Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI
PEMBUATAN GULA CAIR SECARA ENZIMATIS

Disusun Oleh :

Nina Dwi Ammara


03.05.20.0128

Ir. Heriyanto, MS
Dr. Endah Puspitojati, S.TP, MP
Elea Nur Aziza, SP, M.Sc

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN & PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA MAGELANG
JURUSAN PERTANIAN
2022
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN & PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA MAGELANG
JURUSAN PERTANIAN
Jl. Kusumanegara No. 2 Yogyakarta Telp. (0274) 375528

LAPORAN PRAKTIKUM

I. Identitas
Mata Kuliah : Bioteknologi
Acara Praktikum : Pembuatan gula cair secara enzimatis
Tujuan : Agar mahasiswa mampu membuat gula car dari sumber pati
Tempat : Laboratorium PHP, Polbangtan Yogyakarta
Hari, Tanggal : Kamis, 7 Juli 2022
Nama Mahasiswa : Nina Dwi Ammara
Semester : 4 (AH1)
Dosen Pengampu : 1. Ir. Heriyanto, MS
2. Dr. Endah Puspitojati, STP., MP
Asisten Dosen : 1. Elea Nur Aziza, SP, M.Sc
2. Sari Megawati S.ST, M.Si
PLP : Ismandi, S. TP
II. Dasar Teori
Konsumsi gula pada tahun ketahun selalu meningkat di berbagai sektor. Banyaknya
gula yang dikonsumsi ini adalah tanda bahwa keinginan konsumsi pangan juga semakin
tinggi. Maka itu gula sering dikaitkan dengan kesejahteraan suatu bangsa. Berbeda
dengan konsumsi garam dan lainnya. Gula yang dibutuhkan adalah gula pasir maupun
gula cair oleh industri kecil maupun menengah. Namun, persediaan gula di Indonesia
tidak mencukupi sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk impor. Indonesia
merupakan negara pengimpor gula mentah terbesar di dunia.
Kekurangan bahan pemanis alam (gula tebu) mendorong masyarakat untuk
mengkonsumsi gula sintetis (buatan) seperti sakarin (biang gula) dan natrium siklamat
(bibit gula). Akan tetapi, bahan pemanis buatan tidak bisa sepenuhnya menggantikan
bahan pemanis alam karena kadar penggunaannya dibatasi oleh peraturan kesehatan di
banyak Negara termasuk di Indonesia, yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan Bahan pemanis lain selain gula tebu atau sukrosa (gula yang kita kenal sehari
hari) perlu dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Bahan Pemanis lain tersebut yaitu gula cair. Gula cair diperoleh dari hasil hidrolisis
pati. Pati yang diolah bisa dari pati sagu, padi, jagung, umbi-umbian (talas, ubi jalar,
kimpul, singkong). Contoh gula cair dari hasil hidrolisis pati yaitu glukosa, fruktosa,
maupun maltosa (Mahreni dan Sulistyowati, 2004).
Pembuatan gula cair dari pati singkong dan jagung ini di buat dengan teknik enzimatis
dengan melalui dua tahap utama yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi
merupakan pemecahan pati menjadi dekstrin dengan bantuan enzim alfa-amilase.
Sedangkan sakarifikasi berupa penguraian dekstrin menjadi glukosa dengan enzim
amiloglukosidase. Hidrolisis secara enzimatis ini dapat menghasilkan derajat konversi
pati menjadi glukosa lebih tinggi dan juga dapat mencegah terjadinya kehilangan flavor
(aroma). Sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan gula cair dengan kualitas yang
baik. Penjelasan beberapa tahapan utamanya adalah sebagai berikut :
1. Likuifikasi Proses likuifikasi adalah proses perubahan pati dari kental menjadi
encer. Campuran pati dan air (suspensi pati) yang dipanaskan sampai mendidih
akan berubah bentuk menjadi kental yang disebut tergelatinisasi. Perbandingan
antara air dan tepung yaitu 3:1 kemudian diaduk sampai tercampur rata.
