PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh karena lingkungan hidup merupakan sesuatu yang penting bagi makhluk
hidup maka sudah sepatutnya,kita menjaga lingkungan yang kita tinggali akan
tetapi menurut data statistik catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia,
sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya.
1
Data Kementerian. Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan
yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Ditambah lagi dengan buruknya kebersihan lingkungan yang semakin parah
akibat banyaknya masyarakat yang tidak peduli dengan kebersihan lingkungan
hingga menyebabkan berbagai penyakit dan bencana alam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit Leptospirosis ?
2. Bagaimana mata rantai penyakit Leptospirosis?
3. Bagaimana cara penularan Leptospirosis ?
4. Bagaimana cara mematahkan rantai penularan Leptospirosis ?
5. Apakah ada hubungan antara sanitasi dasar dengan Leptospirosis ?
6. Apa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Leptospirosis ?
7. Apa saja upaya dalam pemberantasan Leptospirosis ?
8. Bagaimana cara menyusun perencanaan program untuk penanggulangan
dan pencegahan Leptospirosis ?
C. Tujuan Umum
1. Mengetahui penyebab terjadinya leptospirosis
2. Mengatasi bagaimana cara penanggulangannya
3. Meningkatkan fasilitas untuk membersihkan sungai.
4. Mengedukasi mengenai pola hidup yang sehat.
2
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Leptospirosis adalah salah satu emerging infection disease di indonesia, di
beberapa daerah belum mendapat prioritas dalam penanganannya. Penyakit ini
termasuk zoonosis dan sering terjadi di daerah yang mengalami banjir dengan
pemukiman yang kurang sehat. Angka kematian di Indonesia cukup tinggi, antara
2,5-16,45 %. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56% (Anies et al,
2009). Di Rumah Sakit Umum Kabupaten A tercatat penderita leptospirosis
sebanyak 62 pasien termasuk rujukan dari puskesmas. Penyakit tersebut
terdistribusi di 9 kecamatan. Wilayah puskesmas B merupakan wilayah dengan
kejadian tertinggi di Kabupaten tersebut yaitu 12 kasus. Kecamatan B, termasuk
daerah yang sering dilanda luapan air sungai yang mengalir membelah wilayah
tersebut sehingga menggenangi permukiman. Pembuangan air limbah masih
sebatas mengalirkannya ke selokan. Area yang tidak terkena luapan banjir sungai
juga terkena luapan air selokan pada waktu musim hujan karena penataan
pembuangan air kotor yang belum baik. Masih banyak dijumpai tempat
penyimpanan sampah yang tidak bertutup dan tidak terawat, bahkan masih banyak
dijumpai keluarga yang belum memiliki bak sampah. Tikuspun dijumpai
berkeliaran terutama di malam hari. Lebih dari separuh penduduk masih
berpendidikan SMP ke bawah, sementara yang mengenyam pendidikan tinggi
hanya sekitar 4-5%. Kebiasaan mandi dan cuci di sungai merupakan hal yang
sering di jumpai sehari-hari. Sebagian besar penduduk (61%) bekerja sebagai
petani atau buruh tani, yang bekerja biasa tanpa alat pelindung diri terutama dalam
kontak air.
3
B. ANALISIS
1. Analisis Fish Bone
Skenario menunjukkan bahwa di Rumah Sakit Umum Kabupaten
A tercatat penderita leptospirosis sebanyak 62 pasien termasuk rujukan
dari puskesmas. Penyakit tersebut terdistribusi di 9 kecamatan. Wilayah
puskesmas B merupakan wilayah dengan kejadian tertinggi di Kabupaten
tersebut yaitu 12 kasus, ini disebabkan oleh gabungan dari faktor
penyebab yaitu faktor eksternal dan internal. Dari hasil analisis kelompok
kami, yang menggunakan konsep causal and effect analysis maka faktor
risiko yang terdapat dalam penyakit Leptospirosis ialah faktor penyebab
dan angka prevalensi Leptospirosis yang berperan sebagai faktor akibat.
Apabila faktor tersebut digabungkan menjadi suatu kesatuan maka dapat
dilihat pada fish bone analysis berikut.
