Anda di halaman 1dari 43

BAB II

KAJIAN TEORITIK
2.1 Deskripsi Konseptual Fokus dan Sub Fokus Penelitian
2.1.1 Teori Pemungutan Pajak
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut
pajak? Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori
tersebut antara lain:1
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-
hak rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus mebayar pajak
yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing
orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2
pendekatan, yaitu:
a. Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur Subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materil yang harus dipenuhi.

1
Mardiasmo, Perpajakan Edisi 2019, (Yogyakarta: Andi, 2019), p.6-7.

16
17

4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan
rakyat dan dengan negaranya. Sebagai warga negara yang
berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari
rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke
masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.

2.1.2 Perpajakan
2.1.2.1 Definisi Pajak
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam
Mardiasmo (2019:3): “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.2
Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2019;1) menyatakan
bahwa pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian
dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, teapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan
yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi

2
Ibid, p.3.
18

tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk
memelihara kesejahteraan umum.3
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Feldman dalam
Wirawan dan Richard (2011;6), pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh terurang kepada penguasa, (menurut
norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran umum.4
Adriani dalam Bohari (2019;23) mengemukakan bahwa
pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dapat
dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan). Dengan tidak dapat prestasi
kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas pemerintah. 5
Edwin R.A. dalam Bustamar Ayza (2017:22)
memberikan definisi bahwa pajak adalah kontribusi wajib
dari orang kepada pemerintah untuk membiayai biaya yang
pengeluarannya untuk kepentingan umum, tanpa referensi
untuk diberi manfaat khusus.6
Soeparman Soemahamidjaya dalam Bohari (2019;24)
mengemukakan bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang
atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-

3
Siti Resmi, Perpajakan Teori & Kasus Edisi 11, (Jakarta: Salemba Empat, 2019), p.1.
4
Wirwan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 5, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), p.6.
5
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Depok: Rajawali Pers, 2019), p.23.
6
Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2017), p.22.
19

barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan


umum.7
Sedangkan definisi pajak menurut Undang-Undang No.
28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Undang-Undang atas No. 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8
Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa pajak
merupakan iuran wajib yang harus dibayarkan oleh
masyarakat kepada negara dan bersifat memaksa dengan
tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran negara bagi
kepentingan dan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat

2.1.2.2 Fungsi Pajak


Pada umumnya fungsi pajak sebagai alat untuk politik
perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak
mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi
masyarakat. Waluyo (2011:6) menyatakan bahwa fungsi
pajak dibagi menjadi dua, yaitu:9

7
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Depok: Rajawali Pers, 2017), p.24.
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, Pasal
9
Waluyo, Perpajakan Indonesia Buku 1 Edisi 9, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), p 6.
20

1. Fungsi Anggaran (Budgeter)


Pajak berfungsi sebagai sumber dana yng diperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Contoh: dimasukannya pajak dalam APBN sebagai
penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.
Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap
minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap
barang mewah.

2.1.2.3 Kedudukan Hukum Pajak


Menurut Rochmart Soemitro dalam Mardiasmo
(2019:7), hukum pajak mempunyai kedudukan diantara
hukum-huum sebagai berikut:10
1. Hukum Perdata
Hukum yang mengatur hubungan antara satu individu
dengan individu lainnya
2. Hukum Publik
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi
sebagai berikut:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana

Hukum pajak menganut inperatif, yakni pelaksanaan


tidak dapat ditunda misalnya dalam hal pengujian keberatan,

10
Mardiasmo, Op.cit, p.7.
21

sebelum ada keputusan dari Direktur Jendral Pajak bahwa


keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak
sesuai dengan yang menganut paham oportunitas, yakni
pelaksanaannya dapat ditunda setelah keputusan lain.

2.1.2.4 Jenis Pajak


Terdat jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:11
1. Menurut Golongan, pajak dikelompokkan menjadi
dua:
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul
sendiri atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus
menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada
akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak
langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang
atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Menurut Sifatnya, dikelompokkan menjadi dua:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau
pengenaan pajak yag memperhatikan keadaan
subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

11
Siti Resmi, Op.cit, p.7-8.
22

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya


memperhatikan objeknya, baik benda keadaan,
perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak
(Wajib Pajak) dan tempat tinggal. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut, dikelompokkan
menjadi dua:
a. Pajak Negara (Pusat), yaitu pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN dan PPnBM.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipugut oleh
pemerintah daerah, baik tingkat I (Pajak Provinsi)
maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota),
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah masing-masing. Pajak daerah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak
daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi, contoh :
Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor. b) Pajak Kabupaten/Kota,
contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
23

2.1.2.5 Syarat Pemungutan Pajak


Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan
atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2019;4) menjelaskan:12
1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan,
undang-undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak
harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedangkan adil dalam pelaksanaannya, yaitu dengan
memberikan bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan
mengajukan banding kepada pengadilan pajak.
2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang
(Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 3 ayat
2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan Pajak Harus Efesien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus
lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan
dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

12
Mardiasmo, Op.cit, p.4.
24

perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-


undang perpajakan yang baru.

2.1.2.6 Asas Pemungutan Pajak


Terdapat tiga asas dalam pemungutan pajak, yaitu:13
1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenai pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
ngara.

2.1.2.7 Sistem Pemungutan Pajak


Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi empat
macam, yaitu:14
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem yang memberi wewenang
kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang)
oleh seseorang. Dengan sistem ini wajib pajak bersifat
pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak
oleh fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru
diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.

