Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN PERSALINAN KALA II

Dosen pengampu : Elisa Murti Puspitaningrum, S.SiT.,M.Kes

Nama Kelompok :
1. Diah Ayu Pitaloka (2115471038)
2. Dian Febyola (2115471039)
3. Hana Khairiyah Azzahra (2115471047)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………........

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………

BAB I.....................................................................................................................................

PEMBAHASAN...................................................................................................................

ASUHAN PERSALINAN KALA II...................................................................................

A. Pengertian KALA II......................................................................................................


B. Perubahan fisiologis Kala II..........................................................................................
.......................................................................................................................................
C. Tanda dan gejala kala II................................................................................................
D. Asuhan pada kala II.......................................................................................................
E. Tanda bahata kala II......................................................................................................
F. Deteksi dini adanya penyakit Kala II............................................................................
G. Amniatomi pada kala II.................................................................................................
H. Anestesi dan episiatomi.................................................................................................
I. Asuhan persalinan normal ............................................................................................
1. Definisi APN...........................................................................................................
2. Tujuan APN.............................................................................................................
.................................................................................................................................
3. Langkah Langkah APN...........................................................................................
J. Pertolongan persalinan masa pandemic Covid-19 .......................................................

BAB II...................................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................................

SIMPULAN………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan

Kebidanan Persalinan ini dengan tepat waktu .

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapat banyak bantuan oleh berbagai pihak.

Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elisa Murti Puspitaningrum, S.SiT.,M.Kes

selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan

kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai penyusun sangat

mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk

menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.

Metro, 04 Agustus 2022

Penulis
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian KALA II
Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien dapat
mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan kontraksi uterus.
Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada
multipara.
B.Perubahan Fisiologis KALA II

a. Perubahan Uterus
• Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba keras saat kontraksi
• Segmen bawah : terdiri uterus dan serviks merupakan daerah yang teregang
bersifat pasif mengakibatkan pemendekan segmen bawah uterus
• Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran cincin retraksi
fisiologis /cincin bandle
• Bentuk uterus menjadi oval disebabkan adanya pergerakan tubuh janin dari membungkuk
menjadi tegap.

Saat ada kontraksi (HIS), uterus akan mengeras karena otot yang berkontraksi dan menyebabkan otot
bawah Rahim tertarik ke atas sehingga membuat pembukaan serviks dan dorongan janin kebawah.

b. Perubahan Serviks
 Serviks akan membuka dengan didahului dengan pendekatan serviks dan pembesaran ostium
uteri eksternum
 Pembukaan lengkap : tidak teraba lagi bibir portio, segmen bawah rahim, serviks dan vagina
telah merupakan satu saluran.

c. Perubahan Tekanan Darah


 Meningkat lagi 15-25 mmHg
 Saat meneran, tekanan darah dapat naik, Kemudian tekanan darah akan menurun dan akan
kembali lagi sedikit di atas normal.
 Rata-rata normal peningkatan 10 mmHg

d. Perubahan Nadi
 Frekuensi nadi akan meningkat
 Takikardi akan terlihat ketika mencapai puncak menjelang kelahiran

e. Perubahan Suhu
 Peningkatan suhu yang normal yaitu 0,5 – 1 0C

f. Perubahan Pernapasan
 Pernapasan meningkat karena adanya rasa nyeri, kekhawatiran, serta penggunaan teknik
pernapasan yang tidak benar.

g. Perubahan Metabolisme
 Peningkatan metabolisme berlanjut ke kala II
 Mual dan muntah pada saat transisi akan mereda selama kala II
 Apabila muntah konstan dan menetap, merupakan abnormal, merupakan indikasi ruptur
uterus, dan toksemia

