Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

Pada pendahuluan terdapat empat sub bab yang akan diuraikan, yaitu latar

belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian.

1. Latar Belakang Penelitian

Bahasa merupakan alat yang digunakan sekelompok orang untuk

berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. Di Indonesia terdapat

bahasa nasional dan bahasa daerah. Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia dan

bahasa daerah khusus untuk Bali adalah bahasa Bali. Bahasa Bali merupakan

salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih hidu dan dipelihara dengan baik

oleh masyarakat penuturnya. Penggunaan bahasa Bali dalam berkomunikasi

identik dengan etika berbicara orang Bali. Hal ini disebabkan karena dalam

bahasa Bali terdapat sor singgih atau anggah-ungguhing basa Bali yang mengatur

cara berbicara orang Bali. Sor singgih atau anggah-ungguhing basa Bali adalah

suatu tingkat-tingkat berbahasa dalam bahasa Bali.

Etika berbicara masyarakat Bali diatur dalam sor singgih basa Bali.

Misalnya, bagaimana seorang siswa berbicara dengan guru atau orang tuanya,

serta bagaimana cara menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri.

Masyarakat Bali tradisional menggunakan startegi kesopanan untuk berinteraksi

secara sosial. Strategi kesopanan ini merupakan suatu keterampilan budaya yang

dimiliki oleh masyarakat Bali yang dikemas melalui bahasa untuk menimbulkan

kenyamanan dan keberterimaan secara adab dan berbudaya (Suarjana, 2008:94).

Di dalam sor singgih atau anggah-ungguhing basa Bali terdapat basa alus, basa
andap, dan basa kasar. Etika dan kepribadian masyarakat Bali dapat dilihat dari

cara mereka menggunakan bahasa-bahasa tersebut dalam berkomunikasi.

Namun seiring perkembangan zaman, bahasa Bali mulai jarang digunakan

sebagai media berkomunikasi oleh masyarakat, terlebih anak-anak dan remaja.

Mereka lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dan bahkan bahasa Inggris

untuk berkomunikasi. Bahasa Bali mulai ditinggalkan dengan alasan konon

bahasa Bali susah digunakan untuk berkomunikasi karena harus menyesuaikan

antara kondisi dan situasi dengan tingkat bahasa yang akan digunakan.

Berdasarkan hal tersebut, calon peneliti berniat mengadakan penelitian mengenai

Eksistensi Penggunaan Bahasa Bali dalam Berkomunikasi di Kalangan Siswa

SMA Negeri 1 Abiansemal.

2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahannya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi penggunaan bahasa Bali dalam berkomunikasi di

kalangan siswa SMA Negeri 1 Abiansemal?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui eksistensi penggunaan

bahasa Bali dalam komunikasi sehari-hari di kalangan siswa SMA Negeri 1

Abiansemal.

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai

berikut.
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak sekolah untuk membuat kebijakan

mengenai penggunaan bahasa Bali dalam berkomunikasi di kalangan siswa

SMA Negeri 1 Abiansemal.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru bidang studi bahasa Bali dalam

mengajarkan bahasa Bali di sekolah.

II. STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1. STUDI PUSTAKA

Setiap penelitian ilmiah hendaknya dilengkapi dengan subbahasan

mengenai studi pustaka pustaka. Studi pustaka memberi gambaran mengenai

seberapa jauh penelitian yang pernah ada berkaitan dengan penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan yang dilakukan, ditemukan beberapa

skripsi yang relevan dengan penelitian ini.

Studi ini diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudiastika (2011)

mengenai “Persepsi Guru Bahasa Bali SMA Negeri 1 Singaraja Terhadap

Rendahnya Penggunaan Bahasa Bali Di Kalangan Siswa.” Berdasarkan hasil

penelitian tersebut, terdapat dua respon yang diberikan oleh guru-guru di SMA

Negeri 1 Singaraja, yakni respon positif dan respon negatif. Respon positifnya

adalah guru bahasa Bali di SMA Negeri 1 Singaraja menerapkan aturan agar

menggunakan bahasa Bali pada hari purnama dan tilem agar siswa belajar

menghargai bahasa Bali sebagai salah satu aset kebudayaan Bali. Sedangkan

respon negatifnya adalah siswa lebih senang belajar bahasa Asing dan bahasa
Indonesia karena lebih mudah dipelajari, hal inilah yang menyebabkan

penggunaan bahasa Bali semakin menurun.

