Anda di halaman 1dari 74

Hemodinamik

Syok

Gejala dan Tanda : TDS < 90 mmHg atau TDS turun ≥ 30 mmHg dr TD awal
atau TDD < 60 mmHg atau turun ≥ 20 mmHg dr TD awal atau MAP < 65
mmHg, Takikardia > 100 cx/mnt, akral dingin, hiperventilasi, edema otak
(penurunan kesadaran), oliguria, bila berat (dapat hiponatremia, asidosis
metabolic, hiperglikemia, hyperkalemia)

Syok
Ciri Khas
Hipovolumik Anafilaktik Cardiogenik Sepsis Neurogenik
Kehilangan Terjadi 1-8 Riwayat Nyeri
Terdapat Penyebab : Nyeri
Penyebab Penyeba Penyebab: Penyebab
cairan. jam setelah gagal tanda infeksi hebat
: b Gagal : Infeksi
paparan, jantung, dan terdapat
perdaraha : Alergi
terdapat Jantung, 2 dari kriteria
cardiomegal
n, manifestasi myocarditis :
y, tanda-
demam, , * Temp > 38 atau
alergi pada tanda ACS < 36
muntah, organ( gatal, aritmia
atau * RR > 20 x/mnt
mencret, mengi, , ACS * HR > 90 x/mnt
myocarditis
lacrimasi, * Leucosit <
(ECG
4.000 atau >
mual
muntah)

1
Klasifikasi Hipovolumik

Stage Plasma hilang Gejala


Presyok 750 ml Pusing, takikardia. TDS 90-100 mmHg
Ringan 1.000-1.200 ml Gelisah, keringat dingin, haus, diuresis
berkurang, HR > 100 x/mnt. TDS 80-90
mmHg
Sedang 1.500-1.750 ml Gelisah, pucat. Dingin, oliguria, HR > 100
x/mnt. TDS 70-80 mmHg
Berat 1.750-2.250 ml Pucat, sioanosis, dingin, takipneu, kolap
pembuluh darah, takikardia/ tdk teraba,
TDS 0-40 mmHg

Terapi Umum
 Tungkai dinaikkan. Beri Oksigen target SpO2 > 92%
 Segera pasang infus, bila perlu 2 line
 Resusitasi cairan (hati-hati pada syok cardiogenic), bila bukan syok
cardiogenik dapat dibererikan kristaloid 10-20 ml/kgBB dalam 30
menit, bila gagal dapt diberikan koloid (dextran) maksimum 15
ml/kgBB
 Pada syok kardiogenik hati-hati, berikan cairan pelan-pelan 50 cc
sampai 200 ml sambil monitoring overload (sesak, rhonki)
 Bila dengan cairan adekuat gagal tetap syok dapat diberikan
vasopressor atau vasokonstriktor
 Bila TDS < 70 mmHg beri Norepineprin
(vasokonstriktor) drip 0,05-2 mikrogram/kgBB/menit
 Bila TDS < 90 mmHg dengan tanda-tanda syok dopamine
(vasopressor) 5-15 mikrogram/kgBB/menit
 Bila TDS < 90 mmHg tanpa tanda-tanda syok dobutamin
(vasopressor) 2-20 microgram/kgBB/menit.
 Jika gagal dengan vasopressor : Milrinon bolus 50 mcg/kgBB
IV pelan 10 menit  0,375-0,75/kgBB/mnt IV

Terapi Khusus
Syok Hipovolumik :
 Atasi sumber kehilangan cairan, bila perdarahan dapat diberikan PRC
atau WB. Vasopressor jarang diperlukan

2
Syok Anafilaktik :
 Injeksi adrenalin ( 1:1.000) 1 ml dalam 500 cc Nacl kecepatan 0,5-2
ml/menit atau 10-40 tetes makro/menit atau bila tidak
memungkinkan intravena dapat diberikan 0,5-1 cc IM dapat diulang
tiap 5-10 menit kemudian.
 Inj dyphenhidramin 1,25 mg/kgBB maksimal 50 mg IV ( 1 amp :
10mg)
 Inj kortikosteroid IV : dexamethasone 10 mg ( 2 ampul) atau
methyprednisolon 50 mg tiap 6 jam ( 1 vial 125 mg sehingga kurang
lebih ½ vial) selama 24-48 jam.

Syok Kardiogenik
 Vasopressor bila TDS < 70 mmHg ( hati-hati efek tachycardia)
 Dobutamin bila TDS < 90 mmHd tanpa syok ( kronotropik – inotropik
+) meningkatkan kontraksi jantung tanpa menigkatkan frekuensi
HR
 Dopamin bila TDS < 90 mmHg dengan syok (inotropik + kronotropik
+) meningkatkan kontraksi jantung dan HR

Syok sepsis: sepsis six


 Oksigen 10 L-15 L/mnt target > 92% tapi COPD target 88-92 mmHg
 Cairan seperti diatas ( 1.000-1.500 ml) atau bila TDS < 90 mmHg atau
as laktat > 4 dapat diberikan ( 1.500-2.000 ml)
 Kultur darah
 Antibiotik yang board spectrum sesuai organ yg terkena
 Pemeriksaan asam laktat dan darah (DL, ur, cr, ot, pt, FH : INR &
APTT)
 Monitoring produksi urine (target > 0,5 ml/kgBB/jam)
 Bila perlu norepinephrine target MAP > 65 mmHg

Syok Neurogenik:
 Kepala lebih rendah dr kaki
 Hilangkan penyebabnya, dapat diberikan analgesic
 Steroid untuk mencegah edema sumsum tulang.
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Syok hipovolumik dan syok anafilaktik in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 1-5
* Purwandianto A, sampurna B. Syok in Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. 2000 :

3
Catata cara drip obat kegawatan syok
Norepineprin
( 1 amp = 4 mg dan 8 mg) diencerkan dalam 100 cc Nacl 0,9 %--> 1 ml =
40 mikrogram dan 80 mikrogram.
BB = 50 kg dengan dosis 0,05-2 mikrogram/kgBB/mnt ( dosis 2,5 mikrogram – 100
mikrogram
Hitungan sediaan 4 mg : 2,5/40 µg x 60 tetes mikro = 4 tetes mikro/menit (4
ml/jam)
Hitungan sediaan 8 mg : 2,5/80 µg x 60 tetes mikro = 2 tetes mikro/mnt (2
ml/jam)
Pada sediaan 4 mg NE tetesan = 4 tetes mikro/mnt ( 4 ml/jam) sd 150 tetes
mikro/mnt (150 cc/jam)
Pada sediaan 8 mg NE tetesan = 2 tetes mikro/mnt ( 2 ml/jam) sd 75 tetes
mikro/mnt (75 ml/jam)
Cara tetesan tersebut dinaikkan 2-4 tetes mikro tiap 15 menit sampai MAP > 65
atau TDS > 90 mmHg jika stabil pertahankan 6 jam baru tapering off.

Dopamin
1 ampul : 200 mg diencerkan dalam 100 ml Nacl 0,9%--> 2.000 µg/ml
Dosis = 5-15 µg/kg BB/mnt ( pada BB = 50 kg)
Dosis = 250 µg/mnt – 750 µg/mnt  8 tetes mikro ( 8 ml/jam) sampai 22 tetes
mikro/mnt ( 22 ml/jam).
Cara tetesan = mulai 8 tetes mikro/menit dinaikkan 4 tetes mikro tiap 15 menit
sampai MAP > 65 mmHg jika stabil pertahankan selama 6 jam kemudian
tapering off

Dobutamin
1 ampul : 250 mg diencerkan dalam 100 ml Nacl 0,9%--> 2.500 µg/ml
Dosis = 2-20 µg/kgBB/mnt (BB= 50 kg)
Dosis = 100 – 1000 µg/mnt 4 tetes mikro/mnt ( 4 ml/jam) sampai 24 tetes
mikro/mnt (24 ml/jam)
Cara tetesan = mulai 4 tetes mikro/mnt naikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai MAP
> 65 mmHg, bila stabil pertahankan selama 6 jam kemudian tapering off.

Milrinone
(1 amp 10 mg (10 mL). 10 mg dlm 100 ml NaCl 0,9%  100 µg/mL
BB 50 kg bolus 50 x 50 mcg = 2500 mcg = 2,5 mg = 2,5 mL bolus 10 menit. Lanjut
drip sisanya 7,5 mg dlm 100 ml NS = 75 mcg/mL. Dos 0,375-0,75/kgBB/mnt
(1.125-2.250 mcg/jam 15 ml-30 mL/jam

4
Endokrine
Hipoglikemia

Penyebab = obat antidiabetes, insulin terutaman human insulin, asupan


kurang, peningkatan sensitivitas insulin (Addison disease, latihan jasmani,
penurunan BB).

Kriteria diagnosis = Trias wiple


 Gejala = Parasimpatik (lapar, TD turun), simpatis ( keringat
dingin, berdebar-debar). Bila berat bias kejang/koma
 GDS < 60 mg/dL tanpa gejala dan GDS < 80 mg/dL dg gejala
 Membaik dengan pemberian glucose

Tatalaksana :
 Stop insulin atau OAD bila ada
 Pasien sadar : beri 2 sendok makan gula
 Pasien tidak sadar : D 40% ( 1 flash= 10 gram Dextrosa)
D 40% 1 flas kurang lebih meniikkan glucose ± 50
mg/dL
2 flash D40% diencerkan dg Nacl 0,9% 1:1 intravena- cek
glucose 15 menit setelah koreksi (target GDS > 100 mg/dL) bila
msh < 100 dapat diberikan D 40% 1 flash, < 60 mg/dL beri 2
flash- sampai pasien sadar. Bila telah sadar beri D10% 10-28
tetes makro/menit. Monitoring awal/jam bila > 100 mg/dL dapat
2 jam.
Pada pasien dengan penggunaan glibenklamid hipoglicemia
dapat terjadi dalam 72 jam.
 Bila gagal dipertimbangkan inj glucagon IM/IV/SK
 Inj dexamethasone 1 ampul IV

Bila menggunakan glibenklamide dipertimbangkan untuk


menganti obat, bila menggunakan insulin pertimbangkan dosisnya
dan cara pemberian. Mulai kembali OAD atau insulin setelah
Dextrosa diganti dengan Nacl, pertimbangkan pengaturan
kembali dosisnya.

*PAPDI
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hipoglikemia in Panduan Tatalaksana
5
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 117-119

6
HHS/ Hiperglikemia Hiperosmolar Stage
Hiperglikemia Krisis

Hiperglikemia krisis

KAD HHS
KAD/ Ketoasidodis
* GDS > 250 mg/dL Diabetikum * GDS kadang >
* Osmolaritas
Perbedaan < 320 600 mg/dL
* Anion Gap naik > 12,5 ( N 10-12) * Osm > 320
* Asidodi
Osm metabolic
= 2 Na + glucose/18 * Anin
Anion GapGap N – (HCO3+Cl)
= Na
Ketonuria/
Dapat terjadi pseudohiponatremia * Asidosis metabolic –
ketonemiaNa
corrected sering
= Na++ (gula-100) x 1,6 * Ketonuria –
* HCO3 ≤ 18 100 * GCS menurun

Prinsip Tatalaksana :
 Tatalaksana cairan dan garam yg adekuat (KAD dapat 4-6
liter/hari HHS 6-9 L/hari. Jam pertama 1-2 L , jam ke dua 1 L lanjut
maintance. Liat kondisi natrium jika hypernatremia setelah
resusitasi cairan adekuat dilanjutkan maintance dengan Nacl
0,45%. Tidak berlaku untuk gagal jantung dan gagal ginjal
overload
 Menekan lipolysis dg pemberian drip Insulin. Dosis KAD mulai 0,1
Unit/kgBB/jam, HHS 0,05-0,1 U/kgBB/jam. Bila tidak mencapai
10% penurunan dapat bolus 0,14 Unit/KgBB IV. Bila GDS pd KAD

7
mulai 200 m/dL dan HHS mulai 300 mg/dL turunkan dosis insulin
menjadi ½ dosisi awal. Cairan digsnti D5 ½ NS (mencegah starvasi
 ketosis).
 Drip Kalium K < 3,3 drip KCl dahulu dan insulin stop, K 3,3
– 5,5 drip Kcl, K > 5,5 tidak perlu drip KCl.
 Target GDS KAD 150-200 mg/dL dan HHS 200-300 mg/dL. Syarat
switch ke insulin SC adalah.
 KAD GDS < 200 + 2 dr 3 kriteria : HCO 3 ≥ 15, Anion gap ≤ 12, Ph > 7,3
 HHS : osmolaritas Normal dan GCS membaik
Insulin SC 0,5 – 0,8 U/kgBB (atau 10 unit intermediate/long
acting inulin dan 4 U premeal short ato rapid acting insulin)
Lanjutkan drip 1-2 jam setelah insulin basal masuk.
 Bikarbonat : beri jika ph < 6,9
 Atasi pencetus KAD (stress atau infeksi, ACS)
 Monitoring KAD :
 GDS/jam kemudian dapat diperpanjang
 Elektrolit/ 6 jam selama 24 jam selanjutnya keadaan
 BGA / 6 jam sampai ph > 7,1, bila > 7,1 sesuai klinis
 Balance cairan dan hemodinamik

Cara drip Insulin :


 50 Unit insulin human short acting (actrapid atau Humulin R) bila
tidak ada rapid acting ( novorapid atau apidra) dalam 500 ml Nacl
0,9% kemudian buang cairan sampai keluar.
Cara meneteskannya : 1 cc : 0,1 unit
Dosis : 0,1 U/jam x 50 kg = 5 U/jam yg sama dg 50 cc/jam ( 50 tetes
mikro/menit)
  Drip KCL perifer 20-25 Meq ( 1 flash dalam 500 cc NS)
kecepatan sd 10 meq/jam ( 1 flash Kcl = 25 meq)
  Dri[p KCl vena central dapat lebih pekat dg kecepatan 10-40
meq/jam
 Drip bicarbonate hati-hati bila bolus (1 flash = 25 meq)

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Ketoasidosis diabetikum in Panduan Tatalaksana


Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 1-5
* PAPDI
* ADA. Hyperglicemia crisis. 2011.

8
Krisis Tiroid

Pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat kontras, hipoglikemia, persalinan,


penghentian anti tiroid, radioaktif, KAD, stroke, tromboemboli.
Gejala: riwayat hipertiroid, delirium, koma, demam, takikardia 120-200
x/mnt, gagal jantung, diare, icterus
Cek skor Burch-wartosky ≥ 45, TSH ↓, T3 dan fT4 ↑

Regulasi suhu (®C) Skor Kardiovaskular (HR + x/mnt) skor


37,2-37,7 5 90-109 5
37,8-38,3 10 110-119 10
38,4-38,8 15 120-129 15
38,9-39,4 20 130-139 20
39,5-39,9 25 ≥ 140 25
≥ 40 30 Gagal jantung
Sistem SSP Tidak ada 0
Tidak ada 0 edema 5
Agitasi 10 Rhonki 10
Delirium, psikosa, letargi 20 Edema paru 15
berat
koma 30 Atrial fibrilasi
Disfungsi Hati Tidak ada 0
Tidak ada 0 Ada 10
Diare, muntah 10 Factor pencetus
Ikterus 30 Tidak ada 0
Ada 10
Skor ≥ 45 : sangat mungkin krisis tiroid. 25-44 : suggestive impending strom.
25: kemungkinan kecil
Tatalaksana
Suportif : atasi factor pencetus, koreksi cairan dan elektrolit
Kompres & paracetamol, ggl jantung (O2, diuretic, digitalis pd AF)
Antagonis aktifitas hormone tiroid
 PTU 300-400 mg/4-6 jam atau metimazol (tyrozol) 20-30 mg/4 jam, bila berat
600 -1.000mg atau metimazol 60-100 mg.
 Solusio lugol 8 tetes/6jam diberikan 2 jam setelah PTU
 Propanolol 60-80 mg/6 jam po atau 1-3 mg IV target HR < 90 x/mnt
 Dexamethasone 2 mg/6 jam (0,4 cc dexamethasone)
Bila gagal  plasmapharesis, peritoneal dyalisis
Antibiotika bila ada infeksi
*PAPDI
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hipoglikemia in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu
Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 120-122

9
Krisis Adrenal
Definisi = Defesiensi kortisol absolut yang mendadak. Dapat juga pada
stress, infeksi berat, kerusakan hipofise, terapi kortikosteroid lama dan
berhenti mendadak.

