Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

SURVEY SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) DAN


PENYAKIT MENULAR PADA RUMAH TANGGA
PEMUKIMAN LAHAN BASAH
DI LORONG JAMBU, 36 ILIR, KECAMATAN GANDUS, PALEMBANG

Disusun Oleh:
Kelompok 9

Diah Oktareza (10011181722094)


Tya Mutiara Octaviani (10011181722111)
Athiyyah Aryaza Putri (10011281722071)
Marisa Nurhaliza (10011281722061)
Resmita Tesalonika (10011381722157)

Dosen Pengampu : Yustini Ardillah, S.KM.,M.PH.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan laporan sebagai tugas dari mata kuliah Pengelolaan Sanitasi
Lingkungan di Pemukiman Lahan Basah dengan judul “Survey Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat dan Penyakit Menular pada Rumah Tangga Pemukiman Lahan Basah di Lorong
Jambu, 36 Ilir, Kecamatan Gandus, Palembang”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palembang, 24 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 5
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 6
2.1. Lahan Basah ............................................................................................................ 6
2.2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ............................................................ 7
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................... 11
3.1. Waktu Penelitian................................................................................................... 11
3.2. Lokasi Penelitian ................................................................................................ 11
3.3. Sasaran Penelitian .............................................................................................. 11
3.4. Metode Penelitian............................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN ............................................................ 11
4.1. Kasus Penyakit di Pemukiman Lahan Basah .......................................................... 11
4.2. Pengetahuan Masyarakat Tentang STBM............................................................... 12
4.3. Gambaran Pelaksanaan STBM ............................................................................... 15
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 21
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 21
5.2. Saran .................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 22
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berada di pulau
Sumatera dengan jumlah penduduk sekitar 8 juta jiwa dengan luas wilayah kurang dari
9,2 juta hektar dimana 3,4 juta hektar merupakan hutan dan 1,3 juta hektar adalah lahan
gambut. Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland”baru dikenal di Indonesia
sekitar tahun 1990. Lahan basah adalah daerah rawa-rawa, payau, lahan gambut, dan
perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar,payau,
atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter
pada waktu surut (Konversi Ramsar,1991).

Tetapi, semakin majunya zaman ini, kehancuran keanekaragaman hayati rawa


gambut semakin dekat pula dengan lepasnya jutaan ton karbon ke udara dan kerusakan
tata air kawasan dan diperparah dengan tingginya kegiatan perambahan hutan dan alih
fungsi lahan basah menjadi permukiman, industri, pertanian dan perkebunan. Kerusakan-
kerusakan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi masyarakat seperti meningkatnya angka kemiskinan serta
menurunnnya tingkat pendidikan dan kualitas hidup. Pertumbuhan alih fungsi lahan
basah menjadi permukiman di Sumatera Selatan membuat kita perlu memperhatikan
santinasi masyarakatnya.

Rumah-rumah yang berdiri di lahan basah bisa saja belum mengolah limbah cairnya
dan dibuang begitu saja di perairan di bawah rumahnya dalam bentuk feses,urine, dan air
limbah rummah tangga yang bias berdampak ke depannya. Jika kotoran manusia dibuang
begitu saja maka bias saja menjadi agen suatu penyakit dan jika limbah rumah tangga
dibuang begitu maka akan berdampak pada pencemaran air dan tanah yang ada di lahan
basah dan bisa membawa penyakit serta membuat flora dan fauna di sekitar menjadi mati.

