Dalam fisika atom dan kimia kuantum, konfigurasi elektron adalah susunan elektron-
elektron pada sebuah atom, molekul, atau struktur fisik lainnya.[1] Sama seperti partikel
elementer lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan
sifat-sifat bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron
tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang
bernilai kompleks. Menurut interpretasi mekanika kuantum Copenhagen, posisi sebuah
elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah adanya aksi pengukuran yang
menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas aksi pengukuran akan mendeteksi
sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang adalah proporsional terhadap kuadrat nilai
absolut fungsi gelombang pada titik tersebut.
Elektron-elektron dapat berpindah dari satu aras energi ke aras energi yang lainnya
dengan emisi atau absorpsi kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asas
larangan Pauli, tidak boleh ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah
orbital atom, sehingga elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang
lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Kelopak dan subkelopak
2 Notasi
3 Sejarah
4 Asas Aufbau
o 4.1 Tabel periodik
o 4.2 Kelemahan asas Aufbau
o 4.3 Ionisasi logam transisi
o 4.4 Pengecualian kaidah Madelung lainnya
5 Lihat pula
6 Catatan kaki dan referensi
7 Pranala luar
Konfigurasi elektron yang pertama kali dipikirkan adalah berdasarkan pada model atom
model Bohr. Adalah umum membicarakan kelopak maupun subkelopak walaupun sudah
terdapat kemajuan dalam pemahaman sifat-sifat mekania kuantum elektron. Berdasarkan
asas larangan Pauli, sebuah orbital hanya dapat menampung maksimal dua elektron.
Namun pada kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa orbital yang memiliki aras energi
yang sama (dikatakan berdegenerasi), dan orbital-orbital ini dihitung bersama dalam
konfigurasi elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari
persamaan mekanika kuantum,[2] terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa
tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada
keempat bilangan kuantumnya.[3]
[sunting] Notasi
Lihat pula: Orbital atom
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga
notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda
dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi
elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor.
Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat
berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan
sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital
dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan
berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2
ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring,
walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d",
"f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp",
"principal", "diffuse", dan "fine". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis,
yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital
molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.
[sunting] Sejarah
Niels Bohr adalah orang yang pertama kali (1923) mengajukan bahwa periodisitas pada
sifat-sifat unsur kimia dapat dijelaskan oleh struktur elektronik atom tersebut.[4]
Pengajuannya didasarkan pada model atom Bohr, yang mana kelopak-kelopak
elektronnya merupakan orbit dengan jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal
Bohr berbeda dengan konfigurasi yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi 2.4.4.6
daripada 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4.
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main
quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j
[ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan
kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m
[ms] yang sama.
Persamaan Schrödinger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat
bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen:[2]
penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-
buku teks kimia. Kajian spektra atom mengijinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat
ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal
sebagai kaidah Madelung (1936)[7]) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu
diisi elektron.
Terdapat maksimal dua elektron yang dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan
peningkatan energi orbital: orbital berenergi terendah diisi terlebih dahulu
sebelum elektron diletakkan ke orbital berenergi lebih tinggi.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur pertama;
ia akan menjadi semakin kurang tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk modern asas
Aufbau menjelaskan urutan energi orbital berdasarkan kaidah Madelung, pertama kali
dinyatakan oleh Erwin Madelung pada tahun 1936.[7][9]
Sehingga, menurut kaidah ini, urutan pengisian orbital adalah sebagai berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron
dalam inti atom.
Bentuk tabel periodik berhubungan dekat dengan konfigurasi elektron atom unsur-unsur.
Sebagai contoh, semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dengan
[E] adalah konfigurasi gas inert), dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat kimia.
Kelopak elektron terluar atom sering dirujuk sebagai "kelopak valensi" dan menentukan
sifat-sifat kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah
diketahui satu abad sebelumnya, sebelum pemikiran konfigurasi elektron ada.[10]
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap,
baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-
orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron.
Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron
dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk
sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok
penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak[11] (walaupun
terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti metode Hartree-Fock).