Patofisiologi = Cortisol ↓, aldosterone ↓, ACTH tidak turun (sehingga


tidak ada hiperpigmentasi).

Gejala klinis : Penurunan cortisol (gluconeogenesis ↓  hipoglikemia,


lambung  mual, muntah, diare, lemah letih lesu
Penurunan aldesteron karena adrenal gagal  retensi air, hiponatremia,
hiperkalemia & HR turun  TD ↓
Koma, syok

Pemeriksaan penunjang = kortisol darah, ACTH stimulating test, GDS, CT


scan adrenal
DD = issufisiensi, perdarahan adrenal, histoplasmosis

Tatalaksana =
 Obati penyakit dasarnya
 Meningkatkan tekanan darah  dopamine/ norepineprin
 Cairan Nacl 0,9% atau D5%
 Atasi hipoglikemia
 Mineralocorticoid = fludricortison (tidak ada) dapat ganti
hydrokortison
 Inj hidrokortison 100 mg iv  drip 10 mg/jam atau 100 mg bolus
lanjut 100 mg/6jam ( hari 1)  50 mg/ 6 jam IM  po : 40 mg pagi
dan 20 mg malam  20 mg pagi dan 10 mg malam
atau
 Dexamethason 4 mg IV (0,8 mL dexamethasone) setelah stabil
lanjutkan 4 mg tiap 12 jam (24 jam)  2 mg/ 12 jam  1,5 mg pagi
dan 0,75 malam  0,75 mg pagi dan 0,5 malam

*PAPDI
* Adhiarta I, Soeredjo N. Krisis Adrenal. Bagian ilmu penyakit dalam RS. Hasan sadikin/
UNPAD.

10
Cardiology

Hipertensi Krisis
Emergency : TD > 180/120 dengan target organ baru atau perburukan
target organ.
Urgency : tanpa ada kerusakan organ (literature baru tidak ada urgency)
Target organ = papil edema, serebrovaskular (HT encephalopathy, CVA),
jantung (ACS, ALO, diseksi aorta), Ginjal (GN akut, HT pd transplan),
katekolamin (feokrositoma), eklamsi, bedah, epistaksis.
Penunjang : DL, Ur, Cr, SE, GDS. CXR, CT scan
Terapi :
Target : MAP turun 25% dalam waktu 2 jam. Setelah tanda hipoperfusi
organ teratasi penurunan dapat dalam 12-16 jam. Urgency bertahap dalam
24 jam.
Monitoring : 15-30 menit
Tatalaksana
Istirahat total, diet rendah garam, atasi penyulit
Hipertensi urgency
 captopril 6,25 -50 mg po/SL (awitan 15 menit dg lama kerja 4-6 jam)
 Clonidine po 0,15 mg ( 1 tab) 0,15/jam sd dosis total 0,9 mg,
awitan 0,5-2 jam, lama kerja 6-8 jam.
 Furosemide 20-40 mg po, awitan 0,5-1 jam, lama kerja 6-8 jam
 Labetalol 100-200 mg ( 1 tab = 200 mg), awitan 0,5-2 jam, lama kerja
6-8 jam
Hipertensi emergency
Segera minum antihipertensi oral sambil drip.
 Furosemide inj 20-40 mg ( 1-2 ampul IV) bila ada retensi air, awitan
5-15 mnt, lama kerja 2-3 jam
 Nitrogliserin/NTG ( 1 amp = 10 mg/10 cc) dosis : 5 mcg/mnt dapat
dinaikkan 5 mcg/mnt tiap 5-10 mnt max 100 mcg/mnt.
Cara drip : 1 ampul dlm 40 ml Nacl 0,9%--> 200 mcg/mL
Dosis 5 mcg/mnt5 x 60 menit = 300 mcg/jam = 300 : 200 1,5
mL/jam ( 1,5 tetes mikro/mnt) dapat dinaikkan 1,5 tetes/menit tiap 5-
10 mnt maximal dosis 30 ml/jam ( 30 tetes mikro/mnt.
Jika diencerkan dalam 90 mL NS + 10 mg obat  3 ml/jam dinaikkan 3
ml/jam, max dosis 60 mg/jam.

11
 ISDN ( 1 amp 10 mg/10 ml) dosis 1-10 mg/jam
1 amp dlm 100 mL Nacl 0,9%--> 1 mL= 0,1 mg
Dosis 1 mg/jam 10 ml/jam = 10 tetes mikro/mnt max 100 mL/jam.
 Glyceryl trinitrate/GTN ( 1 amp = 50 mg/10 ml) do = 5-200 mcg
Cara drip : 1 ampul dilarutkan dlm Nacl 0,9% 500 ml 100
mcg/mL
Dosis : 5 mcg/mnt  5 x 60 mnt= 300 mcg/jam = 300 : 100 3
mL/jam ( 3 tetes mikro/mnt) naikkan 3 tetes tiap 5-10 mnt sampai
Max 120 ml/jam. GTN cocok untuk target organ coroner
GTN dan NTG setelah tercapai target sistole pertahankan/turunkan
pelan 5 mcg (pelan krn cepat rebound angina)
 Nicardipine ( 10 mg/10 mL drip dan 2 mg/2 mL bolus)
1 amp dlm 100 mL nacl 0,9% / D5% ( tidak blh RL/nabic)
Dosis 0,5-0,6 mikrogram/kgBB/mnt. 1 amp dl Nacl 0,9%--> 1 ml = 0,1
mg = 100 mikrogram
Dosis : 0,5 mikrogram x 50 kg = 25 mikrogram/mnt 25/100 x 60 tts
mikro = 15 tetes miro/mnt ( 15 ml/jam).
 Diltiazem injeksi ( 1 vial 50 mg/10 ml atau 25 mg/5 ml). Dosis : bolus
10 mg dilanjutkan 5-10 mg/jam
Cara drip : Dosis bolus 1 mg diambil dr 1 ml dr 5 mL bolus 1 mL. lanjut
drip 4 ml ( 20 mg) dlm 100 ml Nacl 0,9%  1 ml = 0,2 mg, drip 5-10
mg/jam 25 mL – 50 mL/jam (25-50 tetes mikro/mnt)
 Clonidine/catapres injeksi 150 mcg/1 ml. pemberian pelan-pelan
Dosis = 1-2 ampul IV pelan-pelan 10-15 menit dapat dinaikkan max
750 mg ( 5 ampul dalam 24 jam) atau literature lain 75-150 mcg IV
pelan dapat diulang tiap 2 jam.
Segera setelah tensi tercapai drip dipertahankan/turunkan pelan
Hipertensi pada Stroke: pada ICH segera turunkan, pada iskemia hati-hati akan
memperberat penumbra otak.
 Antihipertensi pd hipertensi krisis ICH TD diturunkan pada TDS > 200 mmHg
atau literature lain TDS > 180 mmHg target < 180 mmHg
 Antihipertensi pada Stroke iskemia diturunkan jika TD > 220/130
dengan target turun max 20 % MAP
 Pilihan untuk stroke adalah Nicardipine, GTN tidak cocok krn
vasodilatasi sehingga tidak cocok pd CVA dan AKI

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Krisis hipertensi in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit
Dalam.; edisi 1. 2009: 71-74 * PAPDI
* Purwandianto A, sampurna B. Krisis hipertensi in Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. 2000

12
: 47-57 * eMC. Catrapres ampule- Summary of Product Charateristict. 20014

13
Edema Paru Akut Kardiogenik

Gejala : sesak nafas seperti tengelam, gelisah, keringat dingin, batuk,


sputum kemerahan

Pemeriksaan : gelisah, sianosis, takpneu, takikardia, retraksi intercostal


dan supraklavikular, rhonki kasar,bunyi nafas seperti berbuih,
wheezing, gallops, bunyi jantung II di pulmonalis mengeras.

Pemeriksaaan Penunjang : Cek BGA, Spo2, EKG, CXR, EKG, ur cr, cardiac
enzim bila perlu.

DD: Edaema paru non cardiac,emboli paru, asma bronkial

Tata;laksana :
Posisi separuh duduk
O2 8 L/mnt jika memburuk Po2 < 60 mmHg indikasi intubasi
Pasang IV, monitoring hemodinamik dan EKG
Diet lunak, rendah garam, rendah kalori dalam porsi kecil dan sering
Hindari mengejan bila perlu dulcolac atgo laxadine
 Injeksi Nitrogliserin 0,4-0,6 mg peroral tiap 5-10 menit atau intravena
nitrogliserin 0,1 mcg/kgBB/mnt atau 5 mcg/mnt atau
 ISDN SL 5-10 menit (bila tidak ada intravena) jika injeksi ada ISDN 1-
10 mg/jam.
 Morfin ( 1 amp = 10 mg) dosis 3-5 mg IV bolus pelan diulangi tiap 25
menit max 15 mg
 Inj furosemide 40-80 mg (2-4 amp) lanjut drip 1 mg/jam ( 5 amp dlm
100 ml Nacl 0,9%) 10-20 tetes mikro/mnt. Atau ulangi bolus tiap 4
jam
 Jika hipotensi/syok beri Dopamin/dobutamin
 Atasi penyebabnya (ACS, artmia)

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Edema paru akut kardiogenik in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 99-101
* PAPDI
* Purwandianto A, sampurna B. Payah jantung akut in Kedaruratan Medik Pedoman
Penatalaksanaan Praktis. 2000 : 59-61
* eMC. Catrapres ampule- Summary of Product Charateristict. 20014

14
Sindroma Korener Akut

Kriteria : gejala, EKG, enzim jantung


Gejala: nyeri dada tipikal : tertekan, berat, tertusuk, terbakar, diperas,
menjalar ke lengan, punggung atau rahang. Kurang jelas pd geriatric, DM,
perempuan
ACS

STEMI
Tatalaksana: Umum Non STEMI UAP Stable angina
Tirah baring di CVCU
 Pasang Infus
*Hiperkakut T * Depres * Depres * EKG N
 O2STbila Spo2i <segmen
* Elevasi 90 %
i segmen * Enzi
*Q Puasakan ST, T ST, T m
 Antinyeri : NTG
patologis 0,4 mg SL 3x (tiap
inverted 5 menit) ato IVjantung
inverted 5-10 mcg/mnt
 sdh atau ISDN 10*mg EnziSL. KI pd TDS* <Enzim
90 mmHg. (hati-hati
N pada infak
lama ventrikel kananm atau obat Viagra)
* Cardiac
Morfin 2-4 mgjantung
IV (dpt diulang 5-15 menit max 20 mg)
enzim ↑ ↑ min
 Aspirin 160-320 mg (2-4 tab)  lanjut 1 x 80 mg. Hati-hati pd usia
> 75 th, tidak perlu
 Clopidogrel 300-600 mg (4-8 tab)
Bila ada resiko perdarahan beri lansoprazole.
 Beta bloker bisoprolol 2,5-5 mg 1x/hari
 Simvastatin 20 mg, artovastatin 40 mg (target kol T < 170 dan LDL
< 70 mg/dl) literature baru semua ACS diberi
 Lactulosa 2 x 15 ml

15
 Sedasi diberikan diazepam 3 x 5 mg (1/2 amp) atau lorazepam 3 x
0,5 mg
 ACE inhibitor pada LVH, IMA anterior luas mulai 3 x 6,25 mg
 Antikoagulan enoxaparin 2 x 0,6 mL (6000 IU) SC (terutama
pilihan STEMI untuk PCI) atau arixtra (fondaparenux) 2 x 2,5 mg
SC
Heparin bolus 60 U/kgBB bolus lanjut drip 12 U/kgBB/jam (48-72
jam) target APTT 21,5-2,5 x N. (NSTEMI max 5.000 dan STEMI post
fibrinolysis max 4.000 IU
Cara mengoplos heparin : 1 vial 5.000/5 ml. bolus 1 ml atau
kurang. Sisanya 4 ml (20.000. tetesan dosis : 40 (liat dibawah)
Dosis IU/jam 20.000 IU/500 Dosis IU/jam 20.000 IU/500
mL NS mL/jam mL NS mL/jam
1.000 25 750 19
950 24 700 18
900 22 650 16
850 21 600 15
800 20

 CCB boleh diberkan bila tensi tidak membaik dg terapi beta


bloker, ARB/ACEI. Atau refakter dengan beta bloker, pilihannya
verapamil/diltiazem
Terapi Khusus STEMI
1. Tanpa ada fasilitas PCI dapat dilakukan trombolitik jika onset nyeri
< 6 jam, cek list kontraindikasi Trombolitik 1,5 juta U dalam Nacl
0,9% dalam 1 jam. Evaluasi ecg saat trombolisis- tujuan aritmia
(referfusi). Jika shock atasi cairan atau perlu drip
dopamin/dobutamin
2. PCI primer (onset < 12 jam door to ballon 90 menit)
3. PCI yg gagal trombolitik rescue PCI
Pada UAP ato NSTEMI indikasi invasive angiography dan
revascularisasi dapat dilakukan pada nyeri terus menerus,
hemodinamik tidak stabil, aritmia yg berbahaya, komplikasi
mekanik, DM, eGfr < 60, LVEF < 60.
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Sinroma coroner akut in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu
Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 96-98 * PAPDI
* Purwandianto A, sampurna B. Infak jantung akut in Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan
Praktis. 2000 : 61-64 * ESC pocked guideline NSTEMI ACS. 2015
1
Henti Jantung

Klasifikasi :
1. Asistole
2. Aktivitas elektrik tanpa nadi (pulseless electrical activity/PEA
3. Ventrikel fibrilasi
4. Ventrikel takikardia tanpa nadi

Tatalaksana :
Alur : deteksi dini dan minta bantuan, resusitasi jantung paru, defibrilasi,
perawatan pasca resusitasi
Bantuan hidup dasar:
A : airway buka jalan nafas
B: breating : beri nafas buatan 2 nafas buatan
C: Circulation : kompresi dada 30 hituangan dg 2 nafas buatan evaluasi
setelah 5 siklus.
D: defibilati pada VF atau VT tanpa nadi

Bantuan hidup lanjut :


1. Pertahankan jalan nafas
2. Suplemen oksigen
3. Pasang akses intravena  beri obat
 Irama : amiodaron, lidokain, Sulfat atropine, MgSO4
 Tekanan darah : epinephrine, dopamine
 Cairan
4. Cari dan atasi penyebabnya : 6 H 5 T
Hipovolumik, hypoxia, hydrogen ion (asidosis),
hipo/hyperkalemia, hipglikemia, hipotermia.
Toksin, tamponade jantung, tension pneumothorax, thrombosis,
trauma.

