Anda di halaman 1dari 13

LK 1.

1 : Lembar Kerja Belajar Mandiri Modul 4


Nama : Septi Riyanningsih, S.Pd.
Institusi : SMK-SMAK Bogor
Judul Modul DASAR KIMIA ANALISIS
Judul Kegiatan Belajar 1. Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Klasik (Gravimetri, Volumetri)
(KB) 2. Elektrometri
3. Spektrofotometri
4. Kromatografi
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta KB 1. Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Klasik (Gravimetri,
konsep (istilah Volumetri)
dan definisi) di 1. Analisis kualitatif: Menentukan macam atau jenis zat atau komponen-
modul ini komponen bahan yang dianalisis dengan mempergunakan sifat-sifat zat
atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimianya.
2. Analisis kualitatif bahan berdasarkan karakteristik fisik (sifat
fisik): Penentuan sifat fisis dan keasaman.
3. Analisis bahan berdasarkan metode H2S: Analisis kation dan analisis
anion.
4. Analisis pendahuluan: Sampel padat meliputi: warna, bau, bentuk,
kelarutan, pemanasasan dalam tabung uji serta tes nyala. Sedangkan
untuk sampel cair analisis penaduluan meliputi: warna, bau, kelarutan
serta keasaman.
5. Titik leleh suatu zat: Suhu dimana terjadi keadaaan setimbang antara
fasa padat dengan fasa cair.
6. Indeks bias suatu zat: Perbandingan kelajuan cahaya di udara
dengan kelajuan cahaya di dalam zat tersebut.
7. Titik didih: Suhu (temperatur) di mana tekanan uap jenuh zat cair sama
dengan tekanan udara luar.
8. Kation golongan I: (Pb2+, Hg+, Ag+) membentuk endapan dengan HCl
encer. Endapan tersebut adalah PbCl2, Hg2Cl2 dan AgCl yang semuanya
berwarna putih.
9. Kation golongan II: (Hg2+, Pb2+, Bi3+, Cu2+, Cd2+, As3+, As5+, Sb3+,
Sb5+, Sn2+, Sn4+) membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam
suasana asam mineral encer.
10. Kation golongan III: (Co2+, Ni2+, Fe2+, Zn2+, Mn2+, Cr3+, Al3+)
membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau
amoniakal. Endapan yang terbentuk adalah FeS (hitam), Al(OH)3
(putih), Cr(OH)3 (hijau) NiS (hitam), MnS (merah jambu) dan ZnS
(putih).
11. Kation golongan IV: (Ca2+, Sr2+ dan Ba2+) mengendap sebagai
karbonatnya dalam suasana netral atau sedikit asam dengan adanya
amonium klorida. Endapan yang terbentuk adalah BaCO3, CaCO3 dan
SrCO3 yang semuanya berwarna putih.
12. Kation golongan V: (Mg2+, Na+, K+ dan NH4+) dapat dilakukan dengan
reaksi-reaksi khusus atau uji nyala, tetapi ion amonium tidak dapat
diperiksa dari filtrat IV.
13. Analisis anion: Pemisahan anion berdasarkan kelarutan garam-garam
perak, garam-garam kalsium, barium dan seng. Selain itu ada cara
penggolongan anion menurut Bunsen, Gilreath dan Vogel.
14. Gravimetri: Suatu teknik analisis yang didasarkan atas pengukuran
massa.
15. Metode pengendapan: analit dipisahkan dari larutan sampel sebagai
endapan dan diubah menjadi senyawa yang diketahui komposisinya dan
dapat ditimbang
16. Metode penguapan: analit dipisahkan dari konstituen lain dalam
sampel dengan diubah menjadi gas yang diketahui komposisinya.
Berdasarkan massa gas ini maka konsentrasi analit dapat dihitung
17. Gravimetri Partikulat: analit dipisahkan dari matrik dengan
penyaringan atau ekstraksi.
18. Elektrogravimetri: sampel yang akan dianalisis ditempatkan di dalam
sel elektrolisa. Setelah dilakukan elektrolisis, hasilnya berupa deposit
logam pada katoda dan selanjutnya ditimbang.
19. Termogravimetri: metode untuk menentukan produk dari dekomposisi
termal untuk memantau massa sampel sebagai fungsi temperatur
sehingga perubahan massa setiap saat dapat disajikan dalam sebuah
grafik.