C. Tanda dan gejala Kala II (kala pengeluaran janin)


Depkes RI (2002), beberapa tanda dan gejala persalinan kala II adalah Ibu merasakan ingin meneran
bersamaan terjadinya kontraksi, Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya,
perineum terlihat menonjol , vulva vagina terlihat membuka, peningkatan pengeluaran lendir darah. Pada
kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira- kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk
ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot -otot dasar panggul yang secara reflektoris timbul rasa
mengedan, karena tekanan pada rectum, ibu seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada
waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perenium meregang. Dengan his mengedan
yang terpimpin akan lahirlah kepala dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada primi : 1½ - 2 jam,
pada multi ½ - 1 jam (Mochtar,2002).
Pada permulaan kala II, umumnya kepala janin telah masuk P.A.P ketuban yang menonjol biasanya akan
pecah sendiri. Apabila belum pecah, ketuban harus dipecahkan. His datang lebih sering dan lebih kuat,
lalu timbulla his mengedan. Penolong harus telah siap untuk memimpin persalinan. Ada 2 cara ibu
mengedan:
1. Posisi berbaring sambil merangkul merangkul kedua pahanya dengan kedua lengan sampai batas siku.
Kepala diangkat sedikit hingga dagu mengenai dada, Mulut dikatup.
2. Dengan sikap seperti diatas, tetapi badan miring ke arah terdapatnya punggung janin dan hanya satu
kaki yang dirangkul, yaitu yang sebelah atas.
Apabila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka (membuka pintu), rambut kepala
kelihatan. Setiap kali his, kepala lebih maju, anus terbuka, perinium meregang. Penolong harus menahan
perinium dengan tangan kanan beralaskan kain kasa atau kain doek steril supaya tidak terjadi robekan
(ruptur perinei). Pada primigravida, dianjurkan melakukan episiotomi. Episiotomi dilakukan jika
perinium menipis dan kepala janin tidak masuk lagi ke dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau
menggunting perinium. Ada 3 arah irisan, yaitu medialis, mediolateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi
adalah supaya tidak terjadi robekan perinium yang tidak teratur dan robekan pada m. spinchter ani yang
jika tidak dijahit dan dirawat dengan baik akan menyebabkan inkontinensia alvi. Selanjutnya yaitu
Ekspresi Kristeller dengan mendorong fundus uteri sewaktu ibu mengedan, tujuanya membantu tenaga
ibu untuk melahirkan kepala (jarang digunakan karena dapat menyebabkan ruptur uteri, atonia uteri,
trauma organ-organ dalam perut, dan solusio plasenta. Ketika perinium meregang dan menipis, tangan
kiri penolong menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan di perinium. Dengan
ujung-ujung jari tangan kanan, dicoba mengait dagu janin untuk di dorong pelan-pelan ke arah simfisis.
Dengan pimpinan yang baik dan sabar, lahirlah kepala dengan ubun-ubun kecil (suboksiput) di bawah
simfisis sebagai hipomoklion, kemudian secara berturut-turut tampaklah bregma (ubun-ubun besar), dahi,
muka dan dagu. Perhatikan apakah tali pusat melilit leher, kalau ada, lepaskan. Kepala akan mengadakan
putaran ke salah satu paha ibu. Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala ke arah anus (bawah), lalu
bahu belakang dengan menarik pelan-pelan ke arah simfisis (atas). Melahirkan badan, bokong, dan kaki
lebih mudah, yaitu dengan mengait kedua ketiak janin. Bayi baru lahir yang sehat dan normal akan segera
menangis, menggerakkan kaki dan tanganya. Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, kira-kira
membuat sudut 30 derajat dengan bidang datar. Mulut dan hidung dibersihkan, dan lendir diisap dengan
pengisap lendir, tali pusat di klem pada 2 tempat: 5 dan 10 cm dari umbilikus, lalu digunting
diantaranya. Ujung tali pusat pada bayi diikat dengan pita atau benang atau klem plastik sehingga tidak
ada pendarahan. Lakukan pemeriksaan ulang pada ibu: kontraksi atau palpasi rahim, kandung kemih
penuh atau tidak. Kalau penuh, kandung kemih harus dikosongkan sebab dapat menghalangi kontraksi
rahim dan menyulitkan kelahiran uri.

D.Asuhan Kala II
Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien
dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan kontraksi
uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada
multipara.
Tindakan persalinan normal pada kala II adalah:

 Persiapan melahirkan kepala bayi


 Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu tangan yang dilapisi dengan kain
kering dan bersih
 Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam posisi defleksi, bila perlu dilakukan
episiotomi
 Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat lilitan maka dicoba untuk
melepaskannya melalui kepala janin, jika lilitan terlalu ketat maka klem dan potong tali pusat
 Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan terjadi putaran paksi luar
 Posisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri kepala bayi
 Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak pada arkus pubis
 Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
 Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah bayi bagian kepala, lengan, dan
siku sebelah posterior, sedangkan tangan kiri memegang lengan dan siku sebelah anterior
 Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan kedua tungkai kaki saat
dilahirkan[1-3,11,17]

Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong abdomen ibu karena dapat menyebabkan
komplikasi ruptur uteri.[1-3,11]