13
Ibid, p.8.
14
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.cit., p.30-31.
25

2. Semiself Assessment System


Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang pada fiskus dan WP untuk
menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.
Dalam sistem ini, setiap awal tahun pajak WP menentukan
sendiri besarnya tarif pajak yang terutang untuk tahun
berjalan yang merupakan angsuran bagi WP yang harus
disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak
fiskus menentukan besarnya utang pajak yang
sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh WP.
3. Self Assessment System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang penuh kepada WP untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri
besarnya utang pajak. Dalam sistem ini WP yang aktif
sedangkan fiskus tidak turut campur.
Dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang,
kecuali WP melanggar ketentuan yang berlaku.
4. Withholding System
Sistem ini merupakan suatu sitem yang pemungutan pajak
yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk
memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak
ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor
dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus
dan WP tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja
pelaksanaan pemotongan/pemungutan yang dilakukan
oleh pihak ketiga.
26

2.1.2.8 Tarif Pajak


Menurut Mardiasmo ada 4 macam tarif pajak:15
1. Tarif Sebanding atau Proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap berapapun jumlah yang
dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebesar 11%.
2. Tarif Tetap
Tarif berapa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapa
pun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak
yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Materai
untuk cek dan bilyet giro nilai nominal berapapun adalah
Rp 3.000.
3. Tarif Progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : pasal 17
Undang-undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
Tabel 2.1 Tarif Pajak Progresif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 60.000.000 5%
Rp 60.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%
Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%
Rp 500.000.000 s/d Rp 5.000.000.000 30%
Diatas Rp 5.000.000.000 35%
Sumber: Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 pasal 17

15
Mardiasmo, Op.cit., p.11.
27

4. Tarif Degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.

2.1.3 Pajak Daerah


2.1.3.1 Definisi Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 1
ayat (10), pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.16
Erly Suandy menyebutkan bahwa Pajak Daerah adalah
pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah
Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah.17
Soelarno dalam Damas (2017:45), mengemukakan
bahwa pajak daerah adalah pajak asli daerah maupun pajak
negara yang diserahkan kepada daerah, yang pemungutannya
diselenggarakan oleh daerah di dalam wilayah kekuasaannya,
yang gunanya untuk membiayai pengeluaran daerah
sehubungan dengan tugass dan kewajibannya untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.18

16
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pasal 1 ayat (10).
17
Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), p.37.
18
Damas Dwi Anggoro, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Malang: UB Press, 2017), p.45-46.
28

Boediono dalam Damas (2017:46), mengatakan bahwa


pajak daerah yaitu sebagai hasil tinjauan dari segi siapakah
yang berwenang memungut pajak. Dalam hal yang
memungut pajak adalah pemerintah pusat, jenis-jenis pajak
dimaksud digolongkan sebagai pajak negara yang juga
disebut pajak pusat. Sebaliknya jenis-jenis pajak yang
pemungutannya merupakan hak pemerintah daerah disebut
pajak daerah.19
Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa pajak daerah
adalah kontribusi wajib yang harus di bayarkan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah dan bersifat memaksa
untuk keperluan daerah bagi kemakmuran rakyat.

2.1.3.2 Pembagian Pajak Daerah


Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 2,
pajak daerah terbagi atas dua jenis, yaitu:20
1. Pajak Provinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea balik nama kendaraan Bermotor adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai
akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar,
hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

19
Ibid, p.46.
20
Undang-Undang Republik Indonesia, Op.cit, Pasal 2.
29

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor


Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak
atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan
Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan.
e. Pajak Rokok
Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh pemerintah
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh hotel.
b. Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran.
c. Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan
hiburan.
d. Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan
reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun
diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak
atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan
batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau
permukaan bumi untuk dimanfaatkan
30

g. Pajak Parkir
Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung
walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan
adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah
pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

2.1.3.3 Tarif Pajak Daerah


Salah satu unsur perhitungan pajak yang akan
menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh
wajib pajak adalah tarif pajak sehingga penentuan besarnya
tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah
31

memegang peranan penting.21 Berdasarkan Undang-undang


Nomor 28 Tahun 2009 telah ditentukan besaran tarif pajak
yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk masing-
masing jenis pajak daerah.
Tabel 2.2 Tarif Pajak Provinsi
No Pajak Provinsi Tarif
1 Pajak Kendaraan Bermotor 10%
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 20%
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 10%
4 Pajak Air Permukaan 10%
5 Pajak Rokok 10%
Sumber : Undang-undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah

Tabel 2.3 Tarif Pajak Kabupaten/Kota


No Pajak Kabupaten/Kota Tarif
1 Pajak Hotel 10%
2 Pajak Restoran 10%
3 Pajak Hiburan 35%
4 Pajak Reklame 25%
5 Pajak Penerangan Jalan 10%
6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25%
7 Pajak Parkir 30%
8 Pajak Air Tanah 20%
9 Pajak Sarang Burung Walet 10%
10 Pajak Bumi dan Bangunan 0,3%
11 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 5%
Bangunan (BPHTB)

21
Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2019),
p.84.
32

Sumber : Undang-undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah
Tarif pajak yang dipungut oleh pemeritah daerah Kota
Cilegon yang ditetapkan dengan pembatasan tariff paling
tinggu berbeda untuk setiap jenis pajak, yaitu:
No Pajak Kabupaten/Kota Tarif
1 Pajak Hotel 10%
2 Pajak Restoran 10%

