Anda di halaman 1dari 86

Karya Tulis Ilmiah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYELAM DENGAN


EDUKASI TENTANG BAHAYA DEKOMPRESI AKIBAT
MENYELAM TERLALU DALAM DI DESA DUNWAHAN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOLSER

Disusun Oleh :
Marieta Lolonlun
P07120218072

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL


JURUSAN KEPERAWATAN TUAL
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
2021

Karya Tulis Ilmiah

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYELAM DENGAN
EDUKASI TENTANG BAHAYA DEKOMPRESI AKIBAT
MENYELAM TERLALU DALAM DI DESA DUNWAHAN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOLSER

Karya Tulis Ilmiah ini Disusun Sebagai Suatu Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Kesehatan Pada
Program Studi Keperawatan Tual Jurusan Keperawatan Ambon
Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Disusun Oleh :
Marieta Lolonlun
P07120218072

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL


JURUSAN KEPERAWATAN TUAL
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
2021

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Marieta Lolonlun
NIM : P07120218072
Program Studi : Keperawatan Tual
Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan pengambil
alihan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.
Langgur, Oktober 2021
Pembuat Pernyataan

Marieta Lolonlun
NIM. P07120219072

Mengetahui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Rahel Metanfanuan.S.Kep.,M.Kes Jonathan Kelabora. S.SiT.,M.Kes


NIP. 19710317 199503 2 001 NIP. 19670714 199003 1 005

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Oleh Marieta Lolonlun NIM. PO7120218072 Dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya
Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Desa Dunwahan Wilayah Kerja
Puskesmas Kolser” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Langgur, Oktober 2021

Mengetahui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Rahel Metanfanuan.S.Kep.,M.Kes Jonathan Kelabora. S.SiT.,M.Kes


NIP. 19710317 199503 2 001 NIP. 19670714 199003 1 005

iv
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah Oleh Marieta Lolonlun NIM. PO7120218072 Dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya
Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Desa Dunwahan Wilayah Kerja
Puskesmas Kolser” telah diujikan dan dipertahankan di depan dewan penguji pada
tanggal Maret 2021.

Langgur, Oktober 2021

Dewan Penguji

Penguji Ketua

Ns. Maritje F. Papilaya. S.Kep.,M.Kes


NIP. 19710605 199503 2 001

Penguji Anggota I Penguji Anggota II

Jonathan Kelabora. S.SiT.,M.Kes Ns. Rahel Metanfanuan.S.Kep.,M.Kes


NIP. 19670714 199003 1 005 NIP. 19710317 199503 2 001

Mengesahkan,
Ns. Lucky H. Noya.S.Kep.,M.Kep
Direktur politeknik Kesehatan NIP. 19691806 199603 1 001
Kemenkes Maluku

Hairudin Rasako.S.KM.,M.Kes
NIP.19791122 200212 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi


Keperawatan Tual

v
42
43

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyelam Dengan Edukasi Tentang

Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Desa Dunwahan Wilayah

Kerja Puskesmas Kolser”.

Karya Tulis Ilmiah ini, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi Keperawatan Tual Politeknik Kesehatan Kemenkes

Maluku.

Karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan serta bantuan

dari berbagai pihak,baik secara moril maupun material. Untuk itu, pada kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Hairudin Rasako, S.KM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Maluku.

2. Ns. Lucky H Noya, S.Kep.,M.Kep, selaku ketua Prgram Studi Keperawan

Tual.

3. Ns. Maritje F. Papilaya. S.Kep.,M.Kes, selaku Penguji Ketua.

4. Ns. Rahel Metanfanuan, S.Kep.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama sekaligus

Penguji Anggota I

5. Jonathan Kelabora,S.SiT,M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping sekaligus

Penguji Anggota II

6. Seluruh staf dosen dan Pegawai Program Studi Keperawatan Tual.

43
44

7. Kepala Desa dan seluruh Masyarakat Ohoi Dunwahan yang telah

memberikan izin pada penulis.

8. Kedua orang tua tercinta, kakak, adik, keluarga besar yang telah

memberikan doa, motivasi dan dukungan baik secara moral maupun

material.

9. Sahabat-sahabat yang selalu ada untuk memberikan motivasi dan semangat,

Anjelina Namsa, Asri Mega Yamlean, dan Vitto Fransiscus Olla.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan Nervus yang telah memberikan

dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam

Penyusunan Karya Tulis IImiah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari pembaca guna perbaikan penulisan Karya Tulis ini

Langgur, Oktober, 2021

Penulis

44
45

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN. ..................................i

SAMPUL DALAM. .................................ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN. .................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN. ................................iv

HALAMAN PENGESAHAN. .................................v

KATA PENGANTAR. ................................vi

DAFTAR ISI. ................................vii

ABSRTAK ................................viii

DAFTAR LAMPIRAN. ....................................viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang. ...................................1

1.2. Rumusan Masalah. .................................4

1.3. Tujuan Studi Kasus. .................................4

1.4. Manfaat Studi Kasus. .................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan Pada Penyelam Dekompresi .

.................................6

2.2 Konsep Dekompresi. ...............................17

45
46

2.3 Konsep penyelaman. ...............................22

2.4 Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan. ...............................36

BAB 3 METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus. ...............................37

3.2 Subjek Studi Kasus. ...............................37

3.3 Fokus Studi Kasus. ...............................38

3.4 Defenisi Operasional. ................................38

3.5 Instrumen Studi Kasus. ...............................38

3.6 Pengumpulan Data. ..................................39

3.7 Tempat dan Waktu studi kasus. ...............................40

3.8 Penyajian Data. ................................40

3.9 Etika Studi Kasus. ...............................40

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

46
47

ABSTRAK

Asuhan Keperawatan Pada Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya


Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Desa Dunwahan Wilayah Kerja
Puskesmas Kolser”
Marieta Lolonlun
(2021)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

Pembimbing Utama : Jonathan Kelabora,S.SiT,M.Kes


Pembimbing Pendamping : Ns. Rahel Metanfanuan, S.Kep.,M.Kes

Kata Kunci: Bahaya Dekompresi Dengan Edukasi Bahaya Dekompresi


Latar Belakang: Penyakit dekompresi atau dalam bahasa inggris disebut
decompression sicknes adalah suatu keadaan yang harus dihindari oleh setiap
penyelam. Secara sederhana dekompresi didefenisikan sebagai suatu keadaan
medis dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk
gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system saraf.
Tujuan Penelitian: Menggambarkan asuhan keperawatan pada penyelam dengan
edukasi tentang bahaya dekompresi akibat menyelam terlalu dalam di Ohoi
Dunwahan wilaya kerja puskesmas kolser. Metode Penelitian: Pengumpulan data
adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karateristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah : Metode Wawancara (Interview),
Metode Observasi, Pemeriksaan Fisik, Metode Dokumentasi
Hasil penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di desa dunwahan pada tanggal 20
oktober sampai 10 november2021 dapat terlaksana dengan baik pada penyelam
dibuktikan dengan penyelam paham tentang bahaya dekompresi
Kesimpulan: Pelaksanaan asuhan keperawatan pada penyelam dengan edukasi
tentang bahaya dekompresi akibat menyelam terlalu dalam di Ohoi Dunwahan
wilaya kerja puskesmas kolser dapat terlaksana dengan baik pada kedua pasien.
Saran: Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai bahaya dekompresi
melalui berbagai informasi agar para penyelam dapat mengetahui dan mengerti
bahaya Dekompresi .
Daftar Pustaka: 24 (2004-2017)

47
48

ABSTRACT

Nursing Care for Divers With Education About the Dangers of Decompression Due
to Diving
Too Deep in Dunwahan Village, Kolser Health Center Working Area”
Marieta Lolonlun
(2021)

TUAL NURSING STUDY PROGRAM


HEALTH POLYTECHNIC MINISTRY OF HEALTH MALUKU

Main Advisor : Jonathan Kelabora,S.SiT,M.Kes


Advisor : Ns. Rahel Metanfanuan, S.Kep.,M.Kes

Keywords : Dangers of Decompression With Education Dangers of


Decompression

Background: Decompression sickness or in English called decompression sickness


is a condition that every diver must avoid. In simple terms, decompression is defined
as a medical condition in which the accumulation of dissolved nitrogen after diving
forms air bubbles that block blood flow and the nervous system.
Research Objectives: To describe nursing care for divers with education about the
dangers of decompression due to diving too deep in Ohoi Dunwahan, the work area
of the Kolser Health Center.
Research Methods: Data collection is a process of approaching the subject and the
process of collecting the characteristics of the subject required in a study. The
research methods used in this case study research are: Interview Method
(Interview), Observation Method, Physical Examination, Documentation Method
Research results: This research was carried out in the village of Dunwahan on
October 20 to November 10 2021 can be carried out well for divers as evidenced by
divers understanding about the dangers of decompression
Conclusion: The implementation of nursing care for divers with education about the
dangers of decompression due to diving too deep in Ohoi Dunwahan, the work area
of the Kolser Health Center, could be carried out well for both patients.
Suggestion: It is hoped that it can increase knowledge about the dangers of
decompression through various information so that divers can know and understand
the dangers of decompression.
Bibliography: 24 (2004-2017)

48
49

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

Lampiran 2 Informend consent (Persetujuan menjadi responden)

Lampiran 3 Format Pengkajian ASKEP

Lampiran 4 SAP Bahaya Dekompresi

Lampiran 5 Leaflet Bahaya Dekompresi

Lampiran 6 Jadwal Penelitian Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 7 Daftar Konsultasi

Lampiran 8 Lembar Persetujuan Judul

Lampiran 9 Surat Ijin Pengambilan Data Awal

49
50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan program proses maritim Indonesia memberikan peluang

yang sangat besar bagi masyarakat daerah pesisir untuk pemanfaatan

kekayaan laut dalam mewujudkan ketahanan ekonomi nasional. Indonesia

adalah negara kepulauan yang dikelilingi laut yang cukup luas dengan kawasan

sekitar 7,7 juta Km² (Tomasciket dan Cesar, 2003).

Indonesia sebagai negara dengan teritorial laut terluas di dunia dengan

keseluruhan garis pantai sepanjang 80.791 Km. Luas lautan Indonesia lebih

luas dibanding daratan, sekitar 5,8 juta km2 (75%) luas wilayah Indonesia

merupakan perairan, sedangkan daratannya hanya seluas 1,9 juta Km2 (25%).

Proporsi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki luasan terumbu karang

sebanyak 18% luasan terumbu karang dunia (Tomasciket dan Cesar, 2003).

Penyelaman adalah kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan air

dengan atau tanpa menggunakan peralatan untuk mencapai suatu tujuan

tertentu. Penyelaman dilakukan di lingkungan bertekanan tinggi yang lebih dari

1 atmosfer yang dikenal sebagai lingkungan hiperbarik (Sukmajaya and

Wijayanti, 2010)

Kegiatan menyelam yang melibatkan masyarakat nelayan telah dilakukan

sejak dahulu, walaupun tidak ada catatan khusus mengenai hal ini, namun

sebagai negara dengan wilayah laut yang sangat luas tentu telah

50
51

memanfaatkan sumber daya laut secara intensif. Kegiatan menyelam itu sendiri

seharusnya dilihat sebagai suatu kegiatan mencari nafkah dengan lingkungan

kerja menyelam. Selama ini masyarakat nelayan belum diberikan ilmu

menyelam dengan baik dan benar sehingga dapat membahayakan kesehatan

(Massi, 2005).