E.Tanda bahaya kala II


Tanda bahaya dan komplikasi kala II menurut (Affandi,2017)
a) Syok (nadi cepat lemah atau lebih dari 100 x/m,tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg,pucat pasi,berkeringat dingin,nafas cepat lebih dari 30x/m,produksi urine sedikit kurang
dari 30 ml/jam)
b) Dehidrasi (perubahan nadi 100x/m atau lebih,urine pekat,produksi urine sedikit 30 ml/jam)
c) Infeksi (nadi cepat 110x/m atau lebih,temperature suhu >38 derajat Celsius,menggigil,cairan
ketuban berbau)
d) Pre-eklamsia ringan (tekanan darah diastolic 90-100 mmHg,proteinuria hingga 2+)
e) Pre-eklamsia berat/eklamsi (tekanan darah sistolik 110 mmHg atau lebih,tekanan darah diastolic
90 mmHg dengan kejang,nyeri kepala,gangguan penglihatan)
f) Inersia uteri (kontraksi kurang dari 3x dalam waktu 10 menit lamanya kurang dari 40 detik).
g) Gawat janin (djj kurang dari 120x/menit dan lebih dari 160x/menit).
h) Distosia bahu (kepala bayi tidak melakukan putak paksi luar, kepala bayi keluar kemudian
tertarik kembali ke dalam vagina, bahu bayi tidak lahir).
i) Cairan ketuban bercampur mekonium ditandai dengan warna ketuban hijau.
j) Tali pusat menumbung (tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam).
k) Lilitan tali pusat (tali pusat melilit leher bayi).

F.Deteksi dini adanya penyulit kala II


1) Dehidrasi
Tanda dan gejala
a) Perubahan nadi (100x/m atau lebih)
b) Urine pekat
c) Produksi urine sedikit (kurang dari 30 cc/jam)
2) Infeksi
Tanda dan gejala
a) Nadi cepat (110x/m atau lebih)
b) Suhu >38 derajat celcius
c) Menggigil
d) Air ketuban atau cairan vagina berbau
3) Pre-eklamsia ringan
Tanda dan gejala
a) TD diastolic 90-110 mmHg
b) Protein urine +2
4) Pre-eklamsia berat
Tanda dan gejala
a) TD diastolik 110 mmHg
b) TD diastolic 90 mmHg atau lebih dengan kejang
c) Nyeri kepala
d) Gangguan penglihatan
5) Inersia uteri
Tanda dan gejala
a) Kurang dari tiga kontraksi dalam waktu 10 menit,lama kontraksi kurang dari 40 detik
6) Gawat janin
Tanda dan gejala
a) DJJ <120/>160x/m,mulai waspada tanda awal gawat janin.
b) DJJ<100/>180X/m.
7) Kepala bayi tidak turun
8) Distosia bahu
9) Cairan ketuban bercampur meconium
10) Tali pusat menumbung
11) Lilitan tali pusat
12) Kehamilan kembar (gemelli) tidak terdeteksi
13) Presentasi muka
14) Letak lintang
15) Letak sungsang

G.Amniotomi pada kala II


Amniotomi saat persalinan bertujuan untuk merangsang dan mempercepat proses persalinan dengan cara
memecahkan ketuban. Prosedur ini umumnya dilakukan bila kantong ketuban belum juga pecah
menjelang persalinan atau bila persalinan berlangsung lama.
Prosedur amniotomi dilakukan oleh dokter atau bidan dengan cara merobek kantong ketuban
menggunakan alat yang disebut amnihook dan amnicot. Pecahnya ketuban secara disengaja ini diyakini
dapat merangsang timbulnya kontraksi rahim yang lebih kuat, sehingga leher rahim terbuka dan bayi bisa
lahir lebih cepat.
Alasan Diperlukannya Amniotomi Saat Persalinan
a. Kantung ketuban berisi air ketuban dan plasenta. Fungsi air dan kantung ketuban adalah untuk
melindungi janin dari benturan, cedera, dan infeksi, serta menjaga suhu tubuh janin agar tetap
normal, sekaligus sebagai tempat bagi janin untuk tumbuh dan berkembang sebelum dilahirkan.
b. Kebanyakan ibu hamil mengalami pecah air ketuban secara alami atau pecah dengan sendirinya
dan hal ini dianggap sebagai pertanda waktu persalinan sudah dimulai.
c. Namun pada beberapa kasus, kantung ketuban belum juga pecah sampai waktu persalinan tiba.
Dalam kondisi ini, dokter atau bidan biasanya akan menyarankan tindakan amniotomi.
Berikut adalah beberapa alasan tindakan amniotomi dibutuhkan:
1. Induksi atau memulai persalinan
Amniotomi merupakan salah satu metode induksi persalinan yang baik. Tujuan dilakukan induksi
persalinan adalah untuk mempercepat kontraksi rahim dan proses persalinan dimulai. Metode ini dapat
dikombinasikan dengan metode induksi lainnya, seperti pemberian obat oksitosin lewat suntikan.