 Bila asistol ato PEA RJP epinephrine  epineprin


SA epinephrine SA
 VF atau VT tanpa nadi : epinephrine
epinefrinamiodaron/lidocain epinefrione 
amiodaron epinephrineMgSO4

1
Dosis obat

Nama obat Dosis


Adrenalin ( 1 amp ; 1 mg) 1 mg IV tiap 3-5 menit selama resusitasi
Sulfat atropine ( 1 amp : Untuk yg tetap asistol 2 ampul IV bergantian dg
0,25 mg adrenalin, max 3mg
Amiodaron ( 1 amp : 150 300 mg diencerkan dg D5% 20-30 mL lanjutkan
mg) 150 mg
Lidokain ( 1 amp : 40 mg) 1-1,5 mg/kgBB iv  0,5-0,75 mg/kgBB IV max 3
dosis (BB = 50 kg 1,5 amp iv 2/3 amp sd 1 amp
MgSO4 ( 1 flash : 4 gr) 1-2 gram dlm D5% 10 mL selama 5-20 menit (1/4-
1/2 flash )

DNAR ( do not attempt resuscitation) pada tanda kematian +, syok septik


atau syok kardiogenik progresif
Hentikan RJP pada sirkulasi dan ventilasi spontan, sampai tempat rujukan
dan diambil alih, kematian, penolong tidak sanggup, DNAR

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Henti Jantung in Panduan Tatalaksana


Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 6-12
* ACLS

1
Takikardia dengan Pulse

HR > 140 x/mnt, Gejala : berdebar-debar, sesak, singkop, presinkop,


pusing, penglihatan gelap pemeriksaan nadi lemah dan masih
teraba
Pemeriksaan penunjang : EKG, BGA, elektrolit, CXR, ekokardiographi
Klasifikasi
Tatalaksana Umum :
SVT
AF/( stabilisasi pasien)
ABC VT WPW/ torsa
O2atrial
4 L/mnt de pointes
Jika tekanan darah tidak stabil :
Iram1. Kardioversi sinkronized 50Iram
Iram J, pasang IV, sedasi
WPWbila pasien
: Irama : sadar
2. Bila cardiac arrest resusitasi RJP QRS lebar,
a: a: a:
Tatalaksana Khusus ireguler, terdapat
QRS QRS QRS delta wave Tdp :
sempit, sempit, lebar, mirip VT tp
AF/atrial SVT VT WPW : jgn
ireguler reguler amplitude
flutter Pemijatan sinus Amiodaron 150 mg beri
* AF baru  karotikus/vagal IV selama 10 menit adenosine/di
bila manuver, jika dapat diulang tiap
go xin/CCB
bergejala gagal beri 10 menit dg max
rhytm adenosine iv/ dose 2,2 gram/hari. ec
control ( beta Atau lidokain 1-1,5 memblokade
amiodaron, bloker/CCB/digi mg/kgBB, Jika tidak jalur utama
cardioversi talis konversi beri 
25- 50 J tu kardioversi amiodaron
atrial flutter sinkronise 50 J 150 mg IV
* AF > 48 jam monofasik
 rate
Tdp : MgSo4

1
Dosis dan cara pemberian obat

Nama obat Dosis dan cara pemberian keterangan


Digoxin 1 ampul IV tiap 4-6 jam EKG ulang 4-6 jam
Amiodaron 300 mg iv ( 2 amp ) Cara drip 300 mg (2 amp) dl 100 cc NS
drip 1 mg/mnt ( 6 jam ) 1 mg/mnt = 60 mg/jam = 20 cc/jam
0,5 0,5 mg/mnt = 30 mg/jam = 10 cc/jam
mg/jam (18 jam)
Lidokain ( 1 amp = BB = 50 mg dosis 1,5 amp) intravena
40 mg)
Diltiazem/herbesser 15-20 mg (3-4 mL) iv dalam intravena
( 1 amp 25/5 ml & 2 mnt. Dapat diulang 15
50 mg/10 mL) menit
Verapamil/calan ( 1 5-10 mg IV ( 1 amp) dalam intravena
amp : 5 mg dan 2 menit, dpt diulang 30
10 mg) menit
Propanolol/ Inderal intravena
( 1 mg/1mL)
Esmolol/brevibloc Bolus 500 mcg/kgBB (1/4 intravena
(100 mg/10 mL) amp) iv dalam 1 menit,
dapat diulang 5 menit
Adenosine (1 vial 12 6 mg ( 2 mL) IV cepat Harus cepat iv selanjutnya di flush
mg/4 mL) gagal 12 mg (1 vial) IV
dapat diulang 1 x
MgSo4 ( 1 flash 4 8-2 mL infus dalam 5-60 Drip infus
gram) menit

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Takikardia dengan pulse in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009:94-95
*PAPDI

1
Brakikardia Simptomatik

HR < 60 x/mnt dg gejala klinis +

Penyebab : intrinsic ( ACS, penyakit jantung hipertensi, kardiomiopathy,


trauma bedah, gangguan konduksi, degenerative) dan extrinsic (Obat beta
bloker, digoxin, antitiroid, neurogenic, hypothyroid, hipersensitifitas sinus
carotikus, hyperkalemia, kelainan neurologis cth CVA)

Derajat:
1. AV derajat 1
2. AV blok derajat 2 :
a. Morbitz tipe 1 ( PR memanjang diatas 5 kotak, makin lama
memanjang dan hilang.
b. Morbitz tie 2 (antar PR tidak sama/intermiten kemudian
hilang)
3. AV blok derajat 3 ( antar PR sama, antar QRS sama tetapi PR dan
QRS tidak berhubungan)
Kategori :
1. Gangguan nodus sinus ( sick sinus syndrome)
2. Gangguan nodus AV

Tatalaksana
Terapi pd simptomatik ( GCS menurun, nyeri dada, hipotensi, syok,
kejang, berdebar-debar)
 Derajat 2 tipe 2 dan AV blok derajat 3/HR < 40 x/mnt, paska
bedah, paska ablasi AV node  pacu jantung
 Simptomatik : sulfat atropine 0,5 mg IV ( 2 amp) dapat dapat
diulang rtiap 30 menit max. 3 mg (12 ampul)
 Epineprin ( 2-10 mikrogram/mnt) cara 1 amp epineprin dalam
100 cc NS mulai 12 tetes mikro/mnt ( 12 ml/jam)
 Dopamin 2-10 mikrogram/kgbb/mnt ( 1 amp dalam 100 mL
NS mulai 4 tetes mikro/mnt – 15 tetes mikro/mnt

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Brakikardia simptomatik in Panduan


Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 92-93
*PAPDI

1
Pulmonologi

Emboli Paru

Obstruksi total/sebagian a. pulmonalis


Faktor presdisposisi =
 statis aliran darah (tirah baring, anastesi, gagal jantung,
thrombosis vena)
 Kerusakan dinding pembuluh darah ( bedah, trauma)
 Hiperkoagulasi = APS, keganasan, sindroma nefrotik,
trombositosis essensial, def protein C dan S dan antitrombin III.

Penyebab = lepas thrombus dr tungkai, emboli tumor, emboli lemak,


emboli udara, septik
Diagnosis = gejala : sesak nafas, nyeri pleura, batuk, hemptoe
Pem fisik = GCS menurun, takipneu, takikardia, hipotensi, nyeri pleuritik,
gagal jantung kanan, P 2 mengeras, bising sistolik pulmonalis.
Pemeriksaan Penunjang = Lab : FDP, LDH, OT, LED meningkat
BGA : hipoksemia, alkalosis respiratorik
EKG : T inverted V1-V4, RBBB, AF, S1Q2T3, P pulmonalis di II,III, aVF
CXR: pembesaran a pulmonalis desendent, diafragma bilateral meninggi,
jantung kanan membesar, wastermark (pelebaran a. pulmonalis,
hiperlusent paru), Hampton’s tump ( sudut costoprenikus suram, densitas
bulat diatas diafragma).
D-dimer > 500 mg/mL
V/S scan
USG kompresi kaki (jika V/Qscan tdk mendukung tp klinis +)
Angiography coroner

DD = IMA, diseksi aorta, rupture esophagus, edema paru, kanker paru,


asma, pneumothorax, HT pulmonal, fraktur iga.

Terapi Umum
 Perbaiki kmondidi umum (O2, infus, intubasi)
 Inotropik : dobutamin jika hipotensi
 Vassopressor sesuai indikasi
 Aritmia sesuai indikasi
 Analgesic Morfin 2-4 mg IV

2
Terapi primer = trombolitik untuk emboli paru massif yg hemodinamik
tidak stabil
Streptokinase 250.000 IU  100.000 IU/jam ( selama 24 jam)
Cara : 1 vial (1,5 juta IU) dalam 100 cc NS pada mulai 16,6 ml dalam 30
menit  33 tetes mikro/menit selama 30 menit, lanjutkan 6,6
mL/jam. Terapi pencegahan :
Heparin bolus 80 IU/KgBB atau 5.000 bolus IV  lanjut 18
IU/kgBB/jam Tetesan: dosis : 4 ml heparin dalam 500 mL NS

Dosis IU/jam 20.000 IU/500 Dosis IU/jam 20.000 IU/500


mL NS mL/jam mL NS mL/jam
1.350 34 1.050 26
1.300 33 1000 25
1.250 31 950 24
1.200 30 900 22
1.150 29 850 21
1.100 28 800 20

Pemantauan heparin :
Hari 1 APTT dicek/6 jam target 1,5-2,5 x N. jika apt > 2,5 x dosis ↓ 100-200
IU/jam (2-4 mL/jam ). Jika apt < 1,5 x dosis ↑ 100-200 IU. Jika mencapai
target pertahankan dosis (drip 7-10 hari)
Hari ke 2 evaluasi tiap 12 jam, hari ke 3 tiap 24 jam
Setelah 7 hari tambahkan antikoagulan oral sampe iNR tercapai 2 x
pemeriksaan

Enoxaparin 2 x 0,6 ml SC

Antikoagulan oral:dimulai setelah 7 hari heparinisasi. Hari 1 : 4-5 mg/hari (


2 tab) 1 tab/hari target INR 2-3 x. jika INR < 2 dosis ↑ ½ tab, INR > 3
dosis ↓ ½ tab. Diberikan 12 minggu

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Emboli paru in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 38-40
*PAPDI

2
Sindroma Distres Pernafasan Akut

Penyebab =
 Kerusakan langsung epitel alveolus (aspirasi cairan lambung,
infeksi paru, tengelam, kontusio paru, inhalasi toksik
 Kerusakan tidak langsung (sepsis, trauma, overload, pangkreatitis,
pintas kardiopulmoner)

Stadium = fase awal  poliferasi  resolusi

Diagnosis = Kriteria :
 Gagal nafas akut ( Po2 < 60 dan PCO2 > 55)
 Rasio PaO2/FiO2 < 200 mmHg
 Terdapat infiltrate bilateral alveolar sesuai edema paru

Gejala :sesak, RR cepat. Pem fisisk : RR naik, hipotensi, febris, rhonki basah
paru.

Tatalaksana =
 Ventilator mekanik
 Cairan seimbang

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Sondroma distress pernafasan akut in Panduan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 16-17

2
Asma Bronkiale excerbasi akut

Nilai tingkat excerbasi


Gx dan tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak jika berjalan bicara istirahat
posisi Tidur duduk duduk berbaring
terlentang
Cara bicara 1 kalimat Beberapa kata Kata per kata
GCS Mungkin gelisah geliash mengantuk
gelisah
RR < 20 x/mnt 20-30 x/mnt > 30 x/mnt
Otot bantu - + + Pergerakan
thorakoabdominal
parakdosal
Nadi < 100 x/mnt 100-120x/mnt > 120 x/mnt Bradikardia
Mengi sedang keras keras Tidak ada
Pulsus < 10 mmhg 10-25 mmhg > 25 mmhg -
paradoksus
APE setelah > 80% 60-80% < 60%
bronkodilator
Pao2 N > 60 < 60
PacO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
Sat O2 > 95 % 91-95% < 90%
Indikasi gagal nafas : PaO2 < 60 mmHg dan PaCo2 > 45 mmHg
Pengobatan =
 Expectorant k/p
 Perbaiki dehidrasi, antibiotika jika ada infeksi
 O2 dg target O2 > 90%
 Beta 2 agonis (salbutamol/ventolin nebuloizer) atau combivent
(salbutamol dan iprapropium bromide) tiap 15-20 menit ( 3 x), jika
hasil tidak optimal berikan :
Aminofilin ( 250 mg/10 mL) dosis bolus 5-6 mg/kgbb IV pelan-
pelan ( 1 amp) efek hipotensi  drip 0,5-0,9 mg/kgbb/jam
Cara drip : 500 cc NS + 10 cc aminofilin ( 1 ml : 5 mg)
Dosis BB 50 kg –do. 0,5-0,9 mg/kgBB/jam = 5 ml-9 ml/jam atau
Adrenalin/epineprin ( 1 mg/mL) diberikan 0,1-0,5 mg SC
 Inj methyprednisolon 60-80 mg Iv atau dexamethasone ( 12 mg-
15 mg IV jika methyprenisolon tidak ada)
* Purwandianto A, sampurna B. Syok in Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. 2000 :
32-36 * Dewan asma Indonesia . Pedoman tatalaksana asma. PDPI. 2011: 41-47 *PAPDI

2
PPOK excerbasi akut

Riwayat COPD, wheezing +, penggunaan otot bantu nafas

Nilai derajat COPD


 Tipe I (beraT ) 3 Gx + ( Sesak bertambah, produksi sputum
meningkat, perubahan warna sutum
 Tipe II (sedang) 2 gejala
 Tipe III (ringan) 1 gx + ISPA 5 hari, batuk, mengi, RR dan HR ↑ >
20%)

Tatalaksana =
 Istirahat, nutrisi yang akekuat
 O2 2-4 L/mnt target Sat O2 > 90% paO2 > 60 mmHg
 Antibiotika dg gejala infeksi =
 Levofloxacin 1 x 750 IV mg ( 7 hari)
 Azitromycin 1 x 500 mg Po( 3 hari) atau 3 x 625 mg (1 vial)
 Coamoxyclav 3 x 625 mg po
 Cephalosporin : ceftriaxone 2 x 1 gram, ceftazidime 3 x 1 gram
 Bronkodilator combivent (salbutamol dan iprapropium bromide)
tiap 15-20 menit ( 3 x)
Aminofilin ( 250 mg/10 mL) dosis bolus 5-6 mg/kgbb IV pelan-
pelan ( 1 amp) efek hipotensi  drip 0,5-0,9 mg/kgbb/jam
Cara drip : 500 cc NS + 10 cc aminofilin ( 1 ml : 5 mg)
Dosis BB 50 kg –do. 0,5-0,9 mg/kgBB/jam = 5 ml-9 ml/jam atau
Adrenalin/epineprin ( 1 mg/mL) diberikan 0,3 mg SC
 Inj methyprednisolon 3 x 125 mg IV selama 3 hari lanjut 1 x 60
mg. atau predinosolon 30-60 mg oral
 Diuretik pada gagal jantung kanan
 Ventilator mekanik jika PaCo2 > 45 mmHg

* Purwandianto A, sampurna B. Syok in Kedaruratan Medik Pedoman


Penatalaksanaan Praktis. 2000 : 32-36

2
Hemoptisis Masif

Batu disertai darah > 600 ml/ 24 jam


Klasifikasi :
 + : garis-garis dalam sputum (biasanya pneumonia/bronchitis
akut)
 ++ : batuk dg perdarahan 1-30 mL (ringan terus menerus biasanya
neoplasma endotrakeal)
 +++ : betuk dengan perdarahan 30-150 mL
 ++++ : batuk dg perdarahan > 150 mL ( infak paru, kavitas,
bronkietasis)
Tatalaksana
Konservatif :
1. Istirahat baring dengan kepala lebih rendah dan miring ke sisi
sakit
2. Membersihkan jalan nafas dr bekuan darah, bila perlu berikan
oksigen intermiten
3. Pasang infus cairan, kl perlu transfuse darah
4. Hindarkan batuk keras :
Sedative : morfin : 5-10 mg IV atau fenobarbital 250 mg IM atau
Antitusif : Codein 10-20 mg po
5. Obat antikoagulan : vit K 10 mi ( 1 ampul ) IV atau
Adona ( 1 amp 25 mg/5 mL atau 50 mg/10 mL) 50-100 mg IV/4
jam ( 1 – 2 ampul)
6. Tentukan asal perdarahan bronskopy
7. Atasi penyebabnya
Pembedahan
8. Pembedahan : indikasi
 Batuk > 600 mL/24 jam dan tidak berhenti
 Batuk darah 250-600 mL/24 jam dg Hb < 10% dan msh
berlangsung
 Batuk darah 250-600 mL/24 jam dg Hb > 10 g% tetapi 48
jam perawatan konservatif batuk darah tidak berhenti.

