Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT – ANEMIA ON CKD

dr. ALHADID RIDHO RAHMATULLAH


BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien

• Nama : Tn. Ade Tajudin

• Usia : 58 tahun

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Alamat : Jombang Wetan

• Tanggal masuk : 02-09-2021

• Tanggal pemeriksaan : 02-09-2021


B. Anamnesis
Lemas

C. Riwayat penyakit sekarang (autoanamnesis)


Pasien dari poliklinik Penyakit Dalam datang ke ruang rawat inap anggrek
dengan keluhan lemas (+) sejak 3 hari SMRS. Keluhan tersebut disertai
dengan mudah merasa lelah saat beraktivitas, pasien tampak pucat (+)
nafsu makan menjadi berkurang, sakit kepala (+) sesak nafas (+) sesekali
dirasakan oleh pasien. Tangan dan kaki pasien teraba dingin dan bengkak
(+) mual (+) muntah (-) demam, batuk, pilek, mencret disangkal. Pasien
mengatakan belakangan ini sering buang air kecil pada malam hari dan urin
pasien sedikit berbusa serta berwarna kemerahan.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi
 Riwayat DM tipe II

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

D. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 02-09-2021)

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis (GCS: E4M6V5)
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 60 kg
BMI : 21.3 kg/m2
Status gizi : Normoweight
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36⁰C
Warna kulit : pucat (-) jaundice (-)
Kepala
• Bentuk : Simetris
• Rambut : Hitam beruban, halus, rontok (-) alopecia (-)
• Wajah : Simetris
• Mata : Periorbital edema -/-, konjungtiva anemis +/+ ,
sklera ikterik -/- , pupil
isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+.
• Hidung : Deviasi (-) sekret (-)
• Telinga : Tidak terdapat sekret
• Mulut : Mukosa oral lembab, sianosis (-) atrofi papil
lidah (-)

• Trakea di tengah, pembesaran KGB (-) tiroid tidak


membesar, kaku kuduk (-)
Thorax Paru

• Inspeksi : Gerakan dada tampak simetris, tidak ada retraksi


intercostal, barrel chest (-)
• Palpasi : ICS tidak melebar, gerakan dada saat napas teraba
simetris, taktil fremitus +/+
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : VBS kanan = kiri, rhonki -/- , wheezing Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea anterior axillary
sinistra
• Perkusi :
o Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
o Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
o Batas kiri : ICS V linea anterior axillary sinistra
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-) gallop (-)
Ekstremitas

• Bentuk : Normal
• Palmar erythema : (-)
• Kulit : Normal
• Clubbing finger : (-)

• Tofus : (-)
• Pergerakan : Tidak terbatas
• Edema : +/+ at regio dorsum pedis
• Ulcer : -/-

Status Neurologis : Normal


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium (Tanggal 02-09-2021)

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin L 6.1 g/dl (N= 13.0 – 17.0)


Hematokrit L 21.8 % (N= 40.0 – 48.0)
Eritrosit L 2.66 microliter (N= 4.50 – 5.50)
MCV 82.0 fl (N= 82.0 – 92.0)
MCH L 22.9 pg (N=27.0 – 31.0)
MCHC L 28.0 g/dl (N= 32.0 – 36.0)
Jumlah Leukosit 9.99 microliter (N= 5.00 – 10.00)
Jumlah Trombosit H 573 microliter (N= 150 – 450)

Diagnosis Kerja

1. Anemia
2. CKD

Diagnosis Tambahan
3. DM tipe II terkontrol
4. Hipertensi stage 2
5. Melena
Follow Up Kondisi Pasien

Tanggal Follow Up Terapi

  S/ Kontrol hasil lab, lemas


Ivfd NaCl asnet
  O/ Ku: tampak sakit sedang Kes: Transfusi PRC 1 kalf/12jam
02/09/2021
Composmentis extra furosemide
TD: 110/70 mmHg
Asam folat 3x1
HR : 78 x/i
RR : 20 x/i Bicnat 3x1
Suhu : 36⁰C Cek Lab
 