Program STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) kemudian dirasa perlu untuk
diterapkan di masyarakat. Penerapan STBM di masyarakat ternyata baru dilaksanakan
oleh sebagian masyarakat yang menjadi tempat penerapan STBM ini yang telah

4
dilaksanakan sejak tahun 2010 dan perlu menjadi perhatian kita semua. Dengan
mengambil sampel populasi di lokasi pemukiman lahan basah daerah Lorong Jambu
Kelurahan 36 Ilir Kecamatan Gandus Palembang dirasa cocok untuk melakukan survey
STBM ini, mengingat wilayah pemukiman ini dikelilingi kawasan rawa dan terletak di
pinggiran anak sungai musi, keadaan sanitasinya yang masih kurang dan pengetahuan
masyarakat akan STBM kurang.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah STBM telah dilaksanakan di Sumatera Selatan?
1.2.2. Bagaimana pelaksanaan program STBM di masyarakat?
1.2.3. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai program ini?
1.2.4. Apakah masyarakat telah menerapkan program STBM ini?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Mengetahui perkembangan penerapan program STBM
1.3.2. Mengetahui apakah program ini diterapkan di masyarakat
1.3.3. Mengevaluasi penerapan STBM di masyarakat.

5
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1. Lahan Basah


Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai
air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat
yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme
lain yang teradaptasi khusus (Maltby, 1986).

Konvensi Ramsar 1971 menakrifkan lahan basah yang penting secara internasional
sebagai berikut (Dugan, 1990): Lahan basah adalah wilayah rawa, lahan gambut, dan air,
baik alami maupun buatan, bersifat tetap atau sementara, berair ladung (stagnant, static) atau
mengalir yang bersifat tawar, payau, atau asin, mencakup wilayah air marin yang didalamnya
pada waktu surut tidak lebih daripada enam meter.

Secara sederhana, lahan basah dapat diartikan sebagai lahan dimana air bertemu
dengan tanah. Contohnya bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah
dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan di setiap
zona iklim, dari daerah kutub sampai daerah tropis.

Wilayah lahan basah memiliki beberapa karakteristik yang unik, yaitu:

1. Merupakan dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir;


2. Merupakan wilayah yang mempunyai elevasi rendah;
3. Beberapa tempat dipengaruhi oleh pasang surut untuk di wilayah dekat dengan
pantai;
4. Dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh dari pantai; dan
5. Sebagian besar wilayah ini tertutupi dengan gambut.

Berdasarkan karakteristik sistem lahan, lahan basah di Indonesia dapat dikelompokkan


menjadi enam tipe lahan basah sebagai berikut:

 Rawa pasang surut (Tidal swamps)


 Rawa musiman (Seasonal swamps)
 Dataran aluvial (Alluvial plains)

6
 Sabuk meander (Meander belts)
 Rawa gambut dan marshes (Peal swamps and marshes)
 Dataran banjir

Total lahan basah di Indonesia adalah 396.462 km2, yang sebagian besar menyebar di
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Rawa gambut dan marshes adalah yang terluas (168.951
km2). Lahan basah lainnya yang cukup luas adalah dataran alluvial (155,330 km2), rawa
pasang surut (40,060 km2), dan dataran banjir (30,194 km2). Rawa musiman (21,100 km2)
hanya terdapat di daerah Papua.

Lahan basah sangat penting bagi ekosistem dunia. Bahkan, penduduk di beberapa bagian
dunia sangat bergantung pada lahan ini. Bila diibaratkan, keberadaan lahan basah seperti
sistem pembuluh darah yang menghubungkan seluruh bentang alam. Tanpa basah, dunia
akan sangat kekurangan air. Lahan basah juga dapat diibaratkan sebagai spons raksasa yang
dapat menyerap dan menyimpan air dari hujan yang sangat lebat, kemudian melepaskannya
secara perlahan-perlahan ke lingkungan sekitarnya. Karena itulah, keberadaan lahan basah
dapat mengurangi risiko terjadinya banjir. Peran penting yang dimiliki lahan basah membuat
tanggal 2 Februari diperingati sebagai Hari Lahan Basah Sedunia.

Sayangnya, lahan basah memiliki permasalahan lingkungan, antara lain masalah


penurunan permukaan tanah (subsidence), penurunan pH tanah dan badan air oleh karena
sulfat masam, banjir, kekeringan, kebakaran hutan gambut, dan sebagainya. Beberapa
masalah tersebut merupakan bencana nasional. Akibatnya, secara umum, daya dukung lahan
bagi kehidupan menurun drastis.