* Purwandianto A, sampurna B. Syok in Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. 2000 :


30-32 * Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto AY, Abdullah M.Batuk darah in EIMED PAPDI
Kegawatan Penyakit Dalam. Edisi 1. PAPDI. 2011 : 401-418

2
Pnemothorax

Etiologi =
 Pneumothorax spontan
Primer( rupture bullae dan bleb subpleural)
Sekunder (PPOK, TB, asma, cystic fibrosis, pneumonia, pneumocystic
 Pneumothorax traumatic
Pemeriksaan = nafas tertinggal, fremitus menghilang, hipersonor, suara
nafas melemah/menghilang
Tanda tension pneumothorax = KU sakit berat, HR > 140 x/mnt, hipotensi,
takipneu pernafasan berat, sianosis, diaphoresis, deviasi trake ke sisi
kontralateral, distensi vena leher.
Tatalaksana =
Unilareta < 20% dan asimtomatik  observasi
Aspirasi : anastesi local sela iga II anterior MCL dg kateter 16F atau 18F sd
gas keluar
Jika gagal  WSD

Efusi Pleura Masif

Klasifikasi =
Transudat (gagal jantung, sindroma nefrotik, sirrosismeigh syndrome,CKD,
obstruksi limfatik)
Eksudat (TB, pneumonia, emboli paru, abses liver, uremia, radiasi, LES,
metastase ca mamae, ca paru, limfoma, ca ovarium, mesetlioma.

Tatalaksana =
Cari etiologinya dan atasi etiologinya. Jika malignansi membaik dengan
kemoterapi
Evakuasi
Pleurodesis : pada rekurent, angka harapan hidup minimal beberapa
bulan, pasien tidak disabilitas, cairan pleura ph > 7,3

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Pneumothorax, efusi pleura massif in Panduan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 21-27

2
Pneumonia Berat

Kriteria = Mayor : Memerlukan ventilasi mekanik, syok sepsis


Minor : gagal nafas, PaO2/FiO2 < 300, foto thorax : pneumonia multifocal,
TDS < 90 mmHG
Pneumonia berat : 1 mayor atau 2 minor
Atau dg CURB 65 (confusional, ureum, Respiratori, Blood pressure, usia >
65 th. Sore 1 pada : GCS < 8, ureum > 19 mg/dL, RR > 30 x/mnt, BP
< 90/60 mmHg, umur ≥ 65 th. Jika skor > 3 pneumonia berat.
DD = emboli paru, pneumonitis interstitial akut, aktelestasis paru
Tatalaksana =
 Rawat di ruang intensif
 Oksigen dg target PaO2 > 85 dan Sat O2 > 92%
 Cairan dan Nutrisi
 Ekspektoran/mukolitik
 Bronskopi : pada retensi secret dan sampel kultur
 Antibiotika :
Resiko CAP/pseudomonas (ggl ginjal HD, riwayat MRS 2 hari
dalam 90 hari terakhir, riwayat antibiotika dalam 90hari
terakir,MRS 5 hari, panti jompo/perawatan luka, terapi infus,
kemoterapi/immunosupresan)
 Perawatan rawat intensif tanpa factor resiko Pseudomonas
AB : cefotaxime 3 x 1 gr/ceftriaxone 2 x 1gram + azithromycin 1 x 500
mg/ eritomicin 4 x 500 mg/levofloxacin 1 x 750 mg IV
 Perawatan intensif dengan factor resiko Pseudomonas
AB : Meropenem 3 x 500 mg-1 gram/imipenem 3 x 500mg-1gram +
levofloxacin 1 x 750 mg/aminoglikosida 2 x 80 mg ( 1 amp)
iv/azitromicin 1 x 500 mg po
Jika curiga MRSA ditambah Vancomycin 30 mg/kgBB/hari
 Pneumonia HCAP : ceftazidime 3 x 1 gram/meropenem/imipenem +
levofloxacin 1x 750 mg IV
Pindah dr injeksi ke oral setelah hemodinamik stabil, gejala membaik,
dapat minum obat, fx gastrointestinal baik. Dengan klinius : T < 37,8,
HR ≤ 100x/mnt, RR ≤24 x/mnt, SpO2 ≥90 % atau PO2 ≥60 mmHg.
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Pneumothorax, efusi pleura massif in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 18-20
*PDPI. Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.2014 : 22-25

2
Trauma Inhalasi

Menghirup super panas, uap panas atau cairan hasil pembakaran tidak
sempurna

Penyebab =
 Iritan (Amoniak, klorin, nitrogen dioksida, sulfur dioksida)
 Afiksia ( CO, hydrogen sianida, hydrogen sulfide)
 Toxin sistemik (Hidrokarbon, organophospat, metal fumes)

Gejala = dyspnea, hemoptoe, batuk, takipneu, rhonki, wheezing, luka


bakar wajah, sputum karbon, hypoxemia, infiltrate paru,
sianosis. Gejala neurologi (letargi, depresi SSP, sakit kepala,
kelemahan otot), kardiovaskular ( iskemia akut), Acute tubular
necrosis. Efek lanjut pada 24 jam pertama kemudia selanjutnya
dapat terjadi infeksi setelah 72 jam.

Tatalaksana =
 Pertahankan stabilitas saluran nafas
 Intubasi bila edema sal nafas
 O2 100%
 Resusitasi cairan
 Kulit dicuci
Medikasi :
 Kortikosteroid untuk mengurangi edema, tp tidak rutin. Inj
methypredinisolon 125 mg
 Antibiotika : ec resiko inf Staphylococcus aureus danPpseudomonas
auruginosa. Sehingga dapat diberikan ceftazidime 3 x 1, meropenem
3 x 1 gram
 Untuk sianida diberi antidotun ( oksigen, sodium nitrit 300 mg IV
pelan, HD)
 Bronkodilator IV
 Diet : jangan makan lewat mulut sampai system pernafasan dan
hemodinamik stabil, enteral setelah 24 jam

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Trauma Inhalasi in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 28-37

2
Nefrologi

Gagal Ginjal Akut

Definisi = penurunan fungsi ginjal dalam jam – minggu. Peningkatan


kreatinin > 0,5 mg/dL dr nilai sebelumnya atau penurunan 50%.
Kriteria GFR Kriteria urine
Cr ↑ 1,5 x, ↓ GFR > 25% Urine < 0,5 mL/kgBB/jam selama 6 jam
Cr ↑ 2 x, ↓GFR > 50% Urine < 0,5 mL/kgBB/jam selama 12 jam
Cr ↑ 3x, ↓ GFR > 75% Oliguria < 0,3 mL/kgBB/jam (< 400 mL/kgBB/24 jam) dalam
24 jam atau anuria ( urine < 100 mL/24 jam)
Etiologi =
 Prerenal : hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, pe↓ COP, syok)
 Renal : Kerusakan parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemia
ginjal, penyakit glomerulus)
 Postrenal (obstruksi trac urinarius).
Pemeriksaan penunjang = Prerenal (tanda vital/dehidrasi), renal
(urinalisis), post renal (USG, BNO)
Tatalaksana : Atasi penyebabnya
 Terapi suportif
 Kalori 30 kal/kgBB ideal/hari jika berat + 15-20%
 Protein 0,6-0,8 gr/kgBB/hari, bila 1-1,5 gr/kgBB ideal/hari pd gagal
ginjal berat. Karbohidrat : lemak 70:30
 Cairan sesuai status volume. Hipovolumik (rehidrasi). perdarahan
transfusi target hematocrit 30%
Cairan normovolumik : cairan seimbang (input = output)
Hipervolumik : retreksi cairan (input < output)
Anuria/oliguria : cairan seimbang. Pd polyuria 2/3 dr cairan keluar. Insensible
water loss ( 300-500 mL)
 Koreksi asam basa
 Koreksi gangguan elektrolit : Kalium : < 50 mEq/hari
Hipokalsemia ringan oral 3-4 gram/hari, jika tetani inj kalsium
glukonas 10% IV
Hiperfosfatemia : caco2, lantanum, sevelamir
 Furosemide dan dopamine membantu pemeliharaan nonoliguria.
 Indikasi HD : oliguria, anuria, hyperkalemia K>6,5 mEq/L, asidosis
berat (pH < 7,1), azotemia (ur > 200 mg/dl), edema paru,
encephalopathy, uremik neuropathy/myopathy, Na > 160 atau < 115
mEQ/L, hipertermia, keracunan

29
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Trauma Inhalasi in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 88-91
* PAPDI
Hipokalemia ( K < 3,5 mEq/L)
Kalium urin > 30 meg/hari atau > 15 mEq/L  kehilangan K dr urine.
Cek BGA, TD, clorida urin
Penyebab = Hilang lewat urine ( hiperaldosteron (Alkalosis, HT), RTA, KAD
(asidosis), diuretic sind barter”s dan gitelman’s (cl urine > 20) muntah
(Cl urine < 20). Hipomagnesium
Gx = kelemahan otot, ileus paralitik, aritmia, EKG ( T mendatar, T inverted,
depresi ST, gel U), GGA miopaty.
Indikasi koreksi =
 Indikasi mutlak :on tx digitalis, KAD, kelemahan otot pernafasan, K < 2 mEq/L
 Indikasi kuat : iskemia coroner, hepatic encepalopaty,
 Indikasi sedang : K 3-3,5 mEq/L)
Tatalaksana =
 Kaya konsumsi makanan kalori. Suplemet perlu pd HT dg diuretic,
pertahankan K 4 mmol/L
 Gagal jantung kognestif : perlu suplemen
 Aritmia pertahanakan K : 4,0 mmol/L
 Atasi hipomagnesium bila ada
 Peroral KSR 1 x 600 mg  tidak tolern beri drip
 Intravena : Vena sentral : 1 flash KCl dlm 100 cc NS kecepatan 30-40 mEq/jam.
Jika aritmia jantung dapat dg kecepatan 40-100 mEq/perjam
Vena perifer : 1 flash KCL dalam 500 ccNaCl 0,9% 10 mEq/jam (200 mL/jam)
Hiperkalemia
Klasifikasi = Hiperkalemia ringan : 5,5 – 6,0 mEq/L. Sedang : 6,1-7,0
mEq/L. Berat K> 7 mEq/L
Diagnosis = Gx : kram otot, kelemahan, paralisis, parestesis, tetani, defisit
neurologis fokal. Disaritmia, EKG : T tall,hilangnya gel p, pelebaran QRS.
Tatalaksana =
 Ca Glukonas 1 amp IV pelan (jika disaritmia, hipotensi)
 Nabic : 1 flash iv pelan-pelan (5-15 menit)
 Infus insulin bolus 10-20 IU + D 40% 2 flash pada GDS < 250 mg/dl
 Nebulizer : beta agonis (albuterol (5-20 mg)
 Kayexalat/kalitake oral
 HD
 Penyakit dasar. Rabdomiolisis (cairan, Nabic), Addison
(steroid+cairan< glucose)

30
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hipokalemia, hiperkalemia in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 75-80
* PAPDI
Hiponatremia
Jika Na < 135 mEq/L. Akut < 48 jam, kronik > 48 jam.
Gejala = mual, muntah, sakit kepala, kelemahan dank ram otot, agitasi,
disorientasi, kejang, koma
Klasifikasi
Hipervolemik Euvolumik Hipovolumik
TBW ↑ ↑ ↓

Total body sodium ↑ tetap ↓


Cairan extraseluler Sangat ↑ ↑ ↓
Edema + - -
Osm ↓ N ↑
Penyebab CHF, CKD, SIADH, Diuretik, peny adison,
cirrhosis hipotiroid, hipoaldosteron, diare, muntah,
hepatis hipoadrenal, keringat, luka bakar,
diuretic, pangkreatitis, obstruksi sal
intoksikasi air cerna, trauma otot, peritonitis
Hti-hati pseudohiponnatremia pada hiperglikemia
Corrected Na = Glucosa – 100 x 1,6
100
Tatalaksana =
Dalam status hipovolumik harus diatasi volumenya dahulu.
 Kronis Asimtomatik ↑ Na ≤ 0,5 mEq/L/jam
 Akut Simptomatik Cara PAPDI : ↑ Na 1,5-1mEq/L/jam sampai
gejala – atau Na > 118 mEq/L dan obati dasar penyakit.
↑ Na < 12 mEq/L (10-12) dalam 24 jam 1 dan < 18 dalam 48 jam 1
( 24 jam ke 2 = 6 mEq/L)
24 jam 1 : (10-12) x BB x konstata laki-laki 0,6 dan perempuan 0,5
Cth berat badan wanita 50 kg Na : 115  10 x 50 x 0,5 = 250 Meq
Jumlah cairan Na 3% = 512 dalam 1.000 ml.  (250 : 512) x 1.000 = 480
ml/24 jam
Tetesan = (480 : 24) = 20 mL/jam = 7 tetes makro/mnt
Setelah 24 jam : 6 x 50 x 0,5 = 150 Meq = (150/512) x 1.000 = 290 mL/24
jam = 12 ml/jam = 4 tetes makro/mnt
PAPDI : Maksimal kecepatan = 1-2 ml/kgBB/jam jika berat dapat 4-6
ml/kgBB/jam. Tetapi lebih aman jika pelan saja.
JIka gejala menghilang dan kadar Na > 118 mEQ/L  cairan Nacl 3% di ↓
8 mEq/L dalam 24 jam sampai target Na ; 125 mEQ/L

3
Cara Harrison :
Akut = 5 mEQ/jam dalam 1 jam pertama  1 meq/jam sampai target Na :
130 mEq/L
Cara : 1 jam pertama  5 x 50 x 0,5 = 25 mEq/jam  (25:512) x 1.000 =
49 mL/jam  10 mL/jam
 Kronik simptomatik  jika tidak tau onset lebih baik pelan-pelan.
Gejala berat = akut  ↑ Na < 12 mEq/L (10-12) dalam 24 jam 1 dan < 18
dalam 48 jam 1 ( 24 jam ke 2 = 6 mEq/L)
Gejala ringan-sedang  peningkatan 0,5 mEq/L perjam max 10 mEq/24
jam

Hipernatremia

Na > 145 mEq/L karena kehilangan cairan > elektrolit

Gejala = haus, kelelahan, kelemahan, iritabilitas, gelisah, disorientasi,


mulut kering, demam  berat koma
Pemeriksaan = hiperventalsi, demam, peningkatan tonus dan reflek otot,
hipotensi, anuria, kulit kemerahan.
Jika Na > 150-170 mEq/L  biasanya ec dehidrasi. Na > 170 mEQ/L ec
diabetes insipidus. Na; > 190 mEq/L krn asupan yg berlebihan dan kronis.
Pada diabetes insipidus sentral osm urine < 750 mosmol/hari, nefrogenik >
750 mosmol/hari.

