Pendahuluan
Iskemia ekstremitas akut atau Acute Limb Ischemic (ALI) didefinisikan sebagai
Insidensi kejadian 1,5 kasus per 10.000 orang per tahun. Presentasi klinis dianggap
akut jika terjadi dalam waktu 2 minggu setelah onset gejala. Gejala berkembang
selama beberapa jam sampai beberapa hari dan berkisar dari klaudikasio intermiten
yang memburuk hingga nyeri di kaki atau tungkai ketika pasien dalam keadaan
istirahat, parestesia, kelemahan otot, dan lumpuhnya anggota tubuh yang terkena.
Pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan adalah tidak adanya denyut nadi distal ke
oklusi, kulit dingin dan pucat atau berbintik-bintik, sensasi berkurang dan kekuatan
menurun. 1
Iskemia ekstremitas yang cepat terjadi akibat penghentian pasokan darah dan
nutrisi secara tiba-tiba ke jaringan anggota gerak yang aktif secara metabolik,
termasuk kulit, otot, dan saraf. Berbeda dengan iskemia ekstremitas kronis, di mana
pembuluh darah kolateral dapat menghindari arteri yang tersumbat, iskemia akut
mengancam viabilitas ekstremitas karena tidak ada waktu yang cukup untuk
Pada beberapa kasus Acute limb ischemic membutuhkan tindakan operasi yang
segera, tingkat kematian dan komplikasi di antara pasien yang datang dengan iskemia
ekstremitas akut adalah tinggi. Meskipun telah dilakukan revaskularisasi dengan agen
trombolitik atau operasi, amputasi dapat pada 10 hingga 15% pasien. Mayoritas
amputasi berada di atas lutut. Sekitar 15 hingga 20% pasien meninggal dalam waktu 1
tahun setelah presentasi., hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi anestesi terlebih
karena biasanya kondisi tersebut disertai oleh beberapa penyakit penyerta lain, yang
1
Deskripsi Kasus
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 56 th
No.Medrek : 1724731
Subjective :
Anamnesis
Nyeri kaki kanan dan kehitaman sejak 2 minggu SMRS. Riwayat operasi dan anestesi
sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis sejak 2 tahun
lalu, pengobatan teratur dengan methformin 3x500mg dan amlodipin 1x10 mg. Pasien
dengan riwayat cuci darah 3 kali perminggu sejak 2 tahun yang lalu, jadwal terakhir 1
hari sebelum rencana operasi. Riwayat pengobatan saat oni di ruang rawat High Care
IU/kgBB, Aspilet 1x80 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Insulin 0-0-18 U, amlodipin 1x5
2
mg. Riwayat alergi dan penyakit penyerta lain tidak ada. Riwayat kateterisasi
Objective :
Pemeriksaan Fisik
KU : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 74 x/mnt
RR : 20 x/mnt
SpO2 : 96% udara bebas
Pemeriksaan penunjang
Hasil Laboratorium
Ur Cr K
3
Rontgen Thorax:
EKG :
Angiografi :
Right dominant
LM : Medium caliber. 70% stenosis mid and distal
LAD : Medium caliber. 50% stenosis ostium. 50% stenosis proximal.
OM : Small caliber. Moderate tortuosity beginning in mid segment
OM : Very small caliber. Mild tortuosity beginning mid segment.
RCA : Medium caliber. 40% stenosis proximal and mid.