3 Pajak Hiburan 2,5% s/d 30%


(sesuai jenis hiburan )
4 Pajak Reklame 25%
1,5% s/d 5%
5 Pajak Penerangan Jalan (sesuai sumber
peggunaan tenaga
listrik)
6 Pajak Mineral Bukan Logam 20%
dan Batuan
7 Pajak Parkir 20%
8 Pajak Air Tanah 20%
0,1% (NJOP < 1
9 Pajak Bumi dan Bangunan milyar)
0,2% (NJOP > 1
milyar)
Bea Perolehan Hak atas
10 Tanah dan Bangunan 5%
(BPHTB)
Sumber: Buku Saku Pajak Daerah BPKAD Kota Cilegon

2.1.3.4 Objek Pajak Daerah


Syarat mutlak dalam pengenaan pajak adalah adanya
objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak
berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 menyatakan
dengan tegas apa yang menjadi objek pajak suatu jenis pajak
daerah. Selain itu dalam Undang-undang No.28 Tahun 2009
juga secara tegas menyebutkan apa yang dikecualikan dari
objek pajak. Kepastian apa yang menjadi objek pajak dan apa
33

yang dikecualikan dari objek pajak suatu jenis pajak daerah


menjadi dasar hukum pemungutan suatu jenis pajak daerah
provinsi, kabupaten, dan kota.22

2.1.3.5 Subjek Pajak Daerah


Terdapat dua istilah yang kadang disamakan dalam
pemungutan pajak daerah walaupun sebenarnya kedua istilah
tersebut memiliki pengertian yang berbeda, yaitu subjek
pajak dan wajib pajak. Misalnya seperti jenis Pajak
Kendaraan Bermotor subjek pajak identik dengan wajib
pajak, yaitu setiap orang atau badan yang memenuhi
ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar
pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak.
Sementara itu, pada beberapa jenis pajak daerah yang lain,
seperti Pajak Hotel, pihak yang menjadi subjek pajak adalah
yang melakukan pembayaran pajak tidak sama dengan wajib
pajak adalah pengusaha hotel yang diberi kewenangan untuk
memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).23
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
dapat dikeakan pajak daerah. Dengan demikian, siapapun
baik orang pribadi atau badan, yang memiliki syarat objektif
yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak
daerah, akan menjadi subjek pajak. Sementara itu, wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan
untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian
seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah

22
Ibid, p.78.
23
Ibid, p.79.
34

ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan


pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi
kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak.

2.1.3.6 Cara Perhitungan Pajak Daerah


Besaran pokok pajak dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak daerah dengan dasar pengenaan pajak. Umumnya
cara perhitungan ini digunakan untuk setiap jenis pajak
daerah yang juga merupakan dasar perhitungan untuk semua
jenis pajak pusat.24

Pajak Terutang = Tarif Pajak Daerah x Dasar Pengenaan Pajak

2.1.3.7 Wakil Wajib Pajak


Seorang wajib pajak dapat diwakili pihak tertentu
dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak
daerah, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1. Badan oleh pengurus kuasanya.
2. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang lain atau
badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan.
3. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli
warisnya, pelaksana wasiatnya, atau yang mengurus harta
peninggalannya.
4. Anak yang belumm dewasa atau orang yang berada
daalam pengampun oleh wali atau pengampunya.
Ketentuan ini diatur untuk menentukan siapa yang
menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan wajib pajak. Wakil dari wajib pajak bertanggung
jawab secara pribadi atau secara renteng atas pembayaran
pajak yang terutang, kecuali dapat dibuktikan dan

24
Ibid, p.91.
35

meyakinkan kepala daerah bahwa mereka dalam kedudukan


benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab
atas pajak yang terutang tersebut.25

2.1.3.8 Saat Terutang, Saat Terutang Pajak, Masa Pajak dan


Tahun Pajak
1. Pajak Terutang
Dalam pemungutan pajak daerah, wajib pajak
memiliki kewajiban untuk melunasi pajak terutang yang
menjadi kewajibannya, pajak yang terutang merupakan
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam
bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Pajak terutang
dalam pajak daerah timbul apabila terpenuhi taatbestand,
yang ditentukan oleh peraturan daerah tentang
pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu daerah
pada provinsi atau kabupaten atau kota.26
2. Saat Pajak Terutang
Saat pajak terutang terjadi pada saat terjadinya
peristiwa atau kejadian atau perbuatan yang memenuhi
sayarat pajak terutang yang ditentukan dalam peraturan
daerah tentang suatu pajak daerah. Ketentuan tentang
saat pajak terutang ditentukan dalam peraturan daerah,
yang mungkin berbeda antar pajak daerah. Untuk
mengetahui dengan jelas kapan saat terutang suatu jenis
pajak daerah yang dipungut pada suatu daerah, harus
melihat dengan jelas ketentuan yang diatur dalam
peraturan daerah yang dimaksud. Pajak terutang yang