2.2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan adopsi dari keberhasilan


pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS (Community-Led Total
Sanitation). Uji coba implementasi CLTS di 6 kabupaten di Indonesia pada tahun 2005. Pada
Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi
nasional untuk program sanitasi. Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting bagi
perkembangan CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia

7
mulai mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total
bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan
Pemasaran Sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes, 2008).

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk merubah


perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Program STBM memiliki indikator outcome dan output. Indikator outcome STBM yaitu
menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang
berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai
berikut:

1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (ODF).
2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang
aman di rumah tangga.
3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci
tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan
dengan benar.
4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 strategi nasional yang pada bulan
September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008.
Strategi ini menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam
penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi
total berbasis masyarakat. Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat
dengan dikeluarkannya Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat. Dengan demikian, secara otomatis Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008
telah tidak berlaku lagi sejak terbitnya Permenkes ini.

8
Dalam Permenkes No. 3 Tahun 2014, strategi penyelenggaraan STBM meliputi 3
komponen yang saling mendukung satu dengan yang lain, yaitu:

 Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment);


 Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation);
 Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement);

Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada, maka proses pencapaian 5
Pilar STBM tidak maksimal. Tiga strategi ini disebut Komponen Sanitasi Total. Adapun 5
Pilar STBM terdiri atas:

1. Berhenti buang air besar sembarangan.


Kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak membuang air
besar di ruang terbuka atau di sembarang tempat. Tujuan dari pilar ini adalah
mencegah dan menurunkan penyakit diare dan penyakit lainnya yang berbasis
lingkungan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir pada
5 waktu kritis. Lima waktu kritis tersebut antara lain sebelum makan, sesudah makan,
setelah BAB atau kontak dengan kotoran, setelah mengganti popok bayi, dan sebelum
memberikan makan bayi. Tujuan jangka panjang dari pilar kedua adalah untuk
berkontribusi terhadap penurunan kasus diare pada anak balita di Indonesia.
3. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga.
Suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan air
yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya. Tujuan dari
pilar ketiga adalah untuk mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui air
minum.
4. Pengelolaan sampah rumah tangga.
Proses pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga dengan prinsip 3R
(Reduce, Reuse, and Recycle).
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Proses pengolahan air limbah pada tingkat rumah tangga untuk menghindari
terciptanya genangan yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.

9
Tujuan umum dari program STBM adalah memicu masyarakat sehingga dengan
kesadarannya sendiri mau menghentikan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka pindah
ke tempat tertutup dan terpusat.

Sedangkan tujuan khusus dari program STBM antara lain:

1. Memfasilitasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali permasalahan


kesehatan lingkungannya sendiri.
2. Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisis masalah kesehatan lingkungan mereka
dengan memicu perasaan jijik, malu, takut sakit, rasa dosa, dan lain sebagainya
sehingga muncul kesadaran untuk merubah perilakunya kearah perilaku hidup bersih
dan sehat dengan meninggalkan kebiasaan bab di tempat terbuka.
3. Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk membangun jamban yang sesuai
dengan keinginannya dan kemamuan mereka tanpa menunggu bantuan.

Metode yang digunakan dalam STBM adalah metode pemicuan. Metode pemicuan ini
dilaksanakan oleh tim fasilitator dengan cara memicu masyarakat dalam lingkup komunitas
terlebih dahulu untuk memperbaiki sarana sanitasi sehingga tercapai tujuan dalam hal
memperkuat budaya perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat serta mencegah
penyakit berbasis lingkungan.

STBM dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat sadar, mau


dan mampu untuk melaksanakan sanitasi total yang timbul dari dirinya sendiri, bukan
melalui paksaan. Melalui cara ini, diharapkan perubahan perilaku tidak terjadi pada saat
pelaksanaan program melainkan berlangsung seterusnya (Depkes RI, 2008).

