Anda di halaman 1dari 11

Adytia Afriandeni Eros

2010310021

2.3 Perencanaan Strategis


Berbagai macam penulis sering menggunakan konsep manajemen strategis dan
perencanaan strategis yang dapat dipertukarkan. Mereka mengamati bahwa, Perencanaan
strategis berguna hanya jika ia mendukung pemikiran strategis dan mengarah pada manajemen
strategis untuk organisasi yang efektif.
Mark Moore menegaskan bahwa pemikiran secara strategis dalam sektor publik
memelukan manajer untuk memberikan kepentingan sama kepada susbtansi, politik, dan
implementasi organisasi.
Perencanaan strategis adalah bahwa sistem manajemen strategis di desain untuk (1)
menjelaskan sasaran – sasaran dan tujuan – tujuan, (2) menentukan kebijakan – kebijakan untuk
pengakuisisian dan pendistribusian sumber daya organisasi, dan (mendirikan basis untuk
penjabaran kebijakan – kebijakan dan keputusan – keputusan ke dalam komitmen tindakan
tertentu.
Perencanaan strategis menekankan pada kebutuhan untuk membuat keputusan strategis
yang akan memastikan kemampuan organisasi untuk merespon lingkungan yang dinamis. Hal ini
membuat perbedaan dengan pendekatan – pendekatan perencanaan jangka panjang lain yang
menganggap bahwa pengetahuan mengenai kondisi – kondisi masa depan dapat diandalkan
secara memadai untuk memastikan validitas rencana lebih dari durasi implementasinya. Output
utama perencanaan strategis harus sebuah rangkaian pedoman dimana rencana – rencana dan
program – program lebih terinci dapat di desain dan di implementasikan.
Konsep perencanaan strategis telah diikutsertakan lebih dari dua dekade lalu sebagai
respon akan kebutuhan untuk proses perencanaan yang lebih dinamis. Dalam pemerintahan ia
menyatakan bahwa perencanaan strategis adalah proses pengidentifikasian tujuan – tujuan dan
pemutusan atas sumber daya untuk digunakan agar tercapai (tujuan – tujuan). dan itu
memerlukan evaluasi bagian – bagian tindakan alternative dan perumusan kebijakan – kebijakan
yang mengatur sumber daya publik.
Tujuan utama perencanaan strategis adalah untuk mendukung pembuatan keputusan
dengan perumusan bagian – bagian tindakan alternative yang akan memiliki jangka panjang,
konsekuensi – konsekuensi yang diinginkan. Perencanaan strategis akan menjadi bagian dari
proses yang meliputi pengalokasian dan penanganan sumberdaya, dan juga evaluasi kinerja.
Peter F. Drucker mendefinisikan perencanaan strategis seperti :
“Proses terus-menerus pada pembuatan keputusan wirausaha sekarang ini (mengambil-resiko)
secara sistematis dan dengan pengetahuan futuritas (keingintahuan) mereka lebih besar;
pengelolaan secara sistimatis upaya-upaya yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan-
keputusan; dan mengukur hasil-hasil keputusan ini terhadap harapan yang telah dibuat.”

Contoh Kasus :
Inilah Trik Unilever Cengkram Pasar Indonesia1

Posted on September 30, 2011 by Ellyzar Zachra P.B

Berada di Indonesia sejak 1993, Unilever berambisi untuk semakin menancapkan cengkraman di
pasar Indonesia. Dengan menggelontorkan investasi US$ 800 juta, Unilever berharap Indonesia
berkontribusi 10% dari profit Unilever secara global, di masa depan.

“Unilever global menyadari bahwa pasar Indonesia tidak hanya strategis dari sudut pandang
historis tetapi juga potensi pertumbuhan yang ingin kami capai. Unilever Indonesia termasuk
salah satu dari 10 pasar terbesar Unilever di dunia. Kami percaya dapat terus memperbesar
potensi pertumbuhan. Bahkan, kami menganggap Indonesia sebagai pasar paling strategis,” ujar
Chief Supply Chain Officer Unilever Plc, Pier Luigi Sigismondi.

Berbicara soal strategi jangka panjang, Unilever melakukan ekspansi dua pabrik produk personal
care, salah satunya di Rungkut, Surabaya. Selain itu, penambahan jumlah produksi juga
dilakukan di pabrik es krim di Cikarang, Bekasi. Untuk program-program tersebut, Unilever
telah menggelontorkan dana sekitar US$ 125 juta. “Kami tidak hanya ingin menekankan
komitmen yang kami miliki untuk negara ini tetapi juga menunjukkan betapa kami optimis
tentang rencana bisnis dan ekonomi yang ditawarkan Indonesia untuk bisnis kami di masa
depan,” tegas Pier.

