Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Perubahan berat badan bayi BBLR dengan thermoregulasi efektif di

ruang perinatal RSUD Dr. H Soewondo Kendal

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan perubahan berat badan

pada BBLR dengan thermoregulasi efektif mengalami penurunan pada

hari pertama sampai hari ke ketiga yaitu dari 1790 gram menurun

menjadi 1740 gram pada hari ke 1, 1715 gram pada hari ke 2 dan 1710

gram pada hari ke 3, dan kembali meningkat pada hari keempat yaitu

1725 gram dan hari kelima menjadi 1740 gram. Hal ini menunjukkan

bahwa terjadi penurunan berat badan pada hari pertama lahir sampai pada

hari ke 5 dengan semua bayi mengalami BBLR karena menurut Kosim

(2010) BBLR yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500

gram, sedangkan menurut Pantiawati (2010) BBLR adalah bayi dengan

berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang

berat badan lahir kurang atau sama dengan 2500 gram disebut prematur.

2. Perubahan berat badan bayi BBLR dengan thermoregulasi tidak

efektif di ruang perinatal RSUD Dr. H Soewondo Kendal

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan perubahan berat badan

pada BBLR dengan thermoregulasi tidak efektif mengalami penurunan

pada hari pertama sampai hari ke ketiga yaitu dari 1700 gram menurun

45
46

menjadi 1670 gram pada hari ke 1, 1640 gram pada hari ke 2 dan 1600

gram pada hari ke 3, dan kembali meningkat pada hari keempat yaitu

1650 gram dan hari kelima menurun kembali menjadi 1520 gram. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan pada hari pertama

lahir sampai pada hari ke 5, sehingga bayi mengalami kehilangan berat

badan, sesuai dengan teori dari Proverawati dan Ismawati (2010) bahwa

bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10%

untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan

berat lahir <1500 gram).

B. Analisis Bivariat

1. Perbedaan perubahan berat badan bayi BBLR dengan

thermoregulasi efektif di ruang perinatal RSUD Dr. H Soewondo

Kendal

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil hitung

menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan nilai Z score -2,628 dan p

value 0,009 < 0,05 yang artinya Ha diterima Ho ditolak, sehingga ada

perbedaan perubahan berat badan bayi BBLR dengan thermoregulasi

efektif di ruang perinatal RSUD Dr. H Soewondo Kendal.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Raulina Suradi,

Piprim B Yanuarso (2000) dengan judul “Metode kanguru sebagai

pengganti inkubator untuk bayi berat lahir rendah” menunjukan bahwa

metode kanguru efektif sebagai pengganti inkubator dalam menjaga suhu


47

tubuh bayi, dan dengan terjaganya suhu tubuh dapat meningkatkan

pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik, karena menurut

Proverawati dan Ismawati (2010) bayi prematur akan cepat mengalami

kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan

panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan

permukaan tubuh yang relatif luas. Oleh karena itu bayi prematur harus

dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam

rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematur dapat dibungkus

dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau

menggunakan metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti

bayi kanguru dalam kantung ibunya

2. Perbedaan perubahan berat badan bayi BBLR dengan

thermoregulasi tidak efektif di ruang perinatal RSUD Dr. H

Soewondo Kendal

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil hitung

menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan nilai Z score -2,375 dan p

value 0,018 < 0,05 yang artinya Ha diterima Ho ditolak, sehingga ada

perbedaan perubahan berat badan bayi BBLR dengan thermoregulasi

tidak efektif di ruang perinatal RSUD Dr. H Soewondo Kendal.

Perubahan suhu yang tidak efektif dapat mempengaruhi perubahan

berat badan BBLR karena menurut Nanda (2012) perubahan pada suhu

tubuh dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi

panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau


48

prilaku. Thermoregulasi tidak efektif adalah fluktuasi suhu tubuh antara

hipotemi dan hipertermi.