20. Koagulasi atau aglomerasi: Proses perubahan dari endapan koloid
hingga dapat disaring.
21. Endapan gel dapat bersifat liofilik/hidrofilik/emulsoid: Endapan
yang mempunyai afinitas kuat terhadap pelarut/air misalnya Fe(OH)3.
22. Endapan gel dapat bersifat bersifat liofobik/suspensoid: Endapan
yang mempunyai afinitas lemah terhadap pelarut/air misalnya AgCl.
23. Peptisasi koloid: Proses koloid yang terlarut kembali ke keadaan
semula yang dapat terjadi pada saat pencucian, elektrolit menghilang,
dan lapisan elektrik ganda membesar.
24. Digestion: Dilakukannya pemanasan larutan kurang lebih satu jam
setelah terjadinya endapan, sehingga dapat menghilangkan air yang
terikat pada endapan.
25. Kopresipitasi: Peristiwa dimana senyawa yang mudah larut ikut
mengendap bersama analit.
26. Faktor Gravimetri : jumlah mol analit yang terdapat dalam endapan
yang ditimbang (mol analit dikalikan dengan Mr analit/Mr endapan).
27. Analisis Volumetri: merupakan suatu teknik analisis yang didasarkan
atas pengukuran volume larutan.
28. Titran: larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.
29. Larutan standar: larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.
30. Standarisasi: suatu proses penentuan konsentrasi larutan melalui
proses titrasi.
31. Titik ekivalen: titik teoritik dimana jumlah mol titran stoikiometri
(ekivalen) dengan jumlah mol analit (titrat).
32. Titik akhir titrasi: keadaan dimana titik ekivalen sudah tercapai,
ditandai dengan perubahan warna indikator.
33. Larutan standar sekunder: Larutan standar lain yang ditetapkan
konsentrasinya melalui titrasi dengan menggunakan larutan standar
primer.
34. Zat baku primer: Zat baku primer, adalah zat baku yang langsung
dapat digunakan dalam titrasi dan digunakan untuk menghitung
konsentrasi larutan standar sekunder melalui jumlah mol yang setara.
Contoh zat baku primer adalah H2C2O4, Na2C2O4, KBrO3, KIO3, NaCl
dll
35. Asidi-alkalimetri: metode titrimetri yang berdasarkan pada reaksi
asam dan basa atau prinsip netralisasi. Larutan analit yang berupa
larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau
sebaliknya
36. Indikator Asam Basa: molekul kompleks bersifat asam lemah, yang
berubah warnanya apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya
phenolftalein
37. Titrasi asam kuat dan basa kuat: titrasi yang akan mencapai titik
eqivalen titasi di sekitar pH 7 (netral).
38. Titrasi asam lemah dan basa kuat : titrasi yang akan mencapai titik
eqivalen titasi di atas pH 7 (garam basa).
39. Oksidimetri: metode titrimetri berdasarkan pada reaksi oksidasi –
reduksi antara analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor
dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Jenis titrasi meliputi titrasi dengan standar oksidator kuat,
titrasi dengan reduktor, dan titrasi secara tidak langsung.
40. Titrasi potensiometri: Potensial berubah selama titrasi sejalan dengan
penambahan titran. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi, dan
titik ekivalen dideteksi dari perubahan potensial yang besar dalam kurva
titrasi.
41. Titran auto-indikator: titran yang bertindak sekaligus sebagai
indikator, karena ketika titik ekivalennya tercapai akan terjadi
perubahan warna.
42. Indikator spesifik: suatu zat yang bereaksi secara spesifik dengan salah
satu dari pereaksi dalam suatu titrasi menghasilkan sebuah warna.
43. Indikator redoks: zat warna yang dapat berubah warnanya bila
direduksi atau dioksidasi.
44. Permanganometri: titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (Kalium
permanganat) sebagai titran. KMnO4 bukan standar primer sehingga
perlu distandarisasi dengan menggunakan Arsen(III) oksida atau
Natrium oksalat.
45. Titrasi Iodo-Iodometri: Dalam titrasi iodometri, iodin digunakan
sebagai zat pengoksidasi, sedangkan dalam titrasi iodometri, ion iodida
dipergunakan sebagai zat pereduksi. Menggunakan indikator kanji.
46. Cara langsung (iodimetri): titrasi yang dilakukan langsung dengan
larutan standar iodium sebagai pengoksidasi, dilakukan dalam suasana
netral atau sedikit asam.