2. Memperkuat kontraksi persalinan


Tindakan amniotomi juga dapat dilakukan sebagai metode augmentasi persalinan, yaitu proses
merangsang rahim agar frekuensi, durasi, dan kekuatan kontraksi meningkat setelah munculnya kontraksi
alami.
Metode ini sering kali digunakan untuk mengatasi persalinan lama yang dapat membahayakan kondisi
janin dan ibu hamil. Persalinan lama bisa terjadi karena kontraksi rahim tidak cukup kuat untuk
melebarkan jalan lahir atau karena ukuran bayi terlalu besar. Selain itu, amniotomi juga dapat dilakukan
untuk mempersingkat waktu persalinan, mencegah komplikasi akibat proses persalinan yang terlalu lama,
dan menghindari operasi caesar.

3. Memantau kondisi janin


Amniotomi terkadang diperlukan untuk mengawasi kondisi janin di dalam rahim yang membutuhkan
pemantauan khusus. Pemantauan ini dilakukan dengan cara memasang elektroda pada janin, lalu
elektroda tersebut disambungkan ke monitor.
Setelah tersambung ke monitor, dokter dapat mendengarkan detak jantung janin dan memantau akvititas
janin dengan lebih jelas, sehingga dapat menentukan ada atau tidaknya kelainan pada janin menjelang
persalinan.

4. Mendeteksi keberadaan mekonium


Amniotomi juga bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban.
Tindakan ini perlu dilakukan karena mekonium yang tertelan oleh janin dapat menyebabkan gangguan
pernapasan atau infeksi pada paru-paru bayi.

Peringatan dan Risiko Amniotomi Saat Persalinan


Meski memiliki beberapa manfaat, tidak semua ibu hamil membutuhkan atau boleh menjalani tindakan
amniotomi. Beberapa kondisi yang menyebabkan ibu hamil tidak dapat menjalani amniotomi adalah:

 Janin belum masuk ke dalam panggul


 Posisi bayi sungsang
 Plasenta previa
 Vasa previa. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah plasenta atau tali pusat janin turun hingga
keluar dari serviks. Kondisi ini berpotensi membahayakan nyawa ibu dan janin
Selain itu, tindakan amnniotomi saat persalinan juga memiliki beberapa risiko, yaitu:

 Infeksi ketuban atau korioamnionitis


 Perdarahan setelah melahirkan, terutama pada ibu hamil dengan kondisi vasa previa
 Penekanan atau lilitan tali pusar
 Gawat janin
 Diperlukannya operasi caesar jika amniotomi tidak membantu proses persalinan normal
H. Anastesi dan Episiotomi
Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls syaraf Tempat kerjanya terutama pada
membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi syaraf
terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat
depolarisasi ringan pada membran. Kerja anestesi lokal juga dipengaruhi

1. Pka:
Obat anestesi lokal yang mempunyai pka mendekati PH fisiologis mis: 7,4 akan mempunyai konsentrasi
basa nonionisasi yang tinggi dan akan mudah menembus membran sel syaraf sehingga " onset of action "
akan lebih cepat

2. Lipid Solubility:
Kemampuan obat anastesi lokal untuk menembus lingkungan hydrophobic sehingga makin mudah larut
dalam lemak, maka "duration of action" semakin panjang

3. Protein Binding
Obat anastesi lokal yang berikatan dengan plasma protein (a1-acid glycoprotein),maka "duration of
action" obat anastesi lokal menjadi lebih Panjang Oleh karena itu sangat hati-hati pada pasien dengan
plasma protein yang rendah, dan obat akan bebas dalam sirkulasi darah sehingga akan timbul efek toksik
pada pasien

Infiltrasi Lokal
Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara infiltrasi Pada episiotomi, infiltrasi obat
anastesi harus mengenai mukosa vagina dan kulit perineum
I.Asuhan persalinan normal
a.Definisi APN
Asuhan persalinan normal adalah tindakan mengeluarkan janin yang sudah cukup usia kehamilan, dan
berlangsung spontan tanpa intervensi alat. Persalinan dikatakan normal jika janin cukup bulan (37–42
minggu), terjadi spontan, presentasi belakang kepala janin, dan tidak terdapat komplikasi pada ibu
maupun janin. Asuhan persalinan normal bertujuan agar persalinan dapat berjalan bersih dan aman,
sehingga angka kematian maupun kecacatan ibu dan bayi berkurang.

b.Tujuan APN
Tujuan Asuhan Persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan
sayang bayi.

c. Langkah Langkah APN


Asuhan Persalinan Normal (APN) terdiri dari 60 langkah, sebagai berikut :
1.Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2.Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasukmematahkan ampul oksitosin dan
memasukan alat suntik sekali pakai 2½ml ke dalam wadah partus set.
3.Memakai celemek plastik.
4.Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun danair mengalir.
5.Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakanuntuk pemeriksaan dalam.
6.Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi denganoksitosin dan letakan kembali
ke dalam wadah partus set.
7.Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8.Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaputketuban sudah pecah).
9.Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,membuka sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutanklorin 0,5%.
10.Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJdalam batas normal (120
– 160 x/menit).
11.Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, memintaibu untuk meneran saat
ada hisapabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12.Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (padasaat ada his, bantu ibu
dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasanyaman.
13.Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran
14.Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa
ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15.Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka
vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16.Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
17.Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18.Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19.Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasanghanduk bersih untuk
mengeringkan janin pada perut ibu.
20.Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21.Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secaraspontan.
22.Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.Menganjurkan kepada ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakankepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubisdan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23.Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggahkepala, lengan dan
siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuridan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24.Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokongdan tungkai bawah
janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuktangan kiri di antara kedua lutut janin).
25.Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafastanpa kesulitan? (b)
Apakah bayi bergerak aktif ?
26.Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnyakecuali bagian tangan
tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah denganhanduk/kain yang kering. Membiarkan bayi di
atas perut ibu.
27.Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
28.Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29.Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM(intramaskuler) di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelummenyuntikan oksitosin).
30.Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem
pertama.
31.Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),dan lakukan
pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
32.Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudianmelingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33.Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34.Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.
35.Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untukmendeteksi. Tangan lain
menegangkan tali pusat.
36.Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30– 40 detik,
hentikan penegangan tali pusat danmenunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi
prosedur.
37.Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas,minta ibu meneran sambil
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantaidan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanandorsokranial).
38.Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa
ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan danlakukan putaran searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegahrobeknya selaput ketuban
39.Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteridengan menggosok
fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik
(fundus teraba keras)
40.Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untukmemastikan bahwa
seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap,dan masukan ke dalam kantong plastik yang
tersedia.
41.Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
42.Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43.Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin0,5%, bersihkan noda
darah dan cairan tubuh, lepaskan secara terbalik danrendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 %
selama sepuluh menit. Cucitangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan
tissueatau handuk pribadi yang bersih dan kering. Kemudian pakai sarung tanganuntuk melakukan
pemeriksaan fisik bayi.
44.Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit1 jam.
45.Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mataantibiotik profilaksis, dan
vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kirianterolateral.
46.Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
47.Celupkan tangan dilarutan klorin 0,5% ,dan lepaskan secara terbalik dan rendam,kemudian cuci tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir, keringkandengan handuk bersih dan pakai sarung tangan.
48.Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
49.Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
50.Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
51.Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
52.Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
53.Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untukdekontaminasi (10 menit).
Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
54.Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
55.Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisacairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
56.Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantuapabila ibu ingin minum.
57.Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
58.Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskansarung tangan dalam keadaan
terbalik dan merendamnya dalam larutanklorin 0,5%.
59.Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
60.Melengkapi partograf.

J.Pertolongan persalinan masa pandemic COVID-19


Aturan tersebut telah tercantum dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor
HK.02.02/III/2878/2020 tentang Kesiapsiagaan Rumah Sakit Rujukan dalam Penanganan Rujukan
Maternal dan Neonatal Dengan COVID-19
Setiap ibu hamil yang akan melakukan persalinan diimbau untuk melakukan skrining COVID-19 tujuh
hari sebelum taksir persalinan.

Dalam masa pandemi COVID-19 ini rumah sakit rujukan COVID-19 agar melaksanakan pelayanan
maternal dan neonatal dengan memperhatikan kewaspadaan isolasi bagi seluruh pasien, antara lain :
1. Untuk mengurangi transmisi udara, dapat menggunakan delivery chamber untuk pelayanan persalinan
pervaginam.
2. Melakukan Tindakan di ruang operasi dengan tekanan negatif bila ada, atau melakukan modifikasi
aliran udara.
3. Memiliki ketersediaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar bagi tenaga kesehatan pemberi
pelayanan maternal dan neonatal.

Anda mungkin juga menyukai