Anda di halaman 1dari 10

OBSERVASI PENYAKIT AKIBAT KERJA DI SEKTOR

INFORMAL
INDUSTRI TAHU SERASI BANDUNGAN

Dosen Pengampu:
Dr. dr. Daru Lestantyo, M.Si.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Alaina Azizah 25000119140349
Alya Dinda 25000119
Muhammad Naufal 25000119140368
Putri Ayu Arumsari 25000119130226
Ruli Bermata Ginting 25000119120035
Santi Andryani 25000119130233
Sayyid Agung 25000119140266

Kelas:
K3 2022

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
1) Gambaran Umum Sektor Informal Industri Tahu
Jenis sektor informal yang peneliti pilih sebagai bahan penelitian
adalah sektor informal bidang industri tahu. Peneliti mengambil salah satu
usaha industri tahu di Industri Tahu Ibu Subiyati yang berlokasi di daerah
Bandungan. Industri Tahu Ibu Subiyati melakukan usaha tahu dengan
memproduksi sekitar 7 kuintal.

2) Proses Kerja Sektor Informal Industri Tahu


Secara garis besar, proses pembuatan tahu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alur Proses Produksi Tahu


a. Pemilihan kedelai
Dalam pembuatan tahu, pemilihan kedelai akan sangat menentukan
hasil akhir dari produksi tahu yang akan dibuat. Produsen
menggunakan kedelai impor dengan kualitas I dengan ciri yaitu warna
dan ukuran kedelai seragam, mengkilat dan kulitnya tidak berkerut.
b. Perendaman
Kedelai hasil penimbangan kemudian direndam selama empat jam.
Proses perendaman dilakukan secara manual oleh pengrajin sendiri
dengan cara menuangkan kedelai kering kedalam bak perendaman
(ember plastik) baik secara curah maupun dibungkus karung
kemudian diberi air sebanyak kurang lebih tiga kali berat kedelai.
c. Pencucian
Kedelai yang telah direndam kemudian dibersihkan dengan
menghilangkan air rendaman beserta kotoran-kotoran yang umumnya
mengapung diatas air.
d. Penggilingan
Biji kedelai tersebut kemudian digiling menjadi bubur kedelai. Kedelai
yang telah direndam, selanjutnya digiling menggunakan mesin
penggiling kedelai/blender. Pada saat penggilingan ditambah air
sebanyak dua kali berat kedelai.
e. Perebusan (masak)
Kedelai yang telah digiling lalu direbus untuk mendenaturasi protein
dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan
asam. Kedelai giling kemudian ditambah air mendidih sebanyak enam
kali berat kedelai, sambil diaduk selama 5-10 menit.
f. Penyaringan
Selanjutnya kedelai yang telah diekstraksi, disaring terus menerus
sehingga didapatkan ampas yang disebut ampas kering. Ampas tadi
disisihkan dan biasanya dimanfaatkan untuk makanan ternak atau
pembuatan dasar tempe gembus. Setelah disaring, cairan yang
berwarna putih susu tadi dilakukan pemasakan dengan
menggunakan uap bertekanan. Penyaringan menggunakan kain
sifon, menghasilkan filtrat dan ampas tahu.
g. Penggumpalan
Setelah itu ditambah dengan asam cuka/ jantu untuk mengendapkan
dan menggumpalkan protein sehingga dapat memisahkan whey
dengan gumpalan. Selanjutnya endapan yang ada tadi dicetak
menjadi tahu.
h. Pencetakan dan Pengepresan
Bubur kedelai yang telah digumpalkan selanjutnya dicetak menjadi
tahu. Pencetakan berbeda-beda sesuai dengan jenis dan ukuran tahu
yang akan dibuat. Tahu yang akan dicetak sebelumnya dibungkus
dengan kain belacu yang dipotong segiempat kecil-kecil. Setelah
benar-benar padat, bungkus kain dibuka kemudian ditiriskan untuk
selanjutnya dilakukan pemasakan dengan penambahan bawang dan
garam.
i. Pengemasan
Setelah diberi bumbu bawang putih dan garam, selanjutnya tahu
ditiriskan dan kemudian di lakukan pengemasan.

3) Potensi Bahaya PAK Industri Tahu


a. Bahaya Fisik
- Paparan panas
Paparan panas berasal dari api kayu bakar pada saat proses
mengolah kedelai yang akan menimbulkan kejadian heat stress.
Paparan asap yang dihasilkan oleh kayu yang dibakar dalam
tungku untuk mengolah kedelai, selama proses pengolahan jika
dilakukan terus menerus akan mempengaruhi kesehatan bagi
pekerjanya yaitu gangguan pernapasan yang dikarenakan asap
pada kayu dan uap.
- Suhu tinggi
Proses produksi tahu identik dengan suhu area kerja yang tinggi
(panas) sehingga para pekerja berpotensi mengalami dehidrasi.
- Kebisingan
Akibat penggunaan mesin penggiling kedelai
- Pencahayaan
Pencahayaan yang kurang pada area kerja khususnya saat
proses pemotongan tahu dapat menyebabkan mata kelelahan.
- Air panas
Pekerja berpotensi terkena air panas dari proses perebusan tahu
sehingga pekerja berpotensi terkena gangguan kulit yakni kulit
terbakar dan/atau melepuh.
- Lantai licin
Pada proses perendaman dan pencucian area kerja jadi basah
sehingga lantai licin dan berpotensi menimbulkan pekerja yang
terpeleset.
- Tergores, tertusuk
Tertusuk saat persiapan pembuatan tahu serta tergores saat
pemotongan tahu yang mana akan menimbulkan luka pada
pekerja yang dapat bersifat infeksius.
b. Bahaya Ergonomi
- Manual handling
Pekerja menuangkan dan memindahkan ember berisi kedelai ke
dalam bak perendaman dan pemberian air yang beratnya
melebihi berat kedelai secara manual
- Posisi kerja yang kurang ergonomis
Contohnya saat mengolah olahan tahu pada ember dan pada saat
pengepresan dengan posisi sedikit membungkuk. Posisi kerja
yang seperti ini akan mengakibatkan kelelahan da cedera bagian
leher dan punggung.
- Gerakan repetitif
Pekerja melakukan secara berulang.
c. Bahaya Biologis
- Bakteri
Bakteri pada wadah ataupun alat untuk mengolah tahu yang
berpotensi untuk timbul terjadinya infeksi pada pekerja.
- Hama
Banyak hama tikus pada lingkungan kerja yang mana dapat
menimbulkan penyakit zoonosis seperti leptospirosis.
d. Bahaya Kimia
- Rendaman air tahu
Kontak dengan air dapat menyebabkan para pekerja merasakan
gatal-gatal pada tangan. Sering terpaparnya pada rendaman air
tersebut bisa menyebabkan alergi ataupun penyakit kulit.
- Debu
Debu dari kacang kedelai yang terhirup saat proses pemilihan dan
sisa penggilingan dapat mengganggu sistem pernapasan
e. Bahaya Psikologi
- Proses kerja yang monoton
Proses kerja yang repetitif dan monoton menimbulkan kebosanan
bagi pekerja.
- Kelelahan mental
Akibat beban kerja yang berlebih dan durasi yang berlebih akan
menimbulkan stres pada pekerja.

4) Usulan Pengendalian Potensi Bahaya PAK Industri Tahu


● Pemberian makanan yang berkualitas baik, menu seimbang sesuai
kebutuhan kalori
● Pemberian asupan cairan yang memadai selama dalam pekerjaan
supaya terhindar dari dehidrasi
● Melakukan penyuluhan tentang gizi kepada pekerja tentang
pentingnya mengkonsumsi gizi secara seimbang
● Mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan secara berkala
● Pembuatan shift kerja dan pemberian jam istirahat sehingga beban
kerja pekerja berkurang
● Memberikan informasi terkait standar operasional kerja dan bahaya
keselamatan kerja kepada para pekerja
● Menggunakan alat bantu angkat angkut untuk proses pengangkutan
dan pemindahan barang
● Memodifikasi alat yang digunakan untuk proses bekerja, misal
gayung yang digunakan pada saat proses perebusan dengan tangkai
yang lebih panjang sehingga dapat mengurangi risiko terkena sari
kedelai panas.
● Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja seperti celemek,
penutup kepala, penutup hidung dan mulut, sarung tangan, serta
sepatu boots
● Memberikan pelatihan kepada pekerja dan menyediakan alat
pemadam api sederhana dari karung goni guna mengantisipasi
bahaya kebakaran
● Melatih pekerja untuk menjadi petugas P3K dengan mendatangkan
instruktur dari PMI untuk memberikan pelatihan Pertolongan Pertama
● Menyediakan tempat pencuci tangan dan juga berikan poster langkah
cuci tangan yang benar
● Membuat program higiene dan sanitasi yang dapat dilakukan secara
rutin, dan menutup tungku masak dengan triplek atau papan untuk
mencegah kontaminasi dari hewan peliharaan yang berkeliaran

5) Foto Dokumentasi Sektor Informal Industri Tahu


DAFTAR PUSTAKA

Alauddin, M. R., Denny, H. M., & Jayanti, S. (2015). Analisis HIRA (Hazard
Identification and Risk Assessment) Pada Industri Tahu Serasi
Bandungan Baru Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 3(2),
158-167.
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.
Arifin MM, Suherman I. (2019). Analisis Penerapan Sistem HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) pada Pabrik Tahu Tradisional di Daerah
Purwakarta. Jurnal KaLIBRASI-Karya Lintas Ilmu Bidang Rekayasa
Arsitektur, Sipil, Industri, 2, 1-5.
Fathimahhayati, L. D., Wardana, M. R., & Gumilar, N. A. (2019). Analisis Risiko
K3 Dengan Metode HIRARC pada Industri Tahu dan Tempe Kelurahan
Selili, Samarinda. Jurnal Rekavasi, 7(1), 62-70.
Huda AI, Suwandi T. (2018). Hubungan Beban Kerja dan Konsumsi Air Minum
dengan Dehidrasi Pada Pekerja Pabrik Tahu. The Indonesian Journal Of
Occupational Safety and Health.7(3), 310-20.
Negara, N. L. G. A. M., & Ningrat, N. M. N. (2020). Gambaran Risiko Bahaya
Kerja Pada Pabrik Tahu Di Kelurahan Tonja. Bali Health Journal, 3(2-2),
S65-S69.
Santoso, H.B. (1993). Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai. Yogyakarta:
Kanisius
Tasmi, D., Lubis, H. S., & Mahayuni, E. L. (2015). Hubungan Status Gizi dan
Asupan Energi Dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan
Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015. Jurnal
Lingkungan dan Kesehatan Kerja, 4(2), 22-27.
Palupi Restuputri, Dian, dan Heru Prastawa. (2014). Perbaikan dan Perancangan
Fasilitas Kerja pada Proses Pembuatan Tahu Studi Kasus UKM Tahu
Sumadi. Research Report.
Patradhiani, R., Yasmin, Y., & Prastiono, A. (2019). Identifikasi dan Pengendalian
Risiko Penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) Pada Industri Tahu Pong
Goreng Palembang. Integrasi: Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 4(2), 41-48.
Putri RO, Jayanti S, Kurniawan B. (2020). Hubungan Postur Kerja dan Durasi
Kerja Dengan Keluhan Nyeri Otot Pada Pekerja Pabrik Tahu X di Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (UNDIP), 9(6), 33-40.

Anda mungkin juga menyukai