Tatalaksana = Pemilihan cairan NaCl 0,45%/D5%/D51/2 NS


Kebutuhan: IWL + (Na-140) x TBW TBW laki-laki : 0,6 x BB wanita : 0,5 x BB
140
Koreksi deficit dalam 48-72 jam. IWL : 10 ml/KgBB/hari jika demam di ↑
Cara koreksi : Na 175 BB : 50 Kg perempuan
Kebutuhan : IWL : 10 x 50 = 500 mL
Koreksi Na : (174-140) 0,5 x 50 = 6,25 L dlm 2-3 hari sehingga ± 2100 ml
140
Total cairan 2100 mL + 500 = 2600 mL/hari selama 3 hari = 35 tts
makro/mnt.
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hipokalemia, hiperkalemia in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 81-81
* PAPDI

3
Hipokalsemia

Kadar Ca : < 8,5 mg/dL. Corrected Ca = Ca serum + { (4 –alb) x 0,8}

Gejala = kram, kebas, parestesi terutama jari-jari dan region circumoral,


peningkatan reflek

Pemeriksaan = Trousseau’s dan chvostek’s, hiperfosfademia,


hipomagnesium, hipoparathyroid, QT memanjang /Torsades de pointes

Tatalaksana =
 Terapi dasar penyakit. Pe ↑ asupan kalsium : 1.000-1.500 mg/hari
 Pengikat phospat : antasida hidroksi
 Hipokalsemia akut 
Ca Glukonas 10% 10 mL diencerkan dg 50 mL D5%/Nacl 0,9% IV pelan 5
menit  infus 5 ampul dlm 500 Ml NS/D5% tiap 12 jam (14 tetes
makro/mnt) (2x atau 24 jam)
Hipomagnesium : 4 gr MgSO4 ( ½ flash) injeksi pelandrip 1 gram/jam
 Hipokalsemia kronis :
CaCo3 3x 1, calk 3 x1, Vit D 25.000-100.000 U/hari
Kalsitriol 0,2-2 gram/hari

Hiperkalsemia

Ca > 10,5 mg/dL dan jika 13-15 mg/dL krisis

Gejala = biasanya asimtomatik, bila akut bias lemah, strupor, letargi, koma,
mual muntahkonstipasi dan keluhan pada tulang. Dapat pada
hiperparathyroid, metastase tulang, Multiple myeloma
EKG = Pemendekan segmen ST dan interval QT, brakikardia dan AV blok

Tatalaksana =
 Kurangi asupan kalsium
 Hiperkalsemia ringan Asimptomatikn  tidak perlu terapi
 Hiperlaksemia simptomatik
Beri cairan isotonic 4-8 L/24 jam + furosemide.
Intravena bisfosfonat atau resobsi Ca (Pamidronat, etidronat)
* PAPDI

3
Gastroenterohepatologi

Hematemesis Melena
Penyebab = Ruptur VE, ulkus peptikum, gastropathy portal hipertensi,
gastritis erosive, malformasi vascular, Mallory Weiss tear
Derajat =
Gawat 1 : memerlukan transfuse ≥ 1.500 mL/6 jam
Gawat 2 : memerlukan transfuse ≥ 1.500 mL/24 jam pertama
Gawat 3 : Perdarahan yg berlangsung terus ≥ 3x dalam 24 jam
Tatalaksana =
 Pasang NGT dekompresi, jangan Es vasokonstriksi Ulcus
 Pasang cairan infus, bila perdarahan massive pertimbangkan WB target
non cirrhosis hepatis PCV 30 % dan cirrhosis hepatis hb : 8 gr/dL
 Puasakan maksimal 24 jam  terlalu lama  atrofi villi usus
Non Cirrosis hepatis
 Inj omeprazole 80 mg IV, drip sebaiknya jangan omeprazole tp
lansoprazole bolus 60 mg lanjut drip 6 mg/jam sampe 72 jam atau
perdarahan berhenti  ganti bolus
Cara oplos : 2 vial bolus  2 vial (60 mg) dalam 500 cc Nacl 0,9% 10 jam ( 16 tetes
makro/mnt)
Beri via NGT sucralfat 3 x 1 gram, rabamipide 3 x 100 mg
Cirrosis hepatis
Vaskonstriksi A. Spenikus  tunda furosemide dan propanolol
 Inj octreotide 50 mg bolus lanjut 50 mg drip/jam
Cara oplos octreotide ( 1 amp = 100 mg )  ½ amp IV bolus lanjut  2,5 ampul dalam
100 mL Nacl 0,9% habis 5 jam ( 20 mL/jam) 8-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti atau
 Somatostatin ( 3 mg dan 250 mikrogram) bolus 250 mikrogram iv  drip 250
mikrogra/jam
Cara pemberian amp 250 mikrogram  bolus 1 ampul IV  5 amp dalam 100 mL
Nacl 0,9% 20 mL/jam
Cara Pemberian pada somatostatin 3 mg ( 3.000 mikrogram)
Cara : 1 vial diencerkan menjadi 6 mL lalu bolus 0,5 ml IV  sisanya masukkan dalam
100 mL Nacl 0,9% habis dalam 11 jam = 9 mL/jam
 Vasopresin jarang dipakai krn resiko ACS dan hrs kombinasi
dg ISDN/propranolol
 Inj ciprofloxacin 2 x 400 mg atau inj ceftriaxone 1 x 1 gram
 Inj vitamin K 3 x 1 ampul, inj metoclopramide 3 x 10 mg iv
 NGT : lactulose 3x 30 m
 Transfusi FFP 10 mL/kgBB kl perlu
Pada cirrhosis jangan sampe hipoglikemia, kl perlu BCCA/aminofucin hepar. Jika
gagal endoskopi teraupetik (scor Blatchford). Tunda propranolol, spironolactone.

34
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hematemesis Melena in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu
Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 64-65
* PAPDI
Ileus Paralitik

Gejala = Muntah tp tidak perfuse, tidak biasa BAB, kolik abdomen, riwayat
batu empedu, trauma andomen, hypokalemia, spasmolitik,
pangkreatitis akut, pneumonia,infeksi lain

Pemeriksaan = Distensi abdomen, reaksi peritoneal –, RT tidak ada


kontraksi dan kolap.
Pemeriksaan penunjang = Ro abdomen 3 posisi : air fluide level atau
hearing bone

Tatalaksana =
 Puasakan dan nutrisi parenteral bising usus + atau flatus
 Pasang NGT dan dekompresi
 Pasang kateter urine
 Infus cairan 2,5-3 L/hari dg elektrolit, bila perlu dri KCl pd
hypokalemia
 Inj metoclopramide 3 x 1ampul (gastroparese), klonidine (ileus
karena obat), cisapride (ileus paralitik paska operasi)
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB.Ileus paralitik in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu
Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 69-70
* PAPDI

Hematoskezia

Paling sering hemmoroid dan diverticulosis

Tatalaksana =
 Puasakan
 Jika hemodinamik stabil dapat dimulai nutrisi enteral
 Transfusi darah bila Hb < 8 gram/dL
 Caitan Infus
 Atasi penyebab, jika infeksi beri antibiotikka
 Bila ada kelainan hemostasis  transfuse FFP
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Hematemesis Melena in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 67-68
* PAPDI

35
Kolesisititis Akut

Gejala = nyeri abdomen kanan atas, mual, muntah, demam.

Kriteria diagnosis =
a. Tanda inflamasi local : tanda murphy, massa dan nyeri abd kanan atas
b. Tanda Inflamasi sistemiak : demam, pe ↑ CRP ≥ 3 mg/dL, leukositosis
c. Gambaran kareteristik kolesistitis : ukuran kandung empedu
membesar > 8 cm x 4 cm, penebalan dinding kandung empedu > 4
mm, batu dan debris kandung empedu, cairan/abses perikolestitikus
Kriteria diagnosis (a) + salah satu (b) atau (c)
Klasifikasi

Derajat I/ ringan Derajat II/ Sedang Derajat III/ Berat


Tatalaksana
Umum
 Inflamasi
Tirah baring, iet rendah lemak, kl perlu nutrisiDisfungsi
* leukositosis peraenteral
organ
 Lokal
Antibiotika
dan sesuai derajat penyakit
* massa abd * Kardiovaskular ( hipotensi)
 disfungsi
NSAID Na diclofenakkanan75 mg IM
atas * Neurologis (DOC)
Hidrasi
 organ - cairan * keluhan > 72 jam * Pernafasan ( PaO2/FiO2 < 300)
 Ingat komplikasi (perforasi, peritonitis, abses,* fistula
* Inflamasi local jelas Renal( oliguria,
billier) cr > 2 mg/dL)
* Hepar (PT-INR >,5)
Sedang 36 * Hematologi
Berat ( tromo < 100.000)
Ringan
* Irawan
* ABC,ora; : TJ, Morbun *MB.
Tarigan ABKolesisititis
IV : * AB IV :
akut in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit
ciprofloxacin/ci ampicillin/piperacillin/taz
Dalam.; edisi 1. 2009: 59-63 Cefoperazone,
* PAPDI obaktam, cefotaxime, ceftazidime,
pr
ofloxacin/sefaz ceftriaxone, bila perlu + ceftriaxone, cefepime,
oli ne, metronidazole aztreonam +
ampicillin * Sebaiknya metronidazole
* Early kolesisitektomi dlm * drainase billier dan
kolesisitektom 72 jam/eletif bila early kolesistektomi <
i dlm 72 infeksi teratasi 24 jam, eletif bila
Kolangitis Akut

Gejala = nyeri abdomen yg dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul,


dapat disertai mengigil dan kaku. Riwayat koledolithiasis atau
manipulasi biller

Pemeriksaan Fisik = Trias Charcot ( nyeri abdomen kanan atas, icterus


dan demam) bila berat Reynolds’pentad ( trias charcot + DOC +
hipotensi)

Pemeriksaan Penunjang = leukositosis, bil ↑, ALP ↑, transaminitis


USG: koledolithiasis + tanda inflamasi

Tatalaksana =
 Hidrasi dengan cairan intravena dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit
 Antibiotika
Gram negative = piperasillin, cephalosporin
Cephalosporin = ceftazidime
Gram positif = ampicillin
+ Anaerob = metronidazole
 Bila keadaan umum membaik dalam 6-12 jam setelah
pemberian antibiotika dan dapat diatasi dalam 2-3 hari. Jika
6-12 jam tidak membaik  decompresi
 Dekompresi :
Operatif
Non operatif = nasobilliar tube, percutaneous
cholecystectomy, perkutaneus transhepatic biliary drainase.

* PAPDI

37
Pangkreatitis Akut
Gejala = nyeri epigastrium, sebelah kiri mendadak, meningkat dan
menetap. Menjalar ke punggung, dada, pinggang, abdomen bawah,
demam, muntah,icterus, anoreksia.
Tanda = distensi abdomen, bising usus hilang.dipneu, syok, Cullen sign
(warna biru disekitar umbilikalis), Grey Turner sign (warna merah
kecoklatan di flank), nodul eritema subcutan, poliartritis.
Pemeriksaan penunjang = amylase, lipase > 3 x  bila N dapat dulang ,
transaminitis, bil ↑, ALP ↑, ca ↓, ur/cr/GDS↑, CRP ↑ > 150 mg/dL
USG abd; edema pangkreas, batu empedu. CXR : efusi pleura
Tatalaksana =
 Bila kasus ringan oral feeding diberikan setelah 24-72 jam dr
onset. Bila tidak mampu dapat diberikan lewat NGT. Nutrisi
parenteral jika enteral feeding dan infus tidak adekuat
 Resusitasi cairan bias mencapai 10 L/hari pada kasus
hemdinamika tidak stabil. Cairan IV Nacl 0,9% atau RL setelah
balance cairan seimbang  kristaloid 35 mL/kgBB/hari.
 Kolloid PRC untuk Hb < 25 % dan transfuse albumin pd alb < 2
gr/dL
 Jika GDS > 250 mg/dl  insulin
 Saturasi O2 dipertahankan > 95% Antibiotika jika ada infeksi
Feluroquinolone + metronidazole, cephalosporin generasi 3 (
cefixime, cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone ) + metronidazole,
meropenem, gram + (vankomicin)
 Pangkreatitis Berat : ICU, terapi agresif, nutisi eneral, morfin bila
perlu, antibiotika jika infeksi
 ERCP : cito pd gagal ogan, kolangitis
Monitoring : Stop alcohol. Makanan sedikit tapi sering, tinggi karbohidrat.
Evaluasi dg system kriteria ranson tiap score nilai 1, jika > 5  > 50 %
komplikasi sistemik
Kriteria wkt masuk Follo up 48 jam
Umur > 55 th PCV > 10%
Leukosit > 16.000 BUN ↑ > 8 mg/dL
GDS > 250 mg/dL Ca < 8 mg/dL
LDH > 350 IU/L Sat O2 < 60 mmHg
SGOT > 250 IU/dL Base deficit > 4 mEQ/L
Sekuentasi cairan > 600 mL

38
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Pangkreatitis akut in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 54-58
* PAPDI
Gagal Hati Akut

Ditandai abnormal fungsi liver. Koagulasi, GCS. Fulminant pd 8 minggu dr


onset gejala kelainan hati.
Penyebab = virus hepatitis, herpes simplek, obat, toksin, hipoperfusi,
iskemia, autoiimune, perlemakan hati

Gejala = terkadang nyeri perut kanan atas, kadang icterus, hematomegali,


edema otak, hipotensi, takikardia, hematemesis melena, gejala sirrosis
Tanda = trombositopenia, INR/PT ↑, OT/PT↑, ALP N/↑, Bil ↑, amoniak
serum↑, glukosa ↓, hipoksemia, cr ↑
Pemeriksaan penunjang = klinis dan gejala, USG hanya anatomi hepar

Tatalaksana =
 Encepalopaty :
 transplant hati, intubasi k/p, sedasi midazolam 5 mg/jam ( amp 5
mg atau 25 mg) + fentanyl (1 – 5 µg/kgBB/jam.
 Anitibiotika : ceftriaxone, flouroquinolone
 Cairan D5% 2L/24 jam
 Koreksi hiponatreium dan hipoposfat
 N-asetylsisitein 150 mg/kgBB/24 jam untuk intoksikasi
paracetamol.
 Tidak perlu FFP, factor koagulasi
 Edema otak tanpa issufisensi renal
 Tinggikan kepala 30 ®
 Manitol IV dalam 15 menit bolus 0,5-1 g/kgBB (1 flash 100 gram)
 BB 50 kg : 100-200 ml IV pelan, ulang tiap 4 jam
 Ventilator mekanik : jika PaCO2 35 mmHg, hindari tekanan akhir
ekspirasi positif, tekanan 25-30 mmHg
 Dialisa albumin
 Gagal ginjal, edema otak, gagal organ :
 Dialisa continue/dialisa albumin
 Awasi cairan
 Target MAP 70 mmHg
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Gagal Hati Akut in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 40-44

3
Ensepalopati Hepatikum

Penyebab = diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, peningkatan


katabolisme protein (defesiensi albumin, demam,
opersi,infeksi), intoksikasi, gangguan metabolic (asidosis,
azotemia, hipoglikemia), gangguan eletrolit (hypokalemia,
hiponatremia, hipomagnesium), diuretic, Zn rendah,hepatitis
akut, pelemakan hati pada kehamilan
Derajat =
0 (tanpa gejala/GCS N/ gangguan memori/neuromuscular minimal)
1 (efuria, cemas,binggung, gangguan tidur, depresi, gangguan bicara)
2 (letargi, binggung, mengantuk, perubahan kepribadian, disorientasi
waktu/tempat)
3 (bicara kacau, sangat binggung, disorientasi berat)
4 ( koma)

Tatalaksana =
 Lactulose enema (300 ml + air 700 ml), oral ( 3 x 10-30 ml)
 Protein 1,5 gr/kgBB/hari + kalori 1800-2500 kkal/hari.
 BCAA/comafucin hepar 0,3 gram/kgbb/hari ( 3 x 10 gram/hari) 1
flash 500 ml : 12,5 gram ). Aminofucin hepar ( 1 flash ± 22,5 gr)
 Antibiotika : neomycin 2-4 gr/hari/ metronidazole 3 x 500
mg/hari. Yg baru ceftriaxone 1 x 1 gr/ ciprofloxacin 2 x 400 mg IV
 LOLA ( L ornitin, L aspartate/ Hepa-Merz inj @ 10 mg/amp  20
g ( 2 ampul/hari) untuk prekoma, koma ( 40 mg/4 amp/hari IV,
oral saset/ Hepa-Merz 3 x 3-6 g/hari (1-2 sac)
 Benzodiazepine reseptor antagonis : flumazenil 0,2-0,3 mg iv
bolus  0,5 mg/jam ( 1 vial 0,5 mg/s mL)
 Atasi hipoglikemi, hiponatremi
 Tunda furosemide dan spironolactone