Dalam mengelola kekayaan alam tersebut masyarakat nelayan masih

menggunakan cara-cara tradisional, antara lain menyelam dengan

menggunakan peralatan yang sederhana tanpa pelatihan penyelaman yang

benar (Erick, 2012). Penyelam pencarian hasil laut dibeberapa wilayah di

indonesia masih menggunakan kompresor (Penyelam tradisional) sebagai

alternatif pengganti alat selam scuba, salah satu efek yang nyata dalam

penyelaman adalah dekompresi dan penurunan kapasitas paru (Paskarini,

2010).

Penyakit dekompresi atau dalam bahasa inggris disebut decompression

sicknes adalah suatu keadaan yang harus dihindari oleh setiap penyelam.

Secara sederhana dekompresi didefenisikan sebagai suatu keadaan medis

dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk

gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system saraf. Akibat dari

kondisi tersebut maka timbul gejala seperti mati rasa (numbness), kelumpuhan

(paralysis), bahkan kehilangan kesadaran yang bisa menyebabkan meninggaL

(Massi, 2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit dekompresi

antara lain kedalaman menyelam, lama menyelam, lemak tubuh, aktivitas, jenis

kelamin dan usia (Paskarini, 2010).

51
52

Meskipun penyakit dekompresi bukan penyakit yang sering dijumpai pada

masyarakat umum, namun hal ini menjadi perhatian khususnya bagi penyelam

militer, komersial dan rekreasi (Howle, 2017 ). Penyakit dekompresi sering

dialami oleh nelayan penyelam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan data dari direktur jenderal surveilans epidemiologi, imunisasi dan

kesehatan matra hingga tahun 2008, dari 1026 nelayan penyelam di dIndonesia

ditemukan 93,9% penyelam pernah menderita gejala awal dekompresi

diantaranya 29,8% menderita nyeri sendi, gangguan pendengaran sebesar

39,5% dan menderita kelumpuhan sebesar 10,3% (Prasetyo, 2012).

Berdasarkan data yang didapatkan dari beberapa penyelam mengatakan

bahwa selama melakukan penyelaman terdapat beberapa masalah kesehatan

atau keluhan sakit seperti gangguan pendengaran, gangguan pada pernapasan,

keluhan pada sistem motorik seperti susah berjalan, kram pada kaki hingga

mengalami kelumpuhan, hal ini dirasakan setelah melakukan penyelaman

(Paskarini, 2010).

Menurut data badan pusat statistik tahun 2017,dari 82.190 desa di

Indonesia, yang tinggal di kawasan pesisir sekitar 60%, sebagian besar

bermata pencariana sebagai nelayan, tahun 2017 menunjukkan jumlah nelayan

di Indonesia sebanyak 2.275.139 jiwa, dimana 95% diantaranya adalah nelayan

tradisional termasuk nelayan penyelam tradisional.

Data kementerian kesehatan RI tahun 2018 menunjukan nelayan

penyelam di Indonesia berjumlah lebih dari 1 juta jiwa, sebagian besar adalah

nelayan penyelam tradisional, penyelam tradisional biasanya kurang

52
53

memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan

kerja, sehingga berpotensi terkena penyakit dekompresi berdasarkan data yang

didapatkan. Berdasarkan data dari Ohoi Dunwahan, jumlah penyelam sebanyak

15 orang dengan kekuatan menyelam sedalam 12-15 M dari 9 kepala keluarga

diantaranya 4 orang yang telah terdapat tanda dan gejala dan akan dilakukan

penyuluhan kesehatan inilah alasan penulis tertarik untuk melakukan penelitian

di desa dunwahan.

Dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul ‘’Asuhan Keperawatan Pada Penyelam Dengan Edukasi Tentang

Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam’’

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan

masalah penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada

Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam

Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan Wilaya Kerja Puskesmas Kolser ?”

1.3. Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada Penyelam Dengan Edukasi

Tentang Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi

Dunwahan Wilaya Kerja Puskesmas Kolser.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Institusi

53
54

Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar, tentang

asuhan keperawatan pada penyelam dengan dekompresi akibat

menyelam terlalu dalam.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam meningkatkan dan

mengembangkan program pelayanan keperawatan terutama pada

masyarakat tentang bahaya dekompresi di ohoi dunwahan wilayah kerja

puskesmas kolser

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan serta memberikan informasi kepada

masyarakat tentang bahaya dekompresi di ohoi dunwahan wilayah kerja

puskesmas kolser

1.4.4 Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman serta keterampilan

penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada masyarakat

tentang bahaya dekompresi di ohoi dunwahan wilayah kerja puskesmas

kolser

54
55

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Dekompresi

Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses

dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien

agar dapat memenuhi kebutuhan objektif pasien sehingga dapat mengatasi

masalah yang sedang dihadapinya dan asuhan keperwatan dilaksanakan

berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan (Amien.Hardi,2013)

2.1.1 Pengkajian Keperwatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini

semua data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan

status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara

komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social maupun

spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi

dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan

dalam pengumpulan data adalah observasi dan pemeriksaan fisik serta

diagnostic (Asmadi,2008).

2.1.1.1 Identitas pasien, meliputi nama pasien, tanggal lahir, alamat,

pekerjaan, agama, pendidikan, status, diagnosa medis, tanggal

pengkajian.

2.1.1.2 Identitas penanggung jawab pasien meliputi, nama, jenis kelamin

pendidikan,hubungan dengan pasien,alamat.

55
56

2.1.1.3 Riwayat kesehatan meliputi :

a. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan

dan paling sering menggangu pasien pada saat itu (Nyeri

pada persendian, bengkak dan nyeri pada kelenjar getah

bening) keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan

dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan

pemeriksaan dan pemberian tindakan.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang merupakan rincian dari

keluhan utama yang berisi tentang riwayat perjalanan pasien

selama mengalami keluhan secara lengkap.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu merupakan riwayat penyakit fisik

maupun psikologik yang pernah diderita pasien sebelumnya.

seperti diabetes mellitus, hipertensi, trauma dan lain-lain.

Hal ini perlu diketahui karena bisa saja penyakit yang

diderita sekarang ada hubungannya dengan penyakit yang

pernah diderita sebelumnya serta sebagai bahan

pertimbangan dalam pemilihan tindakan yang akan

dilakukan.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

56
57

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengetahui

apakah ada keluarga yang memiliki sakit yang sama dengan

pasien atau penyakit lainnya.

2.1.1.4 Riwayat psikososial spiritual meliputi

a. Data psikologis

b. Data sosial, Dikaji tentang kondisi lingkungan tempat tinggal

pasien.

c. Data spiritual, dikaji tentang sistem keluarga dan kegiatan

keagamaan.

2.1.1.5 Riwayat aktivitas sehari-hari

a. Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah pola makan dan minum, jenis

makanan dan minuman, pantangan makan, frekuensi makan

dan minum.

b. Eliminasi

Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih,

penggunaan alat bantu dan penggunaan obat-obat.

c. Istirahat dan tidur

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama

24 jam, bagaimana kualitas tidur dan kuantitas tidur klien,

apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-obatan untuk

mengatasi gangguan tidur.

d. kebersihan diri

57
58

Kaji perubahan aktivitas kebersihan diri sebelum dan selama

sakit.

2.1.1.6 Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

b. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dari compomentis sampai dengan

penurunan kesadaran.

c. Tanda-tanda vital

Tanda vital merupakan parameter tubuh untuk menilai fungsi

fisiologis organ vital tubuh atau mekanisme homeostatis

tubuh. Pengukuran tanda vital yang secara rutin dipantau

dapat memberikan informasi mengenai status kesehatan

seseorang.

1. Tekanan darah

Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa

oleh jantung terhadap dinding arteri.

2. Suhu

Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara

pembentukan dan pengeluaran panas. Pusat pengaturan

58
59

suhu terdapat di hipotalamus, suhu tubuh dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin, suhu lingkungan, dan aktivitas.

3. Nadi

Nadi atau pulse diukur untuk mengevaluasi denyut

jantung.

4. Pernapasan

Laju pernapasan atau biasa disebut respiration rate (RR)

dipengaruhi oleh suhu, usia, aktivitas.

d. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan kepala

Yang di kaji kesimetrisan, bentuk kepala, oedema, rambut

(jenis,warna) lembab atau tidak, lesi dan bau.

2. Pemeriksaan mata

Yang dikaji gerakan bola mata, simetris atau tidak,

kelainan bentuk/penglihatan, secret, keadaan

sclera/konjungtiva/pupil.

3. Pemeriksaan hidung

Yang dikaji bentuk, masalah pada sinus, trauma,

epistaksis (mimisan), hidung tersumbat.

4. Pemeriksaan telinga

59
60

Yang dikaji bentuk, canalis bersih/tidak, tinnitus (keluar

cairan putih dari lubang telinga), gangguan pendengaran

atau tidak.

5. Pemeriksaan mulut

a) Yang dikaji warna bibir, simetris, lesi, kelembaban,

pengelupasan, bengkak.

b) Rongga mulut stomatitis, kemampuan menggigit,

mengunyah dan menelan.

c) Gusi warna dan edema,

d) Gigi : karang gigi, caries, sisa gigi.

e) Lidah kotor, warna, kesimetrisan, kelembaban, luka,

bercak dan pembengkakan.

f) Kerongkongan : tonsil, peradangan, lendir/secret.

6. Pemeriksaan kulit

Yang dikaji hiperpigmentasi, sianosis, edema, turgor,

makula, papula, vesikula, pustule, bula, nodul, sikatriks,

nevi.

7. Pemeriksaan leher

Yang dikaji pembesaran kelenjar gondok dan limfe, nyeri

tekan, kaku pada leher.

8. Pemeriksaan thorax

Yang dikaji pembesaran kelenjar thyroid.

9. Pemeriksaan abdomen

60
61

Yang dikaji hepar, gaster, adanya nyeri tekan atau tidak.

10. Pemeriksaan muskuloskletal

Yang dikaji kekuatan otot,bentuk tulang, pembengkakan

ada/tidak,nyeri/tidak.

11. Pemeriksaan genetalia dan anus

2.1.1.7 Pemeriksaan diagnostik meliputi :

1. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT scan adalah prosedur yang menggunakan

sinar X. Jika status mental tidak membaik dengan

menggunakan terapi hiperbarik, pertimbangkan etiologi

lainnya.

2. MRI

Untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau

kerusakan jaringan otak akibat embolisasi gas arterial.

3. pemeriksaan laboratorium

Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit

dekompresi yang disertai dengan perubahan status mental,

maka hal hal yang perlu di evaluasi adalah kadar glukosa

darah, darah lengkap, kadar natrium, magnesium, kalsium,

dan fosfor, saturasi oksigen, kadar etanol, dan skrining obat-

obatan lainnya.

2.1.1.8 Analisa data

61
62

Analisis data merupakan metode yang dilakukan perawat untuk

mengaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut

dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan pasien dan

keperawatan pasien (Setiawan, 2012).

2.1.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik secara actual maupun potensial. Diagnose

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (PPNI 2017)

2.1.2.1 Nyeri akut (D.0077)

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

berhubungan dengan mengeluh nyeri.

2.1.2.2 Gangguan mobilitas fisik (D.0054)

Ganggguan mobilifas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot dibuktikan dengan nyeri saat begerak

2.1.2.3 Defisit pengetahuan (D.0111)

Defisit pengetahuan berhubungan dengan menunjukan

perilaku yang tidak sesuai dengan anjuran, menunjukan

persepsi yang keliru terhadap masalah

62
63

2.1.3 Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikrtjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI,2018)

DIAGNOSA (SDKI) TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI (SIKI)


HASIL (SLKI)
Nyeri akut( D.0077) Tingkat nyeri L.08066 Menajemen nyeri 1.08238
Nyeri akut berhubungan dengan Ekspetasi:menurun Tindakan:
agen pencedera fisiologis Kriteria hasil: Observasi
berhubungan dengan mengeluh - Kemampuam - Identifikasi skalah
nyeri. Tampak meringis, sulit menuntaskan nyeri.
tidur. aktivitas - Identivikasi
meningkat respons nyeri non
- Keluhan nyeri verbal.
menurun - Identifikasi
- Meringis menurun pengaruh nyeri
- Kesulitan tidur pada kualitas
menurun hidup.
- Frekuansi nadi - Monitor efek
membaik samping
- Tekanan darah penggunaan
membaik analgetic.
- Pola napas Terapeutik
membaik - Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
- Fasilitas istirahay
dan tidur.
Edukasi
- Jelaskan
penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi
meredahkan nyeri.
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri.

63
64

Gngguan mobilitas fisik D.0054 Mobilitas fisik L.05042 Dukungan mobilisasi


Gangguan mobilitas fisik Ekspetasi:meningkat 1.05173
berhubungan dengan penurunan Kriteria hasil: Tindakan:
kekuatan otot dibuktikan dengan - Pergerakan Observasi
nyeri saat bergerak ekstremitas - Identifikasi adanya
kekuatan otot nyeri atau keluhan
rentang gerak fisik lainnya
(ROM) - Identifikasi
Meningkat. toleransi fisik
- Kaku sendi melakukan
Menurun pergerakan
- Kelemahan fisik - Monitor frekwensi
menurun jantung dan
tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
(mis.pagar tempat
tidur)
- Fasilitas
melakukan
pergerakan , jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan

64
65

(mis. Duduk di
tempat tidur,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan
D.0111 L. 12111 1.12383
Defisit pengetahuan Ekspektasi:membaik Tindakan:
berhubungan dengan Kriteria hasil: Obsrvasi
menunjukan perilaku yang tidak - Perilaku sesuai - Identifikasi
sesuai dengan anjuran, anjuranmeningkat kesiapan dan
menunjukan persepsi yang keliru - Kemampuan kemampuan
terhadap masalah. menjelaskan menerima
pengetahuan informasi.
tentang suatu - Identifikasi faktor-
topik meningkat faktor yang dapat
- Perilaku sesuai meningkatkan dan
dengan menurunkan
pengetahuan motivasi perilaku
meningkat hidup bersih dan
- Pertanyaan sehat.
tentang masalah Terapeutik
yang dihadapi - Sediakan materi
menurun dan media
- Persepsi yang pendidikan
keliru terhadap kesehatan.
masalah menurun - Jadwalkan
- Perilaku membaik pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan.
- Berikan
kesempatan untuk
bertanya.
Edukasi
- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan

65
66

perilaku hidup
bersih dan sehat.
Sumber :Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2017)

2.1.4 Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang

mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksana keperawatan

mencangkup melakukan, membantu memberikan askep untuk

mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan

pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan

berkelanjutan dari klien. Proses pelaksanaan keperawatan (Wiknjosatro

H,2010)

2.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang

teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencaan (Asmadi, 2008).

2.2 Konsep Dekompresi

2.2.1. Definisi Dekompresi

Decompression sickness atau penyakit dekompresi adalah penyakit

yang di sebabkan oleh pengurangan tekenan lingkungan secara cepat

yang cukup untuk menyebabkan pembentukan gelembung dari gas-gas

dalam jaringan tubuh, Istilah lain yang umumnya digunakan untuk

66
67

menggambarkan keadaan ini adalah penyakit caisson (sukmajaya and

wijayanti, 2010).

Penyakit dekompresi timbul sebagai akibat tidak mencukupinya proses

penyesuaian penurunan tekanan pada saat naik ke permukaan.pada

saat tekanan di luar tubuh lebih tinggi dari dalam tubuh maka gas

nitrogen akan terlarut dalam darah dan jaringan tubuh. Sebaliknya

pada saat naik ke permukaan,tekanan di luar tubuh akan makin rendah

dari pada di dalam tubuh maka nitrogen akan di lepaskan kembali ke

paru-paru. Apabila penyesuaian penurunan tekanan tersebut tidak

memadai (naik ke permukaan yang terlalu cepat , tidak melalui stadium

pemberhentian), maka nitrogen akan bertumpuk didalam jaringan dan

darah dalam bentuk gelembung nitrogen. Gelembung nitrogen inilah

yang akan menimbulkan penyakit dekompresi (gerth. 2007)

2.2.2 Patofisiologi Penyakit Dekompresi

Penyakit dekompresi dapat terjadi apabila penyelam naik ke

permukaaan secara tiba-tiba sehingga akan mempengaruhi komposisi

gas nitrogen dan oksigen dalam darah dan jaringan.dasar terjadinya

penyakit dekompresi adalah hokum Dalton dan hukum henry.

Mekanisme terjadinya penyakit dekompresi adalah sebagai berikut :

bila seorang penyelam telah lama berada di kedalaman tertentu air laut

dan sejumlah besar nitrogen telah larut dalam tubuh melebihi batas

normal, kemudian naik kepermukaan air laut secara tiba-tiba, sejumlah

gelembung nitrogen dapat timbul dalam cairan tubuhnya baik dalam sel

67
68

maupun diluar sel. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan di setiap

tempat di dalam tubuh, dari derajat ringan sampai berat tergantung

pada jumlah gelembung yang terbentuk. Terbentuknya gelembung-

gelembung gas berhubungan dengan peristiwa supersaturasi

(kejenuhan) gas dalam darah dan jaringan pada waktu proses

penurunan tekanan disekitar tubuh. Jaringan tubuh manusia

dikelompokkan menurut kemampuan menyerap dan melepaskan gas

nitrogen. Jaringan-jaringan yang dapat mengimbangi secara cepat

disebut “jaringan cepat”, seperti darah dan otak. Sedangkan jaringan

yang lambat mengimbangi disebut ”jaringan lambat” seperti tulang

rawan. Konsep jaringan cepat dan lambat penting memahami bentuk

klinis dekompresi (Mahdi.1999). Cara menyelam mempengaruhi daerah

pembentukan gelembung nitrogen dan gejala dari penyakit dekompresi.

Penyelaman yang singkat dan dalam, menghasilkan beban nitrogen

yang tinggi pada jaringan-jaringan cepat. Penyelaman yang lama di

tempat yang dangkal akan memberikan nitrogen lebih banyak kepada

jaringan-jaringan lambat. Bentuk penyelaman yang lama dan ditempat

dangkal cenderung menimbulkan “bends” pada persendian, karena

sendi merupakan jaringan lambat (Mahdi.1999). Dekompresi

asimtomatik menurunkan trombosit yang bersirkulasi sampai

sepertiganya selama periode 24 jam setelah penyelaman. Fase

pertama dari penyakit dekompresi disebabkan oleh kerja mekanik dari

gelembung, tetapi gejala dalam fase kedua disebabkan oleh pengaruh

68
69

yang merusak dari radikal oksigen yang berkaitan dengan iskemia dan

hipoksia. Ini dapat menjelaskan mulai timbul gejala yang lambat

(Sukmajaya and Wijayanti, 2010)

2.2.3. Tipe Penyakit Dekompresi

2.2.3.1. Penyakit Dekompresi Tipe I

Gejala dari tipe I diantaranya adalah nyeri pada persendian

(muskuloskeletal) dan gejala yang menyertakan kulit

(cutaneous), atau bengkak dan nyeri pada kelenjar getah

bening. Gejala yang paling banyak terjadi dari penyakit

dekompresi adalah nyeri pada persendian. Nyeri yang

dirasakan dapat ringan atau sangat sakit. Area yang paling

sering mengalami nyeri diantaranya adalah bahu, siku,

pergelangan tangan, tangan, lutut dan pergelangan kaki.

Karakter nyeri dimulai secara perlahan dan jika gejala

terabaikan maka akan sulit untuk dilokalisasi. Lokasinya dapat

terletak pada sendi atau otot, dapat meningkat intensitasnya,

dan biasanya dideskripsikan sebagai sakit yang dalam dan

tumpul. Tanda khusus dari tipe I adalah sifat nyeri dan

terlokalisasi di suatu area. Gejala yang paling umum pada kulit

adalah gatal dan juga dapat disertai dengan ruam. Kulit juga

terasa menebal dengan gatal yang berangsur kemerahan (U.S

Navy, 2008 dalam Syamila, 2017).

2.2.3.2. Penyakit dekompresi Tipe II

69
70

Pada tahap awal, gejala dari dekompresi tipe II tidak

dapat dirasakan secara jelas dan penyelam yang sudah

terbiasa mengalaminya tidak menganggap sebagai suatu

permasalahan. Penyelam dapat merasakan kelelahan atau

lemah saat melakukan pekerjaan dengan berlebihan.

Meskipun kelelahan semakin parah, penyelam tidak mencari

pengobatan sampai dirasa sulit untuk berjalan, mendengar,

atau buang air kecil. Penyakit dekompresi tipe II merupakan

penyakit yang serius dan dapat mengancam jiwa. Efek utama

adalah pada sistem saraf. Penyakit dekompresi tipe II terdiri

dari Penyakit Dekompresi Neurologis, Paru dan Cerebral

(Syamila, 2017). Penyakit Dekompresi Neurologis terjadi

ketika gelembung nitrogen mempengaruhi sistem saraf yang

dapat menyebabkan masalah di seluruh tubuh.

Penyakit Dekompresi Paru adalah suatu bentuk yang

jarang dari Penyakit dekompresi yang terjadi ketika

gelembung terbentuk di paru-paru kapiler. Gejala dari penyakit

ini dapat mengganggu pernafasan, batuk dan nyeri di bagian

dada. Penyakit Dekompresi Cerebral terjadi jika gelembung

membuat jalan ke dalam aliran darah arteri untuk pindah ke

otak dan menyebabkan emboli gas arterial (Kemenkes, 2012).

Selain pembagian di atas, penyakit dekompresi

dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan formasi

70
71

gelembung dan gejala yang paling sering dialami. Nyeri

persendian (the bends) terjadi sekitar 60%-70% dari semua

kasus penyakit dekompresi dengan bahu menjadi area

utamanya. Manifestasi dari syaraf terjadi pada 10%-15% dari

semua kasus penyakit dekompresi dengan sakit kepala dan

gangguan penglihatan sebagai gejala yang paling sering. The

chokes sangat jarang terjadi yaitu 2% dari semua kasus

dekompresi dan manifestasi kulit terjadi sekitar 10%-15% dari

semua kasus dekompresi (Brown and Antuqano, 2010)

2.2.4. Bahaya Dekompresi

Adapun bahaya dekompresi yang sering dialami oleh penyelama

yaitu mati rasa yang datang secara tiba-tiba kesemutan, kelumpuhan

dan gangguan pernapasan, dan ketidaksadaran. Bahaya dapat

menyebar dengan cepat dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan

kelumpuhan atau bahkan kematian.

2.2.5. Pencegahan Dekompresi

Beberapa upaya yang dapat mencegah munculnya penyakit

dekompresi :

2.2.5.1. Taati aturan keamanan dan perintah dari instruktur selam.

2.2.5.2. Konsultasikan dengan instruktur mengenai bahasan kedalaman

dan durasi menyelam.

71
72

2.2.5.3. Terapkan safety stop atau berhenti beberapa menit di

kedalaman tertentu (umumnya 4-5 m), sebelum kembali ke

permukaan.

2.2.5.4. Hindari melakukan penerbangan atau perjalanan ketempat

tinggi, setidaknya 24 jam setelah menyelam.

2.2.5.5. Hindari mengkonsumsi alkohol sebelum dan sesudah

menyelam.

2.2.5.6. Hindari mandi dengan air panas setelah menyelam.

2.2.5.7. Pastikan cairan tubuh cukup atau tidak dehidrasi

2.2.6. Penanganan Dekompresi

Dalam penanganan darurat langkah pertama yang harus dilakukan

adalah: membaringkan pasien dalam posisi terlentang, lalu keringkan

tubuh pasien dan hangatkan dengan selimut apabila terjadi penurunan

suhu tubuh. Jika memungkinkan, berikan pasien oksigen aliran tinggi

melalui masker.

2.3. Definisi Penyelaman

Penyelaman adalah kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan air dengan

atau tanpa menggunakan peralatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Penyelaman dilakukan di lingkungan bertekanan tinggi yang lebih dari 1

atmosfer yang dikenal sebagai lingkungan hiperbarik (Sukmajaya and

Wijayanti, 2010). Dalam dunia penyelaman dikenal sebagai penyelaman

basah untuk kegiatan penyelaman di dalam air dan sebutan penyelaman

kering bagi kegiatan penyelaman yang dilakukan di dalam ruangan bertekanan

72
73

tinggi (RUBT = Ruang Udara Bertekanan Tinggi). Penyelaman basah maupun

kering sama-sama mempunyai resiko akibat menghisap gas-gas pernapasan

tekanan tinggi dengan segala akibatnya (Drajat, 2014).

2.3.1 Jenis-jenis Penyelaman

Kegiatan menyelam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

tergantung kedalaman, tujuan penyelaman dan jenis peralatan yang

digunakan (Drajat, 2014). Adapun jenis-jenis penyelaman antara lain:

2.3.1.1. Menurut kedalaman, penyelaman dapat dibedakan menjadi

sebagai berikut :

a. Penyelaman dangkal, yaitu penyelaman dengan kedalaman

maksimum 10.

b. Penyelaman sedang, yaitu penyelaman dengan kedalaman <

10 m s/d 30 Menyelaman dalam, yaitu Penyelaman dengan

kedalaman > 30 m.

2.3.1.2. Menurut tujuannya, dikenal beberapa golongan penyelaman

antara lain:

a. Penyelaman militer, Penyelaman yang dilakukan untuk

kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Penyelaman ini

biasa dilaksanakan oleh para penyelam Angkatan Bersenjata,

misalnya : Tactical, Submarine Rescue, Search & Rescue,

Inspection & Repair, Ship Salvage, Underwater Demolition,

Underwater Combat.

73
74

b. Penyelaman komersial, Penyelaman komersial adalah

penyelaman yang dilakukan oleh penyelam professional antara

lain untuk mencari benda-benda berharga yang terpendam di

dasar laut (Underwater Treasure hunting), konstruksi dibawah

permukaan air, penambangan lepas pantai, salvage, dll.

c. Penyelaman Ilmiah, Penyelaman ilmiah adalah penyelaman

yang dilakukan untuk kepentngan ilmu pengetahuan yang ada

di bawah air seperti penelitian biologi laut, geologi dan ilmu-ilmu

kelautan lainnya. Penyelaman ilmiah berbeda dengan

penyelaman komersial yang mana penyelaman ilmiah hanya

bertanggung jawab terhadap penelitian dan pengumpulan data

bukan terhadap perbaikan konstruksi bawah laut.

d. Penyelaman olahraga, Penyelaman yang dilakukan untuk

kepentingan mempertahankan atau meningkatkan kondisi

kesehatan dan kebugaran jiwa dan raga guna mengejar

prestasi y ang dipertandingkan.

e. Penyelaman tradisional, Penyelaman yang biasa dilakukan oleh

nelayan dan pekerja di laut dengan tujuan mengambil biota laut

untuk memenuhi keperluan pribadi (dijual atau untuk memenuhi

kehidupan sehari-hari). Nelayan penyelam tradisional adalah

nelayan penyelam yang melakukan penyelaman menggunakan

peralatan selam berupa masker yang dihubungkan dengan

selang udara ke kompresor. Penyelaman biasanya dilakukan

74
75

sampai kedalam 20 m atau lebih dengan selang udara dari

kompresor dan penyelam dapat bertahan sampai 2 jam di

bawah air.

2.3.1.3. Menurut peralatan atau teknologi yang digunakan, dikenal

beberapa golongan penyelaman antara lain (Hadi, 1991) :

a. Penyelaman tahan nafas (breath hold diving) adalah

penyelaman tanpa alat bantu pernapasan, penyelam hanya

mengandalkan kemampuannya dalam menahan nafas.

Penyelaman ini digunakan untuk kepentingan komersial,

tujuan militer, olahraga dan rekreasi. Ada 2 macam

penyelaman tahan nafas, yaitu:

1) Googling adalah penyelaman tahan nafas dengan

menggunakan kacamata renang (biasanya pada

kedalaman 1-2 m). Kerugiannya, peselam sulit

melakukan equalisasi pada bagian muka sehingga

mudah terkena squeeze mata. Lama penyelaman hanya

terbatas pada kemampuan tahan napas.

2) Snorkeling adalah penyelaman tahan nafas dengan

menggunakan masker kacamata (face mask) yang

menutupi mata dan hidung sehingga memiliki

keuntungan yaitu peselam mudah melakukan equalisasi.

Kerugiannya, kedalaman dan lama penyelaman sangat

terbatas sesuai kemampuan peselam menahan nafas.

75
76

Peselam tahan nafas ini biasa dilakukan untuk pekerjaan

dalam air yang diselesaikan dalam kurun waktu 1-2

menitpada kedalaman 15 m. atau dapat dilakukan

berulang, misalnya pencarian teripang, kerang, mutiara,

dan lain-lain. Penyelaman tahan nafas ini biasa

digunakan oleh penyelam tahan nafas untuk melakukan

pekerjaan dalam air yang diselesaikan dalam waktu

singkat di tempat dangkal atau dilakukan berulang

seperti pencarian teripang, kerang dan mutiara (Diniz et

al., 2014)

b. Penyelaman SCUBA (Scuba Diving) adalah penyelaman

yang menggunakan alat bantu pernafasan SCUBA (Self

Contained Underwater Breathing Aparatus), dengan udara

bertekanan. Penyelaman SCUBA dilakukan pada kedalam

10-39 m atau kurang dari itu tergantung pada kebutuhan

dan disesuaikan dengan kecepatan arus (maksimal 1 knot).

Dalam keadaan normal penyelaman SCUBA dilakukan

pada kedalam 18 m selama 60 menit, sedangkan

maksiman dilakukan pada kedalaman 39 m selama 10

menit. Scuba digunakan untuk melakukan tugas penyelama

di air dangkal yang memerlukan mobilitas tinggi tetapi dapat

diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Penyelaman

SCUBA sering dilakukan untuk melakukan pemeriksaan,

76
77

pencarian bendabenda, penelitian, pengamatan

pertumbuhan biota laut, perbaikan atau perawatan ringan

pada kapal.

c. Penyelaman Dekompresi adalah penyelaman dengan

udara atau gas campur sampai kedalaman tertentu. Pada

penyelaman dekompresi, penyelam berenang ke

permukaan dengan kecepatan tertentu dan berhenti pada

stadiumstadium dekompresi yang sudah direncanakan

sesuai prosedur dekompresi (Ekawati, 2005).

d. Penyelaman Saturasi adalah penyelaman dengan udara

atau gas campur, biasa dilakukan pada kedalaman tertentu

dalam waktu yang cukup lama (sampai kedalaman 700

meter untuk masa kerja lama) (Drajat, 2014).

e. Penyelaman dengan kapal selam, robot berawak/tidak

berawak, adalah penyelaman yang bisa mencapai

kedalaman sampai 1000 meter.

f. Penyelaman Hookah, adalah kegiatan penyelaman

menggunakan alat pernafasan dengan persediaan udara

dari permukaan (Surface Supplied Breathing Aparatus)

untuk tujuan rekreasi dengan batas maksimal 5 (Cavalcante

et al.) meter pada perairan yang tenang dan berjalan pada

jalur yang sudah ditentukan dengan pengawasan langsung

(Permenpar, 2016).

77
78

g. Penyelaman Kompresor. Teknologi penyelaman yang

digunakan oleh nelayan dengan menggunakan suplai udara

dari kompresor ban yang telah dimodifikasi. Satu kompresor

bisa terpasang sampai 4 buah selang. Selang-selang

tersebut selanjutnya diikatkan ke tubuh penyelam biasanya

di bagian pinggang. Tujuannya adalah agar tidak terbawa

arus yang dapat melepaskan regulator dari mulut penyelam.

Akibat ikatan yang erat pada tubuh penyelam, aliran udara

akan terhambat sehingga udara yang dihirup oleh penyelam

sebagian besar berasal dari gelembung-gelembung air

yang keluar dari selang yang terhambat. Jika terjadi

sesuatu hal seperti mesin kompresor mati mendadak atau

kehabisan bahan bakar, maka seorang penjaga di atas

perahu akan segera menarik selang dan penyelamnya ke

permukaan. Hal inilah yang sering menimbulkan kasus

dekompresi dan kecelakaan penyelaman karena penyelam

tidak memiliki kesempatan untuk melakukan decompression

stop. Kondisi ini diperburuk dengan tidak adanya jam

tangan atau alat penunjuk kedalaman yang merupakan

syarat standar dalam penyelaman (Luthfi, 2015)

2.3.2 Prosuder Penyelaman

Penyelaman pada daerah yang bertekanan tinggi dan dalam waktu

yang lama akan meningkatkan gas nitrogen dalam jaringan tubuh,

78
79

sehingga diperlukan prosedur tertentu untuk naik ke permukaan agar

gas-gas nitrogen dapat dikeluarkan dari tubuh tanpa membahayakan

penyelam (Depkes, 2001). Kecepatan naik yang disarankan adalah

tidak melebihi 1 feet per detik atau kirakira 20 meter dalam 1 menit. Hal

ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada gas-gas lembam

(inert) seperti nitrogen untuk keluar dari pembuluh darah kapiler.

Para penyelam biasanya naik lebih cepat, misalnya dari

kedalaman 20 meter, dia bisa naik dalam 3 –5 detik saja. Cara naik

yang terlalu cepat ini dapat mengakibatkanpenyumbatan pembuluh

darah kapiler oleh gelembung udara,sehingga darah tidak dapat

mengaliri bagian tubuh tertentu. Ini dapat menyebabkan kelumpuhan

pada bagian-bagian tubuh. Jika penyumbatan terjadi pada pembuluh

darah ke kepala atau otak maka akan menyebankan kematian

mendadak karena otak tidak mendapatkan suplai darah dan oksigen

(Kunaefi, 2003).

Tekanan yang dialami penyelam dapat diturunkan dengan

cepat menjadi setengahnya (ratio 2:1) tanpa menimbulkan gangguan.

Berdasarkan konsep ini disusun tabel dekompresi untuk bermacam-

macam kedalaman dan waktu penyelaman dimana dalam kedalaman

tertentu penyelam boleh langsung naik dan berhenti beberapa menit

pada kedalaman tertentu yang tekanan absolutnya setengah dari

tekanan awal, tempat berhenti tadi disebut stasiun dekompresi dan

79
80

cara naik ke permukaan dengan berhenti pada stasiun dekompresi

disebut prosedur dekompresi (Sukmajaya and Wijayanti, 2010).

Prosedur penyelaman yang benar harus menggunakan tabel

selam, penyelam yang melebihi kedalam 20 meter sudah melewati

limit waktu dekompresi. Jika prosedur ini diabaikan, penyelam akan

mengalami gejala dekompresi seperti pegal-pegal pada otot dan

persendian, rasa sakit di dada, sakit belikat dan punggung,

pusingpusing, sakit kepala, mual, rasa kesemutan/kebal, dan rasa

lemas. Jika gejala-gejala ini masih diabaikan juga maka penyelam

tersebut dapat mengalami kelumpuhan pada kaki atau tangannya,

bahkan dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan kematian

(Kunaefi, 2003).

Menurut Depkes RI tahun 2012 Standar Operating Procedure

(SOP) (Kemenkes, 2012, Syamila, 2017) antara lain sebagai berikut:

2.3.2.1. Menyusun rencana penyelaman

a. Waktu dan lokasi penyelaman

b. Menentukan kedalaman penyelaman

c. Menentukan lamanya waktu penyelaman (bottom time)

d. Menetapkan pembantu di permukaan (tender)

2.3.2.2. Memeriksa perlengkapan selam

2.3.2.3. Memeriksa dan memastikan keamanan lokasi penyelaman

2.3.2.4. Melaksanakan penyelaman sesuai rencana

a. Turun menyelam dengan melakukan ekualisasi

80
81

b. Melakukan perkerjaan di kedalaman sesuai rencana masa

penyelam

c. Naik ke permukaan mengikuti prosedur dekompresi

2.3.2.5. Untuk penyelaman berulang secara berurutan sangat

berbahaya. Apabila hal tersebut dilakukan agar

memperhatikan interval waktu antara penyelaman awal dan

berikutnya serta lamanya waktu penyelaman dengan

membaca tabel selam berulang (tabel dekompresi).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Penyelam

2.3.3.1. Faktor Lingkungan (dari luar penyelaman)

Kenyamanan nelayan peselam dalam melakukan pekerjaan

penyelaman sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar

penyelaman (faktor lingkungan), yang meliputi antara lain :

tekanan lingkungan penyelaman, suhu, gerakan air

(gelombang dan arus), dan binatang laut. Faktor-faktor

lingkungan tersebut selain dapat mempengaruhi status

kesehatan nelayan peselam, juga sangat menentukan

kenyamanan nelayan peselam serta lamanya penyelaman

secara maksimal (Kemenkes, 2012).

2.3.3.2. Faktor Dari Dalam (Peselam)

2.3.4. Peralatan Selam

Peralatan selam yang digunakan oleh nelayan penyelam sebagai

berikut:

81
82

2.3.4.1. Masker

Nelayan peselam menggunakan masker ketika masuk ke

dalam air dengan alasan untuk menghindari air masuk ke

hidung dan membantu penglihatan agar lebih baik. Masker

yang digunakan merupakan masker standar yang merupakan

milik dari juragan.

2.3.4.2. Pakaian

Pakaian yang digunakan oleh nelayan peselam adalah berupa

baju biasa, terkadang lengan panjang, celana panjang yang

cukup ketat berbahan kain halus atau biasa disebut dengan

istilah stocking.

2.3.4.3. Fin

Nelayan peselam menggunakan fin atau istilah kaki katak,

dengan jenis full foot, yaitu jenis yang menutupi seluruh kaki

nelayan

2.3.4.4. Pemberat / Weight Belt

Weight belt atau pemberat digunakan oleh nelayan peselam

dan biasanya pemberat yang digunakan berkisar antara 0,5

hingga 3 kilogram.

2.3.4.5. Kompresor

Sumber udara yang digunakan oleh nelayan peselam adalah

kompresor yang biasa digunakan sebagai kompresor ban

bertekanan 10 bar. Kompresor menggunakan oli biasa untuk

82
83

melumasi mesin.. tipe kompresor yang digunakan oleh nelayan

tidak memiliki filter sehingga kontaminasi bahan berbahaya

dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh dan

membahayakan.

Kompresor konvensional yang digunakan nelayan peselam

sebagai alat penghasil udara tekan untuk media pernapasan

dalam air dapat memberikan dampak negatif jika digunakan

dalam jangka waktu yang lama. Dampak paling nyata dari

penggunaan kompresor yang tidak memiliki filter adalah

adanya kerusakan paru-paru dan otak oleh karena material

berbahaya yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan.

2.3.4.6. Regulator dan Selang

Regulator yang digunakan merupakan regulator demand valve

standar yang disambungkan ke selang dan kompresor.

Sedangkan selang yang digunakan untuk mengalirkan udara

kepada peselam merupakan selang plastik PVC maupun

selang lainnya yang dapat mengalirkan udara dari kompresor

kepada nelayan peselam. Panjang selang berkisar antara 50-

200 meter.

2.3.5. Tindakan Pencegahan Bahaya Penyelaman

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahaya

pekerjaan penyelaman diantaranya sebagai berikut :

83
84

2.3.5.1. Gunakan sepatu karet ketika bekerja di dek kapal dan ketika

menyelam

2.3.5.2. Terpasang bendera yang dapat dikenali oleh seluruh kapal

yang menerangkan bahwa terdapat penyelaman di bawah laut.

Ketika bendera tersebut dipasang maka semua kapal yang

melintas harus mengurangi kecepatan atau diusahakan area

tersebut steril dari lalu lintas kapal.

2.3.5.3. Penyelam harus selalu bekerja berpasangan. Hal ini bertujuan

untuk memudahkan penyelaman dan jika dalam keadaan

darurat dapat berbagi udara ketika selang udara atau masker

rusak saat penyelaman.

2.3.5.4. Seorang penyelam harus naik ke permukaan tidak lebih cepat

dari 18 meter per menitnya dan menghembuskan nafas saat

naik atau tidak lebih cepat dari gelembung yang terpelan.

2.3.5.5. Penyelam harus selalu bernapas secara normal dan tidak

boleh menahan 1 nafas. Ketika turun ke dasar laut atau naik ke

permukaan, penyelam harus menghembuskan nafas secara

pelan.

2.3.5.6. Penyelaman harus direncanakan sehingga dasar laut yang

terdalam dilakukan pertama dan secara progresif penyelaman

dilakukan lebih dangkal. Dengan melakukan penyelaman

terdalam dihari pertama dan setiap menyelam semakin

dangkal, tingkat nitrogen secara perlahan berkurang dan risiko

84
85

penyakit dekompresi menurun. Sebelum menyelam, diantara

penyelaman dan setelahnya, penyelam harus minum air

dengan jumlah banyak untuk menghindari dehidrasi yang

dapat meningkatkan resiko dekompresi. Dalam satu hari

penyelaman, disarankan untuk minum 3 - 4 liter air.

2.3.5.7. Dengan melakukan safety stop atau pemberhentian aman

setiap 5 meter untuk 3-5 menit, nitrogen di dalam tubuh

penyelam memiliki banyak waktu untuk berubah menjadi gas

dan keluar melalui pernapasan. Praktik yang baik adalah kru

kapal dapat menarik garis dengan menggunakan tali yang

membujur dari atas permukaan ke dasar laut. Tali yang sudah

diberi tanda di setiap 5 meternya akan mudah dikenali oleh

para penyelam jika akan turun atau naik ke permukaan.

Pelatihan khusus dibutuhkan untuk membaca tabel selam

untuk menentukan waktu dan kedalaman dari decompression

stops.

2.3.5.8. Ketika beristirahat di permukaan, kemungkinan tubuh akan

dapat mengeluarkan nitrogen secara perlahan melalui

pernapasan. Semakin lama penyelam beristirahat diantara

penyelaman semakin banyak pula nitrogen dari tubuh

penyelam dapat keluar. Penyelaman yang dilakukan secara

rutin harus istirahat di permukaan setidaknya 1 jam diantara

penyelaman yang dalam.

85
86

2.3.5.9. Kapal tradisional yang digunakan dapat dimodifikasi untuk

mengurangi kemungkinan gas karbon monoksida memasuki

udara pernapasan. Udara ambilan kompresor harus

dipindahkan secara baik dari gas pengeluaran mesin kapal.

Sesering mungkin mengambil udara 2 meter di atas kompresor

dengan menggunakan pipa yang dilekatkan pada tiang untuk

mengurangi adanya gas buang mesin pada udara pernapasan.

2.4 Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. Aecara umum adalah

segala upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu,kelompok,atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa

yang di harapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan

batasan ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dari pendidikan), proses

(upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output

(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari sutau

promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau

perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif

oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo,2012)

2.4.2 Tujuan pendidikan kesehatan

86
87

Tujuan pendidikan kesehatan Menurut susilo (2011) yaitu untuk

mengubah perilaku individu, kelompok atau masyarakat dari perilaku

tiidak sehat menjadi perilaku sehat.

BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

87
88

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang

dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena

(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui asuhan

keperawatan pada pasien penyelam dengan edukasi tentang bahaya

dekompresi akibat menyelam terlalu dalam di ohoi dunwahan.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang mengalami dekompresi akibat

menyelam terlalu dalam dengan kritetia sebagai berikut :

3.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kreteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo,2012). Kreteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :

3.2.1.1 Penyelam yang berada di Desa Dunwahan

3.2.1.2 Penyelam bersedia menjada subjek peneliti

3.2.1.3 Penyelam bisa berbahasa indonesia dengan baik

3.2.1.4 Penyelam yang kooperatif

3.2.2 Kreteria Eksklusi

Kreteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2010) Kreteria Eksklusi dalam

penelitian ini yaitu:

3.2.2.1 Penyelam yang tidak mengalami dekompresi

3.2.2.2 Penyelam tidak menjadi subjek peneliti

88
89

3.2.2.3 Penyelam tidak bersedia memberikan informasi terkait

dekompresi

3.3. Fokus Studi Kasus

Fokus Studi Kasus adalah pemberian pendidikan kesehatan tentang bahaya

dekompresi.