Aplikasi asas Aufbau yang terlalu dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam
kimia logam transisi. Kalium dan kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam
transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih
dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s
memiliki nilai n+l = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l = 5 (n = 3, l = 2). Namun
kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu
elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang
terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang
terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk
ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan
dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium
heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan
oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik
dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom
bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan
3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.[12]
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital
atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital
lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p,
seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.
Terdapat beberapa pengecualian kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur yang lebih
berat, dan akan semakin sulit untuk menggunakan penjelasan yang sederhana mengenai
pengecualian ini. Adalah mungkin untuk memprediksikan kebanyakan pengecualian ini
menggunakan perhitungan Hartree-Fock,[13] yang merupakan metode pendekatan dengan
melibatkan efek elektron lainnya pada energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat,
diperlukan juga keterlibatan efek relativitas khusus terhadap energi orbital atom, karena
elektron-elektron pada kelopak dalam bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan
cahaya. Secara umun, efek-efek relativistik ini[14] cenderung menurunkan energi orbital s
terhadap orbital atom lainnya.[15]
Asas larangan Pauli adalah prinsip mekanika kuantum yang dirumuskan oleh fisikawan
Austria Wolfgang Pauli pada tahun 1925. Dalam bentuk yang paling sederhana untuk
elektron pada atom tunggal, aturan ini menyatakan bahwa tidak ada dua elektron yang
memiliki bilangan kuantum yang sama. Jadi bila n, l, dan ml kedua elektron semuanya
sama, ms haruslah berbeda, sehingga kedua elektron tersebut memiliki spin berlawanan.
Secara lebih umum, tidak ada dua fermion identik (partikel dengan spin pecahan) boleh
menduduki keadaan kuantum yang sama secara bersamaan.
Ionisasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Ionisasi adalah proses fisik mengubah atom atau molekul menjadi ion dengan
menambahkan atau mengurangi partikel bermuatan seperti elektron atau lainnya. Proses
ionisasi ke muatan positif atau negatif sedikit berbeda. Ion bermuatan positif didapat
ketika elektron yang terikat pada atom atau molekul menyerap energi cukup agar dapat
lepas dari potensial listrik yang mengikatnya. Energi yang dibutuhkan tersebut disebut
potensial ionisasi. Ion bermuatan negatif didapat ketika elektron bebas bertabrakan
dengan atom dan terperangkap dalam kulit atom dengan potensial listrik tertentu. Ionisasi
terdiri dari dua tipe: Ionisasi sekuensial dan ionisasi non-sekuensial. Pada fisika klasik,
hanya ionisasi sekuensial yang dapat terjadi sehingga disebut ionisasi klasik. Ionisasi
non-sekuensial melawan beberapa hukum fisika klasik dan akan dijelaskan di bagian
ionisasi kuantum.
[sunting] Ionisasi klasik
Mengacu pada fisika klasik dan model atom Bohr, membuat ionisasi atomik dan
molekuler amat ditentukan. Menurut fisika klasik, energi elektron yang melebihi energi
potensial listrik kulit di mana elektron tersebut berada, elektron tersebut akan berpindah.
Hal ini bisa diumpamakan dengan orang yang tidak akan bisa melompati pagar satu
meter jika ia tidak bisa melompat setinggi satu meter. Elektron tidak akan bisa melewati
kulit berpotensial listrik 13,6 eV jika tidak memiliki setidaknya 13,6 eV energi. Menurut
prinsip ini, elektron bebas harus memiliki energi yang lebih besar dari kulit potensialnya.
Jika elektron tersebut memiliki energi cukup untuk melakukan itu, maka elektron itu akan
menuju ke tingkatan energi yang terendah, dan sisa energi akan diradiasikan. Ionisasi
sekuensial pada dasarnya mendeskripsikan bahwa bilangan muatan ion hanya didapatkan
dari bilangan muatan terdekatnya saja sebanyak satu bilangan. Seperti contoh, ion
bermuatan +2 hanya bisa didapatkan dari ion bermuatan +1 atau +3 saja.
Elektronegativitas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Keelektronegatifan)
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Metode yang umumnya sering digunakan adalah metode Pauling. Hasil perhitungan ini
menghasilkan nilai yang tidak berdimensi dan biasanya dirujuk sebagai skala Pauling
dengan skala relatif yang berkisar dari 0,7 sampai dengan 4,0 (hidrogen = 2,2). Bila
metode perhitungan lainnya digunakan, terdapat sebuah konvensi (walaupun tidak
diharuskan) untuk menggunakan rentang skala yang sama dengan skala Pauling: hal ini
dikenal sebagai elektronegativitas dalam satuan Pauling.
Elektronegativitas bukanlah bagian dari sifat atom, melainkan hanya merupakan sifat
atom pada molekul[3]. Sifat pada atom tunggal yang setara dengan elektronegativitas
adalah afinitas elektron. Elektronegativitas pada sebuah unsur akan bervariasi tergantung
pada lingkungan kimiawi,[4] namun biasanya dianggap sebagai sifat yang terpindahkan,
yaitu sebuah nilai elektronegativitas dianggap akan berlaku pada berbagai situasi yang
bervariasi.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Elektronegativitas unsur-unsur
2 Metode kalkulasi
o 2.1 Elektronegativitas Pauling
o 2.2 Elektronegativitas Mulliken
o 2.3 Elektronegativitas Allred–Rochow
o 2.4 Elektronegativitas Sanderson
o 2.5 Elektronegativitas Allen
3 Korelasi elektronegativitas dengan sifat-sifat lainnya
4 Tren pada elektronegativitas
o 4.1 Tren periodik
o 4.2 Variasi elektronegativitas dengan bilangan oksidasi
5 Elektronegativitas gugus
6 Lihat pula
7 Catatan kaki
8 Referensi
9 Pranala luar
[sunting] Elektronegativitas unsur-unsur
→ Jari-jari atom berkurang → Energi ionisasi bertambah →
Elektronegativitas bertambah →
Golong
an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
(vertika
l)
Periode
(horizo
ntal)
H
He
1 2,2
0
Li Be B C N O F
Ne
2 0,9 1,5 2,0 2,5 3,0 3,4 3,9
8 7 4 5 4 4 8
M
Na Al Si P S Cl
g Ar
3 0,9 1,6 1,9 2,1 2,5 3,1
1,3
3 1 0 9 8 6
1
M
K Ca Sc Ti V Cr Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr
n
4 0,8 1,0 1,3 1,5 1,6 1,6 1,8 1,8 1,9 1,9 1,6 1,8 2,0 2,1 2,5 2,9 3,0
1,5
2 0 6 4 3 6 3 8 1 0 5 1 1 8 5 6 0
5
M
Rb Sr Y Zr Rh Pd Ag Cd In Sn Sb I Xe
Nb o Tc Ru Te
5 0,8 0,9 1,2 1,3 2,2 2,2 1,9 1,6 1,7 1,9 2,0 2,6 2,6
1,6 2,1 1,9 2,2 2,1
2 5 2 3 8 0 3 9 8 6 5 6 0
6
Cs Ba W Ir Pt Au Hg Tl Pb Bi
* Hf Ta Re Os Po At Rn
6 0,7 0,8 2,3 2,2 2,2 2,5 2,0 1,6 2,3 2,0
1,3 1,5 1,9 2,2 2,0 2,2 2,2
9 9 6 0 8 4 0 2 3 2
Uu Uu Uu Uu Uu Uu Uu
Fr Ra ** Rf Db Sg Bh Hs Mt Ds Rg
7 b t q p h s o
0,7 0,9
P S T
Ce Pr Nd Dy Ho Er Lu
Lantani * La m m Eu Gd Tb m Yb
1,1 1,1 1,1 1,2 1,2 1,2 1,2
da 1,1 1,1 1,1 1,2 1,2 1,1 1,2 1,1
2 3 4 2 3 4 7
3 7 5
A C
U Np Pu F M Lr
Aktinid ** Ac Th Pa m m Bk Cf Es No
1,3 1,3 1,2 m d 1,2
a 1,1 1,3 1,5 1,1 1,2 1,3 1,3 1,3 1,3
8 6 8 1,3 1,3 91
3 8
Tabel periodik elektronegativitas unsur-unsur menggunakan skala Pauling
Lihat pula tabel periodik
Pauling pertama kali mengajukan[2] konsep elektronegativitas pada tahun 1932 sebagai
penjelasan dari fenomena lebih kuatnya ikatan kovalen antar dua atom berbeda (A–B)
dari yang diperkirakan dengan mengambil kekuatan rata-rata ikatan A–A dan B–B.