47. Cara tidak langsung (iodometri): zat yang akan ditentukan
direaksikan dengan ion iodida berlebih biasanya digunakan KI berlebih.
Zat pertama akan direduksi dengan membebaskan iodium yang ekivalen
jumlahnya. Iodium yang dibebaskan ini kemudian dititrasi dengan
larutan standar tiosulfat.
48. Titrasi pengendapan: didasarkan pada reaksi pengendapan analit oleh
larutan standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit.
Metode ini banyak digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen
dengan menggunakan pengendap Ag+
49. Cara Mohr: merupakan metoda penentuan titik akhir titrasi dimana ion
kromat bertindak sebagai indikator yang banyak digunakan untuk titrasi
argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam metoda
ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat
Ag2CrO4
50. Cara Volhard: merupakan metoda penentuan titik akhir titrasi dimana
didasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna.
Menggunakan larutan standar ion tiosianat untuk mentitrasi ion perak,
metoda Volhard harus dilakukan dalam suasana asam untuk mencegah
pengendapan Besi(III) hidroksida.
51. Cara Fajans: merupakan metoda penentuan titik akhir titrasi dimana
didasarkan pada penyerapan indikator berwarna oleh endapan. Contoh
indikator adsorbsi adalah zat warna organik fluoresenat yang berguna
untuk titrasi ion klorida dengan perak nitrat.
52. Titrasi Kompleksometri: metode titrimetri yang berdasarkan
didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit
dengan titran.
53. Ion kompleks: Agregat bermuatan poliatomik terdiri dari ion logam
yang bermuatan positif dikombinasikan dengan ligan (molekul netral
atau ion negatif).
54. Titrasi sianida dengan ion perak (Metode Liebig): Ke dalam larutan
yang mengandung sianida ditambahkan larutan perak nitrat, maka akan
timbul endapan putih dari perak sianida yang akan melarut kembali
membentuk kompeks disianoargentat. Pada penambahan perak nitrat
selanjutnya akan terbentuk endapan perak sianoargentat yang
merupakan indikasi bahwa titrasi sudah berakhir.
55. Titrasi ion logam dengan EDTA: titrasi dengan EDTA, dimana yang
umumnya digunakan garam dinatriumnya yaitu Na2H2Y.2H2O yang
larut dengan baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y
selalu terjadi ion hidrogen, sehingga untuk untuk mencegah perubahan
pH digunakan larutan buffer.
56. Titrasi Langsung dengan EDTA: Larutan ion logam yang akan
dititrasi diberi buffer untuk pH tertentu (misalnya pH = 10), kemudian
dititrasi, secara langsung dengan larutan standar EDTA.
57. Titrasi kembali dengan EDTA: larutan logam tersebut ditambahkan
larutan standar EDTA yang berlebih, kemudian diberi larutan buffer,
lalu kelebihan EDTA dititrasi dengan larutan standar ion logam.
Biasanya digunakan larutan standar seng (II) klorida atau sulfat, atau
magnesium (II) klorida atau sulfat. Titik akhir titrasi dapat ditentukan
dengan mempergunakan indikator logam.
58. Titrasi Substitusi dengan EDTA: Titrasi ini digunakan untuk ion
logam yang tak bereaksi (kurang bereaksi) dengan indikator logam, atau
ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil jika
dibandingkan dengan logam lain misalnya Magnesium(II) atau Kalsium
(II).
59. Titrasi Alkalimetri dengan EDTA: Ion hidrogen yang terbentuk dapat
dititrasi dengan larutan standar NaOH dengan mempergunakan
indikator asam-basa.
60. Titrasi tidak langsung dengan EDTA: Anion yang membentuk
endapan dengan ion logam tertentu dapat dianalisis dengan cara titrasi
tidak langsung.
61. Indikator ion logam: suatu zat warna organik yang membentuk kelat
berwarna dengan ion logam pada rentang pM.

KB 2. Elektrometri
1. Potensiometri: berkaitan dengan hubungan antara konsentrasi larutan
dengan harga potensial listrik dari suatu sel elektrokimia di antara dua
elektroda. Analisis secara potensiometri memerlukan elektroda
pembanding (reference electrode), elektroda indikator / kerja (indicator
/ work electrode), dan alat ukur potensial listrik (voltmeter).