1
http://swa.co.id/listed-articles/inilah-trik-unilever-cengkram-pasar-indonesia (diakses pada tanggal 29 Agustus
2013 pada pukul 19.00)
Selain itu, untuk mendukung pertumbuhan profit setidaknya 50% dalam lingkup global, Unilever
melakukan investasi di semua sektor yang menjadi bagian dari portofolio perusahan. “Kami,
secara signifikan, merupakan pemain unggulan di bisnis makanan, bisnis es krim dan juga home
and personal care business. Kami punya banyak hal yang bisa ditawarkan di aspek tersebut.
Apalagi, portofolio kami sangatlah kuat dan juga kami menyadari, sekali lagi, kekuatan
organisasi kami miliki sejak lama,” kata Pier.

Ambisi Unilever cukup wajar mengingat mereka bercermin dari persentase GDP Indonesia yaitu
sekitar 6% hingga 8%. Jika melihat rencana investasi kami di Indonesia, ungkap Pier, kami yakin
Indonesia tidak hanya menjadi salah satu dari sepuluh pasar terbesar Unilever tetapi juga bisa
menjadi negara paling penting di Asia. “India juga berkembang sangat pesat. Jadi, ini bisa
menjadi kompetisi yang sehat secara internal.”

Meskipun begitu, Unilever melihat ada beberapa hal yang harus dibenahi di Indonesia yaitu
infrastruktur, logistik dan sumber energi. “Apalagi, kami melihat pertumbuhan yang sangat besar
di Indonesia mengingat GDP sekitar 6%-8%. Ini menjanjikan potensi yang besar bagi masa
depan. Jika melihat rencana investasi kami, Indonesia, kami yakin, tidak hanya menjadi salah
satu dari sepuluh pasar terbesar Unilever. Tapi, Indonesia bisa menjadi negara paling penting di
Asia.”

Saat ini, pangsa pasar Unilever di negara berkembang setidaknya 54%. memanfaatkan kapasitas
dan infrastruktur yang kuat, Unilever yakin dapat mengkoordinir divisi sales. “Dengan
mengkombinasikan kekuatan perusahaan serta pertumbuhan ekonomi, kami yakin bisa
memberikan gap yang besar dengan para pesaing,” ujar Pier optimis.

Indonesia, dalam sudut pandang Unilever, memiliki kondisi ekonomi sangat menjanjikan dan
fundamental yang kuat dalam lingkup mata uang, pertumbuhan ekonomi, keragaman sosial yang
tinggi. “Ini menjadi kekuatan bagi bisnis consumer goods. Begitu pula dengan basis populasi
yang berjumlah sekitar 245 juta penduduk . Kami memiliki keberadaan yang signifikan di
berbagai level komunitas sosial. Growth rate penduduk pun sangat menjanjikan yaitu 1,5%,”
kata Pier.
Meski Buavita menjadi perusahaan terbaru yang diakuisisi Unilever pada 2008, perusahaan
mengindikasikan bahwa mereka tidak menutup kemungkinan melakukan akuisisi lain di
Indonesia. Meskipun tidak menyebutkan nama perusahaan spesifik, Unilever konsiten untuk
melirik perusahaan yang juga bermain di ranah home and personal care dan food and beverage,
“Kami ingin menekankan bahwa Indonesia adalah negara potensial mengingat berusia muda
dengan tingkat across social cukup tinggi. Negara berkembang ini diharapkan berkontribusi
lebih dari 10% di masa depan,” ujar Pier lagi.

Melihat contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa Unilever berambisi untuk dapat
memperbesar pertumbuhannya di lingkup pasar Indonesia, karena mereka menyadari bahwa
Indonesia merupakan Negara yang Strategis dan berpotensi menjadi Negara paling penting di
Asia mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar Unilever di Asia. Dapat
dilihat beberapa Strategi Unilever jangka panjang Unilever dengan melakukan ekspansi dua
pabrik produk personal care, salah satunya di Rungkut, Surabaya. Selain itu, penambahan
jumlah produksi juga dilakukan di pabrik es krim di Cikarang, Bekasi. Untuk program-program
tersebut, Unilever telah menggelontorkan dana sekitar US$ 125 juta. Ini merupakan tujuan utama
dari perencanaan strategis yakni untuk mendukung keputusan dengan perumusan bagian –
bagian tindakan alternatif yang memiliki jangka panjang, konsekuensi – konsekuensi yang
diinginkan. Dikarenakan Unilever menginginkan perusahaan nya makin berkembang di
Indonesia, maka ia pun sudah menyiapkan strategi – strategi tersebut demi apa yang mereka
harapkan tercapai.

2.4 Manajemen Sumberdaya

Permasalahan manajemen sumberdaya manusia adalah seumur umat manusia. Orang


selalu dikaitkan dengan pengalokasian sumberdaya terbatas untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Hanya dalam teori permasalahannya selalu sederhana, sehingga kesulitan dalam
menghadapi keadaan riil nya. Seseorang hanya harus memutuskan apa yang diinginkan,
mengukur keinginan dan kemudian menggunakan alat – alat yang ada untuk mencapai
kemungkinan hasil terbesar dari keinginan yang diidentifikasi. Dewasa ini, alat – alat yang
menjadi sumber daya keuangan pada organisasi kompleks, dan, oleh karena itu, permasalahan
adalah untuk memaksimalkan keuntungan untuk set input keuangan yang diberikan.
Manajemen sumberdaya meliputi (1) pemograman sasaran – sasaran dan tujuan – tujuan
ke dalam program tertentu dan kegiatan – kegiatan, (2) pendesainan proses organisasi untuk
melaksanakan rencana – rencana dan program – program yang telah disetujui, dan (3)
penyusunan staf dan mendapatkan sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan rencana –
rencana atau program – program.
Manajemen sumberdaya adalah hubungan diantara sasaran – sasaran dan tujuan – tujuan
dan kinerja actual kegiatan organisasi. secara alternatif, manajemen sumberdaya mungkin
memerlukan perubahan – perubahan dramatis, pentingnya keseluruhan ketika sebuah organisasi
mendesain ulang proses – prosesnya untuk mencapai perbaikan signifikan dalam kinerja.
Prinsip dasar proses manajemen sumberdaya adalah menganalisa biaya – biaya dan
keuntungan – keuntungan yang menyatu dengan berbagai rencana – rencana keuangan dan
anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif – alternatif yang dipilih.
Proses anggaran memberi hubungan utama diantara keperluan sumberdaya dan
manajemen strategis melalui pemfokusan pada model – model analitis untuk pengalokasian
sumber daya langka dan pengevaluasian strategi – strategi alternatif pada level program.
Anggaran, bagaimanapun juga dapat memberi alat penting bagi manajemen ketika digunakan
untuk memastikan efisiensi – efisiensi kerja dan pengoperasian ekonomis. Sebagai komponen
manajemen strategis, anggaran harus menggambarkan sasaran – sasaran dan tujuan – tujuan dan
keefektifan keseluruhan program dalam pemenuhan kebutuhan klien dan komunitas.
Bagian paling sulit dari manajemen strategis dan sedikitnya mau menerima pendekatan
mekanis meliputi manajemen perubahan. Banyak organisasi memfokuskan upaya – upaya
manajemen perubahan untuk mengidetifikasi dan melaksanakan inovasi – inovasi, terutama
dalam pengenalan teknologi baru. Mereka dengan sembarangan menganggap bahwa efek
teknologi adalah bebas dari struktur organisasi dimana teknologi itu ditempatkan.

Penelitianmenunjukkan bahwa saat investasi dalam teknologi informsai sering disatukan


dengan produktivitas lebih tinggi, perubahan-perubahan saling melengkapi dalam pengoperasian
dan proses organisasi sering lebih penting, dan lebih sulit, untuk berhasil.
Contoh Kasus :

Tantangan SDM Indonesia di Era Globalisasi2

Era Global saat ini sungguh syarat dengan berbagai persaingan yang begitu ketat dari berbagai
bidang didalamnya. Persaingan itu tidak lepas dari semua unsur kebutuhan ummat manusia yang
selalu berkembang setiap detiknya. Disini sangatlah jelas harus adanya upaya reformasi untuk
sebuah perubahan yang dapat menjawab semua tantangan perkembangan era global, terlebih bagi
Indonesia wajib untuk melakukannya.

Era Glogal abad 21 ini sungguh memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan
oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM (Sumber Daya
Manusia) didalamnya, termasuk pula ada upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi.

Sumber Daya Manusia (SDM) Dan Ekonominya Rakyat Indonesia

SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana
menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam
persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal
penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:

1). Ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.

2). Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.

Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya
kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat
krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja
terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi terus meningkat. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi
ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka
pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

2
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/03/30/tantangan-sdm-indonesia-di-era-globalisasi-
547032.html (diakses pada tanggal 29 Agustus 2013 pada pukul 19.00)
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut
bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi,
karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan
wirausaha mahasiswa.

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki
kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan — tidak lebih dari
12% — pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius
dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik
tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas.

