, maka akan dapat diuraikan sebagai berikut:

Syura lebih luas daripada demokrasi.

Syura adalah ketetapan yang ditentukan dalam jama’ah dan merupakan bukti dari kehendak
golongan mayoritas dengan syarat mereka memperoleh kebebasan sepenuhnya untuk
menantang, mendiskusikan dan menolaknya. Sementara demokrasi berpegang pada rumus
setengah plus satu suara.

Demokrasi menurut konsep Barat modern merupakan filsafat organisasi politik yang
beranggapan bahwa rakyat memiliki kedaulatan mutlak. Sementara demokrasi menurut Islam
adalah suatu sistem yang di dalamnya rakyat hanya menikmati hak kekhalifahan, tuhan
sendirilah yang memegang kedaulatan.
Menurut konsep Demokrasi Barat, pemerintah dibentuk dan diubah melalui pelaksanaan
pemilihan umum, sementara dalam demokrasi Islam, pemerintah ditetapkan untuk dibatasi
oleh garis-garis yang telah diajarkan oleh Islam.

Syura bertujuan untuk melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam
kehidupan bernegara, damal demokrasi Islam tidak dikenal istilah oposisi.

Syura tunduk kepada syari’at dan komitment dengan nash-nash yang qat’I sementara
demokrasi tunduk kepada aturan yang dibuat manusia untuknya.

Syura mempunyai corak pendidikan, bimbingan, konstitusional, akhlak dan agama,


sementara demokrasi hanya bercorak konstitusional serta akhlak merupakan bagian terpisah.

Secara etimologis, “syuro” berabrti mengeluarkan nasehat kepada yang dinasehati diminta
atau tidak diminta. Syura adalah suatu lembaga atau manajemen kekuasaan lengkap dengan
ketua dan anggota-anggotanya punya hak otonom dalam segala urusan luar dan dalam negeri
yang tidak boleh diintervensi kedaulatan penguasa baik dari aturan manajemen atau
perencanaannya. Syura mengharuskan kepala negara dan pimpinan pemerintahan untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat lewat permusyawaratan dengan
anggota masyarakat

Sementara demokrasi adalah ideologi sistem pemenrintahan dan segala aspeknya berdasarkan
kedaulatan rakyat. Demokrasi berasumsi bahwa rakyat yang telah mencapai tingkat matang
adalah sumber kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif. Dari dan untuk rakyatlah
kembali segala urusan hukum.

Anda mungkin juga menyukai