Selanjutnya ke dalam tangki tersebut dimasukan sejumlah enzim alfa amilosa
sebanyak 1 ml/kg pati. Pengaturannya pH yaitu antara pH 6.2-6.4 dengan
penambahan kapur tohor satu sendok makan. Proses likuifikasi dapat dihentikan
apabila larutan sudah betul-betul cair dan berwarna coklat bening.3
2. Sakarifikasi Proses sakarifikasi adalah proses perubahan dekstrin menjadi gula.
Pati telah terpecah menjadi desktrin selanjutnya didinginkan dari 105˚C menjadi
60˚C. Larutan pati selanjutnya dimasukan ke dalam tangki sakarifikasi dengan
penambahan enzim amiloglukosidase sebanyak 1 ml/kg pati. Enzim ini
berfungsi untuk memecah rantai desktrin menjadi glukosa. Proses sakarifikasi
membutuhkan waktu minimal 24 jam dan maksimal 76 jam. Proses sakarifikasi
selesai bila telah tercapai nilai kekentalan 30-35 Brix. Nilai tersebut dapat diukur
dengan meneteskan cairan gula pada alat baumeter . Semakin rendah kandungan
glukosa maka semakin tinggi kandungan dekstrin dan maltosannya.
3. Proses Pemucatan Proses pemucatan bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran
dan warna yang tidak dikehendaki atau untuk penjernihan. Pemucatan dilakukan
dengan mencampur cairan glukosa dengan arang aktif. Arang aktif memiliki
kemampuan adhesi atau penyerapan sangat kuat sehingga dapat mengikat,
menggumpalkan dan mengendapkan komponen anorganik atau organic untuk
membebaskan sirup dari kotoran yang tak diinginkan.Pemucatan dilakukan
dengan mencampur cairan glukosa dengan arang aktif. Suhu selama pemucatan
diatur 80oC.
4. Penyaringan Penyaringan berguna untuk memisahkan arang aktif dan komponen
yang melekat pada cairan sirup. Cairan bercampur karbon dialirkan pada
saringan. Penyaringan ini diharapkan dapat menahan partikel kotoran yang telah
digumpalkan sebelumnya oleh arang aktif sehingga cairan yang dihasilkan
berwarna kuning muda bening. Jika tingkat kejernihan tersebut tidak tercapai,
tambahkan lagi arang aktif ke dalam cairan gula kemudian didaur ulang.
5. Proses Penguapan (Evaporasi) Penguapan dilakukan pada tempat yang
sebelumnya digunakan untuk proses likuifikasi dan sakarifikasi. Proses
dilakukan pada suhu 70oC. Dengan penguapan ini akan diperoleh gula yang
berwarna jernih kekuningan. Penguapan bertujuan untuk memekatkan glukosa
dari 30-35 brix sampai 43-80 brix.
6. Penyimpanan dan Pengemasan Kondisi penyimpanan memegang peranan
penting. Suhu yang digunakan untuk penyimpanan sirup glukosa adlah 35oC,
dimana suhu tersebut kristalisasi dekstrosa yang terkandung di dalamnya dapat
dicegah. Pada suhu yang lebih rendah (dibawah 21oC) dekstrosa akan
terkristalisasi sehingga dapat menurunkan mutu dan dapat menimbulkan
kesulitan dalam penanganannya. Sebaliknya suhu penyimpunan yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan timbulnya perubahan warna pada produk, terutama
jika disimpan pada periode cukup lama. Dengan demikian kalau yang diproduksi
adalah tepung glukosa maka setelah di evaporasi, dilakukan penyimpanan pada
suhu rendah dan kelembaban rendah, sehingga akan berubah menjadi tepung
lebih cepat.
Kemasan mempunyai peranan penting dalam industri. Kemasan selain berfungsi sebagai
wadah atau tempat, juga berfungsi sebagai pelindung, sebagai penunjang cara
penyimpanan dalam transportasi dan sebagai alat persaingan dalam pemasaran. Selain
produk dengan kualitas yang baik namun kemasan juga harus menarik agar konsumen
lebih tertarik untuk membeli dengan melihat kemasan yang menarik.