2. Elektroda pembanding: merupakan suatu elektroda yang memiliki
harga potensial tetap, konstan dan tidak peka terhadap komposisi larutan
yang sedang diukur.
3. Elektroda hidrogen standar (The Standard Hydrogen Electrode,
SHE): terbuat dari logam platina yang dilapisi platina hitam agar
absorpsi gas hidrogen pada permukaan elektroda berlangsung
sempurna. Potensial setengah sel untuk elektroda pembanding hidrogen
standar ini adalah 0 volt.
4. Elektroda kalomel jenuh (The Saturated Calomel Electrode, SCE):
terbuat dari tabung gelas atau plastik dengan panjang 5-15 cm dan garis
tengah 0,5-1 cm yang mengandung komponen untuk reaksi elektroda,
yaitu raksa, raksa(I) klorida dan ion-ion klorida bebas yang didukung
oleh garam KCl. Elektroda kalomel jenuh yang dikonstruk pada 25oC
memiliki potensial 0,2444 V.
5. Elektroda Ag/AgCl: terdiri dari kawat perak yang ujungnya dilapisi
dengan lapisan tipis AgCl. Kawat tersebut dicelupkan ke dalam larutan
yang mengandung larutan KCl yang dijenuhkan dengan AgCl. Jika
menggunakan larutan KCl jenuh, elektroda Ag/AgCl memiliki potensial
pada 25oC sebesar 0,197 V, sedangkan jika menggunakan larutan KCl
3,5 M potensialnya pada 25oC sebesar 0,205 V.
6. Elektroda indikator: elektroda yang memiliki nilai potensial yang
tergantung pada konsentrasi analit.
7. Elektroda jenis pertama: merupakan logam murni dari analit yang
akan diukur, seperti Ag, Bi, Cd, Cu, Hg, Pb, Sn, Ti & Zn.
8. Elektroda jenis kedua: merupakan elektroda yang secara tidak
langsung memberikan respon terhadap anion yang membentuk endapan
yang sukar larut atau kompleks yang stabil dengan kationnya.
9. Elektroda redoks: elektroda ini terbuat dari logam inert seperti platina
(Pt) dan emas (Au), sehingga potensial yang timbul bergantung kepada
potensial dari sistem redoks di dalam larutan tempat elektroda tercelup.
10. Elektroda membran: elektroda yang terbuat dari membran yang
dirancang untuk menghasilkan potensial akibat adanya ion tertentu
melalui proses pengikatan selektif, misalnya pertukaran ion yang terjadi
pada larutan di sekitar antarmuka membran.
11. Elektroda membran kaca: terbuat dari kaca yang mengandung 22%
Na2O, 6% CaO, dan 72% SiO. Penggunaan utama elektroda kaca di
laboratorium adalah untuk mengukur pH.
12. Elektroda membran padat: merupakan modifikasi elektroda
membran kaca dengan mengganti bahan membran dengan senyawa
ionik. Elektroda ini mampu untuk memperoleh respon yang Nernstian
untuk sejumlah anion dan kation seperti F-, Cl- dan Ag+
13. Elektroda membran cair: merupakan elektroda yang bekerja
berdasarkan pertukaran ion atau carier netral. Elektroda ini memakai
senyawa penukar ion atau carier netral yang dilarutkan dalam pelarut
organik yang tidak bercampur dengan air.
14. Elektroda sensor gas: merupakan elektroda yang menggunakan 2
membran dan merupakan yang paling selektif diantara jenis elektroda
yang lain dan mempunyai waktu respon yang lama.
15. Potensiometer: merupakan voltmeter dengan tahanan yang sangat
tinggi sehingga arus lisrik tetap terjaga nol dan akibatnya potensial yang
terukur relatif stabil.
16. Metode potensiometri langsung: berdasarkan adanya perbedaan
potensial yang terjadi saat suatu elektroda indikator dicelupkan ke
dalam larutan uji dan saat elektroda indikator dicelupkan ke dalam
larutan standar.
17. Metode standard addition: larutan sampel yang akan dianalisis diukur
potensial selnya, kemudian ke dalam larutan sampel dimasukkan sedikit
larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya dan diukur potensial
selnya.
18. Metode sample addition: larutan standar dimasukkan terlebih dahulu
dan larutan yang akan dianalisis dimasukkan kemudian.
19. TISAB (Total Ionic Strength Adjusment Buffer): Sebuah reagen
yang ditambahkan pada larutan sampel dan standar yang berfungsi
untuk menjaga pH, aktifitas ion, dan kekuatan ion dari larutan standar.
