Anda di halaman 1dari 21

1.

Pendahuluan

Iskemia ekstremitas akut atau Acute Limb Ischemic (ALI) didefinisikan sebagai

penurunan tiba-tiba perfusi ekstremitas yang dapat mengancam viabilitas ekstremitas.

Insidensi kejadian 1,5 kasus per 10.000 orang per tahun. Presentasi klinis dianggap

akut jika terjadi dalam waktu 2 minggu setelah onset gejala. Gejala berkembang

selama beberapa jam sampai beberapa hari dan berkisar dari klaudikasio intermiten

yang memburuk hingga nyeri di kaki atau tungkai ketika pasien dalam keadaan

istirahat, parestesia, kelemahan otot, dan lumpuhnya anggota tubuh yang terkena.

Pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan adalah tidak adanya denyut nadi distal ke

oklusi, kulit dingin dan pucat atau berbintik-bintik, sensasi berkurang dan kekuatan

menurun. 1

Iskemia ekstremitas yang cepat terjadi akibat penghentian pasokan darah dan

nutrisi secara tiba-tiba ke jaringan anggota gerak yang aktif secara metabolik,

termasuk kulit, otot, dan saraf. Berbeda dengan iskemia ekstremitas kronis, di mana

pembuluh darah kolateral dapat menghindari arteri yang tersumbat, iskemia akut

mengancam viabilitas ekstremitas karena tidak ada waktu yang cukup untuk

pertumbuhan pembuluh darah baru untuk mengkompensasi hilangnya perfusi. 1

Pada beberapa kasus Acute limb ischemic membutuhkan tindakan operasi yang

segera, tingkat kematian dan komplikasi di antara pasien yang datang dengan iskemia

ekstremitas akut adalah tinggi. Meskipun telah dilakukan revaskularisasi dengan agen

trombolitik atau operasi, amputasi dapat pada 10 hingga 15% pasien. Mayoritas

amputasi berada di atas lutut. Sekitar 15 hingga 20% pasien meninggal dalam waktu 1

tahun setelah presentasi., hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi anestesi terlebih

karena biasanya kondisi tersebut disertai oleh beberapa penyakit penyerta lain, yang

menjadikan pertimbangan dalam penatalaksanaan anestesi.

1
Deskripsi Kasus

Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 56 th

Jenis Kelamin : Perempuan

No.Medrek : 1724731

Alamat : Jln Sukamaju Timur

DK/ : Acute Limb Ischemic at regio Ekstremitas Inferior Dextra +


ESRD on HD + CAD 1VD + DM tipe 2 + Hipertensi
Th/ : Thrombektomi + fasciotomy profilaksis

Subjective :

Anamnesis

Nyeri kaki kanan dan kehitaman sejak 2 minggu SMRS. Riwayat operasi dan anestesi

sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis sejak 2 tahun

lalu, pengobatan teratur dengan methformin 3x500mg dan amlodipin 1x10 mg. Pasien

dengan riwayat cuci darah 3 kali perminggu sejak 2 tahun yang lalu, jadwal terakhir 1

hari sebelum rencana operasi. Riwayat pengobatan saat oni di ruang rawat High Care

Cardiac Unit (HCCU) dengan heparin bolus 80 IU/kgBB/jam, heparin drip 18

IU/kgBB, Aspilet 1x80 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Insulin 0-0-18 U, amlodipin 1x5

2
mg. Riwayat alergi dan penyakit penyerta lain tidak ada. Riwayat kateterisasi

angiografi 1 minggu yang lalu.

Objective :

Pemeriksaan Fisik

KU : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 74 x/mnt
RR : 20 x/mnt
SpO2 : 96% udara bebas

Kepala : Konjungtiva anemis +/+ , sklera Ikterik -/-

Leher : Kesan Normal

Paru : VBS kanan = kiri, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I=II murni regular, murmur (+), gallop (-)

Abdomen : Datar, lembut , BU (+) normal

Ekstremitas : pedis dextra sianosis kehitaman, dingin, cap. refill <2”

Pemeriksaan penunjang

Hasil Laboratorium

Hb Ht Leu Tr PT INR APTT

8,3 25,4 17.410 283.000 13,5 1,21 39,4

Ur Cr K

124 9,03 4,8

3
Rontgen Thorax:

Kardiomegali tanpa bendungan, aterosklerosis aorta, elevasi diafragma kanan

EKG :

Sinus rithm, OMI high lateral, iskemik anterior luas

Angiografi :

Right dominant
LM : Medium caliber. 70% stenosis mid and distal
LAD : Medium caliber. 50% stenosis ostium. 50% stenosis proximal.
OM : Small caliber. Moderate tortuosity beginning in mid segment
OM : Very small caliber. Mild tortuosity beginning mid segment.
RCA : Medium caliber. 40% stenosis proximal and mid.
RPDA : Small caliber. 90% stenosis proximal

Assessment :

- Acute Limb Ischemic at regio Ekstremitas Inferior Dextra + ESRD on HD +


CAD + Hipertensi + Diabetes Mellitus tipe II
- ASA III E

Planning :

- Lanjutkan puasa

- Saran Hemodialisa pre operasi

- Cek ulang elektrolit, ureum creatinin, GDS

- Echokardiografi struktural dan hemodinamik

- Pemberian cairan maintenance asering 50 cc/jam

- Terapi lain lanjutkan (sesuai TS bedah/cardio)

Cek Ulang Laboratorium

GDS Ur Cr Na K Cl Ca Mg

126 133 9,61 140 5,4 99 3,93 2,5

Hasil Ekokardiografi :

4
Echo hemodinamik :
Co : 4.7 L/m, CI : 3.01 L/m/m2
SV 67 mL/beat, SVI 43 mL/beat/m2
SVR 1328 dynes seg cm j
LVEF 63%
Revised lee : moderate risk
66% estimated risk of MI, pulmonary edema, VF, cardiac arrest, or complete heart
block
Pasien beresiko moderate untuk adverse outcome pada operasi non cardiac

Penilaian Pra Induksi pukul 10.00

Kes : Compos Mentis TD : 108/62 mmHg

HR : 78 x/menit RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 C SpO2 : 96% dengan udara bebas

Urin : anuria

Induksi

Dilakukan preoksigenasi O2 100%, induksi dilakukan dengan fentanyl 150 ug,


Propofol 70 mg, Atracurium 25 mg, Sevoflurane dibuka 2 vol%, intubasi dengan
ETT no 7.0. Maintenance anestesi dengan Sevoflurane 1-2 Vol%, O2:AIR FiO2
50%. Insulin 10 IU + D40 bolus (cek GDS 145)

Monitoring Intra Operasi

Waktu Tanda-tanda Vital + Keterangan Tindakan


Pemeriksaan Fisik

10.35- Intra Operasi Perdarahan 1500 cc NaCl 0,9% 500 mL


13.30 TDS : 86-110 mmHg
Aritmia (-) Asering 200 mL
TDD : 50-65 mmHg
Gelofusin 1000 mL
HR : 60-92 x/menit
RR : 12 x/menit (VCV, Vt : 400 PRC 362 mL
mL)
Ca Glukonas 2 gr iv
SpO2 : 97-100 %

13.45 Post Operasi (saat akan dilakukan Membenarkan alat


pembalutan luka operasi dan saturasi di tangan
pembersihan pasien)

5
Saturasi pasien tak terbaca N2O dan Sevoflurane
dimatikan
TD : 90/60 mmHg

HR : 64 x/menit

RR : 12 x/menit (VCV, Vt : 400


mL)
SpO2 : -

13:50 Pasien mengalami aritmia Cek lab sysmex,


elektrolit, GDS.
TD : 72/42 mmHg
Cek GDS Stik : 126
HR : 44-140 x/menit (aritmia)
Bradikardi  SA 1
RR : 12 x/menit (VCV, Vt : 400
mL) mg iv

SpO2 : - Ca glukonas 2 gram

13:55 Pasien Bradikardia, nadi tidak Post RJP  pasien Dilakukan RJP 1
teraba ROSC menit dan SA 10,5
mg + Epinefrine 1
TD : tidak diukur
mg  sinus rhytm +
Nadi tidak teraba nadi teraba

RR : on bagging

14.00 TD : 130/96 mmHg Heparin 5000 iu


bolus
HR 121 x/menit
Diberikan Edukasi
RR on bagging
pada keluarga
SpO2 : - mengenai kondisi
pasien

14:05 Pasien bradikardi Post RJP 1 siklus  Dilakukan RJP dan


Pasien ROSC diberikan SA 0,5 mg
TD : tidak diukur
+ Epinefrine 1 mg
TD : 148/78 mmHg

6
Nadi tidak teraba HR 120 x/menit

RR : on bagging

14:15 TD : 108/54 mmHg Dobutamin 10


mcg/kg/menit
HR 90 x/menit
Norepinefrin 0,1
RR on bagging
mcg/kg/m titrasi naik

14:30 Pasien bradikardi Post RJP 1 siklus  RJP + Epinefrine 1


pasien ROSC mg setiap 3-5 menit
TD 70/40 mmHg
Ca glukonas 2 gram
Nadi tidak teraba
iv
RR on bagging

Hasil lab :

Hb : 6,5/20,9/20.900/226.000

GDS : 124 Ur : 106 Cr : 7,62

Na : 138 K : 6,5

Cl : 103 Ca : 3,05

Mg : 2,2

14:35 TD : 92/46 mmHg Dobutamin 10


mcg/kg/menit
HR 99 x/menit
Norepinefrin 0,8
RR on bagging
mcg/kg/m

Insulin 10 iu+D40

14:45 Pasien bradikardi Post RJP 1 siklus  RJP + Epinefrine 1


pasien ROSC mg
TD tidak terukur
Tranfusi PRC 170 ml
Nadi tidak teraba

7
RR on bagging

14:50 TD : 176/110 mmHg Dobutamin 10


mcg/kg/menit
HR 122 x/menit
Norepinefrin 1
RR on bagging
mcg/kg/m

14:55 Pasien bradikardi Post RJP 2 siklus  RJP + Epinefrine 1


pasien ROSC mg setiap 3-5 menit
TD tidak terukur
Heparin 5000 iu
Nadi tidak teraba
bolus
RR on bagging

15:15 TD : 100/62 mmHg Bicarbonate 50 cc iv

HR 81 x/menit

RR on bagging

2. Pembahasan

Penyebab terjadinya iskemia ekstremitas akut adalah trombosis akut arteri ekstremitas

yang terjadi pada kasus bypass graft, emboli dari jantung atau arteri yang rusak, dan

trauma akibat terputusnya arteri atau trombosis. Trombosis akut arteri ekstremitas

paling mungkin terjadi di lokasi plak aterosklerotik, dapat juga terjadi pada aneurisma

arteri terutama di arteri poplitea. Trombosis dapat mempengaruhi arteri tungkai yang

sebelumnya normal pada pasien dengan kondisi trombofilik seperti sindrom antibodi

8
antifosfolipid, emboli jantung pada pasien dengan atrial fibrilasi, infark miokard akut,

disfungsi ventrikel kiri, atau katup jantung pro-thetic yang tidak menerima terapi

antikoagulan.1

Tingkat keparahan iskemia ekstremitas akut dikategorikan sesuai dengan

presentasi klinis dan prognosis (Tabel 1). Pembagian kategori ini memandu

keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan. Penatalaksanaan yang optimal

membutuhkan pemberian segera heparin intravena untuk meminimalkan penyebaran

trombus.

Tabel 1. Tingkat severitas dan prognosis Acute Limb ischemic


Stage Gejala dan prognosis Temuan Klinis Pemeriksaan Doppler

Sensorik Kelemahan Arteri Vena


menghilang Otot

I Ekstremitas masih viable, tidak Tidak ada Tidak ada Audible audible
mengancam nyawa

II Ekstremitas Terancam
IIa. Terancam namun dapat Minimal di Tidak ada Kadang tidak Audible
diselamatkan bila dilakukan jari audible
perawatan

Lebih dari Sering tidak


IIb.Terancam, diselamatkan jari,disertai Berkurang audible Audible
dengan revaskularisasi segera nyeri saat
istirahat
III Kerusakan irrevesrsibel dari Baal Paralisis Tidak audible Tidak
ekstremitas disertsi kerusakan audible
jaringan dan saraf permanen,
Dikutip dari Society for Vascular Surgery standards.2

Pada kasus diatas pasien memiliki riwayat penyakit penyerta yang dapat

meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas, tersedia sistem skoring yang

memprediksi risiko kejadian kardiak merugikan, skoring cenderung berfokus pada

riwayat medis masa lalu pasien dan faktor risiko bedah. Indeks Risiko Jantung yang

Direvisi Lee adalah sistem penilaian yang sederhana, divalidasi, dan banyak

digunakan yang mendahului komplikasi jantung utama dalam operasi elektif. Pada

9
kasus emergensi lebih mempertimbangkan terhadap penatalaksanaan intraoperatif dan

post operatif , faktor yang menjadi perhatian adalah meminimalkan resiko terjadinya

miokard infark intraoperasi akibat dari ketidakstabilan dan ketidakseimbangan

pasokan dengan permintaan oksigen di miokard, Faktor yang berkontribusi meliputi

peningkatan kebutuhan oksigen miokard dari respon simpatik terhadap nyeri, trauma,

dan peradangan, dan pengurangan pasokan oksigen miokard dari anemia, hipoksia,

hipotensi, dan trombosis arteri akibat hiperkoagulabilitas perioperatif.3

Pada preoperatif disarankan untuk pemeriksaan EKG 12 lead, pemeriksaan

echocardiografi dan enzim troponin baseline yang diulang setiap 4 jam, intraoperatif

disarankan monitoring tekanan darah sesaat (real-time), dengan menggunakan arterial

line, pemasangan Central Venous Cathether (CVC) dapat sebagai guideline penilaian

status cairan pasien, seimbangkan kebutuhan dan pasokan oksigen dengan menjaga

detak jantung normal atau rendah dengan menjaga tekanan darah jangan sampai

rendah, capai saturasi oksigen dengan penggunaan FiO2 serendah mungkin,

penggunaan N2O dinilai tidak meningkatkan mortalitas, pemberian antikoagulan tetap

dan obat Betha bloker digunakan untuk menjaga laju nadi agar tidak cepat atau

normal tetap dilanjutkan, dan disarankan pemberian glyseryl trinitrate (NTG),

pemberian cairan yang tepat, dan disarankan agar meminimalkan tranfusi, dikatakan

pemberian tranfusi dipertahankan sampai dengan Hb 7 atau 8 g/dl, dan menjaga suhu

tubuh, dikatakan hipotermi menyebabkan angka kejadian iskemia lebih tinggi. Bila

terjadi tanda tanda akut miokard seperti adanya ST elevasi , T inversi lebih dari 1mm

atau ST depresi lebih dari 0,5 mm intraoperasi dapat segera menghentikan operasi,

kembalikan fungsi jantung sefisiologis mungkin dan mempertimbangkan untuk

pemasangan intra-aortic ballon pump.3

10
Pasien juga sudah didiagnosa dengan End stage renal disease, pada kasus ini

konsiderasi tersendiri juga perlu dipertimbangkan, untuk mempertahankan cairan

homeostasis, salah satu fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan produk-produk

limbah, obat-obatan yang larut dalam air, dan produk-produk metabolisme yang larut

dalam air. Ini dilakukan dengan menyaring darah melalui unit-unit fungsionalnya,

nefron, memanfaatkan proses aktif dan pasif termasuk ultrafiltrasi, diikuti oleh

reabsorpsi dan sekresi tubular.4,5

Pada 32-34% pasien yang menjalani dialisis untuk ESRD menunjukkan

gambaran EKG atau ekokardiografi untuk hipertrofi ventrikel kiri, 40% memiliki

gejala penyakit jantung iskemik tapi mungkin lebih banyak tidak menunjukkan gejala,

40% memiliki gagal jantung, dan 32% memiliki aritmia. Ini sangat mungkin

menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi dari hasil perioperatif yang buruk

seperti yang telah ditunjukkan untuk pasien yang lebih tua dengan disfungsi ventrikel

sistolik gejala atau asimptomatik.6

Glomerullus Filtration Rate (GFR) adalah volume plasma yang difilter per unit

waktu oleh semua glomeruli ginjal. Ini biasanya 125ml / menit pada orang dewasa.

Autoregulasi ginjal adalah properti intrinsik dari ginjal yang tidak tergantung pada

stimulasi neurohumoral yang memungkinkan GFR dipertahankan pada kecepatan

konstan pada tekanan darah arteri rata-rata antara 70-170 mmHg. Hal ini

dimungkinkan karena perubahan resistensi vaskular arteriol aferen dan eferen

terhadap zat vasoaktif ginjal seperti norepinefrin, epinefrin, asetilkolin, angiotensin,

prostaglandin, dan kinin. Mekanisme pelindung ginjal ini dapat diubah dengan obat-

obatan, Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme otot rangka dan ada pada

konsentrasi yang konstan dalam plasma. Ini disaring secara bebas, tidak diserap

kembali dan jumlah kecil dapat dikeluarkan. Ketika GFR berkurang lebih dari 50%,

11
kreatinin melebihi kemampuannya untuk disaring dan kadar akan meningkat dalam

plasma. Karena itu peningkatan kreatinin serum menunjukkan disfungsi ginjal. Harus

diingat bahwa tren kreatinin serum penting, karena konsentrasi berkaitan dengan

massa otot rangka tubuh. Oleh karena itu, ketika sudah selesai, misalnya pada pasien

usia lanjut, kreatinin laboratorium "kisaran normal" dapat menunjukkan AKI. Faktor-

faktor lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi kreatinin serum termasuk obat-

obatan, diet, IMT, disfungsi organ lain.4,5

Hemodialisis dan dialisis peritoneal adalah terapi penggantian ginjal yang

digunakan untuk menghilangkan bahan sisa metabolisme dan cairan dari sirkulasi.

Selain itu, proses ini juga berusaha untuk menormalkan volume cairan dan

konsentrasi elektrolit. Anestesi dan pembedahan harus dilakukan di lingkungan

fisiologis yang mendekati normal dan nampak logis bahwa dialisis harus dilakukan

sesaat sebelum pembedahan. Namun, proses dialisis itu sendiri dapat menyebabkan

gangguan fisiologis, efek dialisis terbaru termasuk penurunan jumlah cairan dan

redistribusi ke ruang ekstravaskular menghasilkan penurunan volume intravaskular,

gangguan elektrolit, terutama hipokalemia, sisa antikoagulan dari heparinasi sirkuit

hemodialisis. Dialisis yang biasanya ada biasanya dijadwalkan sekitar 12-24 jam

sebelum operasi. Kandungan ion dari dialisat dapat diubah untuk mempengaruhi

jumlah dan komposisi cairan yang dihilangkan.7

Penyebab tersering dari ESRD adalah hypertensive nefrossclerosis, Chronic

glomerulonephritis dan policycistic kidney disease. Efek yang tidak terkoreksi dengan

baik sering dikenal dengan istilah uremia, biasanya terlihat dengan GFR yang

menurun dibawah 25 mL/menit. Pasien dengan GFR dibawah 10 mL/menit

membutuhkan Terapi sulih ginjal. 4

12
Pasien dengan CKD tidak dapat beradaptasi dengan asupan garam juga

kemampuannya mengkonsentrasi dan mengencerkan urin terganggu, gangguan

mengekskresikan natrium menyebabkan pasien ini cenderung untuk kelebihan

volume, terutama ketika volume besar larutan garam diberikan. Infus saline dalam

volume besar juga akan menghasilkan asidosis metabolik hiperkloremik. Efek buruk

asidosis metabolik meliputi penurunan kontraktilitas miokard, penurunan curah

jantung, dan berkurangnya aliran darah ginjal. Lebih lanjut, hiperkloremia dapat

mengurangi aliran darah ginjal, dalam mengelola pasien dengan dialisis, ahli anestesi

harus menetapkan berat kering pasien dan membandingkannya dengan berat badan

mereka segera sebelum datang ke kamar operasi. Cairen seperti solusi Hartmann

(Ringer) mengandung lebih sedikit natrium dan lebih sedikit klorida, tetapi beberapa

kondisi disarankan untuk dihindari karena mengandung kalium.7

Tabel 2. Manifestasi Uremia


Sistem organ Manifestasi

Neurophaty perifer, Neurophaty autonom, otot


Neurologi
berkedut, enchepalophaty

Fluid overload, gagal jantung kongestif,


Hipertensi, perikarditis. Aritmia, gangguan
Kardiovaskular
konduksi jantung, kalsifikasi pembuluh darah,
atherosklerosis

Pulmo Hiperventilasi, Edeme intersisial, Edema alveolar,

13
Efusi pleura

Anoreksia, mual muntah, perlambatan


Gastrointestinal pengosongan lambung, ulserasi mukosa,
perdarahan, ileus paralitik

Asidosis, hiperkalemia, hiponatremia,


Metabolik heipermagnesemia, hiperphospatemia,
hipercalcemia, hiperuresemia, Hipoalbuminemia

Hematologi Anemia, disfungsi platelet, disfungsi leukosit

Intoleransi glukosa, hiperphatyroidisme,


Endokrin
hipertrigliseridemia

Tulang Osteodistrropi, kalsifikasi periartikular

Kulit Hiperpgmentasi, ekimosis, pruritus

Dikutip dari Morgan4

Masalah pemilihan obat, berkaitan dengan perubahan potensial dalam volume

distribusi, protein binding, metabolisme obat, dan ekskresi harus dipertimbangkan

dengan cermat. Obat Anestesi seperti propofol adalah agen induksi intravena, yang

bisa juga diberikan secara terus menerus untuk mempertahankan infus anestesi atau

sedasi dalam hal ini propofol mengalami perubahan minimal pada kasus ESRD.

Sevoflurane adalah anestesi inhalasi yang banyak digunakan agen yang dapat bereaksi

dengan absorben karbon dioksida menghasilkan zat yang disebut Compound A, yang

bersifat nefrotoksik dalam model tikus . Namun pada manusia menjadi obat yang

ideal karena dapat mengontrol tekanan darah, eliminasinya tidak tergantung pada

kerja ginjal, dan tidak menurunkan aliran darah ke ginjal, namun perlu diperhatikan

pada beberapa kasus dengan anemis terjadi penurunan minimum alveolar

concentration (MAC) , namun pada operasi lama tidak disarankankan (dengan flow

<2L /menit) karena akan terjadi akumulasi ion fluorida. Nitrous oxide (N 2O)

digunakan dengan perbandingan 50% dengan tujuan meningkatkan penggunaan O2

pada kasus anemia <5g/dl. Pelumpuh otot seperti suksinikolin dapat menyebabkan

hiperkalemia, maka dapat digunakan pelumpuh otot nondepolarisasi seperti

14
atrakurium yang didegradasi di plasma oleh eliminasi Hoffman, hal ini menjadikannya

sebagai obat pilihan pada kasus gagal ginjal, Obat pelumpuh otot yang lain berupa

vecuronium dan rocuronium secara primer dimetabolisme di hati namun 20%

dieksresi di ginjal, beberapa kasus dilaporkan telah mengalami efek pemanjangan

obat akibat penggunaan obat ini. Opioid dimetabolisme di hati, beberapa metabolit

akan dieksresikan di urin, obat remifentanil tidak mempengaruhi fungsi ginjal karena

secara farmakokinetik mengalami hidrolisis ester yang cepat dalam darah. Obat

morphin dapat terjadi akumulasi morfin (morfin-6-glucoronide) dan metabolit

meperidine dilaporkan memperpanjang efek depresi pernafasan, dan metabolitnya

(normepheridine) sering dihubungkan dengan peristiwa kejang. Atropin dalam dosis

premedikasi biasanya aman namun efek akumulasi dapat terjadi bila diberikan dalam

dosis berulang.4

Obat Antiinflamasi Non-Steroidal (NSAID) dapat merusak autoregulasi ginjal

dengan menghambat mediasi prostaglandin yang membantu dilatasi arteriol aferen

glomerulus, yang tujuannya adalah untuk mempertahankan aliran darah ginjal, pada

keadaan hipovolum dapat menyeababkan nefritis intersisial akut. Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitors (ACEi) & Angiotensin Receptor Blockers (ARB)

mencegah kerja lokal bradikinin, yang bekerja dalam penyempitan eferen arteriole

glomerulus, untuk mempertahankan tekanan perfusi glomerulus, disarankan agar

ACEi atau ARB dihentikan pada hari operasi untuk perlindungan ginjal dan untuk

meminimalkan risiko hipotensi akibat agen anestesi lainnya. Antibiotik dapat

berakibat pada toksisitas tubulus ginjal dapat terjadi pada konsentrasi tinggi

aminoglikosida dan menyebabkan nefritis interstitial akut (AIN) dapat terjadi dengan

antibiotik tertentu, mis. penisilin, sefalosporin dan flouroquinolones.7,8

15
Pada pasien ini menderita diabetes, target optimalisasi pasien adalah

mendapatkan dosis obat terbaik juga meminimalkan risiko hipoglikemia. Selama fase

perioperatif, digunakan untuk memastikan kadar glukosa yang aman, umumnya

dianggap sebagai level target <180 mg ⁄ dl atau 10 mmol ⁄ L (10,11), perlu

diperhatikan pasien dengan riwayat dialisis cenderung mengalami hipoglikemia, pada

kasus Diabetes ada beberapa konsiderasi yang perlu diperhatikan yakni potensi jalan

napas sulit seperti kekakuan Thyromandibular junction (TMJ), sering disertai dengan

obesitas, resiko regurgitasi pada pasien dengan gastroparesis dan pada penderita

diabetes biasanya sudah mengenai target organ lai seperti hipertensi, penyakit arteri

koroner, kardiomiophaty dan hypertrophy ventrikel kiri, perlu dinilai adanya kasus

hyperglikemia dengan Hyperglycaemic Hyperosmolar Nonketotic (HONK), Diabetic

ketoacidos, hipoglikemi berulang.4,8

3. Simpulan

Pasien dengan Acute Limb Ischemic (ALI), merupakan salah satu operasi emergensi

yang memerlukan pertimbangan yang rumit, karena biasanya berkaitan dengan

berbagai penyakit penyerta yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas.

Preoperasi disarankan dilakukan pemeriksaan baseline sebagai dasar

penatalaksanaan seperti Pemeriksaan hematologi dasar, gula darah berkala, elektroli

berkala, troponin berkala, fungsi ginjal, dan fungsi target organ lain, dengan

Echocardiagraphy, EKG 12 Lead, penilaian kebutuhan akan hemodialiasa preoperasi

16
dilakukan untuk optimalisasi pasien, koreksi terhadap imbalance elektrolit yang

bermanifestasi, pemilihan teknik anestesi yang sesuai, dengan pertimbangan resiko

dan keuntungan, obat obatabn anti koagulan dapat diteruskan untuk menghindari

resiko terjadinya hiperkoagubilitas dan pembentukan trombus.

Intraoperasi diperlukan monitoring tepat dan cepat untuk mendeteksi lonjakan

atau penurunan hemodinamik, pemasangan arterial line dalam hal ini sangat

disarankan, pembatasan cairan juga dapat dinilai dengan penilaian CVP atau dengan

monitoring output bila sebelumnya masih ada produksi urin, , pemilihan obat-obat

dengan keadaan pasien diatas mempertimbangkan efeknya akibat kerusakan ginjal,

atracurium, fentanyl dan penggunaan sevofluran dapat dijadikan pilihan. Pasien ini

dengan resiko terjadi iskemia atau infark miokard sebaiknya menghindari fase syok

dan hipotensi, menjaga laju jantung normal atau sedikit rendah, pemberian FiO2

tinggi, mencegah hipotermia, nyeri dan pembatasan tranfusi, agar tidak terjadi infark

miokard intraoperasi, pemberian antikoagulan intaoperasi disarankan untuk

menghindari terbentuknya trombus yang akan menyumbat pembuluh darah koroner,

akses intravena ukuran besar diperlukan untuk menghindari resiko perdarahan

mendadak.

Perawatan paska operasi perlu dipertimbangkan untuk hemodialisa namun

jangka waktunya harus menilai kestabilan hemodinamik pasien, biasanya disarankan

12 sampai dengan 24 jam setelah operasi, ruang perawatan semi intensif atau intensif

diperhitungkan sejak penilaian preoperasi maupun keadaan intraoperasi, analgesia

post operasi dapat dilakukan secara multimodal, dengan menghindari obat obatan

NSAID yang menurunkan GFR dan gangguan autoregulasi ginjal. Dapat juga

dipertimbangkan pemberian analgesia post op secara regional, namun perlu

diperhatikan bahwa pasien dengan pemakaian obat antikoagulan dapat menyebabkan

17
pemanjangan faktor pembekuan darah, yang merupakan faktor resiko terhadap

tindakan regional anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mark A, Creager, Kaufman JA, Michael SC. Acute limb ischemia. N Eng J Med.
2012 Juni 7;366.2198-206
2. Rutherford RB, Baker JD, Ernest C. Recomended standard for report dealing with
lower extremity ischemia. Erratum J Vascular surgery. 2001;33.805
3. Short H. Perioperative myocardial ischaemia in non-cardiac surgery. Anaethesia
tutorial of the week 2018 Maret 20;375.1-7
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical anesthesiology. 5th ed. New York:
MC Graw Hill; 2013.653-69

18
5. Battle C, Alistair H. Perioperative renal dysfunction anaesthesia. Anaethesia
tutorial of the week 2011 Juni 13;227.5-9
6. Trainor D, Emma B, Andrew F. Perioperative management of the hemodyalisis
patient.Department of Anaesthetics and Intensive Care Medicine, Craigavon Area
Hospital, Portadown, United Kingdom, 2009 Maret;1.312-321

7. Craig RG, MJ Hunter. Recent developments in the perioperative management of


adult patients with chronic kidney disease. Br J of Anaethesia. 2008 Juli 10;10.296-
310

8. McAnulty H, Robertshaw G,Hall M. Anaesthetic management of patients with


diabetes mellitus. Br J of Anaesthesia,2000 juli1;85.89-90

MANAJEMEN ANESTESI PADA ACUTE LIMB ISCHEMIC AT


REGIO EKSTREMITAS INFERIOR DEXTRA DENGAN
PENYAKIT PENYERTA ESRD ON HD, CAD , HIPERTENSI DAN
DIABETES MELLITUS TIPE II

Disusun oleh :

Eva Srigita

CASE REPORT III

19
Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian semester pada
Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Pembimbing:

Muhammad Erias Erlangga

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018

20
21

Anda mungkin juga menyukai