2. Landasan Teori

Teori-teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah sebagai

berikut.

a.Bahasa Bali

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi, bertukar pikiran, dan

mengidentifikasi diri (Arnawa, 2010: 20). Bahasa Bali merupakan salah satu

bahasa daerah di Indonesia yang merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Bali

serta memiliki berbagai fungsi. Salah satu fungsi tersebut adalah sebagai sarana

pendukung kebudayaan daerah khusunya serta kebudayaan pada umumnya.

Dalam sistem berkomunikasi masyarakat Bali dikenal adanya tingkatan-tingkatan

berbahasa dengan istilah anggah-ungguhing basa Bali atau sor singgih basa Bali.

Keberadaan anggah-ungguhing basa Bali ini tidak lain karena adanya

pelapisan masyarakat Bali, yaitu pelapisan masyarakat Bali Purwa (tradisional)

yang muncul dari keturunan, karenanya ada Tri Wangsa dan wangsa jaba. Yang

disebut Tri Wangsa yaitu tiga kasta tertinggi, seperti Brahmana, Ksatria, dan

Wesia. Wangsa Jaba adalah orang yang berada di bawah Tri Wangsa yang berasal

dari Sudra Wangsa. Selanjutnya dari pelapisan masyarakat Bali Anyar (modern)

yaitu adanya Sang Singgih atau prayayi seperti pejabat, majikan, direktur,manajer,

bendesa, dosen, guru, sulinggih dan sebagainya. Serta Sang Sor yaitu orang yang

memiliki kedudukan di bawah dari sang singgih, seperti tukang sapu, sopir,

buruh, siswa, mahasiswa, pembantu, dan sebagainya (Suwija, 2009:1—2).


Adanya perbedaan kedudukan pada masyarakat Bali menyebabkan

munculnya tata krama dalam berbicara seperti aturan-aturan ketika berbicara

menggunakan bahasa Bali, sebagai berikut.

1. Wangsa Jaba ketika berbicara dengan Tri Wangsa menggunakan bahasa

halus, seperti :

I Made Ida Bagus matur (alus)

Ratu sampun wusan ngrayunang? 'Anda sudah selesai makan?'

2. Tri Wangsa ketika berbicara dengan Wangsa Jaba menggunakan basa andap

(bahasa biasa), seperti :

Ida Ayu Luh Ratih mabaos (andap)

Suba pragat bajune tih? 'Sudah selesai bajunya tih?'

3. Para pegawai atau orang yang kedudukannya di bawah, ketika berbicara

dengan prakangge atau prayayi harus menggunakan bahasa yang halus (basa

alus), seperti :

Mahasiswa Dosen matur (alus)

Bapak nenten nyarengin seminar punika

'Bapak tidak mengikuti seminar itu?'

4. Prakangge atau prayayi ketika berbicara dengan orang yang kedudukannya di

bawah dapat berbicara menggunakan bahasa biasa atau basa andap, seperti :

Majikan Buruh mabaos (andap)

Dija cai maan nyilih tambah? 'Dimana kamu dapat meminjam

cangkul?'

Menurut Suarjana (2008: 97—114), sor singgih bahasa Bali dibedakan

menjadi 5 , yakni sebagai berikut.


1. Basa Kasar

Basa Kasar adalah tingkatan bahasa Bali yang memiliki rasa bahasa paling

bawah. Basa Kasar dibedakan menjadi 2, yakni Basa Kasar Pisan dan Basa

Kasar Jabag.

a) Basa Kasar Pisan

Basa Kasar Pisan adalah bahasa Bali yang dalam penggunaannya

tergolong tidak sopan, yang sering digunakan dalam situasi emosional, jengkel,

marah, dengki, dan caci maki. Basa Kasar Pisan juga bias dibentuk atau terjadi

dari Basa Andap yang diberi intonasi tertentu (biasanya intonasinya keras dan

tajam), sehingga menimbulkan konotasi yang sangat kasar dan buruk.

Contoh :

 Cicing iba, ngalek-lek mai.

‘Anjing kamu, mau apa kemari’

 Bungut cangel, papak petaang.

‘Mulut usil, semua dikomentari’

b) Basa Kasar Jabag

Basa Kasar Jabag adalah bahasa Bali yang dalam penggunaanya tidak

sesuai dengan situasi pembicaraan. Artinya kata-kata dalam bahasa itu tidak

mengindahkan tingkatan-tingkatan yang ada dalam bahasa Bali.

Contoh :

 I Bapa pules di paon.

‘Ayah tidur di dapur’

 Dayu ngaba apa ento?, bang ja ngidih abesik.

‘Dayu bawa apa itu?, berikan saya satu’


2. Basa Andap

Basa Andap adalah tingkatan bahasa Bali yang digunakan dalam suasana

bersahaja, sehingga sering disebut dengan istilah basa kasar sopan atau basa Bali

lumrah/kapara.

Contoh :

 Luh beliang Bapa roko, rokon bapane suba telah.

‘Luh belikan ayah rikok, rokok ayah sudah habis’

 Tendas Bapane suba pengeng, bibihe masi nyem.

‘Kepala ayah sudah pusing, bibir juga sudah terasa dingin’

3. Basa Madia

Basa Madia adalah tingkatan bahasa Bali yang tergolong menengah, yang

nilai rasa bahasanya berada diantara bahasa Bali andap dan bahasa Bali alus,

artinya bahwa konotasi bahasa madia tidak kasar dan juga tidak halus, karena itu

sering juga disebut dengan bahasa antara (tidak halus dan juga tidak kasar).

Contoh :

 Tiang ampun rauh duk I ratu mesiram.

‘Saya sudah datang ketika anda mandi’

 Ajak sira ragane meriki?

‘Sama siapa anda kemari?’

4. Basa Alus

Basa Alus adalah sebagai tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa

bahasa yang tinggi atau sangat hormat, biasanya bahasa ini digunakan dalam

situasi resmi (seperti rapat, pertemuan, seminar, sarahsehan, percakapan mengenai


adat, agama, dan sebagainya). Basa Alus ini dalam percakapan dibedakan menjadi

tiga bagian, yakni Basa Alus Sor, Basa Alus Mider, dan Basa Alus Singgih.

a) Basa Alus Sor

Basa Alus Sor adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang

mengenai diri sendiri (O1) atau merendahkan diri sendiri dan juga untuk orang

lain atau objek yang diibicarakan (O3) yang patut direndahkan atau bias juga

karena status sosialnya dianggap lebih rendah dari orang yang diajak bicara (O2).

Contoh :

 Titiang sampun polih mapajar ring pianakipune.

‘Saya sudah dapat menyampaikan kepada anaknya’

 Benjan semeng ipun jagi tangkil meriki.

‘Besok pagi ia akan datang kemari’

b) Basa Alus Mider

Basa Alus Mider (bukan basa Bali mider) adalah tingkatan bahasa Bali

alus atau hormat yang memiliki nilai rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat

digunakan untuk golongan bawah dan juga untuk golongan atas.

Contoh :

 Titiang nenten madrebe jinah, I ratu akeh maduwe jinah.

‘Saya tidak punya uang, anda banyak punya uang’

 Ipun makta asiki, Ida makta kakalih.

‘Ia bawa satu, Beliau membawa dua’

c) Basa Alus Singgih

Basa Alus Singgih adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang

hanya dapat digunakan oleh pembicara (O1) untuk menghormati atau memuliakan
orang yang patut dimuliakan, baik kepada lawan bicara (O2) maupun orang atau

objek yang dibicarakan (O3).

Contoh :

 Dayu Biang akuda sampun madue oka?

‘Dayu Biang sudah berapa punya anak?’

 I Ratu kayun ngrayunang ulam bawi?

‘Anda mau makan daging babi?’

5. Basa Mider

Basa Mider adalah kata-kata dalam bahasa Bali yang tidak memiliki

tingkatan-tingkatan rasa bahasa (tidak alus dan juga tidak kasar), sehingga bahasa

ini dapat diperhunakan kepada siapa saja dan tidak terikat oleh adanya status

social maupun situasi dan kondisi percakapan dimanapun berlangsung.

Contoh :

 Cokorda Lingsir jagi lunga kija mangkin?

‘Cokorda Lingsir akan pergi kemana sekarang’

 Kija Beli ituni, paling icang ngalih?

‘Kemana kakak tadi, bingung saya mencari?’

 Suba lakar bangka masi nagih meli motor.

‘Sudah mau mati masi juga minta beli motor.

b. Komunikasi

Menurut Soyomukti (2012: 55—56) komunikasi berasal dari bahasa Latin

communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan


antara dua orang atau lebih. Akar kata communis adalah communico yang artinya

berbagi. Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui

pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja dalam bahasa Inggris

communicate yang berarti.

1) Untuk bertukar pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi;

2) Untuk menjadikan paham (tahu);

3) Untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik.

Sedangkan, dalam kata benda, communication berarti sebagai berikut.

1) Pertukaran simbol, pesan-pesan, dan informasi;

2) Proses pertukaran antara individu-individu melalui sistem simbol-simbol yang

sama;

3) Seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan; dan

4) Ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi.

Jadi, secara umum komunikasi dapat didefinisikan sebagai usaha

penyampaian pesan antarmanusia.

III.PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah

penggunaan bahasa Bali dalam berkomunikasi di lingkungan SMA N 1

Abiansemal. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam

Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini
disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan.

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu

sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data

deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,

2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang

menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang

melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang

bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh

karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya.

Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan

penelitian.

III.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan SMA N 1 Abiansemal yang

merupakan salah salah SMA di kawasan Kabupaten Badung. SMA N 1

Abiansemal memiliki siswa-siswi yang dibagi kedalam 33 rombel (rombongan

belajar) dimana pada masing-masing angkatan terdapat 11 rombel.

2. Subjek Penelitian

Dari 33 rombel tersebut, penelitian dilakukan pada 11 rombongan belajar

dimana 11 rombel ini diambil secara acak, 3 rombel pada kelas X, 4 rombel pada

kelas XI, dan 4 rombel pada kelas XII.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif. Data kualitatif adalah

data yang berupa keterangan atau kata-kata biasa. Data kualitatif digunakan

sebagai dasar untuk mengetahui penggunaan bahasa Bali di kalangan pelajar. Di

samping itu, berdasarkan cara memperolehnya, penelitian ini menggunakan data

primer, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti secara

langsung dari objeknya (Wirawan: 2001: 5—6). Data primer penelitian ini adalah

berupa penggunaan bahasa Bali oleh siswa di SMA N 1 Abiansemal, baik lisan

maupun tulis. Data lisan didapatkan langsung dari sumber data, yakni siswa SMA

N 1 Abiansemal. Sebaliknya, data tulis didapatkan dari sumber data berupa hasil

tes dari guru bahasa Bali di SMA N 1 Abiansemal yang menunjukkan seberapa

jauh pemahaman siswa terkait dengan penggunaan bahasa Bali dalam

berkomunikasi.

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data lisan dan tulisan. Untuk

mendapatkan data dibutuhkan alat bantu berupa angket (kuesioner), daftar

pertanyaan, recorder, dan kamera digital. Angket (kuesioner) digunakan untuk

mencari tanggapan siswa mengenai penggunaan bahasa Bali, daftar pertanyaan

berisi pertanyaan pertanyaan yang terkait pendapat siswa seputar penggunaan

bahasa Bali. Recorder digunakan untuk merekam percakapan yang dikemukakan

oleh informan. Hasil rekaman kemudian ditranskripsikan melalui pencatatan

sehingga memudahkan untuk mengelompokkan data. Kamera digital digunakan

untuk mengambil gambar yang terkait dengan hasil tes siswa dalam pelajaran

bahasa Bali.
3.7 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan metode

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis

Anda mungkin juga menyukai