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Encepalopaty hepatikum in Panduan Tatalaksana


Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 45-48
* PAPDI

4
Score Daldiyono
Haus/muntah ( 1)
TDS 60-90 mmHg (1)
Toksikologi
TDS < 60 mmHg (2)
Pulse rate > 120 x/mnt (1)
Apatis (1) Keracunan Makanan
Somnolance/spoor/koma (2)
RR > 30 x/mnt
Konsumsi makanan (1) yg tekontaminasi bakteri, virus, toksin, parasite, bahan
Facies kimia
Cholerica (2)
Vox Cholerica (2) Dehidrasinya
Ingat nilai
Turgor menurun (1)
Tata laksana1-6 jam : 6-16 jam : > 16 jam :
Washer woman hand
Rehidrasi
S. aureusRL/NaCl (jika C.
Nacl
perfringen
+ Nabic 7,5% 25 mL/flash)
C. botullinum
(1) Ekstremitas dingin
(1) Jumlah cairan :
Basillus cereus (BJ plasma-
B. cereus
1,025) x BB x 4 mL
V. cholera
Sianosis (2) tipe0,01
diare E. coli
Atau score
Umur 50-60 (-1) daldiyono x BB x 100 enteroge
Umur > 60 th (-2) 15
( 2 Ket
jam: pertama rehidrasi deficit jam ke 3 kehilangan cairan jam 1-2.
Facies Chlorerica : mata & pipi cekung
Voc Cholerica : suara serak/parau * Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB.Keracunan
Washer Woman Hand : ujungnjari Tatalaksana :
Makanan in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi
4 1. 2009: 134-135
 O2
* PAPDI
 Rehidrasi
 Simptomatik ( anti
muntah,
mengurangi diare,
antimual)
 Antibiotika pada curiga
V. cholera (tetracyclin,
chloramp), ETEC (beta lactam
ceftri, cefo, meropenem,
cefepime 2 x100 mg., shigella
( ampi, , chloramp),
Campylobacter, salmonella jika
extraintestinal (ampi, cotri,
cipro)
Keracunan Insektisida

Carbamat :
Organophosp
reversibel Organik
at
( asetilkolin Chlorin,
Tatalaksana
↑) Gx Akut: pyrethrins,
 SLUD
Stabilisasi dengansalivasi,
(muskarinik)-> pyrethroid,
ABC, posisikan pasien lateral decubitus kiri
lakrimasi, urinaria, defecation
 Dekontaminasi : buka baju, mandikan dg sabun DEET
DUMBBELS (paru defecation,
( jauhkan sumber, beri O2)
urination, miosis, Gx akut : antagonis
Mata, kulit, rambut (cuci)
bronchospasme, bronchokorea,
GIT : GL jika < 4 jam, jika > 4 jam karbon aktif/norit 50 g (1
GABA (mual,
emesis, lakrimasi, salivasi)
tab = 125
QT dan VT polimotfisme mg) bias sampe 240 - 400 tab muntah,
 (tarsode
Diuresisdepaksa : furosemide 1-2 ampul
pointes) hyperestesis,
 Subakut
Gagal nafas
: neuropaty kejhang, depresi,
 Cairan Nacl 0,9% 30-35 ml/kgBB
 Beri metoclopramide/ondasetron untuk muntah
 Inj diazepam jika kejang 2-10 mg max 30 mg ( 3 amp)
 Antidotum Organophosfat : Sulfat atropine 1-2 mg ( 4-8 ampul) @
0,25 mg/amp monitoring dan dapat dulangi 10-15 menit max. 50
mg/hari - jika terjadi atropinisasi (mulut kering, midriasis, TD > 80
mmHg, HR > 80 x/mnt)  turunkan dosis pelan-pelan tiap jam ↓ 10-
20% dosis menstabilkan psien (24-48 jam)
 Pralidoxime 2 g IV 20-30 menit  0,5-1 gram/jam sd atropine tidak
dapat digunakan lg selama 12-24 jam dan ekstubasi
* PAPDI
* Journal

42
Intoksikasi Alkohol
Ethanol
Isopropanol = Dietilen GlikolEtilen glikol
kurang toxic Gx : berikatan dg GABA,
sedative, hipoglicemia Lab : osm ↑, a
Methanol
Propilen Glikol As
Glikolat
 toksik
As laktat↑ asidosis metabolic Lab :anion
Gx : saraf
gap↑, osm ↑, asidosis metabolik optic,
Pe↑Ca
oksalat GGA, asidosis
metabolic,
HF, hipoCa
mabuk, masa
Lab : Hipo Ca, laten ( 40 HD
anion Gap ↑ mnt -72 jam) * D5
Lab : osm↑, Thiamin 3 x 500 mg 30menit (mencegah w
as laktat↑, Methdoxine 300-900mg (1
asidosis amp 500 mg)
Tatalaksana umumTerapi:
: metabolik
Stabilisasi ABC *Penghambat ADH
NGT  * HD
Terapi:
dekompresi * Fomepizol
*HD

* Cek kadar methanol dan ethaol, Bila ethanol + jgn beri etanol, bila etanol –
beri ethanol. Tp jika fasilitas tidak ada jangan beri etanol.
* Tatalaksana :
 Ethanol loading 600-700 mg/kgBB ( Ethanol 10% 7,6-10 mL/kgBB dlm
D5% 30 menit.
 Maintance Non drinker :66 mg/kgBB/jam (0,83 mL/kgBB/jam). HD
(169 mg/kgbb/jam atau 2,13 mL/kgBB/jam)
Maintance drinker 154 mg/kgBB/jam (1,96 mL/kgBB/jam), HD (
257 mg/kgBB/jam atau 3,26 mL/kgBB/jam
 Pilihan lain Fomepizol loading 15 mg/kgbb dlm 100 mL D5W selama
30 menit  15 mg/kgBB/12 jam, bila HD jadi tiap 4 jam ( 1,5 g/amp)
 As folat 50 mg/4jam IV (leucovorin) ( 1 aml 50 mg/5 ml atau 100
mg/10 mL. jika tidak ada dapat diberikan oral 2 mg/kgBB
 Nabic drip jika ph < 7,2 kebutuhan 4 1/3 x deficit x BB ( 1 flash 25 mEq)
 HD pd ph BGA : 7,25-7,3, GGA, methanol serum > 50 mg/dL
 Inj methypredisolon 1000 mg/hari (3hari)  predison 1 mg/kgBB/hari (
11 hari) mencegah kebutaan
Keracunan Jengkol

Jengkol as jengkolat  Kristal as jengkol  tubulus ginjal &


sal kencing

Gejala dlm 2 – 12 jam setelah konsumsi.


Gejala nyeri pinggang, diare, mual, muntah

Klasifikasi :
 Ringan : nyeri spasmodic hilang 1-2 hari
 Berat : nyeri kolik, diuria, oliguria

Tatalaksana =
 Stop jengkol
 Hidrasi yg adekuat
 Natrium bicarbonate jika gagal stend bedah
Sebaiknya di drip Nabic jangan bolus krn iritasi
vaskular

* PAPDI
* Journal

4
Keracunan Opiat

Intoksikasi opiate (morfin, petidine, opium, pentazokain, kodein,


loperamide, dextrometrophan)

Opiate berikatan dg reseptor opiate  inh jalur asending  perubahan


persepsi & respon nyeri.

Gejala = Perubahan status mental (somnolence, confusion, strupor, koma),


miosis pupil, hipotensi, brakikardia, BU ↓, kelemahan otot, depresi nafas,
apneu, koma, kejang

Tatalaksana =
 Stabilisasi ABC
 Pemberian antidote Nalokson
 Glukosa D5W, tiamin 100 mg ( 1 amp : 200 mg) dan
Nalokson 2 mg IV pd pasien dg gangguan kesadaran. 1
amp naloksan ; 1 ml : 0,4 atau 400 mcg
 Tanpa hipoventilasi : nalokson 0,4 mg diencerkan IV
pelan-pelan
 Dengan hopoventilasi naloksan 1-2 mg diencerkan IV (3-5
amp) pelan-pelan bias tiap 5-10 menit sampe perbaikan
depresi nafas, kesadaran max dosis 10 mg.
 Efek dlm 20-40 menit, dapat jatuh ke overdosis lagi.
Sehingga jika kesadarn baik, depresi nafas teratasi lanjut
nalokson drip dlm 24 jam 1 ampul dlm 500 mL D5%/NS
tiap 4 jam.
 Ambil sampel urine, CXR
 Pasang ETT jika perlu
 NGT untuk mencegah aspirasi. Puasakan 6 jam
 Norit 30 mg sd 100 mg
 Diazepam 5-10 mg jika kejang.
* PAPDI
* Journal

4
Tertelan Zat Korosif

Masuknya zat berupa asam atau basa melalui saluran cerna


Alkali : Agen pembersih, cairan bleaching, pembersih toilet, deterjen
Asam : jarang, pembersih toilet (as sulfat, as hidrokloride) antikarat (as
hidroklorida, as oksalat, as hidroflurida), pembersih kolam renang.
Gejala =
 Suara serak, sesak nafas, stridor  laring
 Disfagia, odinoifagia, mual, muntah  esophagus
 Nyeri epigastrium, hematemesis  lambung
 Perforasi dalam 2 minggu pertama : perburukan gejala nyeri
perut, terlokalisir, psoas dan obturator sign, otot abdomen rigid,
nyeri dada, nyeri punggung dan retrosternal, hematemesis masif
 Alkali padat sering melekat mulut faring, relative tidak sampe
esophagus, bila cair kerusakan lebih luas
Penunjang = DPL, CXR, BNO, endoscopy
Derajat pd endoscopy = ( N), 1 (edema, hyperemia), 2a ( vesikel, erosi.
Eksudat, membrane keputihan, ulkus superfisial), 2 b (2a + ulkus), 3 ( ulkus
+ nekrosis), 4 (nekrosis luas)
Tatalaksana = Identifikasi agen korosif
 HINDARI : emetic, agen peneltlisir  injury termal, bilas lambung
 perforasi, Pertimbangkan NGT tp jangan bilas lambung.
 Endoskopy tidak lebih dr 48 jam, dihindarkan pada hari ke 5-15,
grading
 Nutrisi : derajat 1-2A : diet cair lanjut diet biasa
Derajat 2B atau 3 : NGT, nutrisi setelah 24 jam dg diet cair, setelah
48 jam diet oral jika mampu menelan saliva
Nutrisi parenteral jika diet oral ditunda 7 hari
 Steroid : kontroversi : methyprednisolon 40-60 mgg/hari,
setidaknya 3 minggu.
 Antibiotika pada pemebrian steroid, jika tanpa steroid tidak perlu
AB
 NGT: untuk nutrisi, hati-hati striktur, tidak rutin
 Anti refluk (lansoprazole, omeprazole, ranitidine), sucralfat
 Hati-hati 2 mg pertama bias perforasi, 2 bulan pertama striktur
dan tahun onstruksi.

46
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Tertelan Zat korosif in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009: 136-140
* PAPDI
Gigitan Binatang Berbisa
Anamnesa
Gigitan Ular: penting
berbisa ditanyakan Gigitan Kalajengking Gigitan Laba-laba
buang
# Ularberbisa : kepala urine, jenis
air kecil, warna # Gejala : gelisah, # Gejala : nyeri,
ular, komplikasi.
segiempat, gigi taring keringat berlebihan, gatal, indurasi
kecil, bekas gigitan luka diplopia, nistagmus,
Pemeriksaan : Status umum evaluasi / 12 jam min 2 x 24 jam sekeliling gigitan,
halus Lokal
Gejala berbentuk
: merah, bengkak, ekimosis, fasikulasi, opistotonus,
parestesis local perdarahan,
saliva, HT, takikardia,
Sistemik :hipotensi, dispneu, kelemahan otot, mual muntah,nyerinekrosis, bula 
lengkungan
# Gejala : kejang, paralisa otot ulkus, anemia
pinggang
* Hematotoxik (Perdarahan) nafas) dapat edema hemolitik,
Penunjang : DL, FH, D dimer, faal hepar,
paru,urinalisa,CPK, BGA, EKG,hemoglubunuria,
syok, koagulopaty, CXR
* Kardiotaksik (syok,
Tatatalaksana
hipotensi, Umum :
penglihatan DIC, pangkreatitis, gagal gagal ginjal.
* ABC
terganggu, pusing, artimia) Gigitan Ular berbisa
ginjal, hemoglobunuria,
Terapi Spesifik (GCS Gigitan
* Neurotoksik ↓, Laba-laba icterus, rabdomyolisis,
# Luka Gigitan : cari asmpel darah untuk
parestesis, :
paralisis,48-72 jam hipertermia, asidosis.
Pd cek lab, bilawaktu pembekuan > 10 menit
Gigitan pertama dapson po  koagulopati
hipertonik)
50-100 mg 2 x/hari, * SABU povilen 1 mLJml Vial SABU
Kalajengking
* Ginjal (LBP, Grade Edema
* Di RS Indonesia : Pada edema hebat dan
hematuria,
Infus midazolam pasikan tdk ada def (sistemik)
gejala sistemik : SABU 2 vial @ 5 mL
u hemoglobinuria,
agitasi dan G6PD Analgesik, 0 <2 cm dlm
monovalent (-) 500 mL NS/D5%
0 40-80
uremia)otot tdk
gerakan antihistamin, 1 2-15 (-)
tetes makro/menit, maksimal5 20 vial ( 100
berarturan Atasi antibiotika, mL). 15-30 (+)
2 10
HT, edema paru, ampicillin 4 x 1.5 gr, Dapat diulangi 1-3 jam jika koagulopaty tdk
cipro 2 x
3 membaik.. Neurotoksik : SA15
>30 (++) 0,6 mg
bradiaritmia, 4 < 2 (+++)1,5-2 mg IM 15 Perbaikan
500 mg, clindamycin 2 ivneostigmin
syok, gelisah 4 lanjut neostigmine 0,5 mg tiap 30 menit 
Antivein hrs hati- x 300 mg.
SA infus 0,6 mg dlm 8 jam
hati krn profilaksis
*FFP, vit K, tromosit, Nabic +
tetanus.
Hematologi

Koagulasi Intravaskuler Diseminata (DIC)

Koagulasi + fibrinolysis

Penyebab =
 Obstreti ( emboli amnion, solusio plasenta, IUFD, eklamsia,
abortus septik)
 Immunologi (anafilaksis, alergi, transfuse, trombositopenia karena
heparin, allograft, obat kina IL 1)
 Vaskular & sirkulasi (HT, emboli paru, endotel abnormal,
bedah jantung)
 DHF, SLE
 Sepsis ec bakteri, HIV, hepatitis, sitomegalovirus, varicella)
 Malignancy ( AML M3 (promielosit), M4, metastase kanker
 Luka bakar
 Penyakit hari ( icterus obstruksi, gagal hati akut)
 Burger disease
 Kerusakan jaringan (trauma, rabdomiolisis, syok hipovolumik,
hipertermia).

Anamnesa = Tanda perdarahan, anemia hemolitik, tanda trobosis vascular.

