Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

TBC PADA Tn.A

DISUSUN

OLEH :

ANITA DANGGA MESA (2018610077)

Program Studi Sarjana Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Tribhuwana Tungga Dewi

Malang

2021
Dafar isi

Bab1pendahuluan………………………………………………………………………..ii
1.1 latar belakang…………………………………………………………………………iii
1.2 tujuan…………………………………………………………………………………...
Bab2 tinjauan teori……………………………………………………………………….…
2.1 konsep dasar masalah utama
2.1.1 Pengertian……………………………………………………………………..
2.1.2 Etiologi………………………………………………………………………..
2.1.3 Tanda dan gejala……………………………………………………………...
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 klasifikasi
2.1.6 Pencegahan dan Penatalaksanaan……………………………………..........
2.1.7 Komplikasi
2.2 konsep dasar lansia..…………………………………………………………………...
2.2.1 pengertia Lansia……………………………………………….……..………
2.2.2 Batasan dan ciri lansia………………………………………………………..
2.2.3 perkembangan Lansia …………………..………………….....................…
2.2.4 Perubahan yang terjadi pada lansia……………………………..…………….
2.2.5 prinsip etika pada pelayanan lansia…………………………...………..…….
2.3.konsep asuhan keperawatan Lansia……………………………………………..………
2.3.1 Pengkajian…………………………………………………………………………..…
2.3.2 Diagnosa………………………………………………………………………….……
2.3.3 Perencanaan……………………………………………………………………….…..
2.3.4 Implementasidan evaluasi……………………………………………………………..
2.4.5 Penutup……………………………………………………………………………......
2.4.1 kesimpulan dan saran……………………………………….…………………….…..
Daftar pustaka…………………………………………………………………….…………
BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan dalam masyarakat kita. (Naga, 2012). Penyakit tuberkulosis adalah penyakit
yang sangat epidemik karena kuman mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara
di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). (Wahid & Suprapto, 2013).
Gejala dini dan sering dikeluhkan ialah batuk yang terus-menerus dengan disertai penumpukan
sekret disaluran pernafasan bawah. Batuk yang dilakukan pada penderita Tuberculosis paru
merupakan batuk yang inefisien dan membahayakan (Kristiani, 2016). Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, batuk diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Batuk dimulai dari batuk kering/non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi
batuk produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari tiga minggu (Abd. Wahid, 2013).
Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada jalan napas, untuk
mengeluarkan sekret caranya dengan batuk, saat penderita tidak mampu untuk melakukan batuk
yang benar maka menimbulkan masalah (Yuliati Alie, Rodiyah, 2013). Hal ini berisiko muncul
masalah keperwatan pada penderita tuberkulosis paru ketidakefetifan bersihan jalan napas yang
merupkan ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas (Herdman & Kamitsuru, 2015). Apabila tidak segara
ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi yaitu hemomtisis berat, kolaps, bronkiektasis,
dan pneumotorak, serta juga menyebabkan penyebaran infeksi ke organ lain. (Wahid &
Suprapto, 2013). Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang kronik,
maka akan berakhir dengan kematian. Penyakit tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Nugraha, et al., 2016), bakteri ini memiliki sifat yang tahan terhadap asam sehingga
warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alcohol (Abd. Wahid, 2013). Mycobacterium
tuberculosis ditularkan oleh droplet nuclei, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan
ketika orang terinfeksi batuk, bersin, bicara, atau bernyanyi (Priscillia LeMone, 2012). Droplet
nuklei yang sedikit memiliki satu hingga tiga basil yang menghindari sistem pertahanan jalan
napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus pernapasan, biasanya pada lobus
atas. Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny. S dan Ny. M dengan Masalah
Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan jalan Napas di Ruang Melati Rumah Sakit dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2019”
2.RumusanMasalah
Bagaimanakah Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny. S dan Ny. M
dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan jalan Napas di Ruang Melati Rumah
Sakit dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019?

