Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tuberculosis

1. Pengertian

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang di sebabkan

oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberculosis

menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes,

2008).Tuberculosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycrobacterium

Tuberculosis yang dapat menyerang pada bagian orhan tubuh mulai dari paru

dan organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendia, selaput otak, usus serta

ginjal yang sering di sebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Tuberculosis dapat menular bila penyakit TB adakah pasien TB BTA (Basil

Tahan Asam) positif. Apabila seorang telah terinfeksi kuman TB namun belum

menjadi sakit maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Kuman

ditularkan oleh penderita TB BTA positif melalui batuk, bersin, atau saat

berbicara lewat percikan droplet yang keluar (WHO, 2011). Kelompok bakteri

mycrobacterium selain mycribacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan

gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycrobacterium Other

Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis

dan TBC .

2. Etiologi
Mycrobacterium Tuberculosis merupakan penyebab dari tuberculosis yang

dapat menyerang berbagai organ dan dapat ditularkan dari individu satu ke

individu lainnya melalui batuk maupun bersin (Dipiro et al, 2015). Bakteri ini

mengandung asam mikolat yang tinggi, asam lemak cross-linked rantai

panjang dan lipid sehingga membuat bakteri Mycrobacterium Tuberculosis


tahan terhadap asam (BTA). Pada dinding sel bakteri terdapat kandungan

arabinogalaktan dan petidoglidan sehingga dinding sel akan menghasilkan

struktur yang memiliki permeabilitas yang rendah dan akan mengurangi

keefktifitasan sebagian besar antibiotic (Harison et al, 2015). Mycrobacterium

Tuberculosis bersifat dormant, sehingga bakteri ini dapat tertidur selama

bertahun-tahun sehingga kemudian menjadi aktif kembali. Mycrobacterium

Tuberculosis bersifat aerob yang menunjukan bakteri ini tinggal pada jaringan

dengan kandungan oksigen tinggi seperti pada bagian paru-paru (Sudoyo et al,

2009).

Mycrobacterium Tuberkuculosis hidup secara intraseluler fakultatif yang

artinya tidak hanya hidup di dalam sel, sebab setelah individu terpapar bakteri

ini maka bakteri akan masuk kedalam paru-paru dan terjadi infiltrasi local

neutrpohil dan makrofag, namun bakteri ini tidak hancur oleh karena beberapa

faktor virulen yang dimilikinya dan dapat menyebar melalui sistem limfatik

maupun darah, sifat bakteri intraseluler faluaktif selama infeksi awal ini

sebagian dapat disebabkan oleh senyawa seperti sulfatida, senyawa ini dapat

menghambat proses fagositosis yang mengandung enzim bakterisidal

(Galdwin and Trattler, 2013).

3. Gejala Tuberculosis
Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama

tersebut dianggap sebagai penderita TB dan harus segera diperiksa dahaknya

di laboratorium. Gejala utama yang telah disebutkan dapat diikuti dengan

beberapa gejala tambahan lain seperti dahak yang bercampr darah, batuk

darah, serta sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise atau lemah dan lesu, berkeringat malam hari tanpa kegiatan

fisik, demam lebih dari satu bulan (Dekes RI, 2015).

4. Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasisfikasi penyakit dan tpe pasien TB memerlukan suatu definisi

kasus yang meliputi empat hal yaitu :


a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);
b. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara microskopis (BTA

positif atau BTA Negatif );


c. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat)
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati) .

Manfaat dan tujuan ditentukannya klasifikasi penyakit serta tipe penderita ini

selain untuk menentukan paduan pengobatan TB BTA positif yang sesuai juga

untuk registrasi kasus secara benar. Manfaat serta tujuan lainnya dari

penentuan klasifikasi penyakit juga tipe penderita ini adalah untuk mengurangi

efek samping pengobatan. Terdapat dua klasifikasi penyakit untuk TB

berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis yaitu :


a. TB paru BTA positif yang penegakkan diagnosisnya berdasarkan hasil :
 Setidaknya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB
 spesimen dahak SPS dan biarkan kuman TB hasilnya positif
1 atau lebih spesimen dahak pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

BTA negative menjadi positif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

b. TB paru BTA negatif yaitu yang memenuhi devinisi pada TB paru BTA

positif, dan penegakan diagnosisnya berdasarkan hasil :


 Paling tidak 3 spesimen dahal SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menggambarkan penyakit TB
 Jika tidak ada perubahan setelah pemberian antibiotika non OAT maka

akan dipertimbangkan untuk diberi pengobatan oleh dokter


.
Selan klasifikasi yang didapatkan dari hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,

klasifikasi TB paru juga bisa berdasarkan tingkat keparahan penyakit yaitu TB

paru BTA negatif, foto thoraks positif yang di bagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, berat atau ringan.