25
Ibid, p.80-81.
26
Ibid, p.82-83.
36

harus dibayar oleh wajib pajak merupakan hasil dari


proses pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus.27
3. Masa Pajak dan Tahun Pajak
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya
sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain
yang ditetapkan dengan kwputusan kepala daerah. Masa
pajak sangat meenentukan proses pemungutan pajak
yang dilakukan oleh fiskus karena proses penetapan,
pemungutan, pembayaran, dan penagiahan pajak sangat
ditentukan dengan penetapan pajak.
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya
satu tahun takwim, kecuali wajib pajak dengan
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwim. Menurut Siahaan selain berguna untuk
pendapatan pajak, tahun pajak juga sangat diperlukan
dalam administrasi perpajakan, yaitu dalam pemungutan,
penagihan, dan pembukuan penerimaan pajak oleh
fiskus. Umumnya pada setiap peraturan daerah akan
mencantumkan pasal tentang jangka waktu masa pajak
dan tahun pajak yang digunakan setiap jenis pajak
daerah.28

2.1.3.9 Dasar Pengenaan Pajak Daerah


Berdasarkan Undang-undang No.28 Tahun 2009
dengan tegas menetapkan dasar pengenaan pajak untuk setiap
jenis pajak daerah.
Dasar pengenaan pajak kabupaten atau kota adalah
sebagai berikut:29

27
Ibid, p.83.
28
Ibid, p.83-84.
29
Ibid, p.88.
37

1. Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau


yang seharusnya dibayar kepada hotel.
2. Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang
diterima atau seharusnya diterima restoran.
3. Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah yang diterima atau
yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.
4. Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa reklame.
5. Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga
listrik.
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dikenakan atas
nilai jual hasil pengembalian mineral bukan logam dan
batuan.
7. Pajak Parkir dikenakan atas jumlah pembayaran atau
yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat
parkir.
8. Pajak Air Tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah.
9. Pajak Sarang Burung Walet dikenakan atas nilai jual
sarang burung wallet.
10. PBB Perdesaan dan Perkotaan dikenakan atas nilai jual
objek pajak (NJOP).
11. BPHTB dikenakan atas nilai perolehan objek pajak
(NPOP).

2.1.3.10 Dasar Hukum Pajak Daerah


Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945,
setiap pungutan yang membebani masyarakat baik berupa
paja atau retribusi harus diatur dengan Undnag-undang.
Adapun dasar hukum pajak daerah yaitu:
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
38

2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001


Tentang Pajak Daerah
2.1.3.11 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
1. Penyampaian SPTPD
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran
pajak dengan cara dibayar sendiri wajib pajak
menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan
menggunakan SPTPD. Penyampaian SPTPD harus
dilampiri dengan keterangan atau dokumen yang
ditetapkan oleh kepala daerah SPTPD dianggap tidak
disampaikan jika tidak ditandatangani oleh wajib pajak
atau penanggung pajak dan tidak dilampiri keterangan
atau dokumen yang ditentukan.
2. Perpanjanngan Jangka Waktu Penyampaian SPTPD
Kepala daerah atau pejabat daerah yang ditunjuk atas
permohonan wajib pajak atau penanggung pajak, dengan
alasan yang sah dan dapat diterima, dapat
memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD
untuk jangka waktu tertentu, misalnya paling lama 2
bulan, sesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerah
tentang pajak daerah.
Alasan wajib pajak yang sah dan dapat diterima untuk
pengajuan perpanjangan jangka waktu memasuki SPTPD
adalah sebagai berikut:
a. Wajib pajak berada diluar negeri dan dapat
dibuktikan oleh wajib pajak tersebut.
b. Wajib pajak tersebut meninggal dunia sebelum
dilakuan pengalian sebagai penanggung rentang
atas pajak yang terutang.
39

c. Adanya sengketa dengan pihak lain yang belum


mendpat keputusan pengadilan.
d. Segala kejadia yang menimpa wajib pajak yang
berada diluar kekuasaan.
3. Pembetulan SPTPD
Pembetulan SPTPD dilakukan dengan menyampaikan
surat pernyataan tertulis kepada kepala daerah atau
pejabat daerah yang ditunjuk dalam jangka waktu
tertentu misalnya paling lama dua tahun sesudah
berakhirnya masa pajak atau tahun pajak, sepanjang
petugas dinas pendapatan daerah belum melakukan
tindakan pemeriksaan.
4. Sanksi tidak Menyampaikan SPTPD
Apabila SPTPD tidak dilaporkan atau tidak dilaporkan
tidak sesuai batas waktu yang telah ditentukan wajib
pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda
yang besarnya ditentukan dalam peraturan daerah.30

2.1.3.12 Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Daerah


Hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukan
bagi kabupaten atau kota diwilayah provinsi yang
bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:31
1. Hasil penerimaan kendaraan bermotor diserahkan
kepada kabupaten atau kota sebesar 30%.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor diserahkan
kepada kabupaten atau kota sebesar 30%.
3. Hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan
bermotor diserahkan kepada kabupaten atau kota
sebesar 70%.
30
Ibid, p.101.
31
Ibid, p.143.
40

4. Hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada


kabupaten atau kota sebesar 70%.
5. Hasil penerimaan pajak air permukaan diserahan
kepada kabupaten atau kota sebesar 50% untuk air
permukaan yang hanya berada pada satu kabupaten
atau kota hasil penermaan diserahkan kepada
kabupaten atau kota sebesar 80%.