3.4. Definisi Operasional

3.4.1 Asuhan Keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses dalam

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien

dengan fokus pada masalah pasien dekompresi melalui 5 tahap Proses

asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnose, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

3.4.2 Penyelam merupakan orang yang melakukan kegiatan di bawah

permukaan air dengan atau tanpa menggunakan peralatan untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.

3.4.4 Pendidikan kesehatan adalah informasi kesehatan yang diberikan oleh

tenaga kesehatan untuk menambah pengetahuan pasien.

3.4.5 Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

suatu masalah atau penyakit.

3.5 Instrumen Studi Kasus

Alat akur dalam penelitian ini menggunakan instrumen yaitu pengkajian

keperawatan dan lembar observasi yang digunakan oleh instutusi, data yang

89
90

diperoleh dari suatu pengukuran kemudian di analisis dan kemudian dijadikan

sebagai bukti (evidence) dari suatu penelitian Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu (Sugiyono,2012).

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karateristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2008). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian studi

kasus ini adalah :

3.6.1 Metode Wawancara ( Interview)

Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak, pewawancara dengan

narasumber untuk memperoleh data tentang suatu hal

(Notoatmodjo,2012). Metode ini digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan data secara mendalam dari pasien dan keluarga.

3.6.2 Metode Observasi

Obeservasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk

mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat,2010).

Metode obsevasi yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data

kesehatan pasien dengan penyakit dekompresi

3.6.3 Pemeriksaan Fisik

90
91

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi (melihat), palpasi

(meraba), perkusi (mengetup), auskultasi (mendengar) dan observasi.

Data yang perlu dikaji antara lain keadaan umum, tingkat kesadaran,

tanda vital (TD, Suhu, Nadi, Pernapasan), dan pemeriksaan fisik lainnya

meliputi kepala, wajah, mulut, telinga, hidung, leher, dada dan thoraks,

abdomen, ekstremitas atas, ekstremitas bawah.

3.6.4 Metode Dokumentasi

Untuk mendapatkan data sekunder tentang kasus yang sedang diteliti

meliputi rekam medik (medical record). Catatan keperawatan atau

bentuk dokumentasi lainnya dari keluarga maupun dari puskesmas

tentang penyakit dekompresi secara umum dan data yang berhubungan

dengan subyek penelitian yang menderita dekompresi.

3.7 Tempat Dan Waktu Studi Kasus

3.7.1 Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2021

3.7.2 Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di ohoi dunwahan

3.8 Analisis dan Penyajian Data

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan cara mengukur secara

sistematis pedoman pengkajian selanjutnya memproses data dengan tahap

pengkajian, analisas data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan

evaluasi.

91
92

Pengyajian data dalam studi kasus ini disajikan dalam bentuk narasi / tekstular

yang merupakan penyajian data hasil penelitian dalam bentuk uraian kalimat

(Notoatmodjo,2012) penelitan ini dijabarkan dalam bentuk laporan asuhan

keperawatan.

3.9 Etika Studi Kasus

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawat berhubung lansung dengan

manusia, maka segi penelitian harus diperhatikan (Hidayat,2009).

3.9.1 Informed consen (lembaran persetujuan)

Informed consen adalah sebuah surat permohonan penelitian yang akan

berikan kepada subyek agar subyek penelitian serta dampakanya.

3.9.2 Anominity (tanpa nama)

Anominity adalah konsep penting yang berhubungan langsung dengan

kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama hanya

menuliskan kode pada lembaran pengumpulan data atau hasil penelitian.

3.9.3 Confidentialy (kerahasian)

Confidentialy adalah memperhatikan bahwa peneliti akan mengaja

semua catatan secara tertutup dan hanya orang-orang yang terlibat

dalam penelitian yang dapat mengunakannya.

BAB 4

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

92
93

4.1. Hasil Studi Kasus

Hasil studi kasus tentang asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 20 oktober

2021 sampai 10 november 2021 di wilayah kerja Puskesmas Kolser. Asuhan

keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervenesi

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Didapatkan 2

partisipan. Kasus ini diperoleh dengan metode anamnesa observasi dan

wawancara, sedangkan data penunjang dari dokumen Puskesmas Kolser pada 1

tahun terakhir.

Tempat penelitian di rumah partisipan 1 Saat penulis melakukan penyuluhan

partisipan menerima kehadiran penulis dengan sikap ramah dan kooperatif

Puskesmas Kolser terletak di Ohoi Kolser, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku

Tenggara yang memiliki 8 wilayah kerja di 8 Ohoi yaitu Ohoi Kolser, Ohoi Loon, Ohoi

Kelanit, Ohoi Ohoider Atas, Ohoi Ohoidertawun, Ohoi Letman, Ohoi Dunwahan dan

Ohoi Sidnohoi. Jumlah tenaga kerja pada wilayah kerja Puskesmas Kolser sebanyak

46 orang terdiri dari 34 PNS dan 12 honorer. Sedangkan tenaga kerja pada

Puskesmas Kolser terdiri dari dokter umum 2 orang, S.Kep, Ns 1 orang, DIII

Keperawatan 14 orang, SPK 1 orang, DIII Kebidanan 12 orang, Kesling 1 orang, Gizi

2 orang, Gigi 1 orang, Analisis 2 orang, S.Fam 1 orang dan S.Fam,Apt 1 orang.

4.1.1 Pengkajian

93
94

Hasil anamnesis klien dalam melaksanakan peningkatan pengetahuan

dekompresi di Ohoi Dunwahan Wilayah Kerja Puskesmas Kolser. Pengkajian

pada subjek 1 maupun subjek 2 dilaksanakan pada tanggal 20 oktober – 10

november 2021. Hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan melalui

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi pada kedua klien tersebut adalah

sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Anamnesis Dari Klien Penyelam Dengan Edukasi Tentang

Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

Identitas Pasien Subjek 1 Subjek 2

Nama: Tn. S.R Tn. U.R

Umur: 45 tahun 42 tahun

Jenis Kelamin: Laki – Laki Laki – Laki

Agama: Islam Islam

Pendidikan: SMA SMA

Pekerjaan: Penyelam Ohoi Dunwahan

Alamat: Ohoi Dunwahan Menikah

Status perkawinan: Menikah 22 oktober 2021

Tanggal Pengkajian: 22 oktober 2021

Riwayat Kesehatan - Keluhan Utama: - Keluhan Utama:

Keluhan Utama Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak

Riwayat Penyakit begitu paham dengan mengetahui cara

Sekarang Dekompresi menangani dekompresi

Riwayat Penyakit Masa - Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit

Lalu Sekarang: Sekarang:

Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan pengkajian

94
95

Riwayat Penyakit Keluarga klien mengatakan belum klien mengatakan belum

paham dengan mengetahui cara

Dekompresi menangani dekompresi

- Riwayat Penyakit Masa - Riwayat Penyakit Masa

Lalu: Lalu:

Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak

pernah mengalami pernah mengetahui cara

Dekompresi menangani dekompresi

- Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit

Keluarga: Keluarga:

Klien mengatakan dalam Klien mengatakan dalam

keluarganya belum ada keluarganya belum ada

yang pernah mengalami yang pernah mengetahui

Dekompresi cara

menangani dekompresi

Riwayat Kesehatan - Keluhan Utama: - Keluhan Utama:

Keluhan Utama Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak

Riwayat Penyakit begitu paham dengan mengetahui cara

Sekarang Dekompresi menangani dekompresi

Riwayat Penyakit Masa - Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit

Lalu Sekarang: Sekarang:

95
96

Riwayat Penyakit Keluarga Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan pengkajian

klien mengatakan belum klien mengatakan belum

paham dengan mengetahui cara

Dekompresi menangani dekompresi

- Riwayat Penyakit Masa - Riwayat Penyakit Masa

Lalu: Lalu:

Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak

pernah mengalami pernah mengetahui cara

Dekompresi menangani dekompresi

- Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit

Keluarga: Keluarga:

Klien mengatakan dalam Klien mengatakan dalam

keluarganya belum ada keluarganya belum ada

yang pernah mengalami yang pernah mengetahui

Dekompresi cara

menangani dekompresi

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Dari Klien Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya

Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

Observasi Subjek 1 Subjek 2

Pemerikasaan tanda- Berdasarkan pengkajian Berdasarkan pengkajian

tanda vital didapatkan hasil: TD: 130/80 didapatkan hasil: TD: 120/80

96
97

mmHg, N: 80 x/m, S: 36,5°C, mmHg, N: 79 x/m, S:

RR: 20 x/mt 36,7°C, RR: 20 x/mt

Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan kepala 1. Pemeriksaan kepala

Head to toe Yang di kaji Yang di kaji

kesimetrisan, bentuk kesimetrisan, bentuk

kepala, oedema, kepala, oedema,

rambut (jenis,warna) rambut (jenis,warna)

lembab atau tidak, lesi lembab atau tidak,

dan bau. lesi dan bau.

2. Pemeriksaan mata 2. Pemeriksaan mata

Yang dikaji gerakan Yang dikaji gerakan

bola mata, simetris atau bola mata, simetris

tidak, kelainan atau tidak, kelainan

bentuk/penglihatan, bentuk/penglihatan,

secret, keadaan secret, keadaan

sclera/konjungtiva/pupil. sclera/konjungtiva/pupil.

3. Pemeriksaan hidung 3. Pemeriksaan hidung

Yang dikaji bentuk, Yang dikaji bentuk,

masalah pada sinus, masalah pada sinus,

trauma, epistaksis trauma, epistaksis

(mimisan), hidung (mimisan), hidung

tersumbat. tersumbat.

4. Pemeriksaan telinga 4. Pemeriksaan telinga

Yang dikaji bentuk, Yang dikaji bentuk,

canalis bersih/tidak, canalis bersih/tidak,

tinnitus (keluar cairan tinnitus (keluar

97
98

putih dari lubang cairan putih dari

telinga), gangguan lubang telinga),

pendengaran atau gangguan

tidak. pendengaran atau

5. Pemeriksaan mulut tidak.

Yang dikaji warna bibir, 5. Pemeriksaan mulut

simetris, lesi, kelembaban, Yang dikaji warna bibir,

pengelupasan, bengkak. simetris, lesi, kelembaban,

Rongga mulut stomatitis, pengelupasan, bengkak.

kemampuan menggigit, Rongga mulut stomatitis,

mengunyah dan menelan. kemampuan menggigit,

Gusi warna dan edema, mengunyah dan menelan.