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai.
Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural,
kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut
budaya dan etos kerja.

Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku
kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian
SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih
disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses
kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu
kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya
saing dalam dunia usaha.

Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi
persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World
Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti,
di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan
yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk
suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar
internasional.Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum
mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta
sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian
untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.

Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai
kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala
menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh
yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi
seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan
ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.

Dampak IPTEK Terhadap SDM Indonesia

Terkait dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia yaitu adanya ketimpangan antara jumlah
kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun
pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya
sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open
unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8
juta.

Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan
angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua
masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas
angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis
ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja
terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja
lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini
menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka
pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang
didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan
pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%,
hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal
asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan
manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang
berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya
kualitas SDM.

Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karena sikap mental dan
penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam
kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi.
Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya
memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.

Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan
merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan
dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan
ekonomi.

Sementara itu pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam
persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan masyarakat.
Aspek-aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai berikut :

1. Dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi. Khususnya teknologi
informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan batas geografis pada
tingkat negara maupun dunia.

2. Aspek Ekonomi. Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan semakin meningkat
dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya
secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan
pasar global dwasa ini, tidaklah mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat
bersaing, untuk itulah penguasaan IPTEK sangat penting sekali untuk dikuasai. Selain itu, tidak
dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat di masa
kini akibat pengaruh negatif dari globalisasi.
3.Aspek Sosial Budaya. Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan
manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup
serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security
pribadi yang menjangkau masa depan, karena didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau
dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya
fenomena-fenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham
kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan
masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan
atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (Universal internasional).

Dari uraian diatas mengenai IPTEK dalam upaya peningkatan SDM Indonesia di era globalisasi
ini, sudah jelas bahwa dengan adanya IPTEK sudah barang tentu menunjang sekali dalam
kaitannya meningkatkan kualitas SDM kita. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka
Indonesia akan lebih siap menghadapi era globalisasi dewasa ini.

Perlu sekali diperhatikan, bahwasannya dengan adanya IPTEK dalam era globalisasi ini, tidak
dipungkiri juga akan menimbulkan dampak yang negatif dari berbagai aspek, baik aspek
ekonomi, budaya maupun imformasi dan komunikasi, untuk itulah filtrasi sangat diperlukan
sekali dalam penyerapan IPTEK, sehingga dampak negatif IPTEK dalam upaya peningkatan
SDM dapat ditekan seminimal mungkin.

Bagian paling sulit dari manajemen strategis dan sedikitnya mau menerima pendekatan
mekanis meliputi manajemen perubahan. Banyak organisasi memfokuskan upaya – upaya
manajemen perubahan untuk mengidetifikasi dan melaksanakan inovasi – inovasi, terutama
dalam pengenalan teknologi baru. Mereka dengan sembarangan menganggap bahwa efek
teknologi adalah bebas dari struktur organisasi dimana teknologi itu ditempatkan.

Penelitian menunjukkan bahwa saat investasi dalam teknologi informsai sering disatukan dengan
produktivitas lebih tinggi, perubahan-perubahan saling melengkapi dalam pengoperasian dan
proses organisasi sering lebih penting, dan lebih sulit, untuk berhasil.
Dari Kasus diatas dapat saya analisa bahwa rendahnya kualitas SDM di Indonesia, dikarenakan
tingkat pendidikan angkatan kerja yang masih rendah. Hal ini dapat mempengaruhi organisasi
dalam mendapat sumber daya yang diperlukan, bagaimana bisa organisasi tersebut dapat
memperoleh hasil yang diinginkan bertumpu pada kondisi SDM yang masih lemah. Organisasi
tersebut pun pasti jelas tidak akan menggunakan SDM dari kita jika kualitasnya masih rendah,
dan akhirnya lebih memilih SDM dari luar Indonesia yang memiliki kualitas diatas SDM di
Indonesia yang berdampak pada tinggi nya tingkat pengangguran di Indonesia.

Lalu berbicara mengenai bagian sulit mengenai manajemen strategis, yakni meliputi
manajemen perubahan. Banyak organisasi memfokuskan upaya – upaya manajemen perubahan
untuk melaksanakan inovasi – inovasi, terutama dalam pengenalan teknologi baru. Jika melihat
kondisi SDM di Indonesia yang masih rendah dalam penguasaan IPTEK tidak membantu
organisasi dalam mencapai harapannya. Karena dari tahun ke tahun perkembangan teknologi
akan semakin meningkat pesat. Jika penguasaan SDM akan IPTEK masih rendah pembangunan
di Indonesia pun akan terhambat.

Anda mungkin juga menyukai