Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

PEMELIHARAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia

Dosen: Prof. Dr. Husaini, S.KM., M.Kes

Oleh:
KELOMPOK 1

Muhammad Akbar Ramadhan NIM. 2020930310002


Desy Puspita Anggraini S NIM. 2020930320004
Lasinrang NIM. 2020930310014
Siti Ningsih NIM. 2020930320015
Cinthia Kartika Sari NIM. 2020930320019
Siti Habibah Zein NIM. 2020930320035

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BANJARBARU
2021

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...................................................................4
B. TUJUAN........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1 PEMELIHARAAN SUMBER DAYA MANUSIA........................6
A Pengertian Pemeliharaan SDM..................................................6
B. Tujuan Pemeliharaan SDM.......................................................6
C. Azas Pemeliharaan SDM..........................................................7
D. Metode Pemeliharaan SDM......................................................7
2.2. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)..........................10
2.2.1 Pengertian PHK...................................................................10
2.2.2 Jenis-jenis PHK...................................................................12
2.2.3 Mekanisme PHK.................................................................15
2.2.4 Penyelesaian PHK...............................................................16
2.2.5 Kompensasi PHK................................................................17
BAB III PENUTUP..............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan retensi karyawan merupakan salah satu kebijakan yang sangat penting bagi
sebuah institusi, sebuah upaya agar semua karyawan yang tak bisa melanjutkan
pengabdiannya oleh sebab apapun, tetap bisa menjadi investasi institusi dan tetap
mempunyai peran serta mau berperan untuk kemajuan institusi/perusahaan.
Dilain sisi, kebijakan retensi ini, menghindarkan institusi dari pengkhianatan
karyawan, lebih khusus lagi untuk menghindarkan agar para karyawan yang telah berhenti
bekerja karena berbagai alasan, tidak menjadi sumber informasi yang bisa menjatuhkan
citra serta kinerja institusi.
Kebijakan retensi ini memerlukan pemeliharaan SDM dan pengelolaan cara
Pemutusan Hubungan Kerja yang baik, tersepakati serta saling menguntungkan. Dalam hal
ini diperlukan pelaksanaan prinsip kemitraan yang meliputi kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan.
Pemeliharaan SDM pada prinsipnya adalah penciptaan hubungan kemitraan dengan
kepedulian, keadilan dan komitmen dalam berbagi informasi maupun penghasilan. Semua
disepakati sejak awal dengan penggunaan komunikasi efektif dan dengan evidence yang
tersepakati. Pemberian bonus dalam bentuk pendidikan dan pelatihan serta penjejangan
kerja yang jelas dengan mengharmonisasi prestasi dengan penghargaan, pemberian
tanggung jawab dan pemberian kesempatan berkembang sangat dianjurkan.
Melakukan hubungan informal kepada semua karyawan secara genuin ( dari lubuk hati )
pembinasn yang tulus serta menempatkan semua karyawan sebagai subjek sekaligus
manusia yang perlu dihargai juga merupakan kiat prioritas. Agar semua tenaga kerja
semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal dalam menunjang tujuan
perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapat perhatian manajer. Tidak mungkin
karyawan bersemangat bekerja dan konsentrasi penuh terhadap pekerjaanya jika
kesejahteraan kesejahteraan mereka tidak diperhatikan dengan baik.
Pemeliharaan (maintenance) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh-
sungguh dari manajer. Jika pemeliharaan karyawan kurang diperhatikan, semangat kerja,
sikap, dan loyalitas karyawan akan menurun. Absensi dan turn-over meningkat, disiplin
akan menurun, sehingga pengadaan , pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian
yang telah dilakukan dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk menunjang
tercapainya tujuan perusahaan.
Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja antara pekerja
dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan kedalam suatu bentuk

3
perjanjian atau kontrak kerja. Di dalam kontrak kerja tersebut memuat apa saja yang
menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan pengusahanya seperti pendapatan upah/ gaji
dan keselamatan kerja serta pemutusan hubungan kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan
yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja / buruh yang masih aktif
bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya waktu
yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan permasalahan terhadap
kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan
sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut
sehingga masing – masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan
tersebut.
Oleh karena itu, makalah ini menjabarkan mengenai manajemen pemeliharaan sumber
daya manusia dan pemutusan hubungan kerja.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Manajemen, Manajemen Sumber Daya Manusia, dan
Pemeliharaan Tenaga Kerja
2. Mengetahui tujuan dan asas pemeliharaan tenaga kerja serta manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja dan keamanan.
3. Mengetahui definisi, Jenis-jenis dan Mekanisme pemberian Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) kepada karyawan dan cara penyelesaian perselisihan yang akan timbul
setelah Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan.
4. Mengetahui Bentuk dari pemberian Kompensasi kepada karyawan yang akan
mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

4
BAB II
PEMBAHASAN

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian,


pelaksanaan dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efesien.Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki
lingkup yang lias, salah satu pengertian dan batasan yang digunakan adalah manajemen
sumber daya manusia, merupakan kebijakan dan praktik yang dibutuhkan oleh seseorang
untuk menjalankan aspek sumber daya manusia dari posisi seorang manajer.

Gambar 1. Konsep Manajemen Sumber daya Manusia

2.1 PEMELIHARAAN SUMBER DAYA MANUSIA


A. Pengertian Pemeliharaan Karyawan
Pemeliharaan (maintenance) adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif
untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Fungsi Pemeliharaan karyawan menurut Edwin B. Flippo adalah “The maintenance
function of personnel is concerned primarily with preserving the physical, mental, and
emotional condition of employees.”(fungsi pemeliharaan karyawan adalah menyangkut
perlindungan kondisi fisik, mental, dan emosi karyawan).
Karyawan adalah asset (kekayaan) utama setiap perusahaan, yang selalu ikut aktif berperan
dan paling menentukan tercapai tidaknya tujuan perusahaan. Oleh karena itu, keamanan
dan keselamatannya perlu mendapat pemeliharaan sebaik-baiknya dari pimpinan
perusahaan.

5
B. Tujuan pemeliharaan
1. Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
2. Meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan.
3. Meningkatkan loyalitas dan menurunkan turnofer karyawan.
4. Memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan karyawan.
5. Menongkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya.
6. Memperbaiki kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan.
7. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis.
8. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

C. Asas-asas pemeliharaan
1. Asas manfaat dan efisien
Pemeliharaan yang dilakukan harus efisien dan memberikan manfaat yang optimal bagi
perusahaan dan karyawan. Pemeliharaan ini hendaknya meningkatkan prestasi kerja,
keamanan, kesehatan, dan loyalitas karyawan dalam mencapai tujuan.
2. Asas kebutuhan dan kepuasan
Pemenuhan kebutuhan dan kepuasan harus menjadi dasar program pemeliharaan
karyawan. Asas ini penting supaya tujuan pemeliharaan keamanan, kesehatan, dan sikap
karyawan, baik, sehingga mereka mau bekerja secara efektif dan efisien menunjang
tercapainya tujuan perusahaan.
3. Asas keadilan dan kelayakan
Keadilan dan kelayakan hendaknya dijadikan asas program pemeliharaan karyawan.
Karena keadilan dan kelayakan akan menciptakan ketenangan dan konsentrasi karyawan
terhadap tugas-tugasnya sehingga disiplin, kerjasama, dan semangat kerjanya meningkat.
Dengan asas ini diharapkan tujuan pemberian pemeliharaan akan tercapai.
4. Asas peraturan legal
Peraturan-peraturan legal yang bersumber dari undang-undang, keppres, dan keputusan
menteri harus dijadikan asas program pemeliharaan karyawan. Hal ini penting untuk
menghindari konflik dan interfensi serikat buruh dan pemerintah.
5. Asas kemampuan perusahaan
Kemampuan perusahaan menjadi pedoman dan asas program pemeliharaan kesejahteraan
karyawan. Jangan sampai terjadi pelaksanaan pemeliharaan karyawan yang mengakibatkan
hancurnya perusahaan.
Didalam pemeliharaan hubungan kerja, terdapat tiga unsur yaitu:
1. Kerja
Didalam hubungan kerja harus ada pekerja tertentu sesuai perjanjian.
2. Upah