10
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada hari Sabtu, 17 Maret 2019 pukul 10.35 WIB s/d selesai.

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di pemukiman Lorong Jambu, Kelurahan 36 Ilir, Kecamatan
Gandus, Palembang.

3.3. Sasaran Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel 10 Rumah Tangga yang terletak
di kawasan rawa-rawa.

3.4. Metode Penelitian


Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan
intrumen kuesioner. Penelitian juga dilakukan dengan melakukan observasi langsung.

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

4.1. Kasus Penyakit di Pemukiman Lahan Basah


Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data, didapatkan hasil sebagai
berikut:

Tabel 1. Jumlah Kasus Penyakit Pada 10 Rumah Tangga

Diare DBD TBC Pneumonia Lainnya

Rumah 1 3 1 - - -
Rumah 2 - - - - -

11
Rumah 3 - - - - 1
Rumah 4 6 - - - -
Rumah 5 1 - - - -
Rumah 6 - - - - -
Rumah 7 1 1 - - -
Rumah 8 - - - - -
Rumah 9 - - - - -
Rumah 10 - - - - -
Total 11 2 - - 1

12

10 11

2
2 0 0 1
0
Diare DBD TBC Pneumonia Lainnya

Jumlah Penyakit Yang Diderita

Grafik 1. Jumlah Kasus Penyakit Menular dari 10 rumah tangga


di Lorong Jambu, 36 Ilir, Kecamatan Gandus, Palembang

Berdasarkan grafik diatas, dari 10 rumah tangga di daerah Lorong Jambu rata-rata
responden menderita penyakit Diare, yaitu sebanyak 11 kasus. Hal ini menandakan bahwa
dengan sanitasi lingkungan yang buruk di daerah pemukiman lahan basah tersebut rentan
sekali untuk terkena wabah penyakit Diare.

4.2. Pengetahuan Masyarakat Tentang STBM


Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data, didapatkan hasil sebagai
berikut:

12
Tabel 2. Tingkat Pengetahuan tentang STBM

Baik (B) : Mengetahui/Memenuhi Kriteria Pilar STBM


Tidak Baik (TB) : Tidak Mengetahui STBM/Tidak Memenuhi Kriteria Pilar
STBM

Indikator
Pengetahuan
Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pilar 5
Respond STBM
No.
en
B TB B TB B TB B TB B TB B TB

Rumah
1.
1
-  -  -   - -  - 

Rumah
2.
2
-   -  -  -  - - 

Rumah
3.
3
-   -  -  -  - - 

Rumah
4.
4
-   -  -  -  - - 

Rumah
5.
5
-  -   -  - -  - 

Rumah
6.
6
 -  -  -  -  - - 

Rumah
7.
7
-   -  -  - -  - 

Rumah
8.
8
-   -  -  -  - - 

Rumah
9.
9
-   -  -  - -  - 

Rumah
10.
10
-   -  -  -  - - 

13
TOTAL 1 9 8 2 9 1 10 0 6 4 0 10

12

10

0
Pengetahuan Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pilar 5
STBM

BAIK TIDAK BAIK

Grafik 2. Tingkat Pengetahuan Tentang STBM dari 10 Rumah Tangga


di Lorong Jambu, 36 Ilir, Kec. Gandus

Berdasarkan grafik diatas, dari 10 rumah tangga rata-rata tidak mengetahui


tentang STBM. Tetapi, meskipun mereka tidak mengetahui tentang STBM, rata-rata
responden memenuhi kriteria yang dimaksudkan pada 5 pilar STBM. Rata-rata
responden sudah mengatahui tentang tidak buang air besar (BAB) sembarangan, cuci
tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, dan
pengamanan sampah rumah tangga. Tetapi dari 10 rumah tangga yang diambil
sebagai sampel tersebut belum mengetahui dengan baik tentang pengamanan limbah
cair rumah tangga. Masyarakat masih membuang limbah domestik mereka langsung
ke rawa-rawa sekitar rumah tanpa diolah terlebih dahulu dan tidak mempunyai
saluran pembuangan.