RPDA : Small caliber. 90% stenosis proximal
Assessment :
Planning :
- Lanjutkan puasa
GDS Ur Cr Na K Cl Ca Mg
Hasil Ekokardiografi :
4
Echo hemodinamik :
Co : 4.7 L/m, CI : 3.01 L/m/m2
SV 67 mL/beat, SVI 43 mL/beat/m2
SVR 1328 dynes seg cm j
LVEF 63%
Revised lee : moderate risk
66% estimated risk of MI, pulmonary edema, VF, cardiac arrest, or complete heart
block
Pasien beresiko moderate untuk adverse outcome pada operasi non cardiac
HR : 78 x/menit RR : 20 x/menit
Urin : anuria
Induksi
5
Saturasi pasien tak terbaca N2O dan Sevoflurane
dimatikan
TD : 90/60 mmHg
HR : 64 x/menit
13:55 Pasien Bradikardia, nadi tidak Post RJP pasien Dilakukan RJP 1
teraba ROSC menit dan SA 10,5
mg + Epinefrine 1
TD : tidak diukur
mg sinus rhytm +
Nadi tidak teraba nadi teraba
RR : on bagging
6
Nadi tidak teraba HR 120 x/menit
RR : on bagging
Hasil lab :
Hb : 6,5/20,9/20.900/226.000
Na : 138 K : 6,5
Cl : 103 Ca : 3,05
Mg : 2,2
Insulin 10 iu+D40
7
RR on bagging
HR 81 x/menit
RR on bagging
2. Pembahasan
Penyebab terjadinya iskemia ekstremitas akut adalah trombosis akut arteri ekstremitas
yang terjadi pada kasus bypass graft, emboli dari jantung atau arteri yang rusak, dan
trauma akibat terputusnya arteri atau trombosis. Trombosis akut arteri ekstremitas
paling mungkin terjadi di lokasi plak aterosklerotik, dapat juga terjadi pada aneurisma
arteri terutama di arteri poplitea. Trombosis dapat mempengaruhi arteri tungkai yang
sebelumnya normal pada pasien dengan kondisi trombofilik seperti sindrom antibodi
8
antifosfolipid, emboli jantung pada pasien dengan atrial fibrilasi, infark miokard akut,
disfungsi ventrikel kiri, atau katup jantung pro-thetic yang tidak menerima terapi
antikoagulan.1
presentasi klinis dan prognosis (Tabel 1). Pembagian kategori ini memandu
trombus.
I Ekstremitas masih viable, tidak Tidak ada Tidak ada Audible audible
mengancam nyawa
II Ekstremitas Terancam
IIa. Terancam namun dapat Minimal di Tidak ada Kadang tidak Audible
diselamatkan bila dilakukan jari audible
perawatan
Pada kasus diatas pasien memiliki riwayat penyakit penyerta yang dapat
riwayat medis masa lalu pasien dan faktor risiko bedah. Indeks Risiko Jantung yang
Direvisi Lee adalah sistem penilaian yang sederhana, divalidasi, dan banyak
digunakan yang mendahului komplikasi jantung utama dalam operasi elektif. Pada
9
kasus emergensi lebih mempertimbangkan terhadap penatalaksanaan intraoperatif dan
post operatif , faktor yang menjadi perhatian adalah meminimalkan resiko terjadinya
peningkatan kebutuhan oksigen miokard dari respon simpatik terhadap nyeri, trauma,
dan peradangan, dan pengurangan pasokan oksigen miokard dari anemia, hipoksia,
echocardiografi dan enzim troponin baseline yang diulang setiap 4 jam, intraoperatif
line, pemasangan Central Venous Cathether (CVC) dapat sebagai guideline penilaian
status cairan pasien, seimbangkan kebutuhan dan pasokan oksigen dengan menjaga
detak jantung normal atau rendah dengan menjaga tekanan darah jangan sampai
dan obat Betha bloker digunakan untuk menjaga laju nadi agar tidak cepat atau
pemberian cairan yang tepat, dan disarankan agar meminimalkan tranfusi, dikatakan
pemberian tranfusi dipertahankan sampai dengan Hb 7 atau 8 g/dl, dan menjaga suhu
tubuh, dikatakan hipotermi menyebabkan angka kejadian iskemia lebih tinggi. Bila
terjadi tanda tanda akut miokard seperti adanya ST elevasi , T inversi lebih dari 1mm
atau ST depresi lebih dari 0,5 mm intraoperasi dapat segera menghentikan operasi,
10
Pasien juga sudah didiagnosa dengan End stage renal disease, pada kasus ini
limbah, obat-obatan yang larut dalam air, dan produk-produk metabolisme yang larut
dalam air. Ini dilakukan dengan menyaring darah melalui unit-unit fungsionalnya,
nefron, memanfaatkan proses aktif dan pasif termasuk ultrafiltrasi, diikuti oleh
gambaran EKG atau ekokardiografi untuk hipertrofi ventrikel kiri, 40% memiliki
gejala penyakit jantung iskemik tapi mungkin lebih banyak tidak menunjukkan gejala,
40% memiliki gagal jantung, dan 32% memiliki aritmia. Ini sangat mungkin
menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi dari hasil perioperatif yang buruk
seperti yang telah ditunjukkan untuk pasien yang lebih tua dengan disfungsi ventrikel
Glomerullus Filtration Rate (GFR) adalah volume plasma yang difilter per unit
waktu oleh semua glomeruli ginjal. Ini biasanya 125ml / menit pada orang dewasa.
Autoregulasi ginjal adalah properti intrinsik dari ginjal yang tidak tergantung pada
konstan pada tekanan darah arteri rata-rata antara 70-170 mmHg. Hal ini
prostaglandin, dan kinin. Mekanisme pelindung ginjal ini dapat diubah dengan obat-
obatan, Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme otot rangka dan ada pada
konsentrasi yang konstan dalam plasma. Ini disaring secara bebas, tidak diserap
kembali dan jumlah kecil dapat dikeluarkan. Ketika GFR berkurang lebih dari 50%,
11
kreatinin melebihi kemampuannya untuk disaring dan kadar akan meningkat dalam
plasma. Karena itu peningkatan kreatinin serum menunjukkan disfungsi ginjal. Harus
diingat bahwa tren kreatinin serum penting, karena konsentrasi berkaitan dengan
massa otot rangka tubuh. Oleh karena itu, ketika sudah selesai, misalnya pada pasien
usia lanjut, kreatinin laboratorium "kisaran normal" dapat menunjukkan AKI. Faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi kreatinin serum termasuk obat-
digunakan untuk menghilangkan bahan sisa metabolisme dan cairan dari sirkulasi.
Selain itu, proses ini juga berusaha untuk menormalkan volume cairan dan
fisiologis yang mendekati normal dan nampak logis bahwa dialisis harus dilakukan
sesaat sebelum pembedahan. Namun, proses dialisis itu sendiri dapat menyebabkan
gangguan fisiologis, efek dialisis terbaru termasuk penurunan jumlah cairan dan
hemodialisis. Dialisis yang biasanya ada biasanya dijadwalkan sekitar 12-24 jam
sebelum operasi. Kandungan ion dari dialisat dapat diubah untuk mempengaruhi
glomerulonephritis dan policycistic kidney disease. Efek yang tidak terkoreksi dengan
baik sering dikenal dengan istilah uremia, biasanya terlihat dengan GFR yang
12
Pasien dengan CKD tidak dapat beradaptasi dengan asupan garam juga
volume, terutama ketika volume besar larutan garam diberikan. Infus saline dalam
volume besar juga akan menghasilkan asidosis metabolik hiperkloremik. Efek buruk
jantung, dan berkurangnya aliran darah ginjal. Lebih lanjut, hiperkloremia dapat
mengurangi aliran darah ginjal, dalam mengelola pasien dengan dialisis, ahli anestesi
harus menetapkan berat kering pasien dan membandingkannya dengan berat badan
mereka segera sebelum datang ke kamar operasi. Cairen seperti solusi Hartmann
(Ringer) mengandung lebih sedikit natrium dan lebih sedikit klorida, tetapi beberapa
13
Efusi pleura
dengan cermat. Obat Anestesi seperti propofol adalah agen induksi intravena, yang
bisa juga diberikan secara terus menerus untuk mempertahankan infus anestesi atau
sedasi dalam hal ini propofol mengalami perubahan minimal pada kasus ESRD.