Gigi : karang gigi, caries, sisa Gusi warna dan edema,

gigi. Gigi : karang gigi, caries,

Lidah kotor, warna, sisa gigi.

kesimetrisan, kelembaban, Lidah kotor, warna,

luka, bercak dan kesimetrisan, kelembaban,

pembengkakan. luka, bercak dan

Kerongkongan : tonsil, pembengkakan.

peradangan, lendir/secret. Kerongkongan : tonsil,

6. Pemeriksaan kulit peradangan, lendir/secret.

Yang dikaji 6. Pemeriksaan kulit

hiperpigmentasi, Yang dikaji

sianosis, edema, turgor, hiperpigmentasi,

makula, papula, sianosis, edema,

vesikula, pustule, bula, turgor, makula,

98
99

nodul, sikatriks, nevi. papula, vesikula,

7. Pemeriksaan leher pustule, bula, nodul,

Yang dikaji sikatriks, nevi.

pembesaran kelenjar 7. Pemeriksaan leher

gondok dan limfe, nyeri Yang dikaji

tekan, kaku pada leher. pembesaran

8. Pemeriksaan thorax kelenjar gondok dan

Yang dikaji limfe, nyeri tekan,

pembesaran kelenjar kaku pada leher.

thyroid. 8. Pemeriksaan thorax

9. Pemeriksaan abdomen Yang dikaji

Yang dikaji hepar, pembesaran

gaster, adanya nyeri kelenjar thyroid.

tekan atau tidak. 9. Pemeriksaan

10. Pemeriksaan abdomen Yang

muskuloskletal Yang dikaji hepar, gaster,

dikaji kekuatan adanya nyeri tekan

otot,bentuk tulang, atau tidak.

pembengkakan 10. Pemeriksaan

ada/tidak,nyeri/tidak. muskuloskletal Yang

11. Pemeriksaan genetalia dikaji kekuatan

dan anus otot,bentuk tulang,

pembengkakan

ada/tidak,nyeri/tidak.

11. Pemeriksaan

99
100

genetalia dan anus

Tabel 4.3 Analisa Data Pada Klien Penyelam Dengan Edukasi Tentang Bahaya

Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

Data Problem (masalah) Etiologi (penyebab)

Subjek 1 Defisit Pengetahuan Kurangnya terpapar

DS: infomasi tentang bahaya

Klien mengatakan tidak Dekomresi

begitu paham dengan

bahaya Dekompresi

DO:

Klien tampak bingung dan

tidak dapat menjelaskan

tentang bahaya

Dekompresi

Subjek 1 Defisit Pengetahuan Kurangnya terpapar

DO: infomasi tentang bahaya

Klien mengatakan tidak Dekompresi

mengetahui cara

pertolongan pada orang

yang mengalami bahaya

Dekompersi

DS:

100
101

Klien bertanya-tanya

tentang cara pertolongan

pada orang yang terkena

bahaya dekompresi

4.1.1.1 Diagnosa Keperawatan

Dari subjek 1 dan 2 didapatkan diagnosa keperawatan: Defisit pengetahuan berhubungan

dengan kurangnya terpapar informasi tentang Bahaya Dekompresi

4.1.2 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.4 Intervensi Keperawatan Pada Klien Penyelam Dengan Edukasi Tentang

Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

1 Subjek 1 Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan

Defisit Pengetahuan tindakan Observasi:

berhubungan dengan keperawatan 3x24  Identifikasi

Kurangnya terpapar infomasi jam diharapkan kesiapan dan

tentang bahaya Dekompresi tingkat pengetahuan kemampuan

membaik dengan menerima

kriteria hasil informasi

1. Pengetahuan  Identifikasi

tentang baya faktor-faktor

dekompresi yang dapat

akibat meningkatkan

menyelam pengetauhan

101
102

telalu dalam tentang

meningkat bahaya

(5) dekompresi

2. Kemampuan akibat

menjelaskan menyelam

teng terlalu dalam

pengertian Terapeutik:

dekompresi,  Sediakan materi

penyebab dan media

dekompresi, pendidikan

bahaya kesehatan yaitu

dekompresi, leaflet & SAP

tanda dan  Jadwalkan

gejala pendidikan

dekompresi, kesehatan

cara sesuai

pencegahan kesepakatan

dekompresi  Berikan

meningkat (5) kesempatan

untuk bertanya

Edukasi:

 Jelaskan faktor

risiko yang dapat

mempengaruhi

kesehatan akibat

menyelam terlalu

102
103

dalam

 Ajarkan cara

pencegahan

bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan strategi

yang dapat

digunakan untuk

menangani bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

2 Subjek 2 Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan

Defisit Pengetahuan tindakan Observasi:

berhubungan dengan keperawatan 3x24  Identifikasi

Kurangnya terpapar infomasi jam diharapkan kesiapan dan

tentang bahaya Dekompresi tingkat pengetahuan kemampuan

membaik dengan menerima

kriteria hasil informasi

1. Pengetahuan  Identifikasi

tentang baya faktor-faktor

dekompresi yang dapat

akibat meningkatkan

menyelam pengetauhan

103
104

telalu dalam tentang

meningkat bahaya

(5) dekompresi

2. Kemampuan akibat

menjelaskan menyelam

teng terlalu dalam

pengertian Terapeutik:

dekompresi,  Sediakan materi

penyebab dan media

dekompresi, pendidikan

bahaya kesehatan yaitu

dekompresi, leaflet & SAP

tanda dan  Jadwalkan

gejala pendidikan

dekompresi, kesehatan

cara sesuai

pencegahan kesepakatan

dekompresi  Berikan

meningkat (5) kesempatan

untuk bertanya

Edukasi:

 Jelaskan faktor

risiko yang dapat

mempengaruhi

kesehatan akibat

menyelam terlalu

104
105

dalam

 Ajarkan cara

pencegahan

bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan strategi

yang dapat

digunakan untuk

menangani bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

4.1.3 Implementasi Keperawatan

Tabel 4.5 Implementasi Keperawatan Pada Klien Penyelam Dengan Edukasi

Tentang Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

NO Pelaksanaan Hari 1 Hari 2 Hari 3

1 Edukasi Kesehatan Tanggal 22 Tanggal 23 Tanggal 24

Observasi: Oktober 2021, Oktober 2021, Oktober 2021,

 Identifikasi pukul 11.00 pukul 10.45 pukul 11.10

kesiapan dan WIT. WIT. WIT

kemampuan Klien tampak Klien sudah Klien sudah

menerima bingung dan mulai dapat dapat

informasi tidak dapat menjelaskan menjelaskan

105
106

 Identifikasi menjelaskan tentang kembali

faktor-faktor tentang bahaya tentang

yang dapat bahaya dekompresi bahaya

meningkatkan dekompresi dekompresi

pengetauhan

tentang bahaya

dekompresi

akibat menyelam

terlalu dalam

Terapeutik:

 Sediakan materi

dan media

pendidikan

kesehatan yaitu

leaflet & SAP

 Jadwalkan

pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan

 Berikan

kesempatan untuk

bertanya

Edukasi:

 Jelaskan faktor risiko

yang dapat

mempengaruhi

106
107

kesehatan akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan cara

pencegahan bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan strategi yang

dapat digunakan untuk

menangani bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

2 Subjek 2 Tanggal 22 Tanggal 23 Tanggal 24

Edukasi Kesehatan Oktober 2021, Oktober 2021, Oktober 2021,

Observasi: pukul 10.00 pukul 10.30 pukul 11.00

 Identifikasi WIT. WIT. WIT.

kesiapan dan Klien bertanya- Klien sudah Klien sudah

kemampuan tanya tentang mulai dapat mengerti dan

menerima cara menjelaskan dapat

informasi menangani kembali menjelaskan

 Identifikasi dekompresi tentang cara kembali

faktor-faktor mencegah tentang cara

yang dapat bahaya menangani

meningkatkan dekompresi bahaya

107
108

pengetauhan akibat dekompresi

tentang bahaya menyelam akibat

dekompresi terlalu dalam menyelam

akibat menyelam terlalu dalam

terlalu dalam

Terapeutik:

 Sediakan materi

dan media

pendidikan

kesehatan yaitu

leaflet & SAP

 Jadwalkan

pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan

 Berikan

kesempatan untuk

bertanya

Edukasi:

 Jelaskan faktor risiko

yang dapat

mempengaruhi

kesehatan akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan cara

108
109

pencegahan bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

 Ajarkan strategi yang

dapat digunakan untuk

menangani bahaya

dekompresi akibat

menyelam terlalu

dalam

4.1.4 Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.6 Evaluasi Keperawatan Pada Klien Penyelam Dengan Edukasi Tentang

Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu Dalam Di Ohoi Dunwahan

NO Evaluasi Hari 1 Hari 2 Hari 3

1 Subjek 1 Jam 11.00 Jam 10.45 Jam 11.10 WIT

Defisit Pengetahuan WIT WIT S: Klien

berhubungan dengan S:Klien S: Klien mengatakan

Kurangnya terpapar mengatakan mengatakan sudah

infomasi tentang bahaya tidak begitu sudah mulai mengerti

dekompresi paham dengan mengerti mengenai

bahaya tentang penjelasan

dekompresi bahaya tentang

akibat dekompresi bahaya

menyelam akibat dekompresi

109
110

terlalu dalam menyelam akibat

O: Klien terlalu dalam menyelam

ditanya O: Klien terlalu dalam

tentang ditanya O: Klien

bahaya tentang ditanya

dekompresi bahaya tentang

akibat dekompresi bahaya

menyelam akibat dekompresi

terlalu dalam menyelam akibat

Klien tampak terlalu dalam menyelam

bingung dan Klien sudah terlalu dalam

tidak dapat dapat Klien sudah

menjelaskan menjawab dapat

tentang sebagian menjawab dan

bahaya namun masih menjelaskan

dekompresi terlihat kembali

bingung tentang

A: Masalah bahaya

belum teratasi A: Masalah dekompresi

teratasi akibat

P: Intervensi sebagian menyelam

dilanjutkan terlalu dalam

hari ke 2 P: Intervensi dengan baik

dilanjutkan

hari ke 3 A: Masalah

110
111

teratasi

P: Hentikan

intervensi

2 Subjek 2 Jam 10.00 Jam 10.30 Jam 11.00 WIT

Defisit Pengetahuan WIT WIT S: Klien

berhubungan dengan S: Klien S: Klien mengatakan

Kurangnya terpapar mengatakan mengatakan sudah dapat

informasi bahaya tidak sudah mengerti dan

deekompresi mengetahui mengetahui mengetahui

tentang cara tentang cara cara

pencegahan menangani pencegahan

tentang bahaya tentang

bahaya dekompresi bahaya

dekompresi akibat dekompresi

akibat menyelam akibat

menyelam terlalu dalam menyelam

terlalu dalam O: Klien dapat terlalu dalam

O: Klien menyebutkan O: Klien dapat

bertanya-tanya sebagian cara menyebutkan

tentang cara pencegahan cara

menangani bahaya pencegahan

bahaya dekompresi bahaya

dekompresi akibat bahaya

akibat menyelam dekompresi

menyelam

111
112

terlalu dalam terlalu dalam akibat men

A: Masalah

A: Masalah teratasi A: Masalah

belum teratasi. sebagian. teratasi.

P: Intervensi di P: Intervensi di P: Intervensi di

lanjutkan hari lanjutkan hari hentikan.

ke-2. ke-3.

4.2 Pembahasan

Pada kesempatan ini peneliti akan membahas kesamaan antara teori dengan

fakta lapangan studi kasus seperti di bawah ini:

4.2.1 Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan pengkajian data fokus pada subjek 1 Tn.S.R yang

berprofesi sebagai nelayan ditemukan keluhan antara lain: klien mengatakan

tidak begitu paham dengan bahaya dekompresi. Sedangkan pada subjek 2

Tn.U.R ditemukan keluhan klien mengatakan tidak mengetahui cara

menangani dekompresi.

Dekompresi adalah penyakit yang di sebabkan oleh pengurangan

tekenan lingkungan secara cepat yang cukup untuk menyebabkan

112
113

pembentukan gelembung dari gas-gas dalam jaringan tubuh (sukmajaya and

wijayanti, 2010).