Menurut teori ikatan valensi, "stabilisasi tambahan" dari ikatan heteronuklir ini
disebabkan oleh kontribusi bentuk kanonis ion kepada ikatan.
dengan Energi disosiasi (Ed) ikatan A–B, A–A dan B–B diekspresikan dalam
elektronvolt. Faktor (eV)−½ disisipkan untuk menghasilkan nilai yang tidak berdimensi.
Dengan metode ini, perbedaan elektronegativitas antara hidrogen dan bromin adalah 0.73
(energi disosiasi: H–Br, 3.79 eV; H–H, 4.52 eV; Br–Br 2.00 eV)
Oleh karena hanya perbedaan elektronegativitas yang dapat dihitung, kita perlu memilih
sebuah titik acuan untuk membangun skala. Hidrogen dijadikan acuan karena ia
membentuk ikatan kovalen dengan hampir semua unsur. Nilai elektronegativitasnya
pertama kali ditentukan[2] sebagai 2,1, namun kemudian direvisi[5] menjadi 2,20. Selain
itu, kita juga perlu memutuskan unsur manakah (dari dua unsur) yang memiliki
elektronegativitas lebih besar. Pemutusan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
"intuisi kimia", misalnya pada hidrogen bromida yang terlarut dalam air membentuk H+
dan Br−, kita dapat berasumsi bahwa bromin lebih elektronegatif daripada hidrogen.
Untuk menghitung elektronegativitas Pauling sebuah unsur, kita memerlukan data energi
disosiasi dari paling sedikit dua jenis ikatan kovalen yang dibentuk oleh unsur tersebut.
Allred memutakhirkan nilai elektronegativitas Pauling pada tahun 1961 dengan
melibatkan data-data termodinamika[5]. Nilai-nilai elektronegativitas Pauling yang
direvisi inilah yang biasanya sering digunakan.
Mulliken mengajukan bahwa purata aritmetik dari energi ionisasi pertama dan afinitas
elektron haruslah adalah sebuah perhitungan dari kecenderungan sebuah atom menarik
elektron-elektron.[6][7] Karena definisi ini tidak bergantung pada skala relatif sembarang,
ia juga disebut sebagai elektronegativitas relatif,[8] dengan satuan kilojoule per mol atau
elektronvolt.
Definisi elektronegativitas Allen adalah salah satu yang paling saderhana. Ia mengajukan
bahwa elektronegativitas berhubungan dengan energi rata-rata dari elektron valensi pada
sebuah atom bebas,[16]
dengan εs,p adalah energi satu elektron dari elektron-elektron s dan p pada atom bebas dan
ns,p adalah jumlah elektron s dan p pada kelopak valensi. Biasanya nilai tersebut diberikan
faktor skala, 1,75×10−3 untuk energi dalam kilojoule per mol atau 0,169 untuk energi
dalam elektronvolt, untuk menghasilkan nilai yang secara numeris mirip dengan
elektronegativitas Pauling.
Energi satu elektron dapat ditentukan secara langsung dari data spektroskopi, sehingga
elektronegativitas yang dihitung dengan metode ini kadangkala dirujuk sebagai
elektronegativitas spektroskopik. Data-data yang diperlukan tersedia untuk hampir
semua unsur, sehingga memperbolehkan kita memperkirakan nilai elektronegativitas
unsur-unsur yang tidak bisa dihitung dengan metode lainnya, misalnya fransium dengan
nilai elektronegativitas allen = 0,67. [17] Namun tidaklah jelas apa yang seharusnya
dianggap sebagai elektron valensi untuk unsur-unsur blok d dan f, sehingga menyebabkan
ambiguitas dalam perhitungan elektronegativitas menggunakan metode Allen.
