Anda di halaman 1dari 3

PELANGGARAN ASHABUS SABTI DALAM AL-QUR’AN

(Oleh: Orfan Yuswanto)

Ashabus Sabti adalah salah


satu umat terdahulu yang diceritakan
Allah di dalam Al-Quran. Mereka
dinamakan Ashabus Sabti karena
melanggar larangan hari Sabtu yang
diberikan Allah kepada mereka.
Sebuah ketetapan dari Allah yang
dilanggar oleh mereka dan membuat
murka Allah hingga akhirnya berujung kutukan pada mereka.

Kisah Ashabus Sabti dalam Al-Quran terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 65
dan Surat Al-A’raf ayat 163-166. Mereka ini adalah salah satu umat terdahulu yang
Allah jadikan contoh kepada umat yang datang kemudian agar memetik pelajaran.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 66, bahwa semua
kisah umat terdahulu yang diabadikan Allah dalam Al-Quran menjadi pelajaran.
Apabila kisahnya adalah orang-orang saleh maka harus menjadi teladan. Sebaliknya,
jika kisahnya adalah umat yang tidak taat kepada Allah seperti Ashabus Sabti ini,
maka harus dijadikan refleksi agar tidak terulang dan malah mempertebal keimanan.

Kontrak ibadah Ashabus Sabti

Menurut ungapan Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalayn, Ashabus


Sabti ini adalah kaum Bani Israil yang tinggal di pinggir laut Qazlum (Laut Merah),
yaitu kota Aylah. Keterangan bahwa Ashabus Sabti adalah kaum Bani Israil ini senada
dengan penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim mengenai asbabun
nuzul Surat Al-A’raf ayat 163. Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat tersebut ditujukan
kepada kaum Yahudi yang tidak mau beriman kepada Rasulullah. Dalam ayat
tersebut Allah meminta Rasulullah untuk menanyakan kepada kaum Yahudi perihal
leluhurnya yang diazab-Nya karena tidak melanggar aturan.

Jika dirunut sejarahnya, cara beribadah umat terdahulu berbeda dengan


umat yang sekarang. Perbedaan ini meliputi tata cara, dan waktu pelaksanaan. Pada
zaman Ashabus Sabti, ketetapan ibadah yang diberikan Allah adalah satu minggu
sekali yaitu pada hari Sabtu. Pegkhususan hari Sabtu untuk beribadah kepada Allah
ini mempunyai implikasi terhadap larangan Allah kepada mereka untuk mencari ikan
sebagaimana yang termaktub dalam Surat Al-A’raf ayat 163. Sebuah kontrak ibadah
yang ditentukan Allah dan disepakati oleh Ashabus Sabti.

Al-Mahalli dan As-Suyuthi menjelaskan bahwa pada pada hari-hari lain selain
hari Sabtu, tidak muncul sama sekali ikan d permukaan laut. Sebaliknya pada hari
Sabtu, di mana mereka terikat kontrak ibadah, malah banyak sekali ikan yang
bermunculan. Kemunculan ikan-ikan di hari Sabtu ini memang disengaja Allah
sebagai ujian bagi mereka. Bagaimana ketaatan mereka kepada Allah serta
keseriusan kesepakatan mereka kepada Allah. Apakah mereka akan taat ataukah
melanggar. Karena ketika suatu kaum lulus ujian, mereka akan naik kelas dan
mendapat rahmat dari Allah. Namun, apabila mereka terlena dan terbuai oleh
kenikmatan sesaat, mereka tidak naik kelas dan menjadi umat buruk yang diazab
oleh Allah.

Pelanggaran Ashabus Sabti dan hukuman Allah terhadap mereka

Kontrak ibadah telah ditetapkan untuk Ashabus Sabti untuk mengagungkan


hari Sabat dan tidak mencari ikan di hari tersebut. Menurut penuturan Ibnu Katsir,
pada mulanya mereka mentaati aturan tersebut. Namun, untuk waktu-waktu
selanjutnya mereka mulai tergoda dengan ujian yang Allah berikan. Karena ikan yang
muncul di hari Sabat sangat banyak, mereka memasang jala di hari Jumat dan
mengambilnya di hari Minggu, sedangkan pada hari Sabtu mereka tetap beribadah.
Jelas saja, ikan yang mereka dapatkan sangat banyak. Namun, mereka tidak sadar
bahwa perbuatan mereka tersebut mempermainkan Allah. Meskipun mereka tidak
mencari ikan di hari Sabtu dan tetap beribadah, tetap saja perbuatan mereka
melanggar aturan dan membuat siasat tipu daya terhadap Allah.

Dalam Surat Al-A’raf ayat 164 dijelaskan mengenai sekelompok Yahudi yang
acuh dan Yahudi yang mengingatkan akan pelanggaran teman-temannya, Ashabus
Sabti. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa dalam kisah Ashabus Sabti terdapat
tiga kategori golongan. Golongan pertama yaitu mereka yang melanggar aturan hari
Sabat seperti yang telah diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 163. Golongan yang
kedua adalah mereka yang berusaha mengingatkan teman-temannya yang
melanggar, yaitu golongan pertama itu. Golongan yang terakhir adalah mereka yang
acuh kepada mereka yang melanggar.

Seperti yang diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 164 bahwa golongan ketiga
tersebut malah bertanya kepada golongan kedua “Mengapa kamu menasihati orang-
orang yang akan dibinasakan oleh Allah atau disiksa berat?”. Namun, golongan
kedua menjawab “kami lakukan itu sebagai usaha permohonan ampun kepada
Tuhanmu dengan harapan mereka kembali bertaqwa.”

Balasan Allah pun akhirnya datang. Sebagaimana yang difirmankan-Nya


dalam Surat Al-A’raf ayat 165, Allah menyelamatkan kelompok yang mencegah
pelanggaran tersebut dan menyiksa mereka yang melakukan pelanggaran. Merujuk
keterangan Ibnu Katsir, kelompok terakhir yang mengacuhkan pelanggaran tersebut
tidak dijelaskan Allah mengenai balasan untuk mereka.

Hukuman Allah nyata diberikan kepada mereka yang melanggar aturan hari
Sabat ini seperti tertera dalam Surat Al-A’raf ayat 166 dan juga Al-Baqarah ayat 65
pada lafadz “kuunuu qiradatan khasyi’iin”. Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir
Jalalayn serta Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-’Adhim menafsirkan hukuman
tersebut secara fisik, yaitu mereka dirubah keadaannya menjadi seekor kera yang
mempunyai ekor. Namun, mufassir kontemporer seperti Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Misbah dan juga Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz menafsirkan hukuman
tersebut sebagai kiasan sifat. Mereka menjadi orang-orang yang hina seperti kera
yang selalu disingkirkan dan dibenci.

Wallahu a’lam[]

Anda mungkin juga menyukai