A/ Anemia Ro Thorax
CKD Stage IV
DM Tipe II terkontrol
 
  S/ (Ruang Rawat Inap ANGGREK) Ivfd NaCl Asnet
Menerima pasien baru dari poli Penyakit Dalam, pasien Transfusi PRC 2 kalf/hari extra furosemide
mengatakan lemas dan tampak pucat  
DM cek SGOT/SGPT, Ur, Cr, Elektrolit, Gol.Darah

     
O/ Ku: tampak sakit sedang Darah di BDRS kosong, saran donor
Kes: Composmentis (GCS: 15)
TD: 110/80 mmHg

  HR: 78x/menit  

  RR: 20x/menit  

  Suhu: 36⁰C  

02/09/2021 SpO2: 98% tanpa O2  


 

  A/ Anemia  
CKD Stage IV

  DM tipe II terkontrol  

     
S/ Pasien mengatakan masih Ivfd NaCl Asnet
lemas, pusing, mual (+) Transfusi PRC 2 kalf/hari
muntah (-) sesak (-) nyeri extra furosemide
dada (-) demam (-)

03/09/2021 Cek SGOT/SGPT, Ur, Cr,


O/ Ku: Lemas
Elektrolit, Gol.Darah, EKG
Kes: Composmentis
(GCS: 15)
Asam folat 3x1
TD: 150/80 mmHg Bicnat 3x1
Prorenal 3x1
HR: 73x/menit

RR: 20x/menit

Suhu: 37⁰C

SpO2: 99%

A/ Anemia

CKD Stage IV

DM tipe II

terkontrol

HT stage 2
S/ Pasien mengeluh BAB Ivfd NaCl 0,9% 500cc/24jam
berdarah sejak kemarin Transfusi PRC 2 kalf -> 1
malam, mual (-) muntah (-) kalf/hari

O/ Ku: Lemas Inj. Furosemid 1 amp


Kes: Composmentis Inj. Asam traneksamat 3x500
TD: 150/90 mmHg mg
HR: 70x/menit Inj. Vit K 3x1
RR: 20x/menit Inj. Ca Glukonas drip 1 amp
Suhu: 36,9⁰C
SpO2: 98% Asam folat 3x1
Bicnat 3x1
A/ Anemia Prorenal 3x1
CKD Stage IV
Melena
DM tipe II terkontrol
HT stage 2

04/09/2021
S/ Pasien mengatakan lemas, Ivfd NaCl 0,9% 500cc/24jam
pusing berkurang Transfusi PRC 1 kalf/hari target
Hb >9
O/ Ku: tampak sakit sedang Urine output/24jam
Kes: Composmentis Diit cair
TD: 110/70 mmHg Obs. Melena
HR: 88x/menit
RR: 20x/menit Inj. Furosemid 1x1 amp

05/09/2021 Suhu: 36,6⁰C Inj. Asam traneksamat 3x500


mg
SpO2: 97% Inj. Vit K 3x1
Inj. Ca Glukonas drip 1 amp

A/ Anemia
CKD Stage IV Asam folat 3x1
Bicnat 3x1
Melena Prorenal 3x1
DM tipe II terkontrol
S/ Pasien mengatakan pusing Ivfd NaCl 0,9% 500cc/24jam
berkurang, lemas
Transfusi PRC 1 kalf/hari target
Hb >9
O/ Ku: tampak sakit sedang Urin output/24jam
Kes: Composmentis Diit cair
TD: 130/90 mmHg Obs. Melena
06/09/2021 HR: 88x/menit
RR: 20x/menit Inj. Furosemid 1x1 amp
Suhu: 36,4⁰C Inj. Asam traneksamat 3x500
SpO2: 88% mg
Inj, Vit K 3x1
A/ Anemia Inj. Ca Glukonas drip 1 amp
CKD Stage IV
DM tipe II terkontrol
Melena
Asam folat 3x1
Bicnat 3x1
Prorenal 3x1
S/ Pasien mengatakan keluhan BLPL/Rawat Jalan
sudah berkurang, lemas Prorenal 3x1
Pasien diizinkan Rawat Jalan Bicnat 3x1
oleh DPJP. Asam folat 3x1
Asam traneksamat 3x1
Lansoprazole 2x30 mg
Sucralfat 3x1

0/Ku: tampak sakit sedang Kontrol Poliklinik Penyakit


Dalam tanggal 13/09/2021
Kes: Composmentis

07/09/2021 TD: 120/80 mmHg


HR: 82x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36⁰C
Sp02: 96%

A/ Anemia
CKD stage IV
Follow Up Hasil Lab

(Tgl 03-09-2021)

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin LL 5.2 g/dl (N= 13.0 –17.0)


Hematokrit L 18.0 % (N= 40.0 – 48.0)
Eritrosit L 2.28 microliter (N= 4.50 – 5.50)
MCV L 78.9 fl (N= 82.0 – 92.0)
MCH L 22.8 pg (N= 27.0 – 31.0)
MCHC L 28.9 g/dl (N= 32.0 – 36.0)
Jumlah Leukosit 8.96 microliter (N= 5.00 – 10.00)
Jumlah Trombosit H 496 microliter (N= 150 – 450)

Hitung Jenis
Basofil 0.2 % (N= 0 – 1)
Eosinofil 1.0 % (N= 1 – 3)
Neutrofil 71.2 % (N= 52.0 – 76.0)
Limfosit L 18.8 % (N= 20 – 40)
Monosit H 8.8 % (N= 2 – 8)
Neutrofil/Limfosit Ratio 3.8
RDW-CV H 20.5 % (N=11.5 – 14.5)
HFLC 0.2

ABO Rh Typing
Golongan Darah A
Rhesus Positif

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 6 U/L (N= <37)
SGPT (ALT) 5 U/L (N= <41)
Ureum Darah H 96 (N=10 – 50)
Kreatinin Darah H 3.60 (N= 0.70 – 1.30)
EGFR L 17.6 ml (N= 79 – 117)
EPI – 2009
Glukosa Sewaktu 86 mg/dl (N= <200)

Natrium (Na) Darah 138.9 mEq/L (N= 135 – 147)


Kalium (K) Darah 5.08 mEq/L (N= 3.30 – 5.40)
Klorida (KCl) Darah H 115.1 mEq/L (N=94.0 – 111.0)
Follow Up Hasil Lab

(Tgl 04-09-2021)

Feces Rutin
Makroskopik
Warna Coklat
Bau Busuk
Darah Negatif
Konsistensi Lembek
Lendir Negatif

Mikroskopik
Leukosit 2-4
Eritrosit 0-2
Telur cacing Tidak Ditemukan
Amoeba Tidak Ditemukan
Amilum Negatif
Jamur Negatif
Lemak Negatif
Sisa makanan Positif

KIMIA KLINIK
Ureum Darah H 84 mg/dl (N= 10 – 50)
Kreatinin Darah H 3.21 mg/dl (N=0.70 – 1.30)
EGFR L 20.2 ml (N= 79.00 – 117.00)
Follow Up Hasil Lab

(Tgl 05-09-2021)

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin L 6.7 g/dl (N= 13.0 – 17.0)


Hematokrit L 22.2 % (N= 40.0 – 48.0)
Eritrosit L 2.76 microliter (N= 4.50 – 5.50)
MCV L 80.4 fl (N= 82.0 – 92.0)
MCH L 24.3 pg (N= 27.0 – 31.0)
MCHC L 30.2 g/dl (N= 32.0 – 36.0)
Jumlah Leukosit 7.04 microliter (N= 5.00 – 10.00)
Jumlah Trombosit H 496 microliter (N= 150 – 450)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI ANEMIA

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar
sel darah merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang
membawa oksigen ke jaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, termasuk kelelahan dan stress pada organ tubuh. Anemia sebenarnya
adalah sebuah tanda dari proses penyakit bukan penyakit itu sendiri (Proverawati,
A, 2011).

Anemia merupakan kondisi dimana kadar hemoglobin seseorang kurang dari


10gr/dL, sedangkan angka idealnya untuk ibu dewasa berdasarkan standar WHO
adalah 12gr/dL. Artinya, seorang ibu dewasa yang sedang hamil maupun tidak akan
didiagnosis mengalami anemia jika kadar hemoglobinnya di bawah 12gr/dL. Akan
tetapi, munculnya gejala bersifat individual, bisa jadi orang yang memiliki
hemoglobin 10gr/dL masih dapat beraktifitas secara normal dan energik, sedangkan
yang lain tampak letih dan lesu (Fatonah, S, 2016).
2.2 MANIFESTASI KLINIS

a. Anemia Ringan

Anemia dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, karena jumlah sel darah
merah yang rendah menyebabkan berkurangnya pengiriman oksigen ke setiap
jaringan dalam tubuh. Anemia ringan biasanya tidak menimbulkan gejala apapun,
tetapi anemia secara perlahan terus-menerus (kronis), tubuh dapat beradaptasi dan
mengimbangi perubahan, dalam hal ini mungkin tidak ada gejala apapun sampai
anemia menjadi lebih berat.