Dalam skala ini, Neon memiliki elektronegativitas yang paling besar, diikuti oleh fluorin
dan helium.
Baru-baru ini, sebuah skala elektronegativitas baru yang didasarkan pada elektrofilisitas
sistem kimia diajukan oleh Noorizadeh and Shakerzadeh[18]. Dalam skala ini terlihat
bahwa ia mempunyai korelasi yang signifikan dengan elektronegativitas Pauling dan
Allred-Rochow.
[sunting] Korelasi elektronegativitas dengan sifat-sifat
lainnya
Variasi gesaran isomer (sumbu y dalam mm/s) dari anion [SnX6]2− diukur menggunakan
119
Sn Spektroskopi Mössbauer terhadap jumlah elektronegativitas Pauling dari substituen
halida (sumbu x).
Secara umum, elektronegativitas meningkat secara periodik dari kiri ke kanan dan
menurun dari atas ke bawah. Sehingga, fluorin tidak diragukan lagi merupakan unsur
yang elektronegativitasnya paling besar, sedangkan sesium adalah yang paling kecil
berdasarkan data hasil percobaan (nilai 0,7 Fransium didapatkan dari hasil ekstrapolasi).
[17]
Terdapat beberapa pengecualian dari kaidah umum ini, Galium dan germanium memiliki
elektronegativitas yang lebih besar daripada aluminium dan silikon karena kontraksi blok
d. Unsur-unsur periode ke-empat setelah baris pertama dari logam transisi memiliki jari-
jari atom yang lebih kecil dari biasanya karena elektron-elektron 3d tidak efektif dalam
pemerisaian peningkatan muatan inti, sehingga ukuran atom yang lebih kecil berkorelasi
dengan nilai elektronegativitas yang lebih besar (lihat Elektronegativitas Allred-Rochow
dan Elektronegativitas Sanderson di atas). Anomali pada unsur timbal yang mempunyai
elektronegativitas yang lebih besar daripada talium dan bismut tampaknya merupakan
artefak seleksi data (dan ketersediaan data)—metode perhitungan selain metode Pauling
memberikan hasil tren periodik yang normal.
Afinitas Elektron
Ditulis oleh Jim Clark pada 03-01-2009
Halaman ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan afinitas elektron, dan mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya afinitas elektron. Anda dianggap telah
memahami tentang orbital atom sederhana, dan dapat menuliskan struktur elektronik
untuk atom-atom sederhana.
Energi ionisasi selalu ditekankan pada pembentukan ion positif. Afinitas elektron
ditekankan pada ion negatif, dan keduanya banyak dipakai untuk unsur-unsur pada
golongan 6 dan 7 pada tabel periodik.
Pada penggambaran di atas, afinitas elektron pertama diartikan sebagai energi yang
dilepaskan (per mol X) pada saat perubahan ini terjadi.
Afinitas elektron pertama memiliki harga negatif. Sebagai contoh, afinitas elektron
pertama klor adalah -349 kJ mol-1. Berdasarkan perjanjian, tanda negatif menunjukkan
pelepasan energi.
F -328 kJ mol-1
Cl -349 kJ mol-1
Br -324 kJ mol-1
I -295 kJ mol-1
Ya − jika anda bergerak dari atas ke bawah dalam satu golongan, afinitas elektron
pertama makin berkurang (artinya energi yang dilepaskan makin berkurang ketika ion
negatif terbentuk). Fluor tidak mengikuti aturan itu, dan akan dijelaskan secara terpisah.
Afinitas elektron dihitung dari tarikan antara elektron yang datang dengan inti − tarikan
yang lebih kuat, energi yang dilepaskan makin besar.
Faktor yang mempengaruhi tarikan ini sama dengan faktor yang berpengaruh pada energi
ionisasi − muatan inti, jarak dan penyaringan (screening).