4
a. Peningkatan Angka Kejadian Kasus Leptospirosis
Menurut suatu penelitian bahwa angka kematian di Indonesia
cukup tinggi, antara 2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun
kematian mencapai 56%. (Anies et al,2009). Di Rumah Sakit Umum
Kabupaten A tercatat penderita leptospirosis sebanyak 62 pasien
termasuk rujukan dari Puskesmas. Penyakit tersebut terdistribusi di 9
kecamatan. Wilayah Puskesmas B merupakan wilayah dengan
kejadian tertinggi di Kabupaten tersebut yaitu 12 kasus. Hal ini
mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan,
dimana lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi
leptospirosis, tingkat pengetahuan akan leptospirosis serta kurangnya
pengupayaan dalam memutus rantai penularan dan pencegahan
penyebaran penyakit leptospirosis. (Depkes RI. 2015)
Dengan di identifikasikannya beberapa faktor penyebabnya
diharapkan pemerintah atau Dinas Kesehatan setempat dapat segera
mengambil tindakan dalam pengupayaan penurunan angka kejadian.
5
penyakit Leptospirosis terjadi ketika air pada selokan terkontaminasi
oleh urin tikus atau hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri
Leptospira (Suratman. 2006. Analisis faktor risiko lingkungan dan
Perilaku yang berpengaruh terhadap Kejadian leptospirosis berat Di
kota semarang.)
Area yang tidak terkena luapan banjir sungai juga terkena
luapan air selokan pada waktu musim hujan karena penataan
pembuangan air kotor yang belum baik. Masih banyak dijumpai
tempat penyimpanan sampah yang tidak tertutup dan tidak terawat,
bahkan masi banyak dijumpai keluarga yang belum memiliki bak
sampah
Dengan adanya wilayah dataran rendah yang subur yang dapat
ditumbuhi berbagai macam tumbuhan dan beberapa semak-semak,
serta daerah rawa ditengah utara yang rawan banjir akan menjadi
tempat vector untuk berkembang biak dan semakin banyak
menularkan pada daerah tersebut.
6
penularan Leptospirosis salah satunya adalah rodent (tikus). Untuk
melihat keberadaan tikus bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan
secara visual, yaitu dengan melihat adanya tanda-tanda keberadaan
tikus berupa kotoran tikus, jejak kaki tikus, sisa keratan pada pintu
kayu, buku, kawat kasa yang berlubang bekas lewat tikus.
7
Selain itu didukungnya kedaan lingkungan pada kecamatan
B yang berupa pengolahan limbah dengan kondisi selokan yang
tidak baik memiliki peran penting dalam penularan Leptospirosis.
e. Tingkat pengetahuan
Sebagian dari masyarakat berpendidikan SMP kebawah
sehingga pengetahuan tentang kesehatan sangat rendah.
Pengetahuan adalah suatu faktor predisposisi seseorang atau
masyarakat terhadap kesehatan. Pengetahuan merupakan faktor
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorangm
Pribadi yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang suatu
penyakit maka kemungkinan besar dapat menghindari atau
mencegah terjadinya penyakit tersebut. Dari teori ini bisa dikatakan
bahwa pengetahuan mempengaruhi terhadap kejadian penyakit
termasuk penyakit Leptospirosis. (Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.
Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.)
Survei pengetahuan merupakan strategi umum untuk
mengumpulkan informasi dan menilai praktek kerja yang aman atau
upaya pencegahan di antara populasi berisiko. Survei pengetahuan
juga bisa digunakan untuk mengevaluasi program yang ada dan
untuk mengidentifikasi strategi yang efektif untuk perubahan
perilaku.
f. Pekerjaan
Sebagain besar dari masyarakat Kecamatan B memiliki
pekerjaan sebagai petani sawah, pekerjaan seorang tani di sawah
sering terkontaminasi dengan tanah dan genangan air. Sebaiknya
bekerja dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat
ingin kontak dengan air genangan banjir, salah satunya dengan
memakai alas kaki termasuk sepatu boot dan sarung tangan. (CDC.
2010. Leptospirosis Pre-decision Brief for Public Health
Action.Centers for Disease Control and Prevention: Atlanta.)
8
Seseorang yang tidak melakukan upaya pencegahan maka
akan mengakibatkan kemungkinan masuknya bakteri Leptospira ke
dalam tubuh akan semakin besar. Bakteri Leptospira masuk tubuh
melalui pori-pori tubuh terutama kulit kaki dan tangan, melalui
selaput lendir, tubuh yang lecet, dan melalui makanan
yangterkontaminasi.
g. Promosi kesehatan
Seiring dengan meluasnya penyebaran penyakit leptospirosis
maka harus dilakukan upaya-upaya penanggulangan penyakit
leptospirosis, misalnya dilakukan pelaksanaan kegiatan komunikasi,
diperlukan suatu strategi promosi untuk menarik perhatian
komunikan atau masyarakat.
Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai suatu proses
untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi
kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri. (Slamet, Juli Soemirat.
2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.)
Definisi di atas menekankan bahwa promosi kesehatan
adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang
menyeluruh dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan
perilaku, melainkan juga harus diikuti oleh perubahan
lingkungannya. Artinya apabila perubahan perilaku tanpa diikuti
oleh perubahan lingkungan tidak akan efektif dan perilaku tersebut
tidak akan bertahan lama karena promosi kesehatan bukan sekedar
mengubah perilaku saja tetapi juga mengupayakan perubahan
lingkungan, sistem dan sebagainya. (Effendy, Nasrul. 2002. Dasar-
Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.)
9
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik
internal (dari dalam diri manusia) maupun eksternal (dari luar diri
manusia). Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan baik individu, kelompok masyarakat dikelompokkan
menjadi 4 (Blum, 1974), yaitu:
1) Lingkungan (environment) yang mencakup lingkungan
fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
2) Perilaku (behavior)
3) Pelayanan kesehatan (healthservice)
Keturunan (heredity)Tujuan promosi kesehatan adalah
membuat orang lain mampu meningkatkan kontrol terhadap dan
memperbaiki kesehatan masyarakat dengan basis filosofi yang jelas
mengenai pemberdayaan diri sendiri (self emprofment). Menurut
Notoatmodjo (2003: 54), ruang lingkup promosi kesehatan
berdasarkan tatanan pelaksanaannya dikelompokkan menjadi:
(Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat
Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta. Rineka Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta.)
a) Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (tumah
tangga)
b) Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
c) Promosi kesehatan pada tatanan tempat kerja
d) Promosi kesehatan pada tatanan tempat-tempat umum
e) Promosi kesehatan pada tatanan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Sasaran dari adanya promosi kesehatan adalah:
1) Individu/keluarga
2) Masyarakat
3) Pemerintah/lintas sektor/politisi/swasta,
4) Petugas atau pelaksana program
10
Sehubungan dengan hal itu, promosi kesehatan dihubungkan
dengan bebeberapa tatanan, antara lain tatanan rumah tangga,
tatanan tempat kerja, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat-
tempat umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009: 22),
sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu: (Maulana HDJ. 2009.
Promosi Kesehatan.Jakarta: EGC, hal. 22.)
C. PEMBAHASAN
1. Apa itu penyakit Leptospirosis ?
Leptospirosis adalah salah satu penyakit zoonosa yang menjadi
masalah kesehatan di Indonesia yang di sebabkan oleh infeksi bakteri
berbentuk spiral dari genus leptospira yang pathogen, yang di tularkan
secara langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia. (PDPERSI
Jakarta, 2007). Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
kuman leptospira patogen (Saroso, 2003). Dan menurut gejala klinis di
11
bagi menjadi bentuk berat/ilterus dan ringan/unikterus. Secara umum
gejala umum yang muncul adalah demam, nyeri kepala, nyeri otot,
khususnya di daerah betis, paha, serta gagal ginjal. (WHO, 2003).
Leptospirosis dikeluarkan melalui kontak air, lumpur, tanaman yang telah
di cemarkan oleh air seni dan rodent (tikus) dan hewan lain yang
mengandung bakteri leptospirosis. (Swastiko, 2009).
12
Gambar 2.2. Siklus Penularan Leptospirosis
13
2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat
pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau
menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong
hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.
14
Pengendalian infeksi/penyakit pada manusia dengan antibiotik,
serta melakukan usaha promotif untuk penghendalian Leptospirosis yang
dapat dilakukan dengan cara edukasi, dimana antara daerah satu dengan
daerah lain mempunyai serovar dan epidemi Leptospirosis yang berbeda.
15
Leptospirosis. Faktor risiko biasanya tidak menyebabkan penyakit tetapi
hanya mengubah probabilitas seseorang (atau risiko) untuk mendapatkan
penyakit. Secara epidemiologik bahwa penyakit dipengaruhi oleh tiga
faktor utama yaitu pertama faktor agent penyakit yang berkaitan dengan
penyebab (jumlah, virulensi, patogenitas kuman Leptospira), faktor
kedua yang berkaitan dengan faktor host (pejamu/tuan rumah/penderita)
termasuk di dalamnya adalah keadaan kebersihan perorangan, keadaan
gizi, usia, taraf pendidikan, jenis pekerjaan, sosial ekonomi dll, dan
Faktor ketiga adalah lingkungan fisik (selokan tidak terawat, banyak
genangan air) lingkungan bilogik (banyaknya populasi tikus di dalam atau
sekitar rumah, hewan piaraan sebagai hospes perantara), lingkungan
sosial ekonomi (jumlah pendapatan), lingkungan budaya (Kemenkes,
2017).
16
unggas, jagal, penggali selokan, pekerja selokan, petani,
pekerja pasar, dokter hewan, pekerja tambang, pekerja
hewan, pengelola sampah di daerah endemis Leptospirosis.
Kontak dengan air, lumpur, tanah maupun rumput yang
tercemari urin tikus terinfeksi, saat latihan militer, rekreasi
seperti berenang, hiking, kamping, berburu, memancing,
berkebun dan penggunaan air tanah hujan, serta berjalan
disekitar rumah tanpa alas kaki mempunyai risiko tinggi
untuk tertulari Leptospira.
c) Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis menurut kebiasaan
penderita host/penjamu
Beberapa faktor yang merupakan faktor risiko kejadian
Leptospirosis menurut kebiasaan seperti kebiasaan aktifitas
ditempat berair dengan kondisi adanya luka di badan,
kebiasaan tidak merawat luka dengan baik di daerah banyak
genangan air juga merupakan faktor risiko Leptospirosis.
Kebiasaan tidak memakai alas kaki, kebiasaan mandi di
sungai, perilaku hidup bersih yang kurang baik seperti
keberadaan sampah di dalam rumah dan kurang pengetahuan
tentang Leptospirosis.
d) Kejadian Leptospirosis menurut keberadaan tikus di rumah
Faktor risiko kejadian Leptospirosis yang penting adalah
keberadaan tikus didalam rumah dan lingkungan di sekitar
rumah. Tikus merupakan hewan penular utama Leptospirosis
(lebih dari 50%). Berdasarkan referensi penelitian hasil
Brooks dkk (2001), adanya tikus di dalam rumah mempunyai
risiko 4 kali lebih tinggi terkena Leptospirosis. Jenis tikus
yang sering sebagai reservoar terjadinya Leptospirosis adalah
tikus riul (R.norvegicus), tikus rumah (R.diardii), tikus
kebun (R. exulans) celurut rumah (Suncus murinus).
Disamping keberadaan binatang disekitar rumah juga
17
merupakan faktor risiko seperti anjing, kucing, kambing,
sapi dll.
e) Kejadian Leptospirosis menurut keberadaan hewan
ternak/piaraan
Di sebagian besar negara tropis termasuk negara berkembang
kemungkinan paparan Leptospirosis terbesar pada manusia
karena terinfeksi dari binatang ternak, binatang rumah,
maupun binatang liar. Di Salem distrik di Tanil Nadu India,
pada bulan Oktober tahun 2000 dilaporkan adanya seorang
pekerja di pegilingan padi yang lingkungannya banyak
binatang ternak, anjing, tikus, dan kucing menderita
Leptospirosis, setelah dilakukan pemeriksaan MAT terhadap
hewan-hewan tersebut didapatkan 12 dari 23 (52, 1%) tikus,
6 dari 9 (66, 6%) kucing, 2 dari 4 (50%) anjing, 18 dari 34
(52, 9%) hewan ternak test MAT positif.
f) Kejadian Leptospirosis menurut Lingkungan abiotik dan
biotik
Kondisi lingkungan dapat merupakan faktor risiko timbulnya
Leptospirosis, seperti di daerah rawan banjir, daerah kumuh,
persawahan/perkebunan dan tempat rekreasi (kolam renang,
danau). Dari beberapa referensi penelitian diketahui beberapa
faktor risiko di lingkungan rumah dengan kondisi rumah
tidak sehat, lingkungan tanah becek banyak genangan air,
selokan dekat rumah yang tidak mengalir, sampah sekitar
rumah yang tidak dikelola. Leptospira dapat bertahan hidup
di lingkungan yang ber pH mendekati netral (6,8 – 74).
Curah hujan secara tidak langsung dapat di kaitkan dengan
angka kejadian Leptospira, hal ini karena curah hujan yang
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya banjir dan adanya
genangan air yang dapat merupakan faktor risiko
Leptospirosis. Leptospira dapat hidup berbulan-bulan dalam
18
lingkungan yang hangat (220C) dan pH relatif netral (pH 6,
2-8). Bila di air dan lumpur yang paling cocok untuk bakteri
Leptospira adalah dengan pH antara 7,0-7,4. Temperatur
antara 280C-300C. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang
mengenang. Karakteristik air pada sawah yang cocok untuk
bakteri Leptospira adalah air yang menggenang dengan
ketinggian 5-10 cm dan pH antara 6,7-8,5.
19
g) Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan
air minum yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah
infeksi kuman leptospira.
h) Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian
pupuk aau bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi
kuman leptospira berkurang.
i) Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air
kolam, genagan air dan sungai yang telah atau diduga
terkontaminasi kuman leptospira.
j) Jauhi binatang yang rentan terinfeksi bakteri, terutama tikus
liar yang paling banyak membawa bakteri leptospira.
k) Vaksinasi hewan piaraan atau ternak supaya terhindar dari
leptospirosis.
20
nantinya dapat menyebabkan kematian, sehingga sasarannya adalah orang
yang sudah sakit leptospirosis.
Prinsip kerja dari pencegahan primer adalah mengendalikan agar
tidak terjadi kontak leptospira dengan manusia, yang meliputi:
21
pemasangan jebakan, penggunaan bahan rodentisida, dan
menggunakan predator roden.
f) Usaha promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan
dengan cara edukasi. Untuk mendukung usaha promotif ini
diperlukan peningkatan kerja antar sektor yang
dikoordinasikan oleh tim penyuluhan kesehatan masyarakat
Dinas Kesehatan setempat.
22
BAB III
RENCANA PROGRAM
PROMOTIF
Penyuluhan terhadap kebersihan diri dan kebersihan lingkungan(Wc
umum, Sungai) sangat penting diajarkan agar tidak terjadi kejadiaan
seperti ini terulang kembali.
PENCEGAHAN (PREVENTIF)
Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor risiko,
yang meliputi menjaga kebersihan lingkungan seperti, sungai, selokan,
tempat sampah.
FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU
1. Menjaga Kebersihan Perorangan
23
Para masyarakat harus membersihkan diri sendiri dan tidak berperilaku
yang jorok.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan rumah, selokan dan sungai harus di bersihkan.
1 menjaga lingkungan 3 4 3 3 12
24
Berdasarkan tabel perbaikan prioritas masalah yang dilakukan dengan metode
scoring, maka prioritas pertama penyelesaian masalah yang kami lakukan adalah
pembagian tempat sampah gratis dan alat pelindung diri untuk petani.
25
2 Pemberia Seluruh 100 % Seluruh 1.penyu Balai Tim 4 Hari
n edukasi masyara masya masyara luhan desa kesehat setelah
kepada kat dan rakat kat dan tentang an kejadia
masyarak pemerin dan pemerin sanitasi n
at tah pemer tah
2.pemb
setempa intah setempa
erian
t. setem t.
edukasi
pat.
tentang
kebersi
han
lingkun
gan
3.
Pemberi
an
edukasi
pembua
ngan air
limba
yang
benar
4.meber
ikan
edukasi
cara
membu
at wc
umum
yang
benar
dan
26
sehat
5.pemb
agian
tempat
sampah
dan alat
pe-
lindung
diri
untuk
petani
27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29