Menurut Proverawati, A (2011) gejala anemia diantaranya:

1). Kelelahan

2). Penurunan energi

3). Kelemahan
4). Sesak nafas

5). Tampak pucat

b. Anemia Berat

Beberapa tanda yang menunjukan anemia berat pada seseorang (Proverawati, A,


2011) diantaranya:

1). Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan lengket dan berbau busuk,
berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan
darah melalui saluran pencernaan.

2). Denyut jantung cepat

3). Tekanan darah rendah

4). Frekuensi pernafasan cepat

5). Pucat atau kulit dingin

6). Kelelahan atau kekurangan energi

7). Kesemutan

8). Daya konsentrasi rendah.


2.3 ETIOLOGI

Menurut Proverawati, A (2011) banyak kondisi medis yang dapat


menyebabkan anemia. Penyebab umum dari anemia adalah:

1). Anemia dari pendarahan aktif

2). Anemia defisiensi besi

3). Anemia penyakit kronis

4). Anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal

5). Anemia yang berhubungan dengan kehamilan

6). Anemia yang berkaitan dengan gizi buruk

7). Anemia pernisiosa

8). Anemia sel sabit

9). Thalassemia

10). Alkoholisme

11). Anemia terkait sumsum tulang

12). Anemia aplastik

13). Anemia hemolitik


2.4 PATOGENESIS

2.4.1 ANEMIA PADA CKD

Menurut World Health Oeganization (WHO), anemia didefinisikan sebagai


konsentrasi hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dari 13.0 g/dL pada pria dan wanita
postmenopause dan lebih rendah dari 12.0 g/dL pada wanita premenopause. Sedangkan
anemia pada pasien dengan CKD didefinisikan sebagai konsentrasi Hb di bawah 11.5 g/dL
pada wanita, 13.5 g/dL pada pria ≤70 tahun, dan 12.0 g/dL pada pria lebih dari 70
tahun (The European Best Practice Guidelines). Penyebab terjadinya anemia pada pasien
dengan CKD antara lain: kehilangan darah, pemendekan masa hidup sel darah merah,
uremic milieu, defisiensi erythropoietin (EPO), defisiensi zat besi, dan inflamasi
(Nurko, 2006).

1) Kehilangan darah

2) Pemendekan masa hidup sel darah merah

3) Uremic milieu

4) Defisiensi EPO Erythropoietin (EPO)

5) Defisiensi zat besi


2.5 MANAJEMEN TERAPI ANEMIA PADA PASIEN CKD
Penatalaksanaan anemia pada pasien GGK harus bersifat terpadu. Penatalaksanaan secara
tepat akan memberikan respon yang adekuat dan secara nyata akan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Saat ini terapi EPO dapat memberikan hasil yang optimal, seorang dokter
hendaknya memperhatikan berbagai aspek dan mencari faktor utama penyebab anemia. Terapi
tambahan lain seperti injeksi iron sucrose, injeksi vitamin C, dan suplementasi asam folat juga
dapat diberikan sebagai penunjang. Selain itu, terapi yang adekuat dapat mempertahankan
target Hb pasien sehingga mengurangi kebutuhan pasien untuk dilakukan transfusi darah.2,3
3.1 DEFINISI PENYAKIT GINJAL KRONIK

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yangmemerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK
ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas
sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi
ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi glomerulus.
3.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua


hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas
dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus KockcroftGault sebagai
berikut:

(140-umur) x berat badan

LFG (ml/mnt/1,73m2) = --------------------------------

72x Kreatinin Plasma

*) pada perempuan dikalikan 0,85


 
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat Penyakit.

Derajat Penjelasan LFG

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ >90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau

dialisis
3.3 ETIOLOGI

Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:

1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,


nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,


poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif .

5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal


polikistik, asidosis tubulus ginjal

6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal

8. Nefropati obstruktif 
Faktor predisposisi:

1) Diabetes

2) Usia lebih dari 60 tahun

3) Penyakit ginjal congenital

4) Riwayat keluarga penyakit ginjal

5) Autoimmune (lupus erythematosus)

6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)

7) Ras

Faktor presipitasi:

1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih

2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)

3) Pola makan (diet). 6


3.4 PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar terjadinya PGK adalah adanya cedera


jaringan. Cedera sebagian jaringan ginjal tersebut
menyebabkan pengurangan massa ginjal, yang kemudian
mengakibatkan terjadinya proses adaptasi berupa hipertrofi
pada jaringan ginjal normal yang masih tersisa dan
hiperfiltrasi. Namun proses adaptasi tersebut hanya
berlangsung sementara, kemudian akan berubah menjadi suatu
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Pada stadium dini PGK, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal laju
filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah
meningkat. Secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif. Patofisiologi
penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
3.5 MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-


beda, tergantung pada stadium CKD yang dialami.

A. Stadium 1

Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan


gejala yang menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih
dapat berfungsi dengan normal.

B. Stadium 2

Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan


gejala yang menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah
terdapat penurunan GFR ringan, yaitu sebesar 60-89.
C. Stadium 3

Pada stadium ini, gejala- gejala terkadang mulai


dirasakan seperti:

Fatigue

Kelebihan cairan

Perubahan pada urin

Rasa sakit pada ginjal

Sulit tidur
D. Stadium 4

Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir


sama dengan stadium 3, yaitu:

Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh


anemia

Kelebihan cairan

Perubahan pada urin

Rasa sakit pada ginjal

Sulit tidur

Nausea

Perubahan cita rasa makanan

Bau mulut uremic

Sulit berkonsentrasi
E. Stadium 5

Gejala yang dapat timbul pada stadium 5


antara lain:

 Kehilangan nafsu makan

 Nausea

 Sakit kepala

 Merasa lelah

 Tidak mampu berkonsentrasi

 Gatal – gatal

 Urin tidak keluar atau hanya sedikit


sekali

 Bengkak, terutama di seputar wajah,


mata dan pergelangan kaki

 Kram otot

 Perubahan warna kulit. 9


3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
3. Ultrasonografi (USG)
4. Foto Polos Abdomen
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
7. Pemeriksaan Foto Dada
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang Mencari osteodistrofi
dan kalsifikasi metastatik.
3.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis
antara lain:
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2002). 8
PENGKAJIAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
 Dimulai bila Hb ≤ 10 g/dL dan hematokrit ≤ 30%
 Diagnosis laboratorium anemia defisiensi besi:
- morfologi eritrosit: hipokrom mikrositer
- penilaian status besi:
ST = KBS/KIBS
ST: Saturasi Transferrin
KBS: Kadar Besi Serum
KIBS: Kapasitas Ikat Besi Total (total iron binding capacity:
TIBC)Feritin serum (FS)
 Evaluasi penyebab anemia lainnya bila ada kecurigaan seperti
uji darah samar feses, Coomb’s test untuk anemia hemolitik
autoimun, kehilangan darah saat menstruasi, dan obat-obatan yang
dapat menimbulkan perdarahan
 Pemeriksaan PTH, kadar B12 dan asam folat
PENGKAJIAN STATUS BESI
Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan diatas kita dapat membedakan anemia
defisiensi besi menjadi:
1. Anemia dengan status besi cukup: bila didapatkan kadar Hb ≤10 g/dL,
hematokrit ≤30%,
saturasi transferin >20% dan kadar feritin serum >100 ng/L.
2. Anemia defisiensi besi absolute: bila didapatkan saturasi transferin
<20% dan kadar feritin serum <100 ng/L.
3. Anemia defisiensi besi fungsional: bila didapatkan saturasi transferin
<20% dan kadar feritin serum ≥100 ng/L.
4.1 PENATALAKSANAAN
A) Konservatif 
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam
amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan
300- 600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan
lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
B) Simptomatik
1. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine dan
dialisis.  Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak
perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2. Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-stimulating agents
(ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan anemia secara signifikan
c) Terapi Pengganti
1. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal
ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding
dialysis kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal.
Transplantasi ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat
berasal dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang
baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan
dalam menjalankan fungsinya.
2. Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen
cair menuju kompartemen cair lainnya.

Hemodialisis
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan
mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun
ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah
dan dialisis yang berarti memindahkan.
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:


• Anamnesis

Berdasarkan keterangan pasien didapatkan kriteria yang mengarah kepada diagnosis


Anemia on CKD Grade IV yaitu: Pasien datang dengan keluhan lemas (+) sejak 3 hari
SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan mudah merasa lelah saat beraktivitas, pasien
tampak pucat (+) nafsu makan menjadi berkurang, sakit kepala (+) sesak nafas (+) sesekali
dirasakan oleh pasien. Tangan dan kaki pasien teraba dingin dan bengkak (+) mual (+)
muntah (-) demam, batuk, pilek, mencret disangkal. Pasien mengatakan belakangan ini
sering buang air kecil pada malam hari dan urin pasien sedikit berbusa serta berwarna
kemerahan.
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:
• Anamnesis

Berdasarkan keterangan pasien didapatkan kriteria yang mengarah kepada diagnosis


Anemia on CKD Grade IV yaitu: Pasien datang dengan keluhan lemas (+) sejak 3 hari
SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan mudah merasa lelah saat beraktivitas, pasien
tampak pucat (+) nafsu makan menjadi berkurang, sakit kepala (+) sesak nafas (+) sesekali
dirasakan oleh pasien. Tangan dan kaki pasien teraba dingin dan bengkak (+) mual (+)
muntah (-) demam, batuk, pilek, mencret disangkal. Pasien mengatakan belakangan ini
sering buang air kecil pada malam hari dan urin pasien sedikit berbusa serta berwarna
kemerahan.
Terapi farmakologis yang diberikan pada pasien:
IVFD NaCl Asnet 24 jam
Inj. Asam traneksamat 3x500 mg
Inj. Furosemid 1x1 amp
Inj. Vit K 3x1
Inj. Ca Glukonas drip 1 amp
Asam folat 3x1
Bicnat 3x1
Prorenal 3x1
Sucralfat 3
Lansoprazole 2x30 mg

Prognosis pada pasien ini :

• Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam


• Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

• Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., (Eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing 2009:1109-1115.
2. Cavill I. Iron and erythropoietn in renal disease. Nephrol Dial Transplant,2002,17,Suppl 5:
19-23.
3. KDIGO. Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease.
2012 (diunduh Februari 2016). Tersedia dari: http://www.kdigo.org/clinical_practice _guide lines/
pdf/CKD/KDIGO_2012_CKD_GL.pdf.
4. National Kidney Foundation: K/DOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice
Recomendations 2015 Updates: Hemodialysis Adequacy, Peritoneal Dialysis Adequacy and
Vaskular Access. Am J Kidney Dis 2015; 48(Suppl 1): S1-S322.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2001.
6. PERNEFRI. 4th report of indonesian renal registry. 2011 (diunduh Februari 2016). Tersedia dari:
http://www.indonesianrenalregistry.org/data/4th%
20Annual%20Report%20Of%20IRR%202011.pdf.
7. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). Konsensus Manajemen Anemia pada pasien
Gagal Ginjal Kronik, 2001.
8. Petroff S. Evaluating traditional iron measures and exploring new options for patients on
hemodialysis. Nephrol Nursing Journal,2005,32: 65-75.
9. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EG.
10. Rayner H, Imai E. Approach to renal replacement therapy. 4th Ed In: Floege J, Johnson RJ,
Feehally J, editors. Comprehensive clinical nephrology. Missouri: Elsevier Saunders, 2010;
p.1019-30.
11. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2005. Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical
Nursing 10 th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
12. Sudoyo & Aru. (2006). Buku Ajar llmu Penvakit Dalam. Jakarta; Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI.
13. Suwira K. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,K MS, Setiati S, editors.
Buku ajar ilmu Penyakit Dalam. I ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
P. 570-3.
14. Van Wyck DB. Management of early renal anaemia: diagnostic work -up, iron therapy,
epoetin therapy. Nephrol Dial Transplant,2002,15,Suppl 3: 36-39.

Anda mungkin juga menyukai