Bertambahnya muatan inti dari atas ke bawah dalam satu golongan terkurangi oleh
tambahan penyaringan elektron. Masing-masing elektron terluar mengalami tarikan 7+
dari pusat atom, untuk semua atom golongan 7.
Elektron yang datang masuk ke tingkat-2, dan mengalami penyaringan dari inti oleh 2
elektron 1s2 electrons. Oleh karena itu tarikan bersih dari inti adalah 7+ (9 proton
dikurangi 2 oleh penyaringan elektron).
Faktor yang menentuka n adalah bertambahnya jarak antara elektron yang datang dengan
inti dari atas ke bawah dalam satu golongan. Makin besar jarak, tarikan berkurang dan
energi yang dilepaskan sebagai afinitas elektron juga berkurang.
Elektron yang datang, pada fluor akan lebih dekat dengan inti dibandingkan unsur lain,
sehingga anda akan mendapatkan nilai afinitas elektron yang tinggi.
Namun demikian, karena fluor merupakan atom kecil, anda memasukkan elektron baru
pada tempat yang sudah penuh sesak oleh elektron dan ada banyak tolakan. Tolakan ini
mengurangi tarikan yang dirasakan elektron yang datang dan mengurangi afinitas
elektron.
Perubahan yang sama dari kecenderungan yang diharapkan terjadi antara oksigen dan
sulfur pada golongan 6. Afinitas elektron pertama oksigen (-142 kJ mol-1) lebih kecil dari
sulfur (-200 kJ mol-1) untuk alasan yang sama bahwa fluor lebih kecil dari klor.
Seperti yang anda perhatikan, afinitas elektron pertama oksigen (-142 kJ mol-1) lebih
rendah dari fluor (-328 kJ mol-1). Sama dengan sulfur (-200 kJ mol-1) yang lebih rendah
dari klor (-349 kJ mol-1). Mengapa?
Sederhana saja, unsur golongan 6 memiliki 1 proton pada inti yang lebih sedikit daripada
tetangganya, golongan 7. Banyaknya penyaringan pada keduanya sama.
Itu artinya bahwa tarikan bersih dari inti pada golongan 6 lebih sedikit daripada golongan
7, sehingga afinitas elektron lebih rendah.
Reaktivitas unsur golongan 7 turun dari atas ke bawah dalam satu golongan − fluor
merupakan unsur yang paling reaktif dan iod paling tak reaktif.
Seringkali pada reaksinya unsur-unsur ini membentuk ion negatif. Pada GCSE kadang-
kadang ditunjukkan penurunan reaktivitas karena tarikan terhadap elektron yang datang
berkurang kekuatannya dari atas ke bawah dalam satu golongan, sehingga pembentukan
ion negatif kurang disukai. Penjelasan itu masih dapat diterima kecuali untuk fluor!
Reaksi keseluruhan terdiri dari banyak tahapan yang berbeda yang semuanya melibatkan
perubahan energi, dan untuk menjelaskan kecenderungan yang ada tidak cukup hanya
dengan mengamati salah satu tahap saja. Fluor lebih reaktif daripada klor (walaupun
afinitas elektronnya lebih rendah) karena energi yang dilepaskan pada salah satu langkah
reaksinya mengurangi energi yang dilepaskan sebagai afinitas elektron.
Anda hanya akan ditunjukkan pada unsur golongan 6, oksigen dan sulfur yang keduanya
membentuk ion 2-.
Afinitas elektron kedua adalah energi yang diperlukan untuk menambah satu elektron
pada masing-masing ion dari 1 mol ion gas 1- untuk menghasilkan 1 mol ion gas 2-.
Pada penggambaran di atas, afinitas elektron kedua diartikan sebagai energi yang
dibutuhkan untuk membawa perubahan per mol X-.
Anda mendorong elektron ke dalam ion negatif. Hal ini tidak terjadi dengan serta-merta!
Tanda positif menunjukkan bahwa anda memerlukan energi untuk terjadinya perubahan
ini. Afinitas elektron kedua oksigen tinggi, karena elektron dipaksa masuk ke dalam ion
yang kecil, elektronnya sangat rapat.