14
4.3. Gambaran Pelaksanaan STBM
Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data, didapatkan hasil sebagai
berikut:

Tabel 3. Penerapan Stop Buang Air Besar Sembarangan


Ya Tidak
No Kriteria
N % N %
1 Jarak pembuangan tinja ke sumur gali > 10 m 0 0 10 100%
2 Tempat jongkok (kloset) terbuat dari bahan yang kuat 9 90% 1 10%
3 Tinja bayi dan lansia dibuang ke kloset 5 50% 5 50%
4 Setiap orang di rumah menggunakan wc 10 100% 0 0
5 Terdapat akses untuk membersihkan dubur (air atau
10 100% 0 0
tisu)
6 Tidak ada tinja manusia terlihat disekitar rumah 8 80% 1 10%
7 Penerangan jamban yang cukup 6 60% 4 40%
8 Ada sampah berserakan dijamban 2 20% 8 80%
9 Jamban menimbulkan bau yang tidak sedap 0 0 10 100%
10 Ada kotoran terlihat di jamban 2 20% 8 80%
11 Jamban terletak di dalam rumah 7 70% 3 30%
12 Di sekeliling jamban terdapat genangan air 6 60% 4 40%
13 Jamban mudah dibersihkan 8 80% 2 20%
14 Tersedia alat pembersih jamban 8 80% 2 20%
15 Tersedia sabun untuk cuci tangan 8 80% 2 20%
16 Lantai jamban dalam keadaan bersih dan tidak licin 8 80% 2 20%
17 Jamban menjadi tempat hidup serangga, lalat , tikus
1 10% 9 90%
dan kecoa
18 Tersedia pintu di jamban 9 90% 1 10%
19 Jamban memiliki ventilasi yang cukup 6 60% 4 40%
20 Jamban memiliki dinding kedap air 5 50% 5 50%
Jumlah 119 59,5% 81 40,5%

15
YA TIDAK

41%

59%

Grafik 3. Persentase Kategori Baik dan Tidak Baik Pada Penerapan Stop Buang Air
Besar Sembarangan

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dari 10 rumah tangga rata-rata sudah cukup baik
dalam menerapkan pilar 1 STBM yaitu dengan sudah memiliki jamban sendiri sehingga tidak
lagi buang air besar sembarangan (di tempat umum). Rata-rata responden sudah memiliki
jamban yang sehat dalam artian sudah memiliki kloset dengan konstruksi yang kuat, setiap
anggota keluarga menggunakan wc dan terdapat akses untuk membersihkan dubur (rata-rata
menggunakan air). Kondisi jamban juga sudah cukup masuk dalam kategori baik, dalam
artian tersedia pintu di jamban, pencahayaan yang cukup baik, ventilasi yang cukup. Tetapi
terdapat beberapa responden yang masih belum baik dalam menjaga kebersihan jambannya,
masih terdapat kotoran yang terlihat di jamban dan sampah yang berserakan di jamban.

Tabel 4. Penerapan Cuci Tangan Pakai Sabun


Ya Tidak
No Kriteria
N % N %

1 Tersedia air mengalir di dalam rumah untuk cuci tangan 7 70% 3 30%

2 Tersedia sabun untuk mencuci tangan 10 100% 0 0

3 Ada perlengkapan CTPS di dalam rumah 9 90% 1 10%

16
Jumlah 26 86,7 4 13,3

YA TIDAK
13%

87%

Grafik 4. Persentase Kategori Baik dan Tidak Baik Pada Penerapan Cuci Tangan
Pakai Sabun

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, dari 10 rumah tangga di kawasan Lorong Jambu 36
Ilir rata-rata sudah baik dalam menerapkan pilar 2 STBM yaitu dengan sudah memiliki akses
mencuci tangan seperti air yang mengalir, sabun, dan perlengkapan lainnya. Dengan ini
masyarakat bisa terhindar dari paparan penyakit menular melalui tangan dan meningkatkan
derajat kesehatan mereka.

Tabel 5. Penerapan Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga


Ya Tidak
No Kriteria
N % N %
Air minum yang telah diolah disimpan di dalam
1 9 90% 1 10%
wadah yang tertutup rapat
2 Wadah air minum bersih 10 100% 0 0
3 Makanan yang tersaji tertutup 9 90% 1 10%

4 Wadah makanan bersih 10 100% 0 0

Jumlah 38 95% 2 5%

17
5% YA TIDAK

95%

Grafik 5. Persentase Kategori Baik dan Tidak Baik Dalam Penerapan Pengelolaan
Air Minum dan Makanan Rumah Tangga

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dari 10 rumah tangga di kawasan Lorong Jambu 36
Ilir rata-rata mengelola air sebelum air tersebut dikonsumsi. Rata-rata responden
pengelolaannya dengan cara merebus air. Setelah direbus, air dimasukkan kedalam wadah
yang tertutup rapat sehingga tidak ada cela untuk mikroorganisme patogen masuk. Begitupun
dengan pengelolaan makanan. Rata-rata responden menggunakan wadah yang tertutup dan
bersih. Hal ini menunjukkan responden sudah menerapkan dengan baik pengelolaan air
minum dan makanan rumah tangga.

Tabel 6. Penerapan Pengamanan Sampah Rumah Tangga

Ya Tidak
No Kriteria
N % N %

Sampah padat rumah tangga tidak dibuang


1 3 30% 7 70%
berserakan di halaman
Ada perlakuan dengan aman terhadap sampah yang
2 0 0 10 100%
akan dibuang

Jumlah 3 15% 17 85%

18
YA TIDAK
15%

85%

Grafik 6. Persentase Kategori Baik dan Tidak Baik Penerapan Pengamanan Sampah
Rumah Tangga

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dari 10 rumah tangga di kawasan Lorong Jambu 36
Ilir rata-rata belum melakukan pengelolaan sampah yang baik. Setelah diamati, rata-rata
lingkungan di sekitar rumah responden sudah cukup baik, tidak ada sampah yang berserakan.
Namun, rata-rata responden tidak menerapkan pengelolaan pada sampah yang akan dibuang.
Mereka langsung membuang sampah ke tempat penampungan sementara yang kemudian
akan diangkut ke tempat pembuangan umum.

Tabel 7. Penerapan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga


Ya Tidak
No Kriteria
N % N %

Tidak terlihat genangan air disekitar rumah karena


1 3 30% 7 70%
limbah domestik

2 Limbah cair sudah diolah sebelum dibuang 0 0 10% 100%

Jumlah 3 15% 17 85%

19
YA TIDAK
15%

85%

Grafik 7. Persentase Kategori Baik dan Tidak Baik Penerapan Pengelolaan Limbah
Cair Rumah Tangga

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dari 10 rumah tangga di kawasan Lorong Jambu 36
Ilir rata-rata tidak melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang. Rata-rata responden
langsung membuang limbah (kebanyakan limbah air cuci dan mandi) ke rawa-rawa yang
berada dibawah rumah mereka. Hal tersebut tetntunya bisa menyebabkan pencemaran air
rawa dan dapat menjadi sumber vektor penyakit menular.

20
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1. Rata-rata rumah tangga mengalami sakit diare, terdapat 11 kasus diare,


dikarenakan sanitasi rumah yang kurang baik dan rendah kesadaran untuk menjaga
kesehatan tubuh.
2. Dari 10 rumah tangga rata-rata tidak mengetahui tentang STBM. Tetapi, meskipun
mereka tidak mengetahui tentang STBM, rata-rata responden sudah memenuhi
kriteria yang dimaksudkan pada 5 pilar STBM.
3. Berdasarkan data observasi dalam hal ini melakukan pengamatan langsung, rata-
rata rumah tangga sudah cukup baik dalam menerapkan ke-lima pilar STBM.
Tetapi, rata-rata responden hanya masih kurang dalam menerapkan pengamanan
sampah rumah tangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga.