Bayi baru lahir menurut Sulistyawati, dkk (2010) belum dapat

mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan cenderung mengalami stress

fisik akibat adanya perubahan suhu di luar uterus. Fluktuasi (naik

turunya) suhu di dalam uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6ºC

karena cairan ketuban dalam uterus suhunya relatif tetap. Suhu di dalam

uterus sekitar 36ºC-37ºC sedangkan suhu ruangan sekitar 24ºC-32ºC

maka bayi segera setelah lahir akan menyesuaikan diri terhadap

lingkungan di luar uterus yang sangat berbeda dengan kondisi dalam

uterus.

Semakin kecil tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan

lemaknya. Semakin kecil tubuh neonatus juga semakin tinggi rasio

permukaan tubuh dengan massanya. Suhu permukaan kulit meningkat

atau turun sejalan dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan suhu

inti tubuh diatur oleh hipotalamus. Namun pada pediatrik, pengaturan

tersebut masih belum matang dan belum efisien. Oleh sebab itu pada

pediatrik ada lapisan yang penting yang dapat membantu untuk

mempertahankan suhu tubuhnya serta mencegah kehilangan panas tubuh

yaitu rambut, kulit dan lapisan lemak bawah kulit. Ketiga lapisan tersebut

dapat berfungsi dengan baik dan efisien atau tidak bergantung pada

ketebalannya. Sayangnya sebagian besar pediatrik tidak mempunyai

lapisan yang tebal pada ketiga unsur tersebut. Transfer panas melalui
49

lapisan pelindung tersebut dengan lingkungan berlangsung dalam dua

tahap. Tahap pertama panas inti tubuh disalurkan menuju kulit. Tahap

kedua panas tubuh hilang melalui radiasi, konduksi, konveksi atau

evaporasi

3. Pengaruh thermoregulasi terhadap perubahan berat badan pada

pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatal

RSUD Dr.H. Soewondo Kendal

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji Mann Whitney

menunjukkan nilai Z score -2,066 dan p value 0,039 < 0,05 yang artinya

Ha diterima Ho ditolak, sehingga ada pengaruh thermoregulasi terhadap

perubahan berat badan pada pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di Ruang Perinatal RSUD Dr.H. Soewondo Kendal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Andriati dan Novy dengan judul “hubungan lama Rawat Dalam incubator

dengan Rata-Rata Kenaikan Berat Badan Bayi Dalam incubator Pada

Persalinan Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di RSAB

Harapan Kita Jakarta Tahun 2014”. Hasil studi menunjukkan ada

hubungan yang bermakna antara lama rawat dalam inkubator dengan

rata-rata kenaikan berat badan bayi setelah dikontrol variabel kovariat

apgar score satu menit pertama dan umur saat masuk inkubator (RR

2,189; 95% CI 1,09 – 4,397). Kesimpulan dari hasil studi ini memberikan

informasi bahwa inkubator memiliki peranan penting dalam menjaga


50

kehangatan tubuh bayi dengan BBLR sehingga proses termoregulasi bayi

berjalan dengan baik.

Tujuan dari thermoregulasi pada BBLR menurut Sudarti dan

Fauziah (2013) yaitu untuk mempertahankan suhu tubuh dalam batas

normal (36,5-37,5°C). Masalah thermoregulasi pada bayi BBLR dapat

mengakibatkan terjadinya hipothermi mau pun hiperthermi. Suhu

lingkungan netral (Neutral Thermal Environment ) yaitu rentang suhu

lingkungan di sekitar bayi dimana bayi dapat mempertahankan suhu

tubuh dengan konsumsi oksigen yang minimal.

Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara

memadai, dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak

segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermia)

berisiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan

basah dan tidak diselimuti, mungkin akan mengalami hipotermia,

meskipun berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau

berat badan rendah sangat rentan terhadap terjadinya hipotermia

(Sarwono, 2009).