2.1.4 Retribusi Daerah


2.1.4.1 Definisi Retribusi Daerah
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 1
ayat (64), retribusi daerah adalah pemungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.32
Menurut Siahaan (2019:5) retribusi adalah pembayaran
wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa
tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara
perorangan.33
Menurut Mardiasmo dalam Betanika Nila dan Sri
Hardianti (2020:199) retribusi daerah merupakan pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.34

32
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pasal 1 ayat (64).
33
Ibid, p.5.
34
Betanika Nila Nirbita dan Sri Hardianti Sartika, Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Kota Tasikmalaya, Tahun 2016-2019, JRAP (Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan),
vol.7 No.2, 2020, p.199.
41

Menurut Mega dan Indriani (2016:891) retribusi daerah


merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha
pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana
yang ditunjukkan untuk memenuhi kepentingan warga
masyarakat baik individu maupun badan atau koorporasi
dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang
sebagai pemasukan kas daerah.35
Halim dalam Tessa dkk (2022:82) retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai akibat adanya kontraprestasi yang
diberikan oleh pemerintah daerah tersebut didasarkan atas
prestasi/pelayanan yang diberikan pemda didasari peraturan
yang berlaku.36
Menurut Munawir dalam Yusmalina dkk (2020:15)
retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan dan dapat jasa balik secara langsung dapat
ditunjuk.
Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa retribusi daerah
adalah pungutan daerah sebagai balasan atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

35
Mega Ersita dan Inggriani Elim, Analisis Efektivitas Penerimaan Retribusi Daerah dan
Kontribusinya Terhadap Peningkatan Pedapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Ssulawesi Utara,
Jurnal EMBA, vol.4 No.1, 2016, p.891.
36
Tessa Lonica Karouw dkk, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Penerimaan Retribusi Daerah dan
Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Kota Manado,
Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, vol.22 No.4, 2020, p.82.
42

2.1.4.2 Objek Retribusi Daerah


Objek retribusi daerah terdir atas:37
1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
(pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang
disediakan pemda dengan menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor
swasta.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan
tertentu pemda dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.4.3 Subjek Retribusi Daerah


Subjek retribusi daerah sebagai berikut:38
1. Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa
umum yang bersangkutan.
2. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha
yang bersangkutan.

37
Marihot Pahala Siahaan, Op.cit, p.619.
38
Ibid, p.628-636.
43

3. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau


badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah
daerah.

2.1.4.4 Jenis Retribusi Daerah


Retribusi daerah menurut Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001
tentang retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) yaitu:
1. Jasa Umum, terdiri atas:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda
Penduduk dan Akta Catatan Sipil
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
l. Retribusi Pelayanam Tera/Tera Ulang
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
2. Jasa Usaha, terdiri atas:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Perkotaan
c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
44

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa


g. Retribusi Rumah Potong Hewan
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
j. Retribusi Penyebrangan di Air
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
3. Perizinan Tertentu, terdiri atas:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi Izin Gangguan
d. Retribusi Izin Trayek
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

2.1.4.5 Ciri-Ciri Retribusi Daerah


Terdapat cirri-ciri retribusi daerah, diantaranya:39
1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut
berdasarkan undang-undang dan peraturan yang
berkenaan.
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah
daerah.
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra
prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah
daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah adalah
sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar
retribusi tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah.

39
Marihot Pahala Siahaan, Op.cit, p.6.
45

2.1.4.6 Cara Perhitungan Retribusi Daerah


Besarnya retribusi daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan
tertrntu dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan
jasa dengan tarif retribusi yang bersangkutan dihitung dari
perkalian antara tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa
dengan rumus.40
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa

2.1.4.7 Dasar Hukum Retribusi Daerah


Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945,
setiap pungutan yang membebani masyarakat baik berupa
paja atau retribusi harus diatur dengan Undnag-undang.
Adapun dasar hukum pajak daerah yaitu:
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001
Tentang Retribusi Daerah
2.1.5 Efektivitas
2.1.5.1. Definisi Efektivitas
Berhasil atau tidaknya sebuah tujuan organisasi dapat
dinilai dari tingkat efektivitasnya. Kata efektivitas berasal
dari bahasa inggris effective artinya berhasil, sesuatu yang
dilakukan berhasil dengan baik. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata efektif berarti dapat membawa hasil
atau berhasil guna. Hal tersebut berarti sesuatu dapat
dikatakan efektif apabila sesuatu tersebut menghasilkan
manfaat dan dinilai berhasil oleh suatu ukuran.

40
Ibid, p.642.
46

Menurut Halim dalam Arfan (2019:18) menyatakan


bahwa Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam merealisasikan Pendapatan yang
direncanakan, kemudian dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah. Semakin tinggi
Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang
semakin baik.41
Menurut Mahmudi dalam Wening dan Heri (2019:119)
mengatakan bahwa efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.
Dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan
dan sasaran akhir kebijakan.42
Menurut Arifin dalam Betanika Nila dan Sri Hardianti
(2020:198) mengatakan bahwa efektivitas merupakan sebuah
ukuran yang mengatakan seberapa target tercapai baik dalam
segi kualitas, kuantitas ataupun waktu.43
Menurut Gibson dalam Betanika Nila dan Sri Hardianti
(2020:198) mengatakan bahwa efektivitas merupakan
kemampuan sebuah unit untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.44
Menurut Peraturan Mendteri Dalam Negeri No. 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah pasal 4 ayat (4) efektif merupakan pencapaian hasil
41
Arfan Prasetya, Analisis Keuangan Pemerintah Daerah di Era Transparansi di Kabupaten
Gowa, (Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar), p. 18.
42
Wening Estinengsih dan Heri Nurranto, Analisis Efektivitas dan Kotribusi Penerimaan Pajak
Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah, Journal of Applied Business and Economics
(JABE), vol. 6 No. 2, 2019, p.119.
43
Betanika Nila Nirbita dan Sri Hardianti, Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota
Tasikmalaya Tahun 2016-2019, JRAP (Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan), vol.7 No.2, 2020,
p.198.
44
Ibid.
47

program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan


cara membandingkan keluaran dengan hasil.45
Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas
adalah alat yang digunakan untuk mengukur hasil pencapaian
tingkat kinerja dengan melihat kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan.