Penyakit dekompresi timbul sebagai akibat tidak mencukupinya

proses penyesuaian penurunan tekanan pada saat naik ke permukaan, pada

saat tekanan di luar tubuh lebih tinggi dari dalam tubuh maka gas nitrogen

akan terlarut dalam darah dan jaringan tubuh (gerth. 2007)

Menurut asumsi peneliti, data yang ditemukan pada subjek 1 dan

subjek 2 di lapangan tidak berbeda jauh dengan teori. Berdasarkan

pengkajian didapatkan keluhan pada subjek 1: Klien mengatakan tidak begitu

paham dengan bahaya dekompresi dan keluhan pada subjek 2: Klien

mengatakan tidak mengetahui cara menangani dekompresi, sehingga dari

data tersebut dapat memudahkan peneliti dalam melakukan pengkajian data

serta menganalisa data untuk menetapkan masalah utama keperawatan

yang dialami oleh kedua subjek.

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Setalah dilakukan analisa data pada hasil pengkajian, ditemukan

satu masalah keperawatan pada subjek 1 dan subjek 2 yaitu defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar infomasi tentang

bahaya dekompresi.

Terdapat tiga diagnosa keperawatan pada kasus dekompresi antara

lain diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis berhubungan dengan mengeluh nyeri, gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan

113
114

dengan nyeri saat bergerak, Defisit pengetahuan berhubungan dengan

menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan anjuran, menunjukan

persepsi yang keliru terhadap masalah.

Dalam studi kasus ini peneliti menemukan antara teori dengan

kenyataan di lapangan dalam menentukan diagnosa keperawatan pada

subjek 1 dan subjek 2 dimana dalam teori terdapat tiga diagnosa

keperawatan, dari ketiga diagnosa tersebut hanya satu yang menjadi

prioritas utama, sehingga didapat diagnosa defisit pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi sesuai keluhan utama

yang muncul pada subjek 1 maupun subjek 2.

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Dalam merumuskan rencana tindakan keperawatan, peneliti

menetapkan tujuan tindakan keperawatan dimana tingkat

pengetahuan membaik dengan 6 kriteria hasil yang akan dicapai

berdasarkan PPNI (2018) yaitu perilaku sesuai anjuran meningkat,

kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat,

pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun dan persepsi

yang keliru terhadap masalah menurun.

Intervensi keperawatan menurut PPNI (2018) pada diagnosa

defisit pengetahuan melalui edukasi kesehatan antara lain:

Observasi: Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima

114
115

informasi, Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan

motivasi tentang cara mengatasi bahay Dekompresi. Terapeutik:

sediakan materi dan media pendidikan kesehatan, jadwalkan

pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan, berikan kesempatan

untuk bertanya. Edukasi: jelaskan faktor risiko yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan anjurkan penyelam agar tidak

menyelam terlalu dalam agar bisa menghindari bahaya dekompresi.

Berdasarkan teori dan praktek lapangan, peneliti merumuskan

rencana tindakan keperawatan melalui edukasi kesehatan dengan

teknik observasi, terapeutik dan edukasi.

4.2.4 Implementasi Keperawatan

Peneliti menerapkan pelaksanaan tindakan keperawatan pada kedua subjek studi

kasus sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang sudah ditetapkan yaitu

melalui edukasi kesehatan yang terdiri dari:

1. Observasi

a. I

b. dentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

c. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan

pengetauhan tentang bahay dekompresi

2. Terapeutik

a. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

115
116

b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

c. Berikan kesempatan untuk bertanya

3. Edukasi

a. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.

b. Ajarkan cara menangani bahaya dekompresi.

c. Ajarkan strategi yang dapat dapat digunakan untuk

menanangani bahaya dekompresi.

Penyuluhan dilakukan selama tiga hari baik pada subjek 1 maupun subjek 2.

Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah

dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan

hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Wartonah,

2010).

Pada studi kasus ini peneliti melakukan tindakan keperawatan mandiri (independen)

dan melaksanan tindakan sesuai rencana keperawatan yang telah ditetapkan

melalui media leaflet agar klien dapat mudah memahami materi yang disampaikan.

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan hasil tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari melalui

penyuluhan edukasi kesehatan tentang bahaya dekompresi didapatkan hasil pada

subjek 1 tanggal 23 oktober 2021 jam 11.10 WIT dengan S: klien mengatakan sudah

mengerti tentang bahaya dekompresi, O: Klien dapat menjawab pertanyaan yang

diberikan mengenai bahaya dekompresi, A: masalah teratasi, P: intervensi

dihentikan. Sedangkan pasa subjek 2 tanggal 23 oktober 2021 jam 11.00 WIT

116
117

dengan S: Klien mengatakan sudah dapat mengerti dan mengetahui cara

menangani dekompresi . O: Klien dapat menyebutkan cara menangani dekompresi.

A: masalah teratasi. P: intervensi dihentikan. Maka dari hasil evaluasi tersebut,

tujuan dan kriteria dapat tercapai dengan baik antara lain:

1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5)

2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat (5)

3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun (5)

4. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5)

5. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun (5)

Dalam melaksanakan evaluasi keperawatan, peneliti tidak menemukan kesamaan

antara teori dengan kenyataan di lapangan. Hal ini terjadi karena tujuan dan standar

penilaian dibuat secara baik serta adanya kerja sama yang baik dari klien dan

didukung oleh keluarga subjek studi kasus.

117
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Asuhan Pada Klien Penyelam

Dengan Edukasi Tentang Bahaya Dekompresi Akibat Menyelam Terlalu

Dalam pada subjek 1 dan subjek 2, maka peneliti dapat mengambil

kesimpulan antara lain,ditemukan satu diagnosa keperawatan utama yaitu

defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

tentang bahaya dekompresi di Ohoi Dunwahan Intervensi yang

diterapakan melalui edukasi kesehatan dan diimplementasikan selama 3

hari. Hasil evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode subjektif,

objektif, assessment dan planning (SOAP). Evaluasi yang diharapkan

sesuai dengan teori antara lain: perilaku sesuai anjuran meningkat,

kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat,

pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun, persepsi yang

keliru terhadap masalah menurun, menjalani pemeriksaan yang tidak

tepat menurun, perilaku membaik.

Penelitian ini dapat berjalan dengan baik berdasarkan adanya perubahan

tentang pengetahuan bahaya dekompresi pada kedua subjek studi kasus

serta adanya dukungan kerja sama dari keluarga kedua subjek sehingga

defisit pengetahuan mengenai bahaya dekompresi pada kedua subjek

tersebut dalam pemberian pendidikan kesehatan dapat tercapai.

1
119

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ohoi Dunwahan, adapun

saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

5.2.1. Bagi Masyarakat

Para masyarakat khususnya penyelam dekompresi harus

meningkatkan pengetahuannya mengenai bahaya dekompresi

melalui berbagai informasi agar para penyelam dapat mengetahui

dan mengerti bahaya Dekompresi .

5.2.2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi

Diharapkan dapat menambah keluasan ilmu dan teknologi

keperawatan dalam asuhan keperawatan pada penyelam

Dekompresi dalam peningkatan pengetahuan tentang bahaya

Dekompresi

5.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan studi kasus

ini sebagai sumber informasi untuk melaksanakan penelitian lebih

mendalam lagi.
120

DAFTAR PUSTAKA

Amien, Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis Dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction: Jogjakarta

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. EGC. Jakarta

Brown, J. & Antuqano, M, J. 2010. Altitude-Induced Decompression Sickenss.

United states. Offce of aviation medicine.

Cavalcente, E. S.,Freire, I. L. S., da Silva Dantas, B. A., Cavalcente, C. A. A., De

Lima Gomes, A. T.& De Miranda, F. A. N. 2015. Hospital. Journal Of Nursing

Ufpe On Line-Issn: 1981-8963, 9, 9520-9527.

Diniz, C. M. P., Farias, T. L., Pereira, M. C. A., Pires, C. B. R., Goncalves, I. S.

L., Coertjens, P. C. & Coertens, M. 2014. Chronic Adaptations Of Function In

Breath-Hold Diving Fishermen. International Jurnal Of Occupational

Madicine And Environmental Health, 27, 216-223.

Drajat, T., Faisal, Zainal dan Raodhah 2014. Penyusunan Profil Nelayan

Penyelam Barang Lompo. Pulau Barang Lompo Kota Makasar: PKM Pulau

Barrang Lopmo

Ekawati, T. 2005. Analisis Faktor Resiko Barotrauma Membrana Timpani Pada

Nelayan Penyelam Tradisional Dekecamatan Semarang Utara Kota

Semarang Risk Factor Analisis Of Barotrauma Membrana Timpani Of

Indigenous Diver Fisherman In North Subdistrict, Semarang City. Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Greth, W. A., Ruterbusch, V. L. & Long, E. T. 2007. The Influence Of Thermal

Exposure On Diver Susceptibility To Decompessions Sickness. Navy

Experimental Diving Unit Panama City Fla.


121

Hall, J . 2014 The Risks Of Scuba Diving: A Focus On Decompression LIIness.

Hawai’i journal of medicine & public health, 73, 13.

Hidayat A. 2009. Metode Penelitian Teknik analisa Data. Jakarta : Selembe

Medika.

Howle, I. E., weber, P. W., Hada, E. A., Vann, R. D. & Denoble, P. J. 2017. The

Probability And Safety Of Decompressions Sickness. Plos One , 12,

e0172665

Massi, 2005. Keselamatan Dan Kesehatan Penyelam Tradisional Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta, PT Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Paskarini, 2010. Kecelakaan Dan Gangguan Kesehatan Penyelam Tradisional

Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Kabupaten Seram Maluku.

Permenpar. 2016. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi.

In: Pariwisata, K. (Ed). Jakarta: Kementerian Pariwisata

PPNI . 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan 2.

Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetak 3.

Jakarta: DPP PPNI .

Prasetyo, 2012. Pengaruh Kedalaman Dan Lama Menyelam Terhadap Ambang-

Dengar Penyelam Tradisional Dengan Barotrauma Telinga. Orli Vol. 42 No 2

Tahun 2012, Universitas Brawijaya Malang


122

Sains, M.P.F., Coto,I. Z. & Hardjanto, I. 2005. Analisis Kesehatan Dan

Keselamatan Lingkungan Kerja Penyelam Tradisional (Safety Health

Environment Analysis For Traditional Divers).

Setiawan. 2012. Potensi Penggunaan Acepromazine Sebagai Alternatif Anastesi

Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sukmajaya, A. & Wijayanti, Y. 2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit

Dekompresi Pada Penyelam Profesional Dan Penyelam Tradisional Di Gili

Matra Kabupaten Lombok Utara Propinsi NTB. Universitas Gadjah Mada

Syamila, A. I. 2017. Analisis Faktor Resiko Penyakit Dekompresi Pada Nelayan

Penyelam Di Pantai Tanjung Papuma Kabupaten Jember. Universitas

Airlangga.

Tomasicket & Cesar, 2003. The Ecology Of The Indonesian Seas, Parts One

And Two. EMDI And Periplus, Singapore.

Wiknijosatro, H. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

Dan Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta: Pustaka

Anda mungkin juga menyukai