20. Metode analisis secara konduktometri: merupakan metode untuk
menentukan konsentrasi suatu larutan berdasarkan pengukuran
konduktansi atau daya hantar listriknya.
21. Konduktansi: adalah kemampuan suatu media untuk membawa arus
listrik.
22. Konduktovitas: daya hantar listrik spesifik.
23. Resistivitas: merupakan tahanan dari suatu larutan yang diukur pada
jarak 1 cm antara elektroda-elektrodanya.
24. Daya hantar listrik ekivalen (Λ): merupakan daya hantar listrik 1 g
ekivalenlarutan elektrolit diantara 2 elektroda yang terpisah sejauh 1 cm
25. Berat ekuivalen : merupakan berat molekul dibagi jumlah muatan
positif atau negatif.
26. Titrasi konduktometri: merupakan metode untuk menganalisa larutan
berdasarkan kemampuan ion dalam menghantarkan muatan listrik di
antara dua elektroda melalui tindakan titrasi.
27. Titrasi konduktometri frekuensi arus rendah (maksimum 300Hz):
titrasi dimana setiap penambahan suatu larutan elektrolit ke dalam
larutan elektrolit lain pada keadaan yang tidak menyebabkan perubahan
volume begitu besar akan mempengaruhi konduktovitas larutan, dapat
digunakan pada titrasi asam basa dan tidak diperlukan kontrol suhu

KB 3. Spektrofotometri
1. Spektrofotometri: merupakan salah satu metode analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara radiasi
dan materi.
2. Spektroskopi: istilah umum untuk ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan interaksi dari berbagai jenis radiasi dengan materi.
3. Eksitasi: perubahan analit dari keadaan berenergi rendah menjadi
keadaan berenergi lebih tinggi.
4. Sumber kontinum: merupakan sumber yang memancarkan radiasi
pada berbagai panjang gelombang, dengan variasi intensitas yang relatif
halus sebagai fungsi panjang gelombang.
5. Sumber garis: merupakan sumber yang memancarkan radiasi pada
beberapa rentang panjang gelombang sempit yang dipilih.
6. Sumber nyala api: menggunakan pembakaran bahan bakar dan
oksidan seperti asetilena dan udara, untuk mencapai suhu 2000-3400 K
7. Sumber plasma: merupakan gas terionisasi yang panas, menyediakan
suhu 6000-10.000 K
8. Filter: bagian spektrofotometer yang digunakan untuk mengisolasi
panjang gelombang. Jenisnya dapat digunakan filter absorbsi, filter
interferensi atau monokromator.
9. Monokromator: Pendekatan alternatif untuk seleksi panjang
gelombang yang memungkinkan untuk memvariasikan panjang
gelombang secara kontinyu.
10. Teknik panjang gelombang tetap: panjang gelombang dipilih dengan
memutar kisi-kisi secara manual. Biasanya monokromator panjang
gelombang tetap hanya digunakan untuk analisis kuantitatif.
11. Scanning monokromator : menggunakan kisi dengan mekanisme
yang terus berputar, memungkinkan panjang gelombang yang berurutan
untuk keluar dari monokromator.
12. Detektor: Untuk mendeteksi sinyal radiasi foton yang tidak diserap atau
diemisikan pada metode spektrofotometri. Detektor menggunakan
transduser sensitif untuk mengubah sinyal foton menjadi sinyal listrik
yang mudah diukur. Transduser phototube dan photomultiplier
merupakan contoh transduser foton yang populer.
13. Prosesor sinyal: menampilkan sinyal listrik yang dihasilkan oleh
transduser dalam bentuk yang dapat digunakan untuk analis. Contoh
prosesor sinyal termasuk analog meter atau digital, perekam, dan
komputer yang dilengkapi dengan papan akuisisi digital.
14. Hukum Lambert Beer: hukum dasar yang mengatur absorbsi semua
jenis radiasi elektromagnetik. Dimana A = ε b C
15. Transmitansi: Rasio radiasi elektromagnetik awal (P0) dibandingkan
dengan yang diteruskan (PT).