5. Tipe Penderita Tuberculosis


Beberapa tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

pasien yang belum pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
b. Kasus kambuh (relaps), yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh. Pasien yang

setelah menjalani pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA

positif (apusan atau kultur) juga dikategorikan sebagai kasus kambuh


c. Kasus setelah putus berobat (default), yaitu pasien BTA positif yang telah

berobat tetapi tidak melanjutkan selama 2 bulan atau lebih


d. Kasus setelah gagal (failure), yaitu pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau

lebih selama pengobatan


e. Kasus pindahan, (transfer in), yaitu pasien yang dipindahkan daari UPK

dengan register TB ke UTK lainnya untuk melanjutkan pengobatan


f. Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi kriteria diatas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronik yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

B. Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
dalam konteks psikologi kesehatan kepatuhan mengacu pada situasi ketika

prilaku seseorang individu sepadan dengan tindakan yang dianjurkan atau

nasehat yang diusulkan oleh seseorang praktisis kesehatan atau informasi yang

diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya seperti nasehat yang diberiakan

dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu kampanye media masa

(Ian and Marcus, 2011).

Ada beberapa definisi yang mendeskripsikan kepatuhan klien diantaranya

adalah compliance, adherence, dan persistence. Compliance adalah secara

pasif mengikuti saran dan perintah tenaga kesehatan untuk melakukan terapi

yang sedang dilakukan. Adherence adalah sejauh mana pengambilan obat yang

diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan. Tingkat kepatuhan (Persistance)

untuk pasien biasanya dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat

yang benar-benar diambil oleh klien selama periode yang ditentukan (Nurina,

2012).

2. Factor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan


a. Internal
Factor internal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB Paru adalah

karakteristik diri dan persepsi pasien TB terhadap kepatuhan pengobatan

TB. Apabila keinginan pasien untuk sembuh berkurang maka persepsi

pasien tentang pengobatan TB akan berespon negative sehingga kepatuhan

pasien TB menjadi tidak teratur dalam menyelesaikan pengobatannya

(Kozier, 2010).
b. Eksternal
Factor eksernal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB paru

adalah dukungan dan informasi dari petugas kesehatan tentang keteraturan

minum obat. Petugas kesehatan yang faham tentang perannya sebagai

educator akan memotivasi pasien untuk menyelesaikan pengobatannya.

Sementara dukungan keluarga yang minimal, penginformasian pengobatan

yang salah dapat mengubah kepatuhan pengobatan. Khirnya, pasien

menjadi drop out (putus berobat) dalam pengobatan sehingga tidak

sembuh (Gunawn et al, 2017).

3. Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuahan dilakuakn dengan mengumpulkan data yang

diperlukan untuk mengukur indicator-indikator yang telah terpilih. Indicator

tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standard

an penyimpangan yang diukur melalui tolak ukur atau ambang batas yang

digunakan sebagai standar drajat kepatuhan (Al-Assaf, 2009). Salah satu

undikator kepatuhan penderita TB adalaha datang atau tidaknya penderita

setelah mendapat anjuran kembali untuk control (Suryadi, 2013).


C. Perawat
1. Peran Perawat
a. Care provider (pemberi asuhan)
Care Provider yaitu member pelayanan berupa asuhan keperawatan,

perawat dituntut menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan

system untuk penyelesaian masalah serta pembuat keputusan keperawatan

dalam konteks pemberi asuhan keperawatan secara menyeluruh

(komperhensif) dan holistic berlandaskan aspek etik dan legal (Kemenkes,

2017).
b. Change Agent atau agen pengubah
Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan atau

inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya kesehatan

yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola piker pasien,

keluarga, maupun masyarakat untuk mengatasi masalah sehingga

hidupyang sehat dapat tercapai (Susanto, 2012).


c. Educator
Sebagai educator (pendidik), perawat berperan membantu klien dalam

meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait

dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga

klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang

diketahuinya. Sebagai eduator perawat juga dapat memberikan pendidikan

kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader

kesehatan dan lain sebagainya (Hilman, 2013).