III. Alat dan bahan


Alat Bahan

Mikro Pipet Tepung pati/tapioka

Spatula aquades

Timbnagan Enzim alfa amilase

Panci Enzim amilogukosidase

pHmeter HCL
Gelas ukur NaOH

Gelas beaker Na2CO3

Kain saring Arang aktif

Kertas lakmus

IV. Cara Kerja


1. Pati singkong ditimbang sebanyak 500 gram (tergantung perlakuan)
2. Lalu dilarutkan dalam 1000 ml air/aquades dan diaduk rata
3. Aduk hingga homogen, tambahkan 1 ml enzim alfa amilase per kg pati
4. sampel dipanaskan pada suhu 950 -1000C, diaduk selama ± 60 menit, lakukan
pengukuran nilai % Brix (kadar gula) dengan refraktometer.
5. Dinginkan larutan pati-enzim menjadi 600 C, atur larutan pada pH 4 – 4, 6.
6. Tambahkan 1 ml enzim amiloglukosidase per kg pati, aduk rata, biarkan selama 72
jam. Lakukan pengukuran nilai % Brix (kadar gula) dengan refraktometer.
7. Gula cair dinetralkan dengan ditambahkan soda kue.
8. Kemudian dipanaskan pada suhu 800C dan pengadukan selama 30 menit.
9. Larutan didiamkan selama 1 jam dan disaring. Lakukan pengukuran nilai % Brix
(kadar gula) dengan refraktometer.
10. Kemudian simpan dalam wadah yang bersih
V. Hasil Pengamatan
Kelompok 4: 500gr tepung tapioka + 3L air
No Nilai %Brix sebelum Nilai %Brix setelah Nilai % Brix setelah Nilai % Brix setelah
ditamabah enzim alfa selesai proses selesai proses menjadi gula cair
amilase likuifikasi sakarifikasi
1 0 brix 40 brix 24 brix 40 brix
VI. Pembahasan
Dalam praktikum membuat gula cair menggunakan bahan dasar pati singkong
(Tapioka), pati singkong digunakan sebanyak 500gram dilarutkan ke dalam 3liter air/
aquades, untuk mengukur %brix (kadar gula) menggunakan refraktometer. Pati singkong
yang sudah dicampurkan dengan air kemudian dihitung kadar gulanya menggunakan
refraktometer, untuk melihat kadar gula nya beri setetes air pada kaca refraktometer
kemudian ditutup, saat mengamati %brix dilihatkan ke ruang yang memiliki cahaya terang.
Hasil %brix pada pengamatan pertama belum terlihat %brixnya. Pengamatan kedua pati
singkong yang sudah dicampurkan air ditambhakan enzim alfa amylase sebanyak 0,5ml
kemudia diaduk hingga homogen sampel tersebut dipanaskan menggunakan suhu 90-
100˚C selama 60 menit hingga larutan yang mengental dan berubah menjadi cair, proses
inilah dinamakan proses likuifikasi.
Pemanasan larutan pasti singkong menyebabkan viskositas yang rendah yakni
dengan cara hidrolisis pati menjadi molekul-moleku yang lebih sederhana melalui bantuan
enzim amilase. Larutan yang dipanaskan sudah mencair kemudian diukur nilai %brix, hasil
yang dieroleh setelah ditambahakan enzim amilase yaitu 45 brix. Larutan yang sudah
mencair didiamkan hingga suhu mencapai 60˚C, setelah itu ukur pH larutan tersebut jika
pH belum mencapai 4-4,6 tambahkan dengan larutan HCL agar pH sesuai dengan teori
yang ditetapkan, pada larutan gula cair kelompok kami mencapai pH 6 kemudia
ditambahakan 1ml larutan HCL agar pH mencapai 4-4,6.
pH larutan gula cair diukur kembali dengan ditambahkannya enzim
amiloglukosidase sebanyak 0,5ml. pengadukan larutan gula cair dilakukan agar enzim dan