3.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny.
S dan Ny. M dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan jalan Napas di Ruang
Melati Ru mah Sakit dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019.

4.Manfaat

Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan untuk penulis, institusi tempat penelitian, keluarga
dan pasien, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

BAB ll

TINJAUAN TEORI

A.Definisi penyakit Tuberculosis Paru

Pengertian Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar
matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Muttaqin, 2012). Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai paruparu
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet nucleus,
droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara
atau bernyanyi.Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
dapat menyerang semua bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru
(Abd. Wahid, 2013). Proses terjadi infeksi oleh Mycobacterium. tuberculosis biasanya secara
inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ
lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet.
Nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA)
B.Penyebab penyakit ketidak patuhan terhadap pengobatan pada pasien Tuberculosis Menurut
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab ketidakpatuhan yaitu

a. Disabilitas (misalnya penurunan daya ingat, deficit sensorik/motoric)


b. Efek samping program perawatan/pengobatan
c. Beban pembiayaan program perawatan/pengobatan
d. Lingkungan tidak terapeutik
e. Program terapi kompleks dan/atau lama
f. Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (misalnya gangguan mobilisasi,
asalah transportasi, ketiadaan orang merawat anak di rumah, cuaca tidak
menentu
g. Program terapi tidak ditanggung asuransi
h. Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akibat deficit kognitif, kecemasan,
gangguan penglihatan/pendengaran, kelelahan, kurang motivasi)
 Ketidakpatuhan Program Pengobatan pada pasien Tuberkulosis
Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
tuberculosis (Mycobacterium Tuberkulosis) yang menyerang paru-paru
atau organ lain. Kuman ini menyebar di udara melalui percikan droplet
dari batuk dan bersinbersin. Penderita yang sudah dinyatakan positif
menderita tuberculosis dengan pemeriksaan BTA (+) maka akan
dilanjutkan dengan pengobatan lengkap dalam jangka waktu yang cukup
lama. Sering kali penderita merasakan bosan dalam menjalankan
program pengobatan tersebut. Selain itu penderita yang dengan keluhan
atau gejala penyakit setelah menjalani pengobatan 1-2 bukan atau lebih,
keluhannya akan segera berkurang atau hilang sehingga pasien akan
merasa sudah sembuh dan malas untuk melanjutkan pengobatan
kembali. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa penderita tersebut
tidak patuh terhadap program pengobatan yang sudah direncanakan oleh
tenaga kesehatan. Akibat dari hal tersebut yaitu terjadi kegagalan dalam
pengobatan atau drop out, resistensi obat, mengikuti
 Factor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan terhadap pengobatan
pada pasien Tuberculosis Factor-faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan dalam pengobatan digolongkan menjadi 4 bagian
menurut (Niven, 2012) antara lain :
1. Pemahaman tentang instruksi Seseorang bisa berperilaku tidak patuh
terhadap istruksi jika terjadi salah paham terhadap instruksi yang
diberikan. Ditemukan sekitar 60% responden yang diwawancara
setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang
diberikan padanya. Hal ini diakibatkan oleh kegagalan professional
kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan
istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus
diingat penderita.
2. Kualitas interaksi Kualitas interaksi antara professional kesehatan
dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan
derajat kepatuhan.
3. Isolasi social dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang
sangat berpengaruh dalam menentukan nilai keyakinan dan nilai
kesehatan individu serta dapat juga menentukan keyakinan dan nilai
kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima
4. Keyakinan, sikap, dan kepribadian Becker dalam (Niven, 2012)
telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan
berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. mereka
menggunakan model ini dalam sebuah penelitian untuk
memperkirakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan pasien
hemodialisa kronis, 50 orang gagal ginjal kronis tahap akhir yang
harus mematuhi pengobatan yang kompleks, meliputi diet,
pembatasan cairan, pengobatan dan analisa. Mereka diwawancarai
tentang keyakinan kesehatan mereka menggunakan suatu model dan
menemukan bahwa pengukuran dari tiap-tiap model tersebut sangat
berguna sebagai peramal dari kepatuhan terhadap pengobatan.