6
Dalam hubungan kerja upah adalah merupakan salah satu unsur pokok yang menandai
adanya hubungan kerja pengusaha berkewajiban membayar upah dan pekerja barhak atas
upah dari pekerja yang dilakukan.
3. Perintah
Dalam hal ini pengusaha berhak memberikan perintah kepada pekerja dan pekerja
berkewajiban mentaati perintah tersebut.

D. Metode-metode pemeliharaan
D.1. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu alat pengalihan informasi dari komunikator kepada
komunikan agar antara mereka terdapat interaksi. Interaksi terjadi jika komunikasi efektif
atau dipahami. Komunikasi yang effektif adalah yang mana jika informasi disampaikan
dalam waktu singkat jelas/dipahami, diperspektifkan/ ditafsirkan, dan dilaksanakan sama
dengan maksud komunikator oleh komunikasi.
Sedangkan komunikasi yang dianggap tidak efetif adalah adanya hambatan –
hambatan yaitu : hambatan semantis, teknis, biologis, fisiologis, kecakapan.
Maka dengan adanya komunikasi yang baik dapat menyelesaikan masalah –masalah
dalam perusahaan. Dan dengan musyawarah mufakat adalah bentuk wujud nyata dari
komunikasi yang baik untuk menyelesaikan konflik– konflik yang ada dalam perusahaan.
Metode Jendela Johari
Ada empat konsep yang digagas adalah sebagai berikut:
a) Gelanggang (area), yaitu informasi yang dilakukan bersama dan diketahui secara
bersamaan (simultan) oleh orang itu sendiri dan orang- orang lain. Dalam hal ini
harus adanya keterbukaan yang baik.
b) Noda buta (blind spot)
Yaitu informasi yang diketahui oranag lain, tetapi kita tidak mengetahuinya. Dengan
adanya sensitive training atau latian kepekaan lingkungan untuk mengurangi noda hitam
melalui umpan balik yang jujur.
c) Tedeng aling – aling
Yaitu segolongan informasi yang hanya kita sendiri yang mengetahuinya dan tidak boleh
diketahui orang lain.
d) Tidak dikenal , Yaitu adanya informasi yang tidak kita ketahui dan juga tidak
diketahui orang lain.
D.2. Insentif
a) Pengerian insentif
Adalah daya perangsang yang diberikan kepada kariyawan tertentu berdasarkan prestasi
kerjanya agar terdorong meningkatkan produktifitas kerjanya.

7
b) Metode insentif
Metode insentif dengan menggunakan prinsip adil dan layak. Karena sebagai penggerak
terciptanya pemeliharaan karyawan sebagai wujud perhatian dan pengakuan prestasi
karyawan tersebut.
c) Jenis – jenis insentif
1) Insentif positif yaitu: daya perangsang yang menggunakan cara memberi hadiah material
ataupun nonmaterial kepada karyawan atas prestasinya.
2) Insentif negative yaitu: daya perangsang yang mana berupa ancaman sanksi, ataupun
ukuman kepada karyawan atas kinerjanya.
d) Bentuk – bentuk insentif
1) Nonmaterial insentif, yaitu daya perangsang yang diberikan berbentuk penghargaan/
pengukuhan berdasrkan prestasi kerjanay. Seperti piaga penghargaan sebagai motivasi
kerja.
2) Social insentif yaitu: daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan
prestasinya berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan kemapuannya. Seperi
promosi, mengikuti pelatihan, atau naik haji.
3) Material insentif adalah daya perangsangan yang diberikan kepada karyawan berdasarkan
kerjanya, bentuk uang dan barang. Material insentif ini bernilai ekonomis sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya

D.3. Kesejahteraan
a) Pengertian
Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan non material)
yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya untuk mempertahankan dan
memperbaiki kondisi fisik dan material karyawan agar produktivitas kerja meningkat.
Menurut Andrew F. Sikula, Kompensasi tidak langsung adalah balas jasa yang
diterima oleh pekerja dalam bentuk selain upah atau gaji langsung. Benefit meliputi
pregram-program perusahaan, seperti jaminan hari tua, waktu libur, tabungan. Sedangkan
service adalah berupa fisiknya atau bendanya seperti mobil dinas, fasilitas olah raga,
memperingati hari besar, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Dale Yoder, Kesejahteraan dapat dipandang sebagai uang
bantuan lebih lanjut kepada karyawan. Terutama pembayaran kepada mereka yang sakit,
uang bantuan untuk tabungan karyawan, pembagian berupa saham, asuransi, perawatan
dirumah sakit, dan pensiun.
Pelayanan adalah tindakan yang diambil untuk menolong atau membantu para
karyawan sepaerti pemberian bantuan hukum atau nasehat dibidang kepegawaian,
kesenian, olah raga dan lain sebagainya

8
Persamaan dan perbedaan antara kompensasi langsung (gaji/upah) dengan
kesejahteraan karyawan (kompensasi tidak langsung):
Persamaannya
1) Gaji/upah (kompensasi langsung) dan kesejahteraan karyawan (kompensasi tidak
langsung) adalah sama-sama merupakan pendapatan (outcomes) bagi karyawan.
2) Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan bertujuan sama yakni untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dan keterikatan karyawan.
3) Gaji/upah dan kesejahteraan adalah biaya bagi perusahaan.
4) Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan dibenarakn oleh peraturan legal, jadi bisa
dimasukkan dalam neraca fiskal perusahaan tersebut.
Perbedaannya
1) Gaji/upah adalah hak karyawan untuk menerimanya dan menjadi kewajiban perusahaan
membayarnya.
2) Gaji/upah dibayar perusahaan sedangkan kesejahteraan diberikan hanya atas
kebijaksanaan saja, jadi bukan kewajiban perusahaan atau sewaktu-waktu bisa ditiadakan.
3) Gaji/upah harus dibayar dengan finansial (uang/barang), sedangkan kesejahteraan
diberikan dengan finansial dan non finansial (fasilitas)
4) Gaji/upah waktu dan besarnya tetentu, sedangkan kesejahteraan waktu dan besarnya tidak
tertentu.
b) Tujuan Pemberian Kesejahteraan
Tujuan Pemberian Kesejahteraan antara lain sebagai berikut:
1) Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertiban karyawan kepada perusahaan.
2) Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta keluarganya.
3) Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan.
4) Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan.
5) Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman.
6) Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
7) Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan.
8) Mengefektifkan pengadaan karyawan.
9) Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusia
Indonesia.
10) Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan.
11) Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarga.
Asas kesejahteraan adalah keadilan dan kelayakan serta tidak melanggar peraturan
legal pemerintah.

9
D.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
KKK ini harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan, dengan
penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan
kerja bagi dirinya maupun untuk perusahaan. Apabila banyak terjadi kecelakaan ,
karyawan banyak yang menderita , absensi meningkat, produksi menurun dan biaya
pengobatan semakin besar. Ini semua akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun
perusahaan bersangkutan , karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja sebab cacat
dan perusahaan kehilangan karyawan.
Hal inilah yang mendorong pentingnya KKK ditanamkan pada diri para karyawan ,
bahkan perlu diberikan hukuman bagi karyawan yang tidak memakai alat-alat pengaman
(seperti masker, sarung tangan, tutup mulut, dan hidung) saat bekerja. KKK ini merupakan
tindakan kontrol preventif yang mendorong terwujudnya pemeliharaan karyawan yang
baik.

2.2 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)


2.2.1Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Apabila
kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak
perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki
konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan Pemutusan Hubungan kerja dapat terjadi
karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, Pemutusan Hubungan kerja mungkin membutuhkan
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga
tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua Pemutusan Hubungan kerja yang butuh
penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada
penetapan, Pemutusan Hubungan kerja tidak berujung sengketa hukum, atau karena
karyawan tidak mengetahui hak mereka.
Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertama kalinya didirikan di
tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas
pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, serta menerima permohonan dan melakukan
eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.

10
Gambar 2. Ruang lingkup Pemutusan Hubungan kerja

Selain mengadili Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Pengadilan Hubungan


Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat
adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan
Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha
dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4. Pekerja/buruh menikah,
5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya,
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama,

11
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan

2.2.2 JENIS - JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


Adapun jenis-jenis pemutusan hubungan kerja ( PHK) antara lain yaitu :
a) Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
b) Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan
kerja
c) Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
d) Pekerja melakukan kesalahan berat
e) Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
f) Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian
g) Pekerja mangkir terus menerus
h) Pekerja meninggal dunia
i) Pekerja melakukan pelanggaran
j) Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan
k) Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi

2.2.2.1 Pemutusan Hubungan kerja Pada Kondisi Normal (Sukarela)


Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan
yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai
dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba saatnya
seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya
tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan
kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang
mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai
positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan
yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk
melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika

12
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama
masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan
pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa
pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya
selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat
mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi.
Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti
dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi
syarat : (a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tidak ada ikatan
dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan
diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan.
Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi
terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di
sisi lain perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan
harus melakukan Pemutusan Hubungan kerja tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan
dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi
seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll
sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat
perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan
perusahaan, terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang
pesangon dan penghargaan masa kerja.

2.2.2.2 Pemutusan Hubungan kerja Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984).
Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside
stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di
dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia
ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak
berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada
gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada
kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi.
Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan

13
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini
berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat
memberikan beberapa pengertian, yaitu :
1. Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya
kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan
pekerjaannya.
2. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-
kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan
tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
3. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti : penggunaan
robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup
dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini
berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-
masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak
mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun
menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-
benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan
tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
2. Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan
ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga
pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi
karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah
melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang
memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah
kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual
kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini
masih tersembunyi.
3. Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling
tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini

14
dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku
kerja yang memuaskan.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab yang berasal dari
kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang
berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang
diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam
kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil
keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
KERUGIAN AKIBAT PHK
1. Bagi Pegawai/Karyawan, kehilangan sumber pengasilan, adanya beban psikologis,
menjadi catatan buruk, tidak mudah utk memulai pekerjaan baru.
2. Bagi Perusahaan/Organisasi, terganggunya proses produksi/pekerjaan, perlu biaya
utk menerima pegawai baru, kehilangan pegawai yang berpengalaman, kesulitan
mencari pegawai yang berkompeten pada bidang yang ada

2.2.3 MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN


HUBUNGAN KERJA

2.2.3.1 Mekanisme Pemutusan Hubungan kerja


1. Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk
menghindari Pemutusan Hubungan kerja. Apabila tidak ada kesepakatan antara
pengusaha karyawan/serikatnya, Pemutusan Hubungan kerja hanya dapat dilakukan
oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (LPPHI).
2. Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, Pemutusan
Hubungan kerja harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian
Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya.
b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali.

15
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
undangan.
d. Karyawan meninggal dunia.
e. Karyawan ditahan.
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan Pemutusan Hubungan kerja.
g. Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus
tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha
dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.

2.2.3.2 Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja


Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja termasuk kategori perselisihan
hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan
Pemutusan Hubungan kerja antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan
Pemutusan Hubungan kerja, dan besaran kompensasi atas Pemutusan Hubungan
kerja

2.2.4 PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


2.2.4.1 Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan
atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam
penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah
diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak
membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini
didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan.
Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah
satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus
menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

16
2.2.4.2 Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para
pihak:
1. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian
menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta
perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan,
mediator akan mengeluarkan anjuran.
2. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti
mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar
keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa
anjuran.
3. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat,
putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak
putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
2.2.4.3 Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja dapat
langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus

2.2.5 KOMPENSASI BAGI YANG DI PHK


Bila seorang pekerja di PHK ada 4 komponen yang dipakai sebagai kompensasi
PHK yaitu :
1. Uang Pesangon, yaitu pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai
akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), adalah pemberian uang dari pengusaha
kepada pekerja sebagai penghargaanberdasarkan masa kerja akibat adanya PHK.
3. Uang Ganti Kerugian, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada
pekerja/buruh sebagai ganti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan
pulang tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, dan fasilitas
perumahan.

17
4. Uang Pisah, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh atas
pengunduran diri secara baik-baik dan mengikuti prosedur sesuai ketentuan yaitu
ditujukan secara tertulis 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri yang besar nilainya
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
Perhitungan uang pesangon diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:
1. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
2. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2(dua) tahun, 2 (bulan) upah;
3. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
4. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
5. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
6. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan
upah;
7. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan
upah;
8. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
9. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 9
(sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut:
1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 (dua) bulan upah;
2. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 (tiga) bulan upah;
3. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 (empat) bulan upah;
4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 (lima) bulan upah;
5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
6. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh
empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
8. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 27 (dua puluh
tujuh) tahun, 9 (sembilan) bulan upah;

18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemeliharaan (maintenance) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh-
sungguh dari manajer.Jika pemeliharaan karyawan kurangdiperhatikan, semangat kerja,
sikap, loyalitas karyawan akan menurun. Absensinya dan turn-over meningkat, disiplin
akan menurun, sehingga pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian
karyawan yang telah dilakukan dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk
menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Supaya karyawan semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal dalam
menunjang tujuan perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapat perhatian
manajer.Tidak mungkin karyawan bersemangat bekerja dan konsentrasi penuh terhadap
pekerjaanya jika kesejahteraan mereka tidak diperhatikan dengan baik.
Pemeliharaan (maintenance) adalah usaha mempertahankan dana atau
meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan
bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
pengusaha/departemen.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi
perusahaan. Dan jika pandangan mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna
PHK merupakan proses yang akan dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau
kematian

19
DAFTAR PUSTAKA

Erika Nopica Lestari, Dwi Putra Jaya, Sandi Aprianto. 2020. Pemutusan Hubungan Kerja
Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan (Studi
Kasus Di Kantor Polisi Pamong Praja Dan Pemadam Kebakaran ). Jurnal Batara
Darma Low Studies Vol.01 No.01; hal 161-189.
Hanifa, Suci. 2013. Manajemen sumber daya manusia. Pemutusan hubungan kerja
Hasibuan,Hasibuan S.P.2000. Manajemen Sumber Daya Alam, PT.Bumi Aksara,
Jakarta:2000 (edisi revisi cetakan pertama).
Husni, Lalu. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi Mengoptimalkan Diri, Balai
Pustaka, Jakarta.
Khakim, Abdul. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti
Manulang, S. H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Nawawi, Hadari (2005). Manajemen Sumber Dava Manusia: Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Notoatmojo .1997. pengembangan sumberdaya manusia. PT. kineka cipta, Jakarta.
P. Siagian, Prof. Dr. Sondang. (2007). MPA: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Raharjo, Joko. 2013. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Platinum
Rivai,Veithzal. Manajemen sumber daya manusia ,PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2006
S. P. Hasibuan, Drs. H. Malayu, (2006), Manajemen SDM, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Siti Normi. 2018. Filsafat Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Masalah
Pengangguran Jurnal Ilmiah Maksitek ISSN: 2548-429XVol. 3, No. 1, Maret 2018;
ahl. 79-85.
Sirnamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia: Yogyakarta: STIE YKPN
Teguh, Ambar. dkk. (2003). Manajemen SDM, Konsep dan Pengembangan Dalam
Konteks Organisasi Publik. Yogjakarta: Graha Ilmu Yogjakarta
Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGrawHill International
Book Company.
Zurnali, cut. 2011. PHK dan Penerapan Hak-Hak Pekerja/Buruh.

20

Anda mungkin juga menyukai