Penunjang = D-dimer, fribinogen, =DL, aPTT, masa protombin, hapusan


darah (burr cell)
Diagnosis ISTH 2001, DIC jika score > 5
 Trombo > 100.000 (0), 50.000-100.000 (1), < 50.000 (3)
 D-Dimer : < 500 (0), 500-1000 (2), > 1.000 (3)
 PT < 3 detik (0), 4-6 detik (1), > 6 detik (2)
 Fibrinogen : < 100 nm/dL (1), > 100 mg/dL (0)

Tatalaksana =
 Tatalaksana penyakit dasar & komorbid
 Asimtomatik  tidak perlu terapi
 Jaga keseimbangan hemodinamik
 Komponen darah  transfuse

4
 Trombosit : perdarahan aktif, resiko tinggi perdarahan (prosedur
invasive/opersi dg trombosit < 50.000, tanpa perdarahan dg trobo
10.000-20.000. trombo 10.000-20.000 dg infeksi berat, tromo <
50.000 dg perdarahan

 FFP : aPTT memanjang atau fibrinogen < 50 mg/dL


Dosis 15-30 mL/kg BB, jika tdk memungkinkan beri factor konsetrat (
protombbin), kriopresipitate 1 kantong/ 10 kg

 Antikoagulan dg DIC dengan manifestasi predominan thrombosis


Heparin 10 U/kgBB/jam sd aPTT 1,5-2,5 x kontol. LMWH
enoxaparin 2 x 0,6 mL SC, Fondaparenux/ arixtra 1 x 2, 5 mg SC
Rekombinan human activated protein C(Dotrecogin alfa) efektif
pd infeksi berat dg DIC

 Antifibronolisis kontraindikasi

Kondisi Khusus :
 Solusio plasenta ( perdarahan +  transfuse, – tidak perlu)
 Emboli cairan ketubah  Dispneu tiba-tiba, sianosis,
corpulmonar akut, syok, kejang, disfungsi ventrikel kiri)
persalinan segera dan support paru dan kardiovaskuler
 Preeklamsia dan eklamsia, heparin kurang membantu
 HELLP : tx suportif, observasi ketat, terapi komponen darah.
 Sepsis  suportif, AB. Histerektomi jika indikasi
 Dead fetal syndrome  evakuasi
 Perlemakan hati  suportif

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB.Giitan binatang berbisa in Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan
Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009:: 141-145
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Koagu;lasi intravascular diseminata in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009:: 105-10. PAPOI

4
Sindroma Vena Kava Superior

Penekanan vena kava karena pendesakan dr luar, infiltasi, thrombosis

Penyebab = penekanan daerah leher,mediastinum, paru, anurisma, infeksi


( TB paru, histoplasmosis, sifilis). Tromnbus kateter vena, fibrosis
mediastinum, gagal jantung kongestif

Gejala awal ( bengkak muka, batuk, disfagia, nyeri dada)

Gejala lanjut (dispneu, PND, orthopneu, bengkak lengan, nyeri dada,


sesak, pandangan kabur, kejang

Pemeriksaan Fisik = distensi vena leher dan dinding dada, papil edema,
edema muka dan periorbital, sianosis, plethora fasialis, edema
ekstremitas, GCS ↓, letargi
Penunjang = CXR, CT scan, USG doplers, venogram

Tatalaksana =
 Elevasi kepala, O2, bed rest
 Inj furosemide 20-40 mg IV
 Inj Dexamethason 16 mg/hari  4 x 5 mg
 Radioterapi atau kemoterapi emergency

* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB.G sindroma Vena Kava superior in Panduan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009:: 141-145

5
Tumor Lisis Sindrom

Pelepasan sel-sel dalam sirkulasi  asidosis laktat, hiperurecemia,


hyperkalemia, hiperphosfademia, hipokalsemia.
Penyebab = radioterapi dan kemoterapi
Faktor resiko = Tumor pertumbuhan cepat (small cell ca, tumor germinal).
ALL, limfoma. LDH tinggi, Cr tinggi, As urat tinggi. Defisit cairan.
Diagnosis : Hiper K, Hipo Ca, Hiper P, hiperurecemia, ur ↑, cr ↑. BGA :
asidosis
Tatalaksana
Pencegahan : hidrasi adekuat 24 – 48 jam sebelum kemo, target produksi
urine 2 mL/kgBB/jam. Allupurinol . alkalinasi urine.
Terapi :
Hiperfosfademia simptomatik :
 Ca Glukonas 10% 10 mL diencerkan dg 50 mL D5%/Nacl 0,9%
IV pelan 5 menit  infus 5 ampul dlm 500 Ml NS/D5% tiap 12
jam (14 tetes makro/mnt) (2x atau 24 jam)
Hiperkalemia Asimtomatik  terapi pada K > 6,5 meq/L
Hiperkalemia Simptomatik :
 Ca Glukonas 1 amp IV pelan (jika disaritmia, hipotensi)
 Nabic : 1 flash iv pelan-pelan (5-15 menit)
 Infus insulin bolus 10-20 IU + D 40% 2 flash pada GDS < 250 mg/dl
 Nebulizer : beta agonis (albuterol (5-20 mg)
 Kayexalat/kalitake oral
 HD
 Minimalisir NSAID, ACEI, beta bloker, spironolactone
Hiperurecemia : Allupurinol 600-900 ( 2 x 300 mg) sampe As urat < 10
meq/L
 Hidrasi adekuat (2.000-3.000mL) target produksi urine 1,5-2
mL/kgBB/jam
 Alkalinasi urine dg Nabic target Ph urine > 7
 Bila oliguria ( manitol 20 % 12,5 g  60 mL
 HD jika gagal konservatif (K : > 6, cr : 10 , P > 10 atau semakin
meningkat, hipokalsemia simptomatik).
* Irawan C, Tarigan TJ, Morbun MB. Sindroa Lisis Tumor in Panduan Tatalaksana
Kegawatdaruratan Ilmu Penyakit Dalam.; edisi 1. 2009:110-112
* PAPDI

5
Terapi Trombosis Vena Dalam

Gejala = Nyeri pd betis terutama bila berjalan, kaki tungkai bawah


bengkak, riwayat thrombosis sebelumnya.

Pemeriksaan Nyeri tekan, edema tungkai unilateral, eritema,


hangat, nyeri, pembuluh darah superficial dapat teraba. Homan”s
sign (+), distensi vena, diskolorasi, sianosis.

Diagnosis = Skoring Wells memprediksi DVT (≥ 3 : resiko tinggi, 1-2 :


resiko sedang

Gambaran Klinis Score


Kanker aktif (sedang terapi 1
Paralisa, paresis, atau immobilisasi ekstremitas bawah 1
Terbaring selama > 3 hari atau oeparsi besar (dalam 4 minggu) 1
Nyeri tekan terlokalisir sepanjang distribusi vena dalam 1
Seluruh kaki bengkak 1
Pembengkakan betis unilateral 3 cm lebih dari sisi yg asimtomatik 1
(diukur 10 cm dibawah tuberositas tibia)
Pitting edema unilateral (pd tungkai simtomatik) 1
Vena superfisialis kolateral 1
Diagnosa alternative yg lebih mungkin dr DVT -2

Tatalaksana =
1. Periksa aPTT dan PT ( Protombin Time)
2. Elevasi tungkai
3. Heparin bolus 5000 unit ( 1 mL)
4. Infus heparin 5000 unit dalam D5% 500 ml diberikan 100 mL/jam
(750-1000 unit/jam)
5. Periksa kembali aPTT setelah 4-6 jam target aPTT 1,5-2,5 x
control. Jika aPTT < 1,5 x control naikkan tetesan 10-20 mL/jam (
100-200 unit/jam). Jika aPTT > 2,5 x control mK turunkan Dosis
10-20 mL/Jam (100-200 unit/jam )

5
6. Jadwal pemeriksaan aPTT :
Hari 1 : aPTT tiap 6 jam
Hari 2 : aPTT tiap 12 jam
Hari 3 : aPTT tiap 24 jam
7. Heparin diberikan selama 5-7 hari. Wafarin 6-10 mg po diberikan
hari pertama setelah terapi heparin (kecuali hamil dan
trombofilia)
8. INR diperiksa pada hari 1-5 setelah terapi warfarin, target INR 2-
3Lama terapi tanpa factor resiko (3-6 bulan), dengan factor
resiko warfarin seumur hidup
9. Stoking elastis, saat istirahat dilepas.
10. Aspirin tidak diberikan kecuali pada antifosfolipid syndrome/
sticky platelet syndrome
11. Trombolisis jika ada emboli paru
12. Jika memakai LMWH 2 x 1 mg/kgBB ( 2 x 0,6 mL) SC tanpa
pemantauan.

Anemia Hemolitik yang Mengancam Nyawa

Klinis + terjadi oksigen deman


Tatalaksana =
 Inj Methyprednisolon 1 gram IV ( 3 hari)atau injeksi
dexamethasone 1 mg/kg BB/ IV
 Immunooglobulin 0,4 gram/kgBB/hari ( 5 hari) atau
1 gram/kgBB/hari ( 2 hari)
 Azatioprin 2 x 50 mg (1-2 mg/kgBB/hari)
 Atau siklosfosfamid 60 mg/m2 po tiap hari atau inj 50
mg/kgBB ideal/hari selama 4 hari
 As folat 1 mg/hari
 Hati-hati transfuse resiko berbahaya  ALO/reaksi
transfuse berat. Baca cross matchnya dahulu.

* Protokol kemoterapi

5
Reaksi Transfusi

Ringan Sedang Berat


Etiologi : hipersensutif Hipersensitif, febris Gelisah, nyeri dada,
non hemolitik, nyeri pada tempat
kontaminasi pirogen infus, Syok hebat, nyeri
pinggang, sakit kepala,
Nafas berat, kencing
kemerahan.
Gejala : Gatal Gelisah Gaal Palpilasi Nyeri dada, nyeri pada
Sesak Sakit kepala ternpat infus, Sesak
hebat, nyeri pinggng,
sakil kepala, nafas
berat, Kencing
kemerahan
Tanda : urtikaria, rash Takikardia, menggigil, Menggil, panas,
panas, restless, gelisah, hipotensl (BP
flushing, urtikaria sistolik 20%) Takkardia
{ naik 20%),
Hernoglobinuria,
Perdarahan tidak Jelas
peyebabnya

Tatalaksana Reaksi transfuse ringan


 Kecepatan tetesan darah diperlambat
 Antihistamin inj dyphenhidramin IV/IM 1-2 amp
 Jika tidak membaik dalam 30 menit masuk ke kategori 2

Tatalaksana Reaksi transfuse Sedang


 Transfusi dihentikan. Ganti infusion set, pasang infus NS
 Periksa kembali darah dan ambilsampel darah ulang dari vena
kolateral
 Inj Dyphenhidramin 1-2 ampul IV/IM dan parasetamol 50-1000
mg PO. Hondari pemakaian aspirin

5
 Apabila terdapat tanda bronkospasme atau stridor beri injeksi
kortikosteroid
 Urine tambung 24 jam untuk monitoring hemodialisa
 Bila kondisis membaik transfuse dapat diberikan dg darah baru dg
observasi ketata.
 Apabila setelah 15 menit tidak ada perbaikan ataupun

Tatalaksana Reaksi transfuse Sedang


 Transfusi dihentikan. Ganti infusion set, pasang infus NS
 Infus NaCl 0,9% 20-30 mL selama 5 menit dan elevasi tungkai
 Pertahankan jalan nafas dan beri oksigen 6-10 L/menit
 Injeksi adrenalin (1:1.000) sebesar 0,01 mg/KgBB selama 2-5
menit ( 1 amp : 1 mg) jadi dapat diberikan 0,5 mL IM
 Bola ada tanda bronkospasme atau stridor beri injeksi steroid
interavena dan nebulizer bronkodilataor atau IV
 Injeksi diuretic furosemide 1m g/kgBB IV
 Periksa kembali darah dan diambil sampel dari vena kolateral
 Periksa hemoglobulinuria
 Monitoring produksi urin dan keseimbangan cairan
 Monitoring tanda-tanda DIC
 Evaluasi ketat dan berkala bila da hipotendi, bila hipotensi :
 Beri Nacl 0,9% 20-30 mL/menit selama 5 menit
 Bila gagal berikan drip dopamine 5-10 µg/kgBB/menit
titrasi
 Bila ada tanda-tanda oliguria.anuria atau ARF dg tanda ↑ ur, cr, K:
 Pertimbangkan kseseimbangan cairan dan elektrolit
 Beri inj furosemide
 Beri inj drip dopamkin 1 µg/kgBB/menit
 Konsul nefrologi
 Antibiotika diberikan jika ada tanda bakterimia
* Protokol kemoterapi

5
Cross Match

No Major Minor Auto Kesimpulan


(My) (Mn) Control
(AC)
1 (-) (-) (-) Darah diberikan
2 (+) (-) (-) Ganti darah donor. Periksa sekali lagi golongan
darah resipien apakah sudah sama dengan donor,
apabila golongan darah sudah sama :
A. Ada irregular antibody pada serum resipien
B. Ganti darah donor, Lakukan crossmatch lagi
sampai hasil cross negatif
C. Apabila tidak ditemukan hasil crossmatch yang
kompatibel lakukan screening dan
identifikasi antibody pada serum
resipien, rujuk ke UTD yang lebih tinggi.
3 (-) (+) (-) Ganti darah donor. Ada irregular antibody serum
/ plasma donor
Solusi : ganti dengan donor lain, lakukan cross
match ulang.
4 (-) (+) (+) Darah diberikan bila minor lebih kecil atau sama
dengan AC/DCT. Ada irregular antibody pada
serum / plasma donor
Solusi : ganti dengan donor lain, lakukan cross
match ulang
5 (-) (-) (+) Periksa ulang golongan darah respien maupun
donor, pastikan tidak ada kesalahan golongan
darah.
Lakukan DCT pada resipien,
* Apabila positif dan derajat positif Minor ≤ AC,
maka positif pada Minor dapat diabaikan, artinya
positif tersebut berasal dari autoantibody (bukan
dari donor)
* Bila positif pada Mayor, adanya Irregular
Antibody pada serum resipien, cari donor baru
dengan crossmatch mayor negatif

5
Hiperkalsemia pada Kanker

Faktor Resiko Diagnosa


Sering : Ringan – sedang : asimtomatik biasanya Ca
Kanker metastas ke tulang : 10.8-13,5 mg/dL
Ca mamae, Ca paru, Ca Berat : gejala letargi, confusion, fatique,
ginjal, Multiple Myeloma koma sd kematian, ECG : QT interval
Jarang : limfopoliferatif, memendek. Biasanya C > 13,5 mg/dL
limfoma maligna Corrected Ca : Ca serum + 0,8 ( 4-serum
albumin).