5.2. Saran
1. Masyarakat di Pemukiman lahan basah perlu meningkatkan pengelolan sanitasi yang
berkelanjutan. Aktifitas penduduk di permukiman diiringi dengan peningkatan
kebutuhan air baik domestik maupun non domestik.
2. Sumber daya yang memadai harus dikelola untuk dapat memenuhi kebutuhan air
secara kuantitas , kualitas dan kontinuitas.
3. Limbah yang berada disekitar pemukiman dapat dikelola dengan rancangan yang
tepat sehingga mengurangi pencemaran di sekitar tempat tinggal. Sehingga kawasan
resapan air yang merupakan kawasan budidaya terbatas dapat dikendalikan.
Pengolahan air limbah berbasis daur ulang, menjadi salah satu cara dalam mengolah
air limbah. Hal ini dapat memberikan manfaat meningkatkan akses sanitasi dengan
sistem desentralisasi dan pemeliharaan yang mudah serta dapat mengurangi beban
infrastruktur secara terpusat. Manfaat yang utama adalah dalam penghematan air,
selama musim kemarau

21
DAFTAR PUSTAKA

Agnika, Natalia T. 2018. Hari Lahan Basah Sedunia: Menjaga Kesehatan Lahan Basah
demi Kesejahteraan Bersama. Dalam website World Wide Fund for Nature (WWF)
Indonesia. Diakses melalui https://www.wwf.or.id/?63843/Hari-Lahan-Basah-Sedunia-
Menjaga-Kesehatan-Lahan-Basah-demi-Kesejahteraan-Bersama pada 22 Maret 2019.
Fatonah, Nurul Siti. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat Pilar Pertama (Stop BABS) di Desa Purwosari Kecamatan
Sayung Kabupaten Demak Tahun 2015. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Diakses melalui https://lib.unnes.ac.id/28128/1/6411411249.pdf pada 23 Maret 2019.
Harianto, Sugeng P, dan Dewi, Bainah S. 2017. Buku Ajar Biologi Konservasi:
Biodiversitas Fauna di Kawasan Budidaya Lahan Basah. Lampung: Universitas
Lampung. Diakses melalui
http://repository.lppm.unila.ac.id/4352/1/biologi%20konservasi%20gabung.pdf pada
23 Maret 2019.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. 5 Pilar Kurangi Penyakit Berbasis
Lingkungan. Diakses melalui http://www.depkes.go.id/article/print/17032100003/5-
pilar-kurangi-penyakit-berbasis-lingkungan.html pada 23 Maret 2019.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Lahan Basah: Terra Incognita. Dalam Repro: Ilmu
Tanah Universitas Gadjah Mada. Diakses melalui
http://www.soil.blog.ugm.ac.id/files/2006/11/1997-Lahan-basah.pdf pada 22 Maret
2019.
Poniman, Aris, Nurwadjedi, & Suwahyuono. 2006. Penyediaan Informasi Spasial Lahan
Basah untuk Mendukung Pembangunan Nasional. Dalam Forum Geografi, Vol 20, No.
2, Desember 2006: 120-1134. Jakarta: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (BAKOSURTANAL) Diakses melalui
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/257/Aris%20Poniman.pdf?se
quence=1&isAllowed=y pada 23 Maret 2019.
http://stbm.kemkes.go.id/app/about/1/about

22
LAMPIRAN

Gambar 1. Kondisi WC Gambar 2. Kondisi Tempat Cuci

Gambar 3. Kondisi Dapur Gambar 4. Kondisi Dapur

Gambar 5. Kondisi Rumah Responden Gambar 6. Kondisi Tempat Cuci

23
Gambar 7. Sampah berserakan Gambar 8. Foto Bersama Warga
di sekitar rumah responden

24

Anda mungkin juga menyukai