Anda di halaman 1dari 41

NSTEMI dengan Syok Kardiogenik

LAPORAN KASUS

dr. Dedy Sutriyatno | Internship RS. Pupuk Kaltim |2020


Pembimbing : dr. Dexanda Pravian (PPDS Jantung dan Pembuluh Darah)

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….
ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………….
1

BAB 2 DATA PASIEN………………………………………………………………….


2

BAB 3 TINJAUAN
PUSTAKA………………………………………………………...13
3.1 Acue Coronary Syndrome (ACS)
NSTEMI…………………………………...13
3.2 Syok Kardiogenik
……………………………………………………………..31
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………...39

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan


manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil (UAP), infark miokardium
akut (IMA) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), dan infark miokardium tanpa
elevasi ST (NSTEMI), maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan
intervensi koroner perkutan. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri
koroner jantung, yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable)1,2,3

Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan

perfusi jaringan didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-

sisa metabolit pada tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan/tidak cukupnya

curah jantung untuk mempertahankan alat-alat vital akibat dari disfungsi otot jantung

terutama ventrikel kiri, sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa

jantung.1,4,5,7,8,9

1
BAB 2

DATA PASIEN

Pasien MRS pada tanggal 29 Februari 2020 pukul 14.51 melalui IGD RS PKT
Bontang dan dirawat inap di Ruang Dahlia dan ICU

29 – 1 dahlia, 1-3 icu, 3 – 6 dahlia

Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Usia : 74 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Jl. Sidrap RT. 22 Kel/ Guntung Kec Bontang Utara

2.1 Data Subjektif


2.1.1 Keluhan Utama
Sesak nafas
2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan sakit ulu hati yang dialami
sejak pagi. Sesak memberat saat posisi terlentang. Merasa lebih nyaman jika
berbaring dengan 1 bantal di kepala. Demam, mual, muntah, dan bengkak
disangkal.

2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Uap, HT, Dispepsia 15-17 April 2019 RSPKT

2
 September angiography di RSUD AWS Samarinda. Pasien menolak untuk
dilakukan revaskularisasi
 Uap. Cad 3VD critical LM, HT, DM T2 14-20 November RSPKT

2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Asik pasien hipertensi dan DM. Riwayat sakit pada kedua orang tuan
pasien tidak diketahui.
2.1.5 Riwayat Penggunaan Obat
 CPG 1 x75 mg
 Aspilet 1x80 mg
 Hct 1x50 mg
 ISDN 3x5 mg
 Candersartan 1x 16 mg
 Concor 1x2,5 mg
 Simvastatin 1x 20 mg
 Metformin 2x 500 mg
 Nitrokaf 2 x 2,5 mg
 Amlodipine 1 x 5mg

1.1.1 Status Generalis


• Keadaan Umum : Compos mentis, Baik, Gizi Cukup.
• Vital sign :
Tekanan Darah : 102/63 mmHg
Laju Nadi : 62 x /min.
Laju Napas : 24 x /min.
Suhu Aksila : 000 C.

1.1.2 Pemeriksaan Fisik


• Kepala : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-), wajah tampak edema.
• Leher : pembesaran KGB colli, supraklavikula, dan infraklavikula (-/-).
• Thoraks :
Inspeksi : Gerak napas simetris, retraksi dinding dada (-).
Palpasi : Gerakan dada simetris, fremitus raba simetris.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

3
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (+/+) basal pulmonal, wheezing (-/-), S1S2
tunggal regular.

• Abdomen :
Inspeksi : Distensi abdomen (-), abdomen tampak protuberant.
Palpasi : Massa abdomen (-), organomegali (-), nyeri ketok CVA (+/-).
Perkusi : Timpani di keempat kuadran.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

• Genitalia :
Tidak dievaluasi

• Ekstremitas :
Akral hangat (+), CRT <2”, edema ekstremitas superior (-/-), edema
ekstremitas inferior (-/-) minimal.