Sevoflurane adalah anestesi inhalasi yang banyak digunakan agen yang dapat bereaksi
dengan absorben karbon dioksida menghasilkan zat yang disebut Compound A, yang
bersifat nefrotoksik dalam model tikus . Namun pada manusia menjadi obat yang
ideal karena dapat mengontrol tekanan darah, eliminasinya tidak tergantung pada
kerja ginjal, dan tidak menurunkan aliran darah ke ginjal, namun perlu diperhatikan
concentration (MAC) , namun pada operasi lama tidak disarankankan (dengan flow
<2L /menit) karena akan terjadi akumulasi ion fluorida. Nitrous oxide (N 2O)
pada kasus anemia <5g/dl. Pelumpuh otot seperti suksinikolin dapat menyebabkan
14
atrakurium yang didegradasi di plasma oleh eliminasi Hoffman, hal ini menjadikannya
sebagai obat pilihan pada kasus gagal ginjal, Obat pelumpuh otot yang lain berupa
obat akibat penggunaan obat ini. Opioid dimetabolisme di hati, beberapa metabolit
akan dieksresikan di urin, obat remifentanil tidak mempengaruhi fungsi ginjal karena
secara farmakokinetik mengalami hidrolisis ester yang cepat dalam darah. Obat
premedikasi biasanya aman namun efek akumulasi dapat terjadi bila diberikan dalam
dosis berulang.4
glomerulus, yang tujuannya adalah untuk mempertahankan aliran darah ginjal, pada
mencegah kerja lokal bradikinin, yang bekerja dalam penyempitan eferen arteriole
ACEi atau ARB dihentikan pada hari operasi untuk perlindungan ginjal dan untuk
berakibat pada toksisitas tubulus ginjal dapat terjadi pada konsentrasi tinggi
aminoglikosida dan menyebabkan nefritis interstitial akut (AIN) dapat terjadi dengan
15
Pada pasien ini menderita diabetes, target optimalisasi pasien adalah
mendapatkan dosis obat terbaik juga meminimalkan risiko hipoglikemia. Selama fase
kasus Diabetes ada beberapa konsiderasi yang perlu diperhatikan yakni potensi jalan
napas sulit seperti kekakuan Thyromandibular junction (TMJ), sering disertai dengan
obesitas, resiko regurgitasi pada pasien dengan gastroparesis dan pada penderita
diabetes biasanya sudah mengenai target organ lai seperti hipertensi, penyakit arteri
koroner, kardiomiophaty dan hypertrophy ventrikel kiri, perlu dinilai adanya kasus
3. Simpulan
Pasien dengan Acute Limb Ischemic (ALI), merupakan salah satu operasi emergensi
berkala, troponin berkala, fungsi ginjal, dan fungsi target organ lain, dengan
16
dilakukan untuk optimalisasi pasien, koreksi terhadap imbalance elektrolit yang
dan keuntungan, obat obatabn anti koagulan dapat diteruskan untuk menghindari
atau penurunan hemodinamik, pemasangan arterial line dalam hal ini sangat
disarankan, pembatasan cairan juga dapat dinilai dengan penilaian CVP atau dengan
monitoring output bila sebelumnya masih ada produksi urin, , pemilihan obat-obat
atracurium, fentanyl dan penggunaan sevofluran dapat dijadikan pilihan. Pasien ini
dengan resiko terjadi iskemia atau infark miokard sebaiknya menghindari fase syok
dan hipotensi, menjaga laju jantung normal atau sedikit rendah, pemberian FiO2
tinggi, mencegah hipotermia, nyeri dan pembatasan tranfusi, agar tidak terjadi infark
mendadak.
12 sampai dengan 24 jam setelah operasi, ruang perawatan semi intensif atau intensif
post operasi dapat dilakukan secara multimodal, dengan menghindari obat obatan
NSAID yang menurunkan GFR dan gangguan autoregulasi ginjal. Dapat juga
17
pemanjangan faktor pembekuan darah, yang merupakan faktor resiko terhadap
DAFTAR PUSTAKA
1. Mark A, Creager, Kaufman JA, Michael SC. Acute limb ischemia. N Eng J Med.
2012 Juni 7;366.2198-206
2. Rutherford RB, Baker JD, Ernest C. Recomended standard for report dealing with
lower extremity ischemia. Erratum J Vascular surgery. 2001;33.805
3. Short H. Perioperative myocardial ischaemia in non-cardiac surgery. Anaethesia
tutorial of the week 2018 Maret 20;375.1-7
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical anesthesiology. 5th ed. New York:
MC Graw Hill; 2013.653-69
18
5. Battle C, Alistair H. Perioperative renal dysfunction anaesthesia. Anaethesia
tutorial of the week 2011 Juni 13;227.5-9
6. Trainor D, Emma B, Andrew F. Perioperative management of the hemodyalisis
patient.Department of Anaesthetics and Intensive Care Medicine, Craigavon Area
Hospital, Portadown, United Kingdom, 2009 Maret;1.312-321
Disusun oleh :
Eva Srigita
19
Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian semester pada
Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Pembimbing:
20
21