16. Gugus kromofor: Senyawa yang mampu menyerap sinar radiasi pada
suatu panjang gelombang. Gugus kromofor mempunyai elektron valensi
dengan energi eksitasi yang relatif rendah
17. Lampu deuterium : Sumber radiasi spektrofotometer UV/Vis yang
mengandung gas deuterium pada kondisi tekanan rendah dan
dihubungkan dengan tegangan tinggi sehingga menghasilkan spektrum
kontinu yang merupakan spektrum (UV)
18. Lampu Tungsten (Wolfram) : Sumber radiasi spektrofotometer
UV/Vis yang merupakan campuran dari filament tungsten dan gas iodin
(halogen). Sumber radiasi ini dipakai untuk mengecek atau kalibrasi
panjang gelombang pada spektrofotometer UV-Vis pada daerah
ultraviolet khususnya di sekitar panjang gelombang 365 nm dan
sekaligus mengecek resolusi dari monokromator.
19. Prisma: bagian monokromator yang memiliki fungsi mendispersikan
radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan resolusi
yang baik dari radiasi polikromatis
20. Kisi difraksi: bagian monokromator yang berfungsi menghasilkan
penyebaran dispersi sinar secara merata.
21. Celah optis: bagian monokromator yang berfungsi untuk mengarahkan
sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber radiasi.
22. Fotometer Filter: merupakan instrumen paling sederhana yang
memiliki jalur optik tunggal antara sumber energi dan detektor sehingga
disebut instrumen single beam
23. Spektronik 20: merupakan spektrometer single-beam yang paling
sederhana dan memerlukan proses kalibrasi yang sama seperti pada
fotometer. Spektronik 20 ini sudah menggunakan monokromator yang
berfungsi untuk menseleksi panjang gelombang, menggantikan filter
dalam fotometer.
24. Spektrometer UV/Vis Double-Beam: Pada sistem double-beam
pengontrolan jalur sinar radiasi bergantian antara sampel dan blanko.
Instrumen double-beam lebih serbaguna dari instrumen single-beam
karena dapat digunakan untuk analisis kuantitatif sekaligus kualitatif.
25. Spektrofotometer inframerah: merupakan alat yang mengukur
serapan/absorbsi dimana pengukuran dilakukan pada daerah cahaya
inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 -
50 µm atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Komponen
spektrofotometer inframerah terdiri atas lima bagian pokok yaitu:
sumber radiasi, wadah sampel, monokhromator, detektor dan rekorder.
26. Nernst Glower: merupakan sumber radiasi pada spektrofotometer IR
yang tersusun atas campuran oksida dari zirkon (Zr) dan yitrium (Y)
yaitu ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida thorium (Th) dan serium
(Ce).
27. Globar: merupakan sumber radiasi pada spektrofotometer IR yang
tersusun atas sebatang silikon karbida (SiC) biasanya dengan diameter
5 mm dan panjang 50 mm.
28. Kawat Nikhrom: merupakan sumber radiasi pada spektrofotometer IR
yang tersusun atas campuran nikel (Ni) dan Krom (Cr) Kawat ini
berbentuk spiral dan mempunyai intensitas radiasi lebih rendah dari
Nernst Glower dan Globar tetapi umurnya lebih panjang.
29. Thermocouple: Detektor pada spektrofotometer IR yang merupakan
alat yang mempunyai impedansi rendah dan sering kali dihubungkan
dengan pre-amplifier dengan impedansi tinggi.
30. Spektrofotometer Serapan Atom: merupakan alat yang mengukur
absorbansi yang berdasarkan serapan/absorbsi atom pada panjang
gelombang tertentu.
31. Hollow Cathode Lamp (HCL): sumber sinar yang digunakan pada
SSA
32. Atomisasi: Proses mengubah analit dalam bentuk cairan atau larutan ke
bentuk atom bebas berfasa gas

KB 4. Kromatografi
1. Kromatografi: merupakan metode yang relatif sederhana untuk
memisahkan senyawa yang diinginkan dari pengotor, atau mengisolasi
masing-masing komponen campuran.
2. Kromatografi gas: menggunakan fasa gerak gas, Fasa diam dapat
berupa padatan atau cairan yang ditempatkan dalam kolom.
3. Kromatografi cair: menggunakan fasa gerak cairan, fasa diam dapat
berupa padatan atau cairan yang ditempatkan dalam kolom.
4. Kromatografi adsorbsi: berdasarkan perbedaan daya adsorpsi fasa
diam (adsorben) terhadap komponen-komponen akibat adanya ikatan
ionik, ikatan hidrogen, atau gaya Van der Walls.
5. Kromatografi partisi: pemisahan komponen akibat partisi komponen
diantara fasa gerak dan fasa diam yang berbeda kepolarannya.
6. Kromatografi penukar ion: pemisahan berdasarkan pertukaran ion
pada permukaan fasa diam yang bermuatan.
7. Kromatografi permiasi gel : pemisahan berdasarkan ukuran dan
bentuk molekul komponen.
8. Kromatogram: Hasil pemisahan yang berisi puncak-puncak yang
menggambarkan komponen-komponen yang terpisah.
9. Waktu retensi (tR): Selang waktu yang diperlukan oleh komponen
untuk keluar dari kolom dan mencapai detektor.
10. Waktu retensi fasa gerak (tM): Waktu retensi komponen yang tidak
ditahan dalam kolom.
11. Faktor selektifitas: ukuran distribusi relatif komponen-komponen
diantara fasa diam dan fasa gerak atau ukuran pemisahan komponen-
komponen. Semakin besar harga faktor selektifitas maka pemisahan
akan semakin baik.
12. Faktor kapasitas: ukuran retensi suatu komponen dalam kromatografi
yang dapat digunakan selain waktu retensi.
13. Efisiensi kolom: berhubungan dengan melebarnya puncak pada waktu
komponen bergerak sepanjang kolom. Semakin efisien suatu kolom
kromatografi semakin sempit puncak yang dihasilkan.
14. Height equivalent theoretical plate (HETP): tebal setiap pelat teori
dalam kolom.
15. Difusi Eddy: disebut juga efek variasi jalur komponen terjadi karena
kolom berisi partikel yang tidak merata ukuran dan bentuknya, sehingga
jalan yang ditempuh komponen berbeda-beda.
16. Difusi longitudinal : terjadi karena molekulmolekul solut cenderung
berdifusi ke segala arah.
17. Resolusi : Kemampuan suatu kolom untuk dapat memisahkan
komponen-komponen dalam suatu sampel
18. Kromatografi Kertas: Kromatografi kertas merupakan suatu metode
pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya berdasarkan
distribusi komponen tersebut pada dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa
gerak dimana, Fasa diam berupa air yang terikat pada selulosa kertas,
sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik nonpolar yang sesuai.
19. Kromatografi fasa terbalik: Kromatografi kertas dengan fasa diam
nonpolar dan fasa gerak polar
20. Kromatografi satu arah: kertas digantungkan pada wadah yang berisi
lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya.
21. Kromatografi dua arah: kertas hasil kromatografi satu arah
ditempatkan lagi dalam wadah yang berisi lapisan pelarut tetapi posisi
kertas tegak lurus terhadap arah yang pertama
22. Kromatografi kertas menurun: pengembangan kromatogram
dilakukan dengan cara membiarkan pelarut bergerak turun mengaliri
kertas.
23. Kromatografi kertas menanjak: pelarut bergerak mendaki kertas
kromatografi
24. Kromatografi kertas naik-turun: merupakan gabungan kedua
kromatografi kertas menurun dan kromatografi kertas menanjak.
25. Kromatografi kertas radial atau sirkular: digunakan kertas saring
berbentuk lingkaran, dan sampel ditotolkan di pusat kertas
26. Kromatografi lapis tipis: tergolong sistem kromatografi cair-padat,
fasa gerak berupa cairan dan fasa diam berupa lapisan tipis (dapat
berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan). Digunakan lapisan
tipis adsorben halus (kromatoplat) sebagai fasa diamnya.
27. Eluen: Fasa gerak yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis yang
pembuatannya didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya
merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga
didapatkan perbandingan tertentu.
28. KCKT: merupakan proses pemisahan komponen-komponen
berdasarkan kepolarannya yang terdiri dari kolom (sebagai fasa diam)
dan larutan tertentu sebagai fasa gerak, serta menggunakan tekanan
tinggi untuk mendorong fasa gerak.
29. Pompa : bagian dari KCKT yang berfungsi mengalirkan fasa gerak dari
wadah fasa gerak ke kolom.
30. Pompa reciprocating: pompa yang menghasilkan suatu aliran yang
berdenyut teratur (pulsating), sehingga membutuhkan peredam pulsa
atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis dasar (base line)
detektor yang stabil.