d. Advocate (pembela)
Menurut Sulandra (2008), pada dasarnya peran perawat sebagai advokat

klien adalah member informasi dan bantuan kepada klien atas keputusan

apapun yang dibuat klien, member informasi berarti menyediakan

informasi atau penjelasan yang sesuai yang dibutuhkan klien, member

bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan non aksi

(Kusumaningrum et al, 2016).


e. Researcher
Dengan berbagai kompetensi dan kemampuan intelektualnya perawat

diharapkan juga mampu melakukan penelitian sederhana dibidang

keperawatan dengan caramenumbuhkan ide dan rasa ingin tahu serta

mencari jawaban terhadap fenomena yang terjadi pada klien dikomunitas

maupun klinis. Dengan harapan dapat menerapkan hasil kajian dalam

rangka membantu mewujudkan evidence based nursing practice (EBNP)

(Kemenkes, 2017).
f. Consultant
Menurut Kusnanto (2004), Perawat sebagai tempat konsutasi bagi pasien,

keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami


klien. Peran ini dilakukan atas permintaan klien itu sendiri (Hapsari,

2013).
g. Collaborator
Peran perawat sebagai collaborator yaitu perawat bekerja sama dengan

anggota tim kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada klien

(Susanto, 2012).
2. Peran perawat (educator)
Pendidikan kesehatan bagi pasien telah menjadi satu dari peran yang

paling penting bagi perawat yang memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien. Pasien dan anggota keluarga memiliki hak untuk mendapatkan

pendidikan kesehatan (Potter & Perry, 2010). Peran perawat sebagai

educator yaitu memberi informasi, pengajaran, pelatihan, arahan dan

bimbingan kepada pasien maupun keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan sehingga diharapkan pasien menjadi tahu dan paham (Hapsari et al,

2013).

Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan

pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga

pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan

peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik

berperan untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok,

masyarakat, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan tanggungjawabnya.

Perawat sebagai pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau

penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi yang dapat

meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009).

Perawat sebagai pendidik harus memiliki kemampuan sebagai syarat

utama antara lain :


a. wawasan ilmu pengetahuan
pengetahuan merupakan akumulasi dari pengalaman seseorang dan

diperoleh melalui pengindraan. Pengetahuan perawat tentang kebutuhan

informasi mengenai pengobatan pada penderita TB dapat mempengaruhi

peran perawat dalam memberikan pengajaran kepada klien. Pengetahuan


perawat dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat. Semaikin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semaikin besar pula keinginan

untuk memanfaatkan pengetahuan yang didapat (Ariyani, 2009).

Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam melaksanakan

pekerjaan karena dengan pengetahuan dapat membuat setiap orang

mengetahui dan memahami keadaan lingungan di sekitarnya (Rakhmat,

2012)
b. Komunikasi
Keberhasilan proses pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan perawat

dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal.

Kemampuan berkomunikasi ini merupakan aspek mendasar dalam

keperawatan. Komunikasi interpersonal anatara perawat dengan klien

karena adanya saling membutuhkan dan mengutamakan saling

pengertian yang direncanakan secara sadar yang bertujuan untuk

kesembuhan klien (Hardhiyani, 2013).


c. pemahaman psikologis
Sasaran pelayanan keperawatan adalah pasien, dalam hal ini individu,

keluarga, dan juga masyarakat. Perawat harus mampu memahami

psikologis agar dapat mempengaruhi orang lain. Perawat harus

meningkatkan sensitivitas dan kepeduliannya. Saat berbicara dengan

orang lain perawat harus melakukannya dengan hati dengan kata lain

perawat berkomunikasi dengan orang lain dengan menyentuh hati orang

lain. Setiap pemikiran dan ide perawat dapat langsung diterima oleh

pasien sehingga tujuan pendidikan kesehatan dapat tercapai (Hartono,

2016).
d. menjadi model/contoh
Seberapa bagusnya gaya komunikasi perawat dan luasnya wawasan

ilmu pengetahuan, orang lain perlu melihat bukti atas apa yang

disampaikan. Upaya untuk mengubah dan menigkatkan profesionalisme

perawat paling baik dilakukan melalui pembuktian secara langsung

melalui peran sebagai model. Perawat sebagai role model diharapkan


dapat menjadi seorang panutan dalam berprilaku hidup atau menerapkan gaya

hidup yang sehat (Muntoha, 2015).