Bayi prematuritas/BBLR dengan cepat akan kehilangan panas

badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan

belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan

berat badan relative luas oleh karena itu bayi prematur harus dirawat di

dalam inkubator sehingga panas badanya mendekati dalam rahim

(Proverawati dan Ismawati, 2010).


51

Bayi prematur umumnya relatif kurang mampu untuk bertahan

hidup karena struktur anatomi atau fisiologi yang imatur dan fungsi

biokimianya belum bekerja seperti bayi yang belih tua. Bayi prematur

dan imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal,

karena pusat pengatur suhu pada otak yang belum matur, kurangnya

cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori, sehingga

termoregulasi yang tidak efektif dapat menurunkan berat badan bayi

(Surasmi, 2010).

Intake makanan yang adekuat merupakan suatu hal yang penting

untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu bayi menurun, lebih

banyak energi yang digunakan untuk memproduksi panas daripada untuk

pertumbuhan dan terjadi peningkatan penggunaan O2, Bayi yang

kedinginan akan terlihat kurang aktif dan akan mempertahankan panas

tubuhnya dengan posisi fleksi dan meningkatkan pernafasannya secara

menangis, sehingga terjadi peningkatan penggunaan kalori yang

mengakibatkan hipoglikemi yang timbul dari efek hipotermi, begitu juga

hipoksia dan hiperbilirubinemia (Sarwono, 2009).

Semakin kecil tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan

lemaknya. Semakin kecil tubuh neonatus juga semakin tinggi rasio

permukaan tubuh dengan massanya.Suhu permukaan kulit meningkat

atau turun sejalan dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan suhu

inti tubuh diatur oleh hipotalamus. Namun pada pediatrik, pengaturan

tersebut masih belum matang dan belum efisien (Sarwono, 2009).


52

Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa

mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang

kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan

suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat

terdapat di seluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh

sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi harus

menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah

lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh

bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu

singkat dengan adanya stress dingin (Guyton, 2007).

Hasil penelitian yang menunjukkan hasil p value 0,039

menunjukkan bahwa terdapat 39% bayi mengalami perubahan berat

badan pada BBLR disebabkan karena faktor lain, yang menurut

Proverawati dan Ismawati (2010) yaitu pengaturan dan pengawasan

intake nutrisi. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini

adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian, dan jadwal pemberian

yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI merupakan pilihan

pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan makanan yang

paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk

diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak

cukup menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat

diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan

memasang sonde ke lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar


53

200 cc/kg/hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada

bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI

atau susu formula khusus bayi BBLR.

Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului

dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah,

sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi

frekuensi yang lebih sering (Maryanti, Sujianti dan Budiarti, 2011).

Faktor lain yang juga mempengaruhi perubahan berat badan

BBLR menurut Proverawati dan Ismawati (2010) adalah pemberian

oksigen. Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi

preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi

O2 yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan head box,

konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan

kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.

Oleh sebab itu pada pediatrik ada lapisan yang penting yang dapat

membantu untuk mempertahankan suhu tubuhnya serta mencegah

kehilangan panas tubuh yaitu rambut, kulit dan lapisan lemak bawah

kulit. Ketiga lapisan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan efisien

atau tidak bergantung pada ketebalannya. Sayangnya sebagian besar

pediatrik tidak mempunyai lapisan yang tebal pada ketiga unsur tersebut.

Transfer panas melalui lapisan pelindung tersebut dengan lingkungan

berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama panas inti tubuh disalurkan
54

menuju kulit. Tahap kedua panas tubuh hilang melalui radiasi, konduksi,

konveksi atau evaporasi (Sarwono, 2009).

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian adalah peneliti hanya mengambil data

sekunder dan informasi yang ada dalam catatan rekam medis sangat terbatas

sehingga tidak semua hal yang berkaitan dengan perubahan berat badan pada

pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat digali secara mendalam

Anda mungkin juga menyukai