Tatalaksana
Ringan – Sedang :
 Hidrasi adekuat 4-6 L dalam 24 jam pertama
 Inj furosemide 20 mg IV dan terapi kausatif

Berat :
 Hidrasi adekuat 5-7 L dalam 24 jam perama atau 200-500
mL/jam. Bila produksi urine adekuat sekitar 100 mL/jam
beriak furosemide 40-80 mg/4 jam
 Calcitonin 4-8 IU/kgBB tiap 6-8 jam iv selama 48-72 jam
pertama ( 1 amp : 400 iu/2 ml) BB 50 kg :2000 iv ( 5
amp)
 Bisfosfonat/Pamidronat (Aredia) 60-90 ml ( 1 vial : 90 mg)
dlm 1 L Nacl 0,9% infus 24 jam
 Hidrokortison 250 – 500 mg tiap 8 jam ( dexamethasone 10-
20 mg IV atau Methyprenisolon 50-100 mg iv) maintance
predinson 10-30 mg/hari (bagus untuk NHL, limfopoliferatif,
Ca Mamae metastase tulang, multiple myeloma)
 Indomethasin 50 mg/8 jam atau aspirin 1000 mg/8 jam ( 2
tablet aspirin merk bayer @ 500 mg) (ca paru, ca ginjal, ca
squamusa)
* Protokol kemoterapi

5
Leukostasis

JIka leukosit > 100.000/µL

Faktor Resiko Diagnosis


AML terutama AML Terutama AML dg leukosit > 200.000/µL dg
gejala sakit kepala, somnolence, kelemahan,
confusion, gangguan neurologis, gannguna paru
distress nafas. Dapat tejadi pada leukemia kronis
atau ALL

Tatalaksana :
 Targer leukosit < 100.000/µL, bila leucosit >=200.000/µL
diturunkan 50%
 Rehiodrasi adekuat dg target produksi urine mencapai 100
mL/jam
 Leukofaresis
 Bila leukofaresis tidak dapat dilakukan dapat diberikan
 AML : hidroxyurea 3-5 gram/hari (3 x 1000-1500 mg
atau 2-3 tablet)
 ALL dg cytoreduksi
Vincristin 2 mg IV hari 1
Predison 60 mg/m2/hari pd hari 1-7
1 siklus tiap 14 hari
 Allupurinol 2 x 600 mg ( 2 x 2 tab) selama 2 hari pertama 
lanjut 2 x 300 mg (1 tab) selama 3 hari
 Radiasi cranial pada gejala neurologis

* Protokol kemoterapi

5
Febril Neutropenia

Neutrofil < 1.000/µL dg T> 38 derajatC


Cari penyebab infeksi : DL, kultur darah, kateter, pemeriksaan fisik, CXR
Neutropenia ringan Neutropenia berat
Neutrofil 100-1.000/µL Neutrofil < 100/µL
Onset < 10 hari Onset > 10 hari
Komplikasi - Komplikasi + ( hipotensi, syok,
meningitis, infeksi luka infus
Tatalaksana
Inj ceftazidime 2 g/8 jam atau * Gentamycin 1 x 5 mg/kgBB/hari
Inj Cefepime 2 g/8 jam atau bila umur >= 65 th 3 mg/kgBB/hari
Inj Imipenem 1 g/6 jam atau + meropenem 1 g/6 jam atau inj
Inj Meropenem ceftazidime/cefepime
* Literatur lain : inj Ciprofloxacin 2 x
400 mg + gentamycin 5
mg/kgBB/hari (atau amikacin 2 x 7,5
mg/kgBB) + inj metronidazole 3 x
500 mg jika curiga anaerob atau
mukositis
Evaluasi 72-96 jam
Evaluasi adanya febris
Febris - :
 Febris -, neutropenia + Lanjut antibiotika sampai 6-7 hari
febris –
 Febris – Neutropenia -  stop antibiotic
 Febris – kemudian febris lagi  + antijamur inj itraconazol
2 x 200 mg IV (2 hari)  1 x 200 mg (7 hari ) IV  prroral 1
x 400 mg sampai 2 minggu
Febris + :
 Tambahkan Vancomicin 2 x 15 mg/kgbb ( 2 x 1 gram) 
bila panas masih sampai 7 hari  lanjutkan antijamur
* Protokol kemoterapi
* Mescape
* Lees A, William A. Neutropenia sepsis pathway. 2014

5
ITP

6
ITP lanjutan

* Protokol kemoterapi

6
Penatalaksanaan Perdarahan Akibat Antikoagulan

6
Lanjutan Penatalaksanaan Perdarahan Akibat Antikoagulan

* Protokol kemoterapi

6
Rhematologi

SLE Berat

TR : tidak respom, RS : respon sebagian, RP : Respon Penuh

* Perhimpunan Rhematologi Indonesia. Diagnosa dan Pengelolaan Lupus Eitematosus sitemik. 2011. P :17

6
Tropik Infeksi

Sepsis

Assesment Quick SOFA


TD systole ≤ 100 mmHg 1
RR ≥ 22 x/mnt 1
GCS < 15 1

Bila score ≥ 2  prognosa buruk & bth ICU

* Cairan pilihan kristaloid


30 mL/kgBB jika syok atau
as laktat > 4 mmol/dL
* Antibiotika 1 jam
pertama
* Vasopressor :
Norepineprine Target
MAP ≥ 65 mmHg
* Inotropik dobutamin
*Steroid hydrokortison
200 mg/hari ( 4 mg
dexamethasone) 3-7 hari
jika tetep syok dg cairan
dan vasopressor.
*PRC jika hb < 7 g/dl
(target 7-9 g/dL)
FFP jika DIC dg
perdarahan/tindakan
invasive
* ARDS  ventilator
*GSD insulin jika GDS 2 x
pemeriksaan > 180 mg/dl,
target 110-180 mg/dL
* usahakan nutrisi enteral
Antibiotika : kombinasi beta-laktam dan aminoglycoside atau fluorokuinolon
Profilaksis PPI/H2 reseptor
dianjurkan untuk bakteremia P. aeruginosa (2B). Beta-laktam dan makrolida antagonis
yang dianjurkan untuk pasien dengan syok septik dari infeksi pneumonia * Heparin kl
65 tromboemboli

* Dellinger P, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM,et al. Surviving Sepsis Campaign:
International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. .ccmjournal 2012: 41(2)
* Sepsis six. NHS
LEPTOSPIROSIS

Stadium : anikterik dan ikterik (dapat jatuh ke weill syndrome)

Gejala khas : Geja infeksi + kuning/BAB seperti the/berkurang


Pemeriksaan fisik : injeksi konjungtiva, injeksi sillier, iritasi selaput
meningen, hepatomegaly, oliguria sd anuria, jaundice, perdarahan, nyeri
gastrocnemius dan aritmia jantung. Khas adalah SGOT dan SGPT naik tidak
setinggi kenaikan bilirubin)
Uji : rapid test diagnositik, dark filed, MAT

Tatalaksana :
Suportif :
 Cairan adekuat
 Kesimbangan elektrolit
 Nutrisi
 Tatalaksana gagal ginjal dan DIC
Antibiotika
Leptospirosis ringan Leptospirosis sedang - berat
Peroral : Injeksi :
* doksisiklin 2 x 100 mg (7 hari) * penicillin G 4 x 1,5 juta unit (7 hari)
* Amoksisilin 4 x 500 mg (7 hari) * Ceftriaxone 1 x 1 gram (7 hari)
* Ampicillin 4 x 500-750 mg (7 * Doksisiklin 2 x 100 mg ( 7 hari)
hari) * Amoxicillin 4 x 1 gram ( 7 hari)
* Azitromisin 1 x 1 gram (hari 1) * Ampicillin 4x 1 gram (7 hari)
 1 x 500 mg (hari ke 2 dan 3) * Cefotaxime 4 x 1 gram (7 hari)
Tatalaksana ke pusat RS yg lebih tinggi :
 Uremia, sesak, kejang, delirium, gangguan kesadaran
 Pe ↓ produksi urine ( < 400mL/hari)
 Ur > 60 mg/dL
 Cr : > 2n5 mg/dL
 Bil > 3 mg/dL
 Sesak nafas, hemoptysis, takipneu, opasitas paru
 Perdarahan dg trombositopenia
* Irawan
* Irawan C, TariganC,TJ,Tarigan
Marbun TJ,MB.
Marbun MB. Tatalaksana
Panduan Panduan Tatalaksana Kegawatan
Kegawatan DaruratanDaruratan
di Bidang di Bidang Ilmu
Ilmu
Penyakit Penyakit Dalam. Leptospirosis.Internal publishing 2009 : 126-127
66
Malaria Berat

Infeksi P. Falcifarum fase manifestasi sedikitnya satu ( kelemahan,


gangguan kesadaran GCS < 11, asidosis respiratori ph < 7,25, kejang
berulang > 2x/24 jam, syok TDS < 70 mmGhd dg perbedaan suhu kulit-
mukosa > 1 °C, edema paru, perdarahan, icterus > 3 mg/dL,
hemoglobinuria/black water fever, hiperpireksia temp> 40°C) atau
labolatorium ( hb < 5 g/dL atau pcv < 15%, hipoglikemia GDS < 40 mg/dL,
gangguan ginjal produksi urine < 400mL/24 jam atau cr > 3 mg/dL,
hiperlaktemia, hiperparasetemia > 5%).
Penunjang:DL,GDS, tetes tebal, tetes tipis, ur,cr,bil,CXR,BGA, eletrolit, EKG.
Tatalaksana : Suportif : posis trendelenberg, cegah aspirasi, jaga higine
dan cegah decubitus. Cegah hiperpireksia dg kompres, kipasi. Bila hb < 5
g/dL dapat transfuse. Cairan 1500 ml/24 jam jgn terlalu sedikit maupun
terlalu banyak.
OBAT Dosis
Derivat Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, BB : 50 kg : 2 vial ( 1 vial 60
Artemisinin mg)diencerkan dg pengencer dan Nacl 0,9% diinjeksi pelan selama 10 menit 
dosis sama pada jam ke 12  lanjut tiap 24 jam sampai bias oral.
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I)
selanjutnya 1,6 mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg 2 amp ( @ amp : 80 mg
dilanjutkan dengan 80 mg/ 1 amp) sampai pasien dapat makan,
Bila sudah bias oral ganti obat kombinasi Artesunat dan
Amodiaquin selama 3 hari. + primaquin 0,75 mg( 3 tab) hari 1, bila mix lanjut 1
tab sampai 14 hari
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3
hari.
KINA Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg BB
diencerkan dalam 10 ml/kg BB (2mg/ml) dektrose 5% atau
dalam infuse dektrose dalam 4 jam. ( 2 amp @ amp: 500 mg dlm 500 ml selama
4 jam atau 125 ml/jam.
Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgBB
diencerkan dalam 10 ml/kg BB (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada
orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam.
Atau 1 amp dlm 500 ml D5% tiap 6-8 jam (21-28 tetes makro/menit).
Bila bias ora l Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari +
priakuin 3 tab hari 1, bila mix dilanjutkan 1 tab/hari selama 14 hari + doxiciklin
2 x 100 mg/ tetracyclin 4 x 500 mg selama 7 hari
Pemantauan hitung parasite tiap hari, target H1 50% H2, H3 < 25% H0. Diulang sampai 3 x negatif

67
* Irawan C, Tarigan TJ, Marbun MB. Panduan Tatalaksana Kegawatan Daruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam.Malaria Berat. .Internal publishing 2009 : 128-131
* Zulkarnain I.Setiawan B.Malaria Berat.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.FKUI.Jilid III.ed V.2009:2826-2835
Toksik Tifoid

Demam tifoid dengan sindroma klinis berupa penurunan kesadaran akut


tanpa kelainan neurologis dan CSF Normal.

Pemeriksaan fisik : minggu ke 2 bradikardia relative (kenaikan temp 1


derajat tanpa diikuti peningkatan nadi 8x/mnt), lidah berselaput,
hepatomegaly, splenomegaly, somnolen, strupor, koma, delirium, atau
psikosa. Dapat ditemukan gerakan Parkinson, mioklonus generalisata,
hipomanik, encephalitis, meningitis, polyneuritis perifer, GBS, psikosa.

Pemeriksaan Penunjang : DL, OT, PT, ig M anti salmonella, kultur

Tatalaksana :
Suportif : pemberian makanan padat dini dengan rendah serat
Bed rest
Antibiotika :
 Inj ceftriaxone 1 x 3 gram ( 3 gram dalam 250 ml D5% diifus dalam
1-2 jam) selama 5 hari atau
 Inj klorampenikol 4 x 500 mg IV + ampicillin 4 x 1 gram IV
Ditambah dengan steroid :
Injeksi dexamethasone 3 x 5 mg ( 3 x 1 ampul) selama 3 hari

* Irawan C, Tarigan TJ, Marbun MB. Panduan Tatalaksana Kegawatan Daruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam.Tifoid Toxik. .Internal publishing 2009 : 132-133
* PAPDI

6
Tetanus

Masa Inkubasi 7-30 hari

Gejala Klinis : ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan ketidakstabilan
otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu pada
kelompok otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu yang tampak
pada lebih dari 90% kasus saat masuk rumah sakit adalah trismus, kaku
leher, dan nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal
menimbulkan ciri khas risus sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia.
Peningkatan tonus otototot trunkal meng akibatkan opistotonus.
Kelompok otot yang berdekatan dengan tempat infeksi sering terlibat,
menghasilkan penampakan tidak simetris

Pemeriksaan Klinis : Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis


berdasarkan riwayat penyakit dan temuan saat pemeriksaan. Pada
pemeriksaan fi sik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan
menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang
lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter
(menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refl eks muntah.

Tatalaksana :
 Membuang sumber infeksi : Inj meteronidazole 15 mg/kgBB (
loading dose) 750 mg  30 mg/kgBB tiap 6 jam (1000-1500
mg/4 jam) selama 7-10 hari
Atau penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam ( 4 x 5 juta
U/ 1 vial) selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus
tetanus.
 Netralisasi Toxin : tetagam ( immunoglobulin 3.000-10.000 U
secara IM) skin test dahulu. Sediaan baru 500 U/inj sediaan lama
250 U/vial 2.5 ml
Atau ATS (anti tetanus serum) dengan dosis 100.000- 200.000 unit
diberikan 50.000 unit (2.5 amp @20.000 U) intramuskular dan
50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit (
3 ampul) dan 40.000 unit (2 ampiul) intramuskuler masing-masing
pada hari kedua dan ketiga. Ingat skin test dahulu

6
 Suportif : Pasang infus, cek elektrolit. Suasana gelap. Rawat di ICU
dan hindarkan kebisingan. Jika ada spasme otot dan gangguan
jalan nafas bias ventilator. Spasme berikan diazepam 0, 1-0,3
mg/kgBB tiap 2-4 jam atau fenobarbital 3 x 100 mg IM

Tes Sinsitivitas terhadap ATS


Tes kulit. Sering dilakukan (lebih disukai dari pada tes mata). Caranya
yaitu 0,1 cc serum diencerkan dengan akuades atau cairan NaC1 0,9 %
menjadi 1 cc. Suntikkan 0,1 cc dari larutan yang telah diencerkan tadi
pada lengan bawah sebelah voler secara intrakutan, tunggulah selama 15
menit. Reaksi positif (penderita hipersensitif terhadap serum) bila terjadi
infiltrat / indurasi dengan diameter lebih besar dari 10 mm (1 cm), yang
dapat disertai rasa panas dan gatal.
Tes mata. Caranya yaitu dengan meneteskan 1 tetes cairan serum pada
mata, tunggulah 15 menit. Reaksi positif bila mata merah dan bengkak.
Penderita yang hipersensitif terhadap ATS Hewan. Pada penderita ini
terdapat 3 kemungkinan, yaitu : (1) pemberian hypertet (HTIG), (2)
pemberian ATS hewan secara desensitisasi (cara Bedreska), (3) ATS tidak
diberikan.
Desensitisasi cara Bedreskad
Adalah pemberian ATS pada penderita yang hipersensitif terhadap
penyuntikan langsung, tetapi tidak dapat diberi HTIG karena suatu
hal. Dalam hal ini wajib memberikan ATS dengan pertimbangan
kemungkinan terjadinya tetanus pada luka besar. Pada cara Bedreska ini,
pengawasan dilakukan bertahap. Bila timbul reaksi hebat, pemberian
tidak boleh diteruskan.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
1. 0,1 cc serum + 0,9 cc akuades atau NaC1 0,9 % disuntikkan secara
subkutan tunggulah selama 30 menit.

7
2. Sesudahnya, suntikkan 0,5 cc serum + 0,5 cc akuades atau NaC1 0,9 %
secara subkutan, tunggulah 30 menit. Perhatikan reaksi. Bila tampak
tanda – tanda penderita hipersensitif (tanda profromal syok anafilaktik),
hentikan pemberian, dan berikan antihistamin serta kortikosteroid. Rawat
penderita sesuai keadaannya.
3. Bila tidak ada reaksi berarti setelah 30 menit sisa serum dapat
disuntikkan secara intramuskuler.
Desensitisasi ini bertahan selama 2 – 3 minggu, jadi bila keesokan harinya
atau hari – hari berikutnya (dalam masa 2 – 3 minggu tersebut) perlu
dilakukan suntikan ulangan, maka cara Bersredka tak perlu diiulangi. Pada
cara Besredka, sebaiknya perlengkapan P3K yaitu obat yag diperlukan
untuk menanggulangi syok anafilaktik tetap tersedia.

Penilaian keluaran klinis

Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3, severitas sedang
dengan mortalitas 10-20%; 4, severitas berat dengan mortalitas 20-40%; 5-6,
severitas sangat berat

7
7

Anda mungkin juga menyukai