3. Faktor yang menghambat peran educator perawat


Faktor yang menghambat kemampuan perawat untuk menjalankan

perannya sebagai pendidik/educator antara lain


a. kesiapan perawat dalam memberikan pengajaran.
Banyak perawat juga tenaga perawatan kesehatan lain yang tidak siap

untuk memberikan pengajaran. Banyak perawat mengaku tidak siap

dan tidak yakin dengan keterampilan mengajarnya. Pada sebuah

penelitian didapatkan hasil bahwa pendidikan pasien pada dasarnya

merupakan tanggung jawab perawat, tetapi hasil penelitian menemukan

bahwa aktivitas pendidikan yang dilakukan secara keseluruhan hasilnya

tidak memuaskan. Temuan pada studi riset ini menunjukkan bahwa

peran perawat sebagai pendidik perlu diperkuat (Hapsari et al, 2013).


b. Kebudayaan dan bahasa
Perbedaan dalam budaya dan bahasa yang digunakan oleh klien dalam

kehidupan sehari-hari dan kesiapan klien/keluarga klien dalam menerima

pengajaran dari perawat. Pasien terkadang tidak dapat memahami bahasa

yang disampaikan oleh perawat sehingga hal ini dapat menghambat

pembelajaran (Kozier and Erb’s, 2014).


c. kurangnya w aktu p engajaran
m e n u r u t B a s t a b l e ( 2 0 0 2 ) K urangnya w aktu u ntuk

m engajar merupakan halangan utama yang selalu ada. Pasien yang

parah hanya dirawat dalam w aktu yang singkat dimana t erjadi

p ertemuan yang singkat antara pasien dan perawat di lingkungan gawat

darurat, saat rawat j alan, a tau d i l ingkungan r awat j alan l ain.

P erawat h arus t ahu cara menggunakan pendekatan yang singkat,

efisien, dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staf dengan

memakai metode dan peralatan instruksional saat pemulangan.

Perencanaan pulang memainkan peranan yang lebih penting untuk

memastikan kesinambungan perawatan di semua lingkungan (Hapsari et

al, 2013).
d. Media yang digunakan
Suatu media dapat membantu dalam pengajaran dan penyampaian pesan

kepada pasien. Poster merupakan perpaduan dari gambar dan tulisan yang

berisis informasi, ajakan, seruan, saran, peringatan dan ide-ide lain.

Kelebihan poster adalah memiliki sifat persuasive yang tinggi karena

menampilkan suatu persoalan yang menimbulkan perasaan yang kuat

terhadap public dan terdapat illustrator yang mengembangkan dramatisasi

gambar dan kreasi yang menarik. Namun kurangnya persiapan media seperti

poster tersebut dalam melakukan kegiatan pengajaran menjadi salah satu

factor kurang tersampaikannya pesan yang dimaksud oleh perawat kepada

klien (Simamora, 2009).

D. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang di gunakan untuk

mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti, yang berkaitan dengan konteks

ilmu pengetahuan yang di gunakan untuk mengembangkan kerangka konsep

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini variabel-variabel yang akan

digunakan yaitu :
Tabel 2.1

Factor penghambat peran perawat


Peran perawat (educator) sebagai educator :

Syarat yang harus dimiliki oleh educator 1. Kesiapan perawat dalam


: pengajaran

1. Wawasan ilmu pengetahuan 2. Kebudayaan & bahasa

2. Komunikasi 3. Kurangnya waktu pengajaran

3. Pemahaman psiokologi 4. Media yang digunakan

4. Menjadi model/contoh

Peningkatan angka patuh pada


pasien TB
E. Konsep Teori

Kerangka konsep penelitian adalah uraian, kaitan atau visualisasi hubungan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan

yang lain sesuai variabel yang di teliti (Notoatmodjo, 2014). Dalam kerangka

konsep yang dilakukan variabel independen adalah Peran Perawat (Edukasi) dan

variabel dependennya Peningkatan Angka patuh pada pasien TB Paru.

Tabel 2.2

Peran Perawat (edukator) Patuh

F. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antara variabel

yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian (Dharna,

2011). Hipetesis dari penelitian ini adalah :


1. Ha : ada hubungan Peran Perawat (Edukator) Dengan Peningkatan Angka

patuh pada pasien TB Paru di Puskesmas Wates Tahun 2020


2. Ho :tidak ada hubungan Peran Perawat (Edukator) Dengan Peningkatan Angka

patuh pada pasien TB Paru di Puskesmas Wates Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai