Anda di halaman 1dari 4

Sambutan Ketua Panitia Rowahan Massal PWNU Jakarta

Alhamdulillah, puja dan puji syukur selamanya hanya milik Allah, di mana berkat
Taufik hidayah dan innayahNya kita semua bisa meluangkan waktu dan
menyempatkan diri untuk hadir di Pontren Al-Hamid ini dalam rangka
mensukseskan Peringatan Harlah ke99 NU yang dikemas melalui “Rowahan
Massal Menuju 100 Tahun NU.”
Sementara thema yang diambil adalah “Merawat Jakarta, Membangun
Peradaban.” Tentunya bukan tanpa alasan thema tsb muncul dalam acara ini.
Mengingat bahwa Langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk
memindahkan ibu kota RI ke wilayah Kalimantan Timur membawa konsekuensi
terhadap kota Jakarta yang akan datang karena kosongnya pengaturan
kelembagaan perkotaan nasional di Indonesia.
Pertanyaan pentingnya adalah seperti apakah nantinya tata kelola internal Kota
Jakarta, hubungan dengan Pemerintah Pusat dan nasib kekhususan Jakarta itu
sendiri?
Pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang semua itu terkait dengan desain
kelembagaan Kota Jakarta kelak, mengingat beban Jakarta yang begitu besar,
permasalahan perkotaan yang begitu dahsyat, dan tantangan ke depan yang
dihadapi kota Jakarta yang tentunya tidak ringan.
Memindahkan ibu kota dari Jakarta ke mana pun harus tetap memikirkan disain
kelembagaan Kota Jakarta, nantinya. Harus dihindari pindah ibu kota, tetapi
pada saat yang sama status Jakarta masih juga sebagai ibu kota, sehingga
mengakibatkan terjadinya ibu kota negara kembar. Ini dapat menyebabkan
chaos.
Nah, di sinilah letak pentingnya “Merawat Jakarta”—dalam artian NU Jakarta
harus punya kesadaran untuk mengambil bagian dalam memberi kontribusi ide-
ide dan gagasan-gagasan kepada pemerintah sehingga mampu menyusun
perundangan-undangan yang diharapkan mampu menegakan segala aspek
kehidupan kota Jakarta agar kota ini tetap lincah, cepat, dan memiliki daya saing
yang kuat dibanding kota-kota dunia lainnya.
“Membangun peradaban” adalah membangun manusia-manusianya. Ia berarti
membangun manusia-manusia yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab
dirinya kepada Allah; yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap
dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya; yang terus berupaya
meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai
manusia yang beradab.
Manusia-manusia beradab ini hanya bisa lahir dari sistem pendidikan yang
islami. Sistem pendidikan yang berdiri di atas pondasi Tauhid yang kokoh dan
tidak lekang oleh waktu. Sistem pendidikan yang tidak memisahkan dirinya dari
agama. Sistem pendidikan yang tidak hanya mendidik akal dan keterampilan,
tetapi juga mendidik jiwa. Sistem pendidikan yang mencetak generasi ulama
cendekiawan yang takut kepada Allah, bukan menentang hukum-hukum Allah.
Inilah pesan yang hendak disampaikan dalam thema Harlah 99 yang
diselenggarakan oleh PWNU Jakarta sekarang ini.
Meski ada sebagian orang yang menolak hadir di “Rowahan Massal” ini dengan
alasan bahwa acara ini tidak lebih dari sekadar seremonial belaka, tapi kami
tetap optimis dan ikhlas melaksanakannya.
Kenapa? Karena kami mampu menangkap makna seremonial yang lebih tepat,
bukan hanya sebatas seremonial yang melulu berorientasi pada pahala, tapi
sebagai sarana mengaktualisasikan dan mengeksplisitkan ke-NU-an kita dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Diakui atau tidak, salah satu ciri seseorang bisa dimasukkan dalam kategori
warga Nahdliyin adalah melaksanakan tahlil, rowahan dan ziarah kubur.
Selanjutnya dalam kesempatan ini, saya ingin memberikan apresiasi dan
penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas komitmen ke-NU-an yang telah ditampakkan teman-teman
pengurus PWNU Jakarta melalui kontribusi finansial dan keikhlasannya untuk
hadir dalam acara ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Gubernur Propinsi DKI Jakarta,
Bapak Anies Rasyid Baswedan, Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya, para
walikota dan bupati se-Jabotabek atau yang mewakili atas kehadiran beliau-
beliau di tempat ini, teriring doa semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat
dan kemudahan bagi mereka di sepanjang pengabdiannya kepada bangsa dan
negara.
Tak lupa pula saya mengucapkan “Syukron Katsiron” kepada teman-teman
panitia yang telah bekerja ikhlas dalam mensukseskan acara ini.
Tak ketinggalan juga, ucapan terima kasih banyak kepada pengasuh Pondok
Pesantren Al-Hamid, KH Lukman Hakim Hamid atas kesediaan dan
kemurahannya sehingga pesantren ini bisa menjadi tempat penyelenggaraan
acara ini. Hal ini sangat menghemat anggaran penyewaan gedung yang telah
dialokasikan oleh panitia, bahkan surplus, sebab beliau ikut juga menyumbang
secara finansial.
Selain terima kasih, tak ada balasan lain yang bisa diberikan, untuk itu
sepenuhnya kami serahkan kepada Allah semoga mendapat RidhoNya dan
dicatat sebagai amal kebajikan di sisiNya, amiiiin.
Sebelum saya akhiri, perkenankan saya mempersembahkan tayangan video
pendek perjalanan PWNU Jakarta dari masa ke masa—sebagai bahan renungan
bersama soal hikmah sebuah Harlah. Sebab NU sebagai sebuah fikrah dan
harakah harus senantiasa menilik ke belakang, melihat kembali gagasan awal
pendiriannya sambil terus menerus membaca perubahan dan mengevaluasi diri:
apakah selama ini kita telah membangun peradaban atau justru malah terjebak
dalam tradisi pra modern? Baru kemudian kita merumuskan konsep dan
langkah perjuangan ke depan untuk turut berperan aktif dalam membangun
peradaban.
Tayangan Video
“sejatinya usia tak pernah bertambah dan jangan tertipu bilangan besar, sebab
hidup ini berbatas waktu.
tetap baca perubahan dan tidak terjebak masalalu, untuk menciptakan sejarah
baru dalam jam’iyyah NU yang maju.”
Bawa Joran pergi ke laut
Mancing ikan dapat tenggiri
Cinta NU tak cuma di mulut
Kalo berharap Ridho Ilahi
Sisa padi namanya merang
Banyak di sawah menjadi sampah
Warga NU harus berjuang
Ajarkan Islam tanpa amarah
Burung nuri jangan ditangkap
Biar bernyanyi di atas dahan
NU harus merubah sikap
Kalo ingin bangun peradaban

Akhirul kalam, wallahu muwaffiq ila aqwamit Thoriq. Wassalamu’alaikum

Anda mungkin juga menyukai