1.1.3 Pemeriksaan Laboratorium Awal


Hasil pemeriksaan laboratorium di RS Amalia Bontang, didapatkan hasil
sebagai berikut :

Laboratorium Per Tanggal 29/02/2020


Leukosit 11.580
Hb 13,3
Hct% 40%
Trombosit 210.000
Creatinin 1,7
GDS 157
Natrium 142
Kalium 4,8
Trop T-hs 3
EKG 29/2/2020

4
1.1.4 Diagnosis Sementara
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan,
diagnosis sementara pasien meliputi :
1. ADHF
2. CAD 3vd critical LM (menolak revas)
3. HT
4. DMT2
1.1.5 Planning
 Obat oral rutin dilanjutkan
 Inj furosemide 1x20 mg
 O2 nasal bila perlu, target spo2 95%
 Rawat inap ruang biasa

Tanggal Pemeriksaan
1/3/2020 S Nyeri dada (+)
10.20 O KU : sakit sedang
Kesadaran : CM
TD : 123/55 mmHg

5
HR : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
Cor S1S2 reguler murmur (-) gallop (-)
Pulmo vesikuler ronki (+) basal
EKG kesan st depresi lebih dalam V4-V6 dibanding
EKG sebelumnya
K/L : Anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), dyspnea
(-)
Th : Retraksi (-/-), Vesikuler (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-),
S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abd : Flat, soefl (+), BU (+) normal
Eks : Akral hangat, edema (+)
A Unstable angina (UAP dd NSTEMI) dengan
prolonged pain (menolak revaskuler sejak November
2019)
P  Start heparinisasi dengan Diviti 2,5 mg SK
 SL ISDN 5 mg ekstra
 SP NTG start 5 mcg/menit
 Monitoring tensi 3 jam pertama
 Amlodipine tunda dulu
 Cek ulang hs trop T
10.52 S Tn. Tasse 75 th
B UAP dd NSTEMI
A TD 123/55 mmHg; HR 90 x/menit
R Mengonfirmasi pemberian obat NTG diganti cedocard
untuk dosisnya apakah sama atau berbeda ke dr
Dexan. Advice drip cedocard 0,5 mg/jam/sp
11.35 S Tn. Tasse 75 tahun
B UAP dd NSTEMI
A Drip cedocard 0,5 mg/jam/sp
TD 81/40 mmHg MAP 48
R  Cedocard stop
 Loading nacl 0,9% 300 cc
 Ukur td ½ jam post loading
14.30 S Demam
B UAP dd NSTEMI
A Td 82/30 mmHg MAP : 38 mmHg

6
R Loading cairan NaCl 200 cc dalam 1 jam
PO ISDN 3x5 mg
Semua obat penurun tekanan darah di stop
Start dobutamine 3 mcg/kg/menit naikan jadi 5
mcg/kg/menit bila MAP <60 mmHg
14.50 S Tn. Tasse 75 th
B NSTEMI
A TD 80/48 MAP 54 Trop T 806,2
R  Menerima telepon dari dr. dexanda
 Edukasi masuk ICU
 Edukasi kemungkinan terburuk
 Drip dobutamine 3 mcg/kg/jam uptitrasi 5 mcg/kg
jika map <60
 Rencana rujuk
 Total cairan 1400 cc/hari
 Balance cairan
 Concor ditunda
22.36 S Bab cair
B NSTEMI
A TD 88/42 mmHG HR 54 RR 28 T 36,5 MAP 53
mmHG
R  Naikan dosis dobutamine 5 mcg
 Attapulgite 600 3x1
2/3/2020 S Mual (+) intake kurang
08.00 O Td 96/49 MAP 61 dobu 5 GDS 121 HR 110 x/menit
Cor S1S2 tunggal regular murmur (-) gallop (-)
Pulmo vesikuler ronki (+) basal halus
Wheezing (-)
Intake 240 mL
Output 280 mL/ 12 jam
A  Syok kardiogenik
 NSTEMI
 Cad3vd + LM (menolak revas sejak nov 2019)
 Diare
P  Cukupi kebutuhan cairan 1400 cc/24 jam\target
balans seimbang
 Lasix 2 x 40 mg
 Isdn 3x5 mh
 Reedukasi dengan keluarga siang ini