laritan tercampur sehingga enzim dapat berfungsi memecahkan rantai dekstrim yang
menjadi glukosa. Proses sakarifikasi membutuhkan waktu 24-76 jam, gula cair yang sudah
mencapau suhu 60˚C didiamkan selama 72 jam didalam panci yang tertutup. Selama proses
sakarifikasi berlangsung, nilai % brix diukur kembali dan mendapatkan nilai kadar brix 23.
Berdasarkan referensi yang diapatkan bahwa proses sakarifikasi dinyatakan optimal jika
nilai kadar gula berkisar anatar 30-35 brix, ini berarti praktkum yang kita lakukan belum
mencapai hasil karena perlakuan yang kami lakukan menggunakan perbandingan tepung
500gr : 3ltr aquades.
Gula cair yang sudah selesai proses sakarifikasi dinetralkan dengan soda kue
(Na2CO3) sebanyak 1,5 gram.jika ph tidak di netralkan maka reaksi hidrolisis akan terus
berlangsung sehingga gula lama-lama menjadi alkohol. Gula yang sudah dinetralkan
dipanaskan dengan suhu 80°C dan diaduk selama 30 menit, kemudian di diamkan selama
60 menit lalu di saring. Setelah itu kembali dilakukan pengukuran nilai % brix dan
diperoleh kadar gula 45 brix. Kemudian gula cair di tuangkan dalam wadah beaker glass
yang di tutup dengan aluminium foil dan di simpan dalam suhu 35°C.
Dalam melaksanakan praktikum terdapat kendala yang dihapai yaitu saat proses
likuifikasi berlngsung atau saat pemanasan larutan pati singkong menggunakan api yang
terlalu besar sehingga larutan pati singkong sedikit agak kecoklatan dan menjadi keruh,
oleh karena itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan larutan dengan sisa larutan yang
keruh.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahw
1. Praktikum yang dilakukan menggunakan 2 proses yaiitu likuifikasi dan sakarifikasi
2. Nilai %brix sebelum ditambahkan enzim amylase mendapatkan nilai 0, dan nilai %brix
setelah ditambahkan enzim amylase proses likuifikasi adalah 40. Nilai % bri setelah
selesai proses sakarifikasi mendapatkan nilai 23 dan nilai % brix setelah menjadi gula
cair adalah 40.
3. Semakin banyak volume pelarut maka nilai % brix yang didaptkan semakin kecil
4. Terdapat kendala saat pelaksanan praktikum yaitu saat proses likuifikasi api yang
digunakan terlalu besar sehingga hasil larutan menjadi agak kecoklatan dan berkerut.
Daftar Pustaka
Assah, Yunita F., and Fetty Indriaty. "Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu gula cair dari
nira aren." Jurnal Penelitian Teknologi Industri 10.1 (2018): 1-10.

Maulani, L., Ramdhayani, W. S., Yulistiani, F., & Permanasari, A. R. (2018, October). Pengaruh
pH Pada Pemanfaatan Limbah Padat Tepung Tapioka (Onggok) Menjadi Gula Cair Secara
Hidrolisis Enzimatis. In Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar
(Vol. 9, pp. 155-158).

Permanasari, Ayu Ratna, and Fitria Yulistiani. "Pembuatan gula cair dari pati singkong dengan
menggunakan hidrolisis enzimatis." Fluida 11.2 (2015): 9-14.

Disahkan di Yogyakata tanggal


Kamis,14 Juli 2022
Asisten Dosen Praktikan

Elea Nur Aziza, SP., MSc Nina Dwi Ammara


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai