Kisah Ashabus Sabti dalam Al-Quran terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 65
dan Surat Al-A’raf ayat 163-166. Mereka ini adalah salah satu umat terdahulu yang
Allah jadikan contoh kepada umat yang datang kemudian agar memetik pelajaran.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 66, bahwa semua
kisah umat terdahulu yang diabadikan Allah dalam Al-Quran menjadi pelajaran.
Apabila kisahnya adalah orang-orang saleh maka harus menjadi teladan. Sebaliknya,
jika kisahnya adalah umat yang tidak taat kepada Allah seperti Ashabus Sabti ini,
maka harus dijadikan refleksi agar tidak terulang dan malah mempertebal keimanan.
Al-Mahalli dan As-Suyuthi menjelaskan bahwa pada pada hari-hari lain selain
hari Sabtu, tidak muncul sama sekali ikan d permukaan laut. Sebaliknya pada hari
Sabtu, di mana mereka terikat kontrak ibadah, malah banyak sekali ikan yang
bermunculan. Kemunculan ikan-ikan di hari Sabtu ini memang disengaja Allah
sebagai ujian bagi mereka. Bagaimana ketaatan mereka kepada Allah serta
keseriusan kesepakatan mereka kepada Allah. Apakah mereka akan taat ataukah
melanggar. Karena ketika suatu kaum lulus ujian, mereka akan naik kelas dan
mendapat rahmat dari Allah. Namun, apabila mereka terlena dan terbuai oleh
kenikmatan sesaat, mereka tidak naik kelas dan menjadi umat buruk yang diazab
oleh Allah.
Dalam Surat Al-A’raf ayat 164 dijelaskan mengenai sekelompok Yahudi yang
acuh dan Yahudi yang mengingatkan akan pelanggaran teman-temannya, Ashabus
Sabti. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa dalam kisah Ashabus Sabti terdapat
tiga kategori golongan. Golongan pertama yaitu mereka yang melanggar aturan hari
Sabat seperti yang telah diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 163. Golongan yang
kedua adalah mereka yang berusaha mengingatkan teman-temannya yang
melanggar, yaitu golongan pertama itu. Golongan yang terakhir adalah mereka yang
acuh kepada mereka yang melanggar.
Seperti yang diceritakan dalam Surat Al-A’raf ayat 164 bahwa golongan ketiga
tersebut malah bertanya kepada golongan kedua “Mengapa kamu menasihati orang-
orang yang akan dibinasakan oleh Allah atau disiksa berat?”. Namun, golongan
kedua menjawab “kami lakukan itu sebagai usaha permohonan ampun kepada
Tuhanmu dengan harapan mereka kembali bertaqwa.”
Hukuman Allah nyata diberikan kepada mereka yang melanggar aturan hari
Sabat ini seperti tertera dalam Surat Al-A’raf ayat 166 dan juga Al-Baqarah ayat 65
pada lafadz “kuunuu qiradatan khasyi’iin”. Al-Mahalli dan As-Suyuthi dalam Tafsir
Jalalayn serta Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-’Adhim menafsirkan hukuman
tersebut secara fisik, yaitu mereka dirubah keadaannya menjadi seekor kera yang
mempunyai ekor. Namun, mufassir kontemporer seperti Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Misbah dan juga Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al-Wajiz menafsirkan hukuman
tersebut sebagai kiasan sifat. Mereka menjadi orang-orang yang hina seperti kera
yang selalu disingkirkan dan dibenci.
Wallahu a’lam[]