31. Pompa syringe: pompa yang memberikan aliran yang tidak berdenyut,
tetapi reservoirnya terbatas
32. Injektor: tempat memasukkan campuran yang akan dianalisis ke dalam
sistem KCKT
33. Tipe Stop-flow: tipe injektor dimana ketika injeksi dilakukan maka
aliran fasa gerak dihentikan dulu dan aliran fasa gerak dilanjutkan lagi
setelah injeksi selesai.
34. Tipe septum: injektor berupa syringe yang menggunakan septum.
Injektor tipe ini bisa digunakan apabila tekanan yang dihasilkan cukup
rendah yaitu 60-70 atmosfir.
35. Tipe injektor loop valve: merupakan injektor dengan menggunakan
katup yang dipadukan dengan loop.
36. Kolom (fasa diam): tempat terjadinya pemisahan pada KCKT
37. Fasa gerak atau eluen: terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan
resolusi.
38. Detektor: digunakan untuk mendeteksi adanya komponen campuran di
dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis
kuantitatif)
39. Analisis kuantitatif secara kalibrasi dengan standar: komposisi
suatu campuran yang tidak diketahui diperkirakan dengan cara
membandingkan terhadap suatu seri larutan baku dengan berbagai
konsentrasi.
40. Analisis kuantitatif dengan standar internal: sejumlah standar
internal dimasukkan ke dalam tiap larutan standar dan larutan
campuran. Pada metode ini dapat diperoleh ketelitian tertinggi pada
analisis kuantitatif, karena variasi volume larutan yang diinjeksikan
dapat dieliminasi.
41. Kromatografi gas: merupakan teknik pemisahan komponen-
komponen dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi
komponen-komponen tersebut ke dalam 2 fasa, yaitu fasa gerak berupa
gas dan fasa diam bisa cairan atau padatan.
42. Kromatografi gas cair (KGC): proses pemisahan pada terjadi akibat
perbedaan partisi komponen-komponen dalam sampel di antara fasa
diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang sukar menguap
dan melekat pada padatan pendukung berupa butiran halus yang inert.
43. Kromatografi gas padat (KGP): proses pemisahan terjadi akibat
perbedaan adsorpsi fasa diam terhadap komponen-komponen dalam
sampel. Fasa diam pada KGP berupa padatan seperti karbon, zeolit dan
silika gel.
44. Operasi isotermal: pengoperasian kolom dimana suhu kolom dijaga
konstan selama proses pemisahan.
45. Kromatografi gas suhu terprogram: pengoperasian kolom suhu oven
dikendalikan secara terprogram yang dapat mengubah tingkatan
pemanasan yang terjadi antara 0,25°C sampai 20°C.
46. Split injection : Cara menginjeksikan sampel untuk kolom terbuka
dimana konsentrasi komponen dalam sampel terlalu tinggi
47. Spitless injection: Cara menginjeksikan sampel untuk kolom terbuka
dimana biasa digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik
dan untuk analisis renik.
48. Rekorder: berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang
diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram
49. Metode standar kalibrasi : Analisis kuantitatif dengan kromatografi
gas yang dilakukan dengan cara mempersiapkan sederet larutan standar
yang komposisinya sama dengan analit kemudian tiap larutan standar
diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk
tiap larutan standar.
50. Metode standar internal atau standar dalam: Analisis kuantitatif
dengan kromatografi gas yang digunakan apabila tinggi dan luas puncak
kromatogram tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya sampel, tetapi
juga oleh fluktuasi laju aliran gas pembawa, suhu kolom dan detektor,
dan sebagainya, yang mempengaruhi kepekaan dan respon detektor
51. Metode normalisasi area: Cara kuantitatif tanpa menggunakan larutan
standar untuk menghitung konsentrasi komponen-komponen dalam
sampel dalam % dengan cara mengukur luas puncak setiap komponen
dan membaginya dengan luas puncak total seluruh komponen

2 Daftar materi KB 1. Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Klasik (Gravimetri,


yang sulit Volumetri)
dipahami di Analisis kation berdasarkan sistem H2S
modul ini KB 2. Elektrometri
Metode Analisis secara konduktometri
KB 3. Spektrofotometri
Aplikasi hukum Lambert-Beer
KB 4. Kromatografi
Membaca kromatogram dan melalukan perhitungan
3 Daftar materi Penjelasan tentang cara Mohr pada Argentometri
yang sering
mengalami
miskonsepsi

Anda mungkin juga menyukai