C.Tanda dan gejala penyakit

ketidak patuhan terhadap pengobatan pada Tuberculosis Berikut merupakan gejala dan tanda
mayor pada ketidakpatuhan terhadap pengobatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) :

Subjektif : Klien menolak menjalani perawatan/pengobatan

Klien menolak mengikuti anjuran


Objektif :
1) Perilaku tidak mengikuti program perawatan/pengobatan
2) Perilaku tidak menjalankan anjuran
a. Gejala dan tanda minor
b. Tampak komplikasi penyakit/masalah kesehatan menetap atau
meningkaSubjektif : (tidak tersedia) Objektif :

D.Pemeriksaan Laboratorium

Setelah pemeriksaan fisik tersebut, akan dilakukan juga tes laboratorium untuk memastikan
diagnosis. Berbagai tes laboratorium yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis TBC tulang
belakang, antara lain:
 Tes kulit Mantoux untuk memastikan apakah pengidap terinfeksi bakteri
TBC atau tidak.
 MRI dan CT scan untuk mengetahui tingkat penekanan dan perubahan
elemen tulang pada stadium awal penyakit. MRI lebih direkomendasikan
dibandingkan CT scan.
 X-ray tulang belakang dan dada (CXR). Tes ini bertujuan untuk mendeteksi
kerusakan atau penyempitan ruang antar sendi tulang belakang. Prosedur ini
juga bisa mendeteksi apabila tuberkulosis pada saluran pernapasan sudah
menyebar ke tulang belakang.
 Biopsi pada tulang atau jaringan sinovial untuk mendeteksi jenis bakteri
penyebab TBC tulang belakang.

E.Patofisiologi penyakit Tuberkulosis Paru Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara
secara langsung dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang
tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama.
Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis.
Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara
sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta kualitas
ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan
sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat,
maka droplet akan masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan.
Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan
masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet
kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer
berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan
reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama
terangsang adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage,
sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena
fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan
macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.

F.Pengobatan penyakit Tuberkulosis Paru 7. Pengobatan Tuberkulosis Paru

a. Farmakologi

1.Tujuan Pengobatan Tuberkulosis 18 Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru


selain untuk menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket yaitu dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu paket obat untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Kombinasi Dosis
Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu (Departemen
Kesehatan, 2011).

 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin


efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
 Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

2. Obat-obat anti Tuberkulois a) Obat-obat primer Obat-obatan ini paling efektif


dan paling rendah toksh toksitasnya, tetapi dapat menimbulkan resistensi dengan
cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu
dilakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis
yang sensitif. Berikut obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer
adalah (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

G.Diagnose Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan dimana merupakan
penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau komunitas baik yang bersifat actual,
resiko, atau masih merupakan gejala. Diagnosekeperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Penilaian ini
berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa yang
ditegakkan dalam masalah ini ialah ketidakpatuhan pengobatan (Debora, 2017). Berikut diagnosa
yang terkait dengan penyakit tuberculosis adalah :

 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme


 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru
 Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
 Deficit pengetahuan keluarga tentang kondisi,
pengobatan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan
 Deficit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor psikologis
 Risiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun,
secret yang menetap
 Keidakpatuhan Program Pengobatan berhubungan dengan program terapi kompleks dan
atau lama

F.Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Intervensi keperawatan
adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan
yang aman, efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Ada empat elemen

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid, I. S. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: TIM. Afiyanti,
Y& Imami.2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers. Alie,
Y., & Rodiyah. (2013). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis
Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum
Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang , 15-21. Amin, & Bahar, A.
(2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Bachtiar, A. (2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. Jurnal Keperawatan Terapan , 12. Dermawan, D. (2013). Proses Keperawatan Penerapan
Konsep dan Kerangka Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing. DiGiulio, M.; D.Jackson;dan J. Keogh, 2014.
Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Anda mungkin juga menyukai