2.1.5.2 Perhitungan Efektivitas


Untuk mengukur besarnya efektivitas dapat diukur
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑹𝒆𝒂𝒍𝒊𝒔𝒂𝒔𝒊
𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑻𝒂𝒓𝒈𝒆𝒕
Sumber: JRAP (Jurnal Riset Akuntansi dan
Perpajakan)
Untuk mengukur tingkat efektivitas maka digunakan
indikator pada tabel berikut:
Tabel 2.5 Klasifikasi Kriteria Efektivitas
Presentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
90-100% Efektif
80-90% Cukup Efektif
60-80% Kurang Efektif
<60% Tidak Efektif
Sumber: Depedagri, Kepmendagri No.690.900.327

45
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, Pasal 4 ayat (4).
48

2.1.6 Kontribusi
2.1.6.1 Definisi Kontribusi
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute,
contribution, maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan,
melibatkan diri, maupun sumbangan. Masyarakat awam
mengartikan kontribusi sebagai sumbangan atau peran, atau
keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian
kontribusi adalah sumbangan.
Menurut Mahmudi dalam Seno (2021:192) mengatakan
bahwa kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama-
sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian
tertentu atau bersama.46
Menurut Handoko dalam afni dan afif (2018:98)
mengatakan bahwa kontribusi adalah besaran sumbangan
yang diberikan atas sebuah kegiatan yang dilaksanakan.
Kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai
sumbangan yang diberikan oleh penerimaan pajak dan
retriibusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.47
Menurut Kamus Ekonomi, T Guritno dalam Wening
dan Heri (2019:121) kontribusi adalah sesuatu yang diberikan
bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau
kerugian tertentu atau bersama.48

46
Seno Sudarmono Hadi, Analisis Efektivitas Pajak Hotel dan Kontribusi Terhadap Pajak Daerah
Pada Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Provinsi DKI Jakarta, Jurnal Akrab Juara, vol.6
No.3, 2021, p.192.
47
Afni Nooraini dan Afif Syafrudin Yahya, Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Daerah
Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Batu (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota
Batu Provinsi Jawa Timur), JE & KP, vol. 5 No.27, 2018, p.98.
48
Wening Estinengsih dan Heri Nurranto, Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak
Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah, Jurnal of Applied Business and Economics
(JABE), vol.6 No.2, 2019, p.121.
49

Meurut Fauziah Isfatul dalam Seno Sudarmono


(2021:192) kontribusi merupakan sumbangan atau sesuatu
yang diberikan terhadap suatu kegiatan sehingga memberikan
dampak yang bisa dirasakan.49
Menurut Darwin dalam Mulatsih (2021:3153)
mengemukakan bahwa kontribusi merupakan analisis yang
digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi yang
mampu disumbangkan dari penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah terhadap PAD.50
Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa kontribusi
adalah suatu keterlibatan yang dilakukan individu atau
sebuah lembaga yang kemudian memposisikan dirinya
terhadap peran dalam sebuah kerja sama dan memberikan
dampak nilai dari aspek sosial dan ekonomi.

2.1.6.2 Perhitungan Kontribusi


Untuk mengukur besarnya efektivitas dapat diukur
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝒙
% 𝑲𝒐𝒏𝒕𝒓𝒊𝒃𝒖𝒔𝒊 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒚
Sumber: Jurnal Emba Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado.
Keterangan:
X = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah/Retribusi Daerah
Y = Realisasi Pendapatan Daerah
Penilaian kinerja rasio kontrbusi dapat dlihat pada tabel
berikut:

49
Seno Sudarmono Hadi, Loc.cit.
50
Mulatsih dkk, Analisis Efektivitas, Kontribusi dan Laju Pertumbuhan Pajak Parkir dan Pajak
Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016-2020, JIMEA
(Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi dan Akuntansi), vol.5 No.3, 2021, p.3153.
50

Tabel 2.6 Klasifikasi Kriteria Kontribusi


Presentase Kriteria
0-10% Sangat Kurang
10-20% Kurang
20-30% Sedang
30-40% Cukup Baik
40-50% Baik
>50% Sangat Baik
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No.690.900.327

2.1.7 Laju Pertumbuhan


2.1.7.1 Definisi Laju Pertumbuhan
Menurut Darwin dalam Mulatsih (2021:3153)
menyatakan bahwa diketahuinya pertumbuhan untuk masing-
masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran,
maka hal tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi
potensi-potensi yang perlu mendapat perhatian.51
Menurut Mahmudi dalam Muslim dkk (2020:29)
pertumbuhan secara positif dikatakan kinerja keuangan
pendapatan cenderung meningkat, sedangkan pertumbuhan
secara negatif dikatakan kinerja kuangan pendapatan
mengalami penurunan.52
Menurut Halim dalam Dian dkk (2020:4) laju
pertumbuhan merupakan gambaran yang menunjukkan
kemampuan dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode.53

51
Ibid.
52
Muslim Al Kautsar dkk, Analisis Kontribusi, Efektivitas dan Laju Pertumbuhan Penerimaan
Pajak Parkir terhadap Pendapatan Pajak Daerah di Kabupaten Garut. Jurnal Wacana Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Garut, vol. 20 No.01, 2020, p.29.
53
Dian Nurdiansyah dkk, Analisis Potensi Pajak Hiburan di Kabupaten Garut, Jurnal Wahana
Akuntansi, vol..05 No.01, 2020, p.4.
51

Berdasarkan pengertian yang diungkapkan para ahli


tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa laju
pertumbuhan adalah kemampuan dalam mempertahankan dan
meningkatkan pertumbuhan untuk masing-masing komponen
sumber pendapatan.

2.1.7.2 Perhitungan Laju Pertumbuhan


Untuk mengukur laju pertumbuhan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝒙𝒕 − 𝒙(𝒕−𝟏)
𝑮% = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒙(𝒕−𝟏)
Sumber: Jurnal Ilmiah MEA
Keterangan:
G% = Pertumbuhan Pajak/Retribusi Daera pertahun
Xt = Realisasi Penerimaan Pajak/Retribusi Daerah
tahun tertentu
X(t-1) = Realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun
sebelumnya
Tingkat untuk mengukur tingkat pertumbuhan maka
digunakan indikator pada tabel berikut:
Tabel 2.5 Klasifikasi Kriteria Laju Pertumbuhan
Presentase Kriteria
85-100% Sangat Berhasil
70-85% Berhasil
55-70% Cukup Berhasil
30-55% Kurang Berhasil
<30% Tidak Berhasil
Sumber: Jurnal Wahana Akuntansi
52

2.2 Penelitian Relevan


Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian yang
relevan mengenai penelitian yang berkaitan dengan Pengelolaan pajak
daerah dan retribusi daerah, telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya dan disajikan dalam tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

1 Angelia Analisis Jurnal Badan Dari hasil Mengetahui


Mewo, Efektivitas Emba Pendapata penelitian bisa efektivitas,
Jantje J dan n Daerah dilihat bahwa kontribusi
Tinangon Kontribusi Kota kontribusi dan laju
dan Pajak Manado; terbesar pajak pertumbuha
Inggriani Restoran tahun restoran terjadi n pajak
Elim; dan Pajak 2014- pada tahun 2018 daerah dan
(2021) Hiburan 2018; yaitu dengan retribusi
Terhadap metode presentase daerah
Pajak kualitatif kontribusi terhadap
Daerah di bersifat sebesar 28,7% PAD Kota
Kota deskriptif dan yang Cilegon
Manado terendah terjadi
pada tahun 2014
yaitu dengan
presentase
kontribusi
sebesar 21%.
Kontribusi pajak
hiburan yang
terbesar pada
tahun 2016
dengan
presentase
kontribusi
sebesar 4,95%.
Dan kontribusi
terendah pada
tahun 2014
dengan
presentase
21,57%.
Pajak restoran
memberikan
kontribusi yang
masuk dalam
kriteria
53

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

“sedang” dan
efektivitas pajak
restoran selalu
melebihi 100%
dengan kriteria
“sangat efektif”.
Pajak hiburan
memberikan
kontribusi yang
masuk dalam
kriteria “sangat
kurang’ dan
pajak hiburan
memberikan
dampak yang
sangat efektif
karena
presentase
melebihi 100%
dengan kriteria
“sangat efektif”.

2 Betanika Pengelolaa Jurnal Kantor Tingkat Mengetahui


Nila n Pajak Riset Pengelola efektivitas pajak efektivitas,
Nirbita Daerah dan Akuntans Pajak daerah kontribusi
dan Sri Retribusi i dan Daerah dan tergolong sangat dan laju
Hardianti Daerah Perpajak Retribusi efektif dengan pertumbuha
Sartika; Kota an Daerah tingkat n pajak
(2020) Tasikmala (JRAP); Kota efektivitas daerah dan
ya Tahun Tasikmala tertinggi pada retribusi
2016-2019 ya, tahun tahun 2019 dan daerah
2016-2019, terendah pada terhadap
metode tahun 2018 PAD Kota
analisis yaitu 106,18% Cilegon
deskriptif dan 101,42%.
Sedangkan
tingkat
efektivitas
retribusi daerah
tertinggi tahun
2016 yaitu
105,33%
dengan kategori
sangat efektif
dan paling
rendah pada
tahun 2019
yaitu 90,92%
54

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

dengan kategori
efektif. Tingkat
kontribusi pajak
daerah terhadap
PAD tergolong
sangat
berkontribusi.
Tingkat
kontribusi pajak
daerah tertinggi
pada tahun 2016
yaitu 88,59%
dan paling
rendah tahun
2019 yaitu
49,37%.
Sedangkan
tingkat
kontribusi
retribusi daerah
terhadap PAD
tertinggi pada
tahun 2016
yaitu 11,4 dan
paling rendah
pada tahun 2019
yaitu 3,83%.

3 Syermi Analisis Jurnal Penerimaa Hasil penelitian Mengetahui


S.E Kontribusi Emba n pajak kontribusi pajak efektivitas,
Mintalang Pajak dan daerah dan daerah terhadap kontribusi
i dan Retribusi retribusi PAD pada tahun dan laju
Lady Daerah daerah di 2016 dan 2018 pertumbuha
Diana Terhadap Kabupaten dengan kriteria n pajak
Latjandu PAD di Kepulauan kontribusi daerah dan
(2019) Kabupaten Talaud, sedang dan pada retribusi
Kepulauan tahun tahun 2017 daerah
Talaud 2016- cukup baik. terhadap
2018; Kontribusi PAD Kota
Metode retribusi daerah Cilegon
penelitian terhadap PAD
deskriptif Kabu pada
dengan tahun 2016
pendekatan dengan kriteria
kuantitatif. cukup baik,
tahun 2017
sedang dan pada
tahun 2018
55

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

sudah baik.
Growth pajak
dan retribusi
daerah
Kabupaten
Talaud tidak
berhasil yaitu
kurang dari
30%.

4 Ziad Analisis Jurnal Laporan Hasil penelitian Mengetahu


Fahreja Kontribusi Penelitia realisasi kontribusi i
A, Yani Penerimaa n penerimaa penerimaan efektivitas,
Rizal dan n Pajak Ekonomi n pajak pajak hotel kontribusi
Nasrul Hotel, Akuntans hotel, terhadap PAD dan laju
Kahfi Pajak i pajak tergolong masih pertumbuh
Lubis; Restoran, (JENSI); restoran, sangat kurang. an pajak
(2019) dan Pajak pajak Rata-rata dalam daerah dan
Hiburan hiburan kurun waktu retribusi
Terhadap dan 2013-2017 daerah
Pendapata Pendapata pajak hotel terhadap
n Asli n Asli memberikan PAD Kota
Daerah Daerah kontribusi Cilegon
Kota Kota terhadap PAD
Langsa Langsa, se-besar 0,50%
tahun masih jauh 10%.
2013-2017 Untuk
kontribusi pajak
restoran
terhadap PAD
pada tahun
2013-2017
tergolong masih
sangat kurang,
yakni dengan
rata-rata sebesar
0,58%. Untuk
kontribusi pajak
hiburan
terhadap PAD
tahun 2013-
2017 tergolong
masih sangat
kurang, dengan
rata-rata sebesar
0,03%.
56

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

5 Wening Analisis Journal Dinas Total Mengetahu


Estiningsi Efektivitas of Pelayanan penerimaan i
h dan dan Applied Pajak pajak restoran efektivitas,
Heri Kontribusi Business Jakarta yang tertinggi kontribusi
Nurranto; Penerimaan and Selatan; tahun 2016 dan laju
(2019) Pajak Economi tahun sebesar Rp pertumbuh
Restoran cs 2012- 969.786.929.06 an pajak
Terhadap (JABE) 2016; 7. Lain halnya daerah dan
Penerimaan metode dengan nilai retribusi
Pajak deskriptif persentase daerah
Daerah menunjukkan terhadap
kemampuan PAD Kota
penerimaan Cilegon
pajak mencapai
target tertinggi
di tahun 2015
dengan target
Rp
794.447.000.00
0 dicapai
sebesar Rp
851.079.108.35
2 dengan
persentase
107,13%.dan
Hasil
perhitungan
efektivitas pajak
restoran di Suku
Dinas Pelayanan
Pajak Jakarta
Selatan hampir
selalu
menunjukkan
tingkat
efektivitas yang
sangat efektif.
Tingkat
efektivitas di
tahun 2012
mencapai
96,18% atau
dapat dapat
dikatakan
efektif. Tahun
2013 efektivitas
pajak restoran
57

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

meningkat
menjadi
105,16% atau
dapat dikatakan
sangan efektif.
Tahun 2014
efektivitas pajak
restoran
menurun
menjadi 89,44%
atau dapat
dikatan cukup
efektif. Tahun
2015 efektivitas
pajak restoran
kembali
meningkat
menjadi
107,13% atau
dapat dikatakan
sangat efektif.
Tahun 2015
efektivitas pajak
restoran kembali
menurun
menjadi 96,20%
atau dapat
dikatakan
efektif

6 Mega Analisis Jurnal Dinas Dengan melihat Mengetahui


Ersita dan Efektivitas Emba Pendapata rata-rata efektivitas,
Inggriani Penerimaan n Daerah efektivitas kontribusi
Elim; Retribusi Provinsi daerah Provinsi dan laju
(2016) Daerah dan Sulawesi Sulawesi Utara pertumbuha
Kontribusi Utara; kurang dari n pajak
nya tahun 100% atau daerah dan
Terhadap 2013- sebesar retribusi
Peningkata 2017; 86,708%. Hal daerah
n mengguna ini terhadap
Pendapatan kan menunjukkan PAD Kota
Asli Daerah analisis bahwa kinerja Cilegon
(PAD) Di deskriptif dalam
Provinsi pemungutan
Sulawesi retribusi daerah
Utara Provinsi
Sulawesi Utara
kurang baik.
58

Nama
Jurnal; Populasi, Perbedaan
Nama sampel Temuan Penelitian
Nama Institusi/ dan Penelitian dan yang akan
Judul
Peneliti; lembaga Metode Kesimpulan dilaksana-
No Penelitian
(tahun) Penerbit penelitian kan
nya

Kontribusi
penerimaan
retribusi daerah
terhadap PAD
tahun 2011-
2014 mengalami
perkembangan
sampai 8%.
Kemudian tahun
2013-2014
mengalami
perkembangan
lagi sebesar 8%.
Tetapi tahun
2015 kontribusi
penerimaan
retribusi daerah
mengalami
penurunan 9%.
Dilihat dari
hasil presentase
maka rata-rata
kontribusi
penerimaan
retribusi daerah
dikatakan
sedang, karena
hanya mencapai
26,104%.

Anda mungkin juga menyukai