7
 Dobutamine naik 7 mcg/kg/menit
20.50 S Mual (+)
B Syok kardiogenik + NSTEMI
A TD 95/51 MAP 62 HR : 98 Spo2 95% on nasal 3 lpm
R  Ondancetron 8 mg ekstra
 Jika map < 60 start vascon 0,05 mcg/kg/min
 Jika vascon masuk isdn stop
3/3/2020 S Lapor ekg pagi
6.30 B Syok kardiogenik + NSTEMI
A TD 118/70 HR 132
R  Cek HB dan elektrolit
 Dobutamine turun 5 mcg/kg/min
8.30 S Demam, Nyeri dada (-) diare (-)
O Td 113/62 MAP 75 (dobu 5, ne 0,16 mcg/kg/min) HR
89x/menit urin 1700 ml/24 jam
RR 21 SpO2 98 %
Cor s1s2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo vesikuler rhonki (+) basal halus
Ekg pagi af rapid new onset
Ekg moniter sr 88x
A  Syok kardiogenik perbaikan
 Nstemi very high risk
 Cad3vd+LM menolak rujuk
 Leukositosi reaktif dd infeksi
 Trombositopenia 136.000
 New onset af saat ini sr
P  Cukupi cairan s/d 1500 ,ml/24 jam
 Target map >60
 Bila map > 60 turun perlahan vascon s/d 0,05
mcg/kg/menit
 Dobutamine dipertahankan di 5 mcg/kg/menit
 Bila baik besok pagi pindah ruangan
 Target urin >550 cc/8 jam
 Ceftriaxone 1x2 gram
13.10 S Tn. Tasse 75 tahun
B Syok kardiogenik + NSTEMI
A TD 60/40 HR 105 SpO2 95%
R Naikan vascon menjadi 0,4 mcg/kg/min dan turun
perlahan target map > 60

8
4/3/2020 S Nyeri dada (-), urin jerinih
07.10 B TD 104/49 MAP 62 (NE 0,05 & Dobu 5 mcg/kg)
Rhonki (-)
Urin 2510 ml/24 jam (1,4 ml/kg/jam)
A  Syok kardiogenik perbaikan
 Nstei very high risk
 Cad 3vd + LM
 Leukositosi infeksi dd reaktif
 Trombositopenia
 Af new onset saat ini sr
R  Cukupi kebutuhan cairan hingga total 1500 ml/24
jam
 Target urin > 600 ml/8 jam
 Target map>60
 Turunkan vascon perlahan /jam s/d off
 Dobu boleh turun perlahan setelah aff vascon turun
secara peralhana perjam (cc) s/d off bial map>60
 Bila baik besok rencana rawat jalan
5/3/2020 S Nyeri dada (-), demam (-)
7.10 O CM, GCS E4V5M6 kooperatif
TD 108/65 sat 94% (roomair)
HR 94 rr 22x/menit
Cor s1s2 reguler murmur (-)
Pulmo vesikuler ronki (-)
Intake 1000
Urine 1760 /24 jam (1cc/kg/jam)
Support : vascon 0,01 mcg/kg/jam
Dobu 5 mcg
A Syok kardiogenik (perbaikan on support)
Nstemi very high risk
Cad3vd + LM
HHD
Leukositosis infeksi dd reaktif
Trombositopenia
Af sr
P  Total cairan 1500 ml/24 jam
 Target urin > 600 cc/8jam
 Target MAP > 60

9
 Bila map >60 vascon standby aff
 Evaluasi 2 jam bila map >60 coba turunkan dosis
dobu (per cc)
 Divit hari ini ke 5 terakhir
 Aspilet dan cpg lanjut
 Isdn oral stop
 Ceftriaxone dilanjutkan
 Lain lanjut
15.30 S Tn. Tasse 75 tahun
B Syok kardiogenik + NSTEMI, Produksi urin 500
cc/8jam
A Ku sedang kesadaran kompos mentis
Td 106/62 map 76 hr 96 sat 94%
R  Ekstra Lasix 2 ampul/iv
 Lasix jadwal jam 18 mundur jam 20
 Dobutamine drips dirunkan sampa standby off
6/3/2020 S Keluhan tidak ada
O Td 136/74 tanpa support hr 72
Cor s1s2 reguler murmur (-)
Pulmo vesikuler ronki (-)
A Syok kardiogenik perbaikan
Nstemi very high risk menolak revas
Cad3vd + lm
Hhd
Leukositosis infeksi dd reaktif
Trombositopenia
Af sr
P  IV line venflon saja
 Mobilisasi
 Dapat rawat jalan siang/sore ini/besok bila baik

Furosemide 2x80mg
Concor 1x2,5
Ceftri cefixime 2x200 mg
Omz 1x1 tab
Simvas 1x20
Cpg 1x75

10
Aspilet 1x80
Metformin 3 x 500 mg
Sucralfate 3xI C

11
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Acue Coronary Syndrome (ACS) NSTEMI


3.1.1 Definisi

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan


manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil (UAP), infark miokardium
akut (IMA) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), dan infark miokardium tanpa
elevasi ST (NSTEMI), maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan
intervensi koroner perkutan. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri
koroner jantung, yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable)1,2,3

Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah
karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak
yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan stenosis berat atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa
emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan
dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil
dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif,
sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif. 1,2,3

3.1.2 Patofisiologi

Penyebab utama SKA adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor.


Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa,
kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan
pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang
menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus
yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina (nyeri dada).2,3

12
Proses terbentuknya thrombus dimulai dari respon terhadap adanya injuri
dinding pembuluh. Interaksi antara endotelial injuri dengan platelet, monosit dan
jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet
adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation) di tunika intima arteri besar
dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu
kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika
intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.8,9

Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring


berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen
mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik.
Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara
pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa
yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.8
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar

13
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi
dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk thrombus yang akan menghambat
pembuluh darah. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi STEMI.
Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya UA atau NSTEMI..10 Studi
angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina tidak stabil adalah
trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan eritrosit
yang lebih menonjol pada infark miokard akut. 1,2

3.1.3 Diagnosis

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
2. EKG normal atau nondiagnostik, dan
3. Marka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau
inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung

Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya SKA, mulai dari teknik
non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasive seperti
arteriografi koroner.8 Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan
V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus

14
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat
mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat
darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.11

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.11

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai
ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai
ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0,2 mV,
pada pria usia <40 tahun adalah ≥ 0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang
elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah ≥ 0,15 mV dan ≥ 0,1
mV di lead lain (bila tidak ditemukan adanya LVH atau LBBB). 12 Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥ 0,05 mV, kecuali
pria usia < 30 tahun nilai ambang ≥ 0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di
sadapan V7-V9 adalah ≥ 0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA
dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh
karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.11

Sadapan dengan Deviasi Segmen ST Lokasi Iskemia atau Infark

V1-V4 Anterior

V5-V6, I, aVL Lateral

II, III, Avf Inferior

V7-V9 Posterior

V3R, V4R Ventrikel kanan

15
Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan
LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada
sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3.
Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang
mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.11

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi
segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen
ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥
0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga
elevasi segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit), dan dapat terdeteksi di > 2
sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV mempunyai spesifitas
tinggi untuk untuk iskemia akut.11 Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan
kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai perubahan EKG yang
nondiagnostik.11

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis


miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).11

Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan


spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku
emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut
akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan
EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui
nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Kadar troponin pada pasien infark

16
miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan
biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu

Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin
I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru,
hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit,
kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.11

Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat


digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya
saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.11

Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan


kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh
yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.11

17
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium
sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care
testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20
menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA
hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1
jam. Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka
pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral

18
Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung
UAP -Angina pada -Depresi segmen T Tidak meningkat
waktu -Inversi
istirahat/ aktivitas gelombang

ringan T

-Crescendo angina -Tidak

-Hilang dengan ada gelombang Q

nitrat
NSTEMI -Lebih berat dan -Depresi segmen T Meningkat
minimal 2 kali
lama (>30 menit) -Inversi
nilai batas atas
gelombang
-Tidak hilang
normal
T
dengan pemberian
-Tidak
nitrat
ada gelombang Q
-Perlu opium untuk

menghilangkan

nyeri
STEMI -Lebih berat dan -Hiperakut T Meningkat
minimal 2 kali
lama (>30 menit) -Elevasi segmen T
nilai batas atas
-Tidak hilang -Inversi
normal
gelombang
dengan pemberian
T
nitrat
-Gelombang Q
-Perlu opium untuk

menghilangkan

nyeri

19
3.1.4 Penatalaksanaan
Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi :
1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa
komplikasi atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.

2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) dengan tujuan terapi untuk: (1) pencegahan terjadinya IMA, (2)
pembatasan luasnya infark, dan (3) pemeliharaan fungsi jantung (miokard).1,5,6
Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (ICCU), dengan
lebih lanjut memperhatikan sasaran terapi berupa: (1) pencapaian secara komplit
dan cepat reperfusi aliran darah daerah infark; dan (2) menurunkan risiko
berulannya IMA dengan berbagai terapi medikamentosa. 1,5,6

Tahap Prehospital 11,12

Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk diagnosis
dan pengobatan. Yang dimaksud dengan kontak medis pertama adalah saat pasien
pertama diperiksa oleh paramedis, dokter atau pekerja kesehatan lain sebelum tiba di
rumah sakit, atau saat pasien tiba di unit gawat darurat, sehingga seringkali terjadi
dalam situasi rawat jalan.

Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada
yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau
lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap
pasien dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin
melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit
dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran
EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang

20
sedang berlangsung menunjukkan perlunya tindakan segera. Sebisa mungkin,
penanganan pasien STEMI sebelum di rumah sakit dibuat berdasarkan jaringan
layanan regional yang dirancang untuk memberikan terapi reperfusi secepatnya
secara efektif, dan bila fasilitas memadai sebanyak mungkin pasien dilakukan IKP.
Pusat-pusat kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP primer harus dapat
memberikan pelayanan setiap saat (24 jam selama 7 hari) serta dapat memulai IKP
primer sesegera mungkin di bawah 90 menit sejak panggilan inisial.

Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam penanganan
pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala penundaan yang terjadi dan
berusaha untuk mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut ini:

1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10 menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
• Untuk fibrinolisis ≤30 menit
• Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan awitan
kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang mampu
melakukan IKP)

21
DELAY (KETERLAMBATAN)

Pencegahan delay amat penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling
berharga dalam infark miokard akut adalah di fase sangat awal, di mana pasien
mengalami nyeri yang hebat dan kemungkinan mengalami henti jantung. Defibrilator
harus tersedia apabila ada pasien dengan kecurigaan infark miokard akut dan
digunakan sesegera mungkin begitu diperlukan. Selain itu, pemberian terapi pada
tahap awal, terutama terapi reperfusi, amat bermanfaat. Jadi, delay harus
diminimalisir sebisa mungkin untuk meningkatkan luaran klinis. Selain itu delay
pemberian pengobatan merupakan salah satu indeks kualitas perawatan STEMI yang
paling mudah diukur. Setiap delay yang terjadi di sebuah rumah sakit saat menangani

22
pasien STEMI perlu dicatat dan diawasi secara teratur untuk memastikan kulaitas
perawatan tetap terjaga.

Delay pasien

Adalah keterlambatan yang terjadi antara awitan gejala hingga tercapainya kontak
medis pertama. Untuk meminimalisir delay pasien, masyarakat perlu diberikan
pemahaman mengenai cara mengenal gejala-gejala umum infark miokard akut dan
ditanamkan untuk segera memanggil pertolongan darurat. Pasien dengan riwayat PJK
dan keluarganya perlu mendapatkan edukasi untuk mengenal gejala IMA dan
langkah-langkah praktis yang perlu diambil apabila SKA terjadi.

Delay antara kontak medis pertama dengan diagnosis

Penilaian kualitas pelayanan yang cukup penting dalam penanganan STEMI adalah
waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil EKG pertama. Di rumah sakit dan
sistem medis darurat yang menangani pasien STEMI, tujuan ini sebaiknya dicapai
dalam 10 menit atau kurang.

Delay antara kontak medis pertama dengan terapi reperfusi

Dikenal juga sebagai delay sistem, komponen ini lebih mudah diperbaiki melalui
pengaturan organisasi dibandingkan dengan delay pasien. Delay ini merupakan
indikator kualitas perawatan dan prediktor luaran. Bila terapi reperfusi yang diberikan
adalah IKP primer, diusahakan delay (kontak medis pertama hingga masuknya wire
ke arteri yang menjadi penyebab) ≤90 menit (≤60 menit bila kasus risiko tinggi
dengan infark anterior besar dan pasien datang dalam 2 jam). Bila terapi reperfusi
yang diberikan adalah fibrinolisis, diusahakan mengurangi delay (waktu kontak
pertama dengan tindakan) menjadi ≤30 menit.

23
Di rumah sakit yang mampu melakukan IKP, target yang diinginkan adalah ‘door-to-
balloon’ delay ≤60 menit antara datangnya pasien ke rumah sakit dengan IKP primer.
Delay yang terjadi menggambarkan performa dan kualitas organisasi rumah sakit
tersebut.

Dari sudut pandang pasien, delay antara awitan gejala dengan pemberian terapi
reperfusi (baik dimulainya fibrinolisis atau masuknya wire ke arteri penyebab)
merupakan yang paling penting, karena jeda waktu tersebut menggambarkan waktu
iskemik total, sehingga perlu dikurangi menjadi sesedikit mungkin.

24
Tahap Hospital

Tahap Awal dan Cepat Pengobatan Pasien SKA

1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/menit
secara kanul hidung. 1,5,6

2. Nitrogliserin(NTG)
Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL)
(0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG
setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.

Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan


kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi
1,5,6
pertanyaan).

3. Morphine
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi
rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan
pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien
tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek
samping mual,

bradikardi, dan depresi pernapasan 1,5,6

25
4. Aspirin
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus
gaster, asma bronkial) . Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam
platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi

platelet dan konstriksi arterial 1,5,6

Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa


Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan “The Antiplatelet
Trialists Colaboration” melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA
1,5,6
risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
“chewable” dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned
heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan
berulangnya angina

pectoris 1,5,6

5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine

Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu


perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian
iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan
iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner.
Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat

26
dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama
Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan
menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya
komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati
efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan
dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung
1,5,6
sel darah lengkap pada minggu II – III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya
risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan
Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari
peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2
jam setelah pemberian obat dan

40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. 1,5,6

Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )


menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA
untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
1,5,6
aterosklerosis.

Penanganan SKA Lebih Lanjut

1. Heparin

Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih
aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya
(tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada
pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH

27
yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12
ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk
1,5,6
pasien dengan berat badan < 70 kg

2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)

Diberikan pada UAP atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai
kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama;
high bioavailability; dose – independent clearance; mempunyai tahanan yang
tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet;
menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah;
tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak
menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam
1,5,6
pembentukan trombi dan aktivitasnya
Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin.

3. Warfarin

Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan


jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada
perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP
Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin
dengan Asparin 1,5,6

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I)

Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama
hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI , bila
diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO
V danASSENT-3).1,5,6,7
Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat
terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada

28
3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara
intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban.
GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera,
namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat
1,5,6,7
meningkatkan mortalitas
Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk
mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan IKP. Banyak penelitian besar telah
dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin,
maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap
perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet
(trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia
berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 1,5,6,7

5. Direct Trombin Inhibitors

Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang
mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142
pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap mortalitas 1,5,6,7

6. Trombolitik
Dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru,
dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% , namun tidak
menguntungkan bagi kasus UAP dan NSTEMI. 3 Walaupun tissue plasminogen
activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior
dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark
selama 90 menit. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi
arteri koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-
PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2
penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun
ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja 1,5,6,7

7. Obat-obat Lain 1,5,6,7

29
Penghambat Beta Andrenergik

Efeknya ialah menurunkan frekuensi debar jantung sehingga menyebabkan waktu


diastolik lebih lama; menurunkan kontraktilitas miokard dan beban jantung;
menghambat stimulasi katekolamin; serta menurunkan pemakaian oksigen
miokard.
Obat ini baik untuk UAP / NSTEMI dan dapat menurunkan luasnya infark,
reinfark, serta mortalitas. Tetapi ingat kontraindikasinya, seperti bradikardi, blok
AV, asma bronkial, atau edema paru akut.
Antagonis Kalsium

Intercep Study tidak melihat penurunan mortalitas dengan obat tersebut 4, namun
dapat digunakan pada UAP/NSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta
adrenergik. Diltiazem jangan diberikan pada disfungsi ventrikel kiri dan atau
gagal jantung kongestif (GJK)

Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 75
tahun), sebab risiko kematian cukup tinggi dengan trombolitik

3.2 Syok Kardiogenik


3.2.1 Definisi

Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan

perfusi jaringan didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan

sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan/tidak

cukupnya curah jantung untuk mempertahankan alat-alat vital akibat dari disfungsi

otot jantung terutama ventrikel kiri, sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi

pompa jantung.1,4,5,7,8,9

30
3.2.2 Etiologi
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium
ventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
1,4,5,
Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
- Ruptur septum interventrikulorum
- Ruptur free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat
- Kardiomiopati
- Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan

3.2.3 Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan
gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan

31
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan
5,11
edema.
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan
terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena
aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium
semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis
fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan
bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat
sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-
5,9
organ penting.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi
irreversibel. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.
Seperti telah diketahui, miokardium akan mengalami kerusakan yang paling dini pada
keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya
terhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme
anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat
mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar
normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis
menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut

32
dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke
6,10
bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas.
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema
intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.
Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu
terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres
pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian
juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung ke
3,7,8
belakang.
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih
kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya
menurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi
natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan
menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila
hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang
1,5,10
kemudian disusul gagal ginjal akut.
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati.
Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat
berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat
nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-
oksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum
(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali
2,4,13
komplikasi-komplikasi ini.
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan
nekrosis hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok
melalui penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam

33
sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan
5
syok.
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan
autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral
ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada
tekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit
neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika
pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
8,9
serebrovaskular.
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen-

komponen selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan

tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat

terjadi selama syok berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.5,11

3.2.4 Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial
Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok
kardiogenik ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah batas
bawah sebelumnya.
2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium
dalam kemih
b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab
c. Terganggunya fungsi mental
3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)

34
4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan baji kapiler
5,9
paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.
Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal
ke depan dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan
merupakan ciri khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai
5,16
kurang dari 0,9 L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.
Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yang terdiri
dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang
buruk, yaitu oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin,
perubahan mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-
faktor non miokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan
disfungsi miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi nafas
meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali
didapatkan tanda-tanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah
walaupun bunyi jantung III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup
akut dapat memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus
5,8
paradoksus dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut.
Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalam
penelitian mereka adalah :
1. Tekanan sistolik arteri <80 mmHg (ditentukan dengan pengukuran intra arteri).
2. Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental.
3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg.
4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan
2,4
kemungkinan hipovolemia.
Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti pada
2,7
renjatan lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia, dan lain-lain.

35
Tiga komponen utama syok kardiogenik telah termasuk dalam definisi ini,
yaitu adanya: gangguan fungsi ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnya
8
perfusi jaringan, tidak adanya hipovolemi atau sebab-sebab lainnya.

3.2.5 Penatalaksanaan
Pemantauan invasif dari sistem kardiovaskuler umumnya dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang berkesinambungan mengenai tekanan darah dan tekanan
pengisian intrakardia. Pemasangan kateter Swan-Ganz biasanya dilakukan segera
2
setelah pasien masuk ke ruang perawatan intensif (ICU).
Tindakan awal untuk menstabilkan sirkulasi mencakup pemberian obat-obat
intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan usaha untuk menurunkan beban awal
dan beban akhir, serta pemasangan pompa balon intra aorta. Penanganan yang tepat
2,4
dan agresif perlu dilakukan dalam jam-jam pertama dari awitan keadaan syok.
Obat-obat inotropik positif, seperti dobutamin dan amrinon, dipakai untuk
meningkatkan kontraktilitas. Beban awal diturunkan dengan menurunkan volume
intravaskular dengan diuretik dan redistribusi volume vaskular dengan venodilator,
seperti nitrogliserin. Nitrogliserin juga menimbulkan efek vasodilator pada sirkulasi
koroner, memperbaiki aliran darah koroner. PCWP, petunjuk klinis untuk LVEDP,
4
dipakai untuk menuntun pemberian diuretik dan vasodilator.
Vasodilator arteria atau vasopresor dapat diberikan untuk mengurangi beban
akhir atau meningkatkan tekanan arteria. Tetapi kedua golongan obat ini harus
diberikan secara hati-hati pada syok kardiogenik. Vasodilator arteria, seperti natrium
nitroprusid, menyebabkan dilatasi otot polos dari sistem arteria, menurunkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel, dan dengan demikian menurunkan curah jantung. Tetapi,
tekanan arteria akan turun dan memperburuk perfusi jaringan jika kenaikan dalam
curah jantung tidak cukup besar untuk mengimbangi turunnya tahanan perifer dengan
5
vasodilatasi arteria (MAP = CO X TRP).

36
Efek yang merugikan dari vasopresor timbul akibat perangsangan reseptor
simpatik alfa dan beta. Perangsangan alfa menimbulkan vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan arteria dan tahanan terhadap ejeksi ventrikel. Efek
perangsangan beta adalah meningkatnya kontraktilitas. Peningkatan tekanan arteria
dan perbaikan kontraktilitas akan menguntungkan dalam batas-batas dimana sirkulasi
menjadi stabil. Tetapi, kedua efek ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen secara
bermakna, dan membahayakan miokardium dan terancam infark. Obat-obat dengan
aktifitas beta juga berpotensi aritmogenik, yang selanjutnya akan mengganggu
miokardium. Pemakaian vasopresor biasanya terbatas pada pasien-pasien dengan
hipotensi berat dimana tidak ada terapi lain yang dapat dipakai untuk meningkatkan
4,8
tekanan darahnya.
Obat-obat vasopresor seperti epinefrin, norepinefrin (Levophed), dan
dopamin, merangsang baik reseptor alfa maupun beta dalam kekuatan yang berbeda-
beda. Dopamin adalah vasopresor pilihan untuk syok kardiogenik. Dalam dosis
rendah, dopamin juga memberikan efek vasodilator selektif pada anyaman pembuluh
1
darah ginjal.
Aritmia, hipoksia, dan asidosis dapat memperburuk keadaan syok. Pemberian
obat-obat antiaritmia dapat dilakukan. Pemulihan ke irama sinus umumnya dapat
memperbaiki curah jantung dan tekanan darah. Oksigenasi dapat dilakukan dengan
pemberian oksigen tambahan dan pemasangan alat bantu pernafasan jika diperlukan.
Penanganan edema paru-paru akut mencakup pengurangan beban awal dengan
vasodilator dan diuretik seperti yang telah dijelaskan, serta pemberian morfin sulfat.
Perbaikan asidosis metabolik dilakukan dengan menyesuaikan ventilasi atau dengan
8,12
pemberian natrium bikarbonat.
Segera dilakukan langkah-langkah konvensional diatas, digabung dengan
pompa balon itra-aorta, biasanya akan menstabilkan hemodinamik, sehingga
memungkinkan pelaksanaan kateterisasi jantung dan revaskularisasi darurat, atau jika
perlu perbaikan kelainan mekanis dalam keadaan yang lebih terkendali. Peranan

37
terapi trombolitik dan angioplasti pada pengobatan syok belakangan ini terus
diselidiki. Pada beberapa pusat penyelidikan, terapi trombolitik dilakukan pada jam-
jam pertama dari infark untuk rekanalisasi pembuluh darah yang terserang dan untuk
menyelamatkan miokardium. Jika obat-obat trombolitik tidak efektif untuk
mencairkan bekuan, revaskularisasi miokardium baik dengan angioplasti maupun
4,9
bedah pintas arteria koroner dapat dipertimbangkan.
Manfaat terapi trombolitik pada jam-jam pertama setelah infark tampaknya
tidak hanya menurunkan tingkat kematian syok kardiogenik tapi juga menurunkan
insidensi syok. Insidensi syok kardiogenik setelah infark miokardium telah turun dari
sekitar 15% menjadi 5% dengan ditemukannya teknik-teknik yang lebih baru untuk
2
menyelamatkan miokardium dan untuk menahan perluasan infark.
Peranan alat bantu jantung kiri dan penggantian jantung dengan jantung buatan
masih terus diselidiki untuk kasus-kasus syok yang refrakter dengan tindakan-
5,8
tindakan konvensional, termasuk pompa balon intra-aorta.
DAFTAR PUSTAKA

1) Harrisons, Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed, Philadelphia, McGraw Hill,


2000, 1387–97.
2)
Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?.
Majalah Farmacia Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54
3)
Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut
dengan Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143. 2004
4)
R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita
Sindrom Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory,Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126

38
5) Thomash. Lee, M.D.,AndleeGoldman, M.D., M.P.H. Evaluation of The Patient
with Acute Chest Pain. New England Medical Journal. 2000

6) Raymond J. Gibbons, M.D., and Valentin Fuster, M.D., Ph.D. Therapy for
Patients with Acute Coronary Syndromes —New Opportunities. New England
Medical Journal. April 6,2006

7) Kyuhyun Wang, M.D., Richard W. Asinger, M.D., and Henry J.L. Marriott, M.D.
ST-Segment Elevation in Conditions Other Than Acute Myocardial Infarction.
New England Medical Journal. 2003

8) Bryg RJ. 2009. Coronary artery disease. WebMD [serial online] 2009 [cited
2018 Aug 5]; Available from: URL: http://www.webmd.com/heart-
disease/guide/heart-disease-coronary-artery-disease?page=3

9) DeLuna B. 2006. The heart walls and coronary circulation. Chapter 1. [cited
2018 Aug 6]; Available
from:URL:http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_s
tore/Sample_c hapter/9781405157865/Bayes9781405157865_4_001.pdf

10) Deckelbaum L. Heart attacks and Coronary artery disease. Chapter 11. [cited
2018 Aug 6]; Available from: URL:
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/11.pdf. p.133.

11) PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi 3. 2015

12) Ibanez, Borja, et. al. European Heart Journal : 2017 ESC Guidelines for the
management of acutemyocardial infarction in patients presenting with ST-
segment elevation. 39th Edition. 2018

39

Anda mungkin juga menyukai