Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai
suku bangsa yang bernaung dalam bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, potensi sumber daya manusia, peluang
pasar yang besar dan demokrasi yang relatif stabil. Untuk dapat mengelola sumber daya
alam yang melimpah diharapkan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia mempunyai suatu
sistem birokrasi dengan SDM nya yang berkualitas, yaitu PNS Profesional yang saat ini
dikenal dengan istilah ASN (Aparatur Sipil Negara).
Dalam UU No. 5 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN)
adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pembinaan terhadap ASN sangat diperlukan dalam rangka
menciptakan ASN yang mempunyai SDM yang berkualitas.Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebagai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat
dan pemersatu bangsa. Dalam hal ini, PNS memiliki peranan penting dalam
menentukankeberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan nasional.Untuk itu, peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 12
Tahun 2018 tentang Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil menjelaskan bahwa
sebelum diangkat menjadi seorang PNS, calon PNS harus mengikuti masa prajabatan.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat CPNS adalah warga negara
Indonesia yang lolos seleksi pengadaan PNS, diangkat dan ditetapkan oleh PPK, serta telah
mendapatkan persetujuan teknis dan penetapan nomor induk pegawai. CPNS wajib
menjalani masa prajabatan selama 1 tahun melalui proses pendidikan dan pelatihan.
Pelatihan Dasar CPNS adalah pendidikan dan pelatihan dalam Masa Prajabatan yang
dilakukan secara terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan
motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung
jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Hal tersebut perlu
dilakukan semata-mata untuk mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Praktik Pemberian ASI eksklusif atau menyusui eksklusif adalah hanya
memberikan bayi ASI saja dan tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk
air putih, kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan,
yang dilakukan sampai bayi berumur 6 bulan (Rahman, 2017).
Berdasarkan data WHO cakupan ASI eksklusif di dunia pada usia 0-6 bulan sebesar
43%. Hasil tersebut masih di bawah target global menurut World Health Assembly (WHA)
sebesar 50% (Bakri, 2018). Secara nasional pemberian ASI eksklusif di Indonesia rendah
hanya 74,5% dari target 80% (Balitbangkes, 2019). Di Provinsi Lampung cakupan bayi
mendapatkan ASI Ekslusif tahun 2019 sebesar 69,3%, dimana angka ini masih di bawah
target yang diharapkan yaitu 80% (Profil Kesehatan Lampung, 2019). Di Kabupaten Tulang
Bawang Barat persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan tahun 2017 sebesar
51.5% dari target yang diharapkan yaitu 83% (Profil Kesehatan Kab. Tulang Bawang Barat,
2017).
Bila bayi tidak diberi ASI Eksklusif memiliki dampak yang tidak baik bagi bayi. Bayi
memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang
mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010). ASI memiliki nutrisi penting yang dibutuhkan
bayi baru lahir untuk tumbuh sehat dan kuat. Bayi yang mendapat ASI eksklusif mengalami
lebih sedikit infeksi; memiliki penyakit yang lebih ringan dan ibu yang mempraktikkan
Pemberian ASI Eksklusif mendapatkan manfaat amenore laktasi (Nukpezah, 2018). Bayi
yang tidak diberi ASI Eksklusif juga beresiko mengalami stunting lebih besar. Pada baduta
usia 6-24 bulan yang tidak ASI eksklusif lebih banyak mengalami stunting sebesar 30,7%,
dibandingkan dengan balita baduta yang mendapatkan ASI eks- klusif hanya 11,1% stunting
(Devriany, 2018).
Upaya dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif secara nasional
pemerintah telah membuat peraturan yang menjamin hak anak untuk mendapatkan ASI
seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan
juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2012 Tentang ASI Eksklusif. Kemudian
untuk fasilitas menyusui ditempat bekerja pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah ASI yang sekaligus merupakan peraturan
pelaksana dari UU Kesehatan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam kegiatan aktualisasi di UPTD
Puskesmas Non Rawat Inap Marga Kencana penulis tertarik untuk mengambil isu
rancangan aktualisasi Upaya Meningkatkan Cakupan ASI Ekslusif di UPTD Puskesmas
Non Rawat Inap Marga Kencana.

B. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dari dilaksanakannya kegiatan aktualisasi ini adalah untuk
mewujudkan ASN sebagai pelayan masyarakat yang berintegritas, serta dapat memberikan
kontribusi dan pengaruh positif pada perkembangan dan kemajuan organisasi.

2. Manfaat

Manfaat penulisan laporan aktualisasi ini adalah sebagai berikut:


a) Sebagai saran pelaksana kebijakan public kepada pimpinan
b) Mendukung pelaksanaan program pemberian ASI ekslusif
c) Meningkatkan cakupan ASI ekslusif
d) Sebagai salah satu syarat mengikuti pelatihan dasar CPNS.

C. RUANG LINGKUP

Pelaksanaan kegiatan aktualisasi ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai


berikut:

1. Dilaksanakan oleh Bidan di UPTD Puskesmas Non Rawat Inap Marga Kencana.
2. Pelaksanaan aktualisasi ini dilaksanakan sesuai dengan arahan mentor Ibu Sriyani,
A.Md. Kep.

3. Pelaksanaan aktualisasi di tempat kerja berlangsung mulai tanggal Juli sampai


dengan September 2022.

Anda mungkin juga menyukai