H. Adat - Reski Amalia 10400121015 Ih-A
H. Adat - Reski Amalia 10400121015 Ih-A
Kelas: IH-A
Nim: 10400121015
Dalam perundang-undangan nomenklatur hukum adat tidak asing lagi ia dapat ditemukan
dalam berbagai perundang undangan, seperti yang tercantum dalam A. B. (Algemene Bepal
igen van Wetgeving - "Ketentuan-ketentuan umum perundang undangan") Pasal 11 yang
menggunakan istilah: "Godsdienstige Wetten, Volksinstelling en Engenbruiken" (Peraturan-
peraturan keagamaan, lembaga-lembaga rakyat, dan kebiasaan-kebiasaan).
Demikan pula dalam R.R 1854 Pasal 75 ayat (3) Godsdien stige Wetten, In stellingen en
Gebruiken. (Peraturan-peraturan keagamaan, lembaga-lembaga dan kebiasan-kebiasaan).
Selanjutnya, dalam IS (Indische staatsregeling =Peraturan hukum negara Belanda semacam
Undang-Undang Dasar bagi Hindia Belanda) Pasal 128 ayat (4): Instelligen des volks
(Lembaga-lembaga dari rakyat). Dalam IS Pasal 131 ayat (2), sub, b: Met Hunne Godsdi ens-
ten en Gewoonten samenhangende Rechts Regelen. (Aturan aturan hukum yang berhubungan
dengan Agama-agama dan kebiasaan-kebiasaan mereka). Juga dalam R.R 1854 Pasal 78 ayat
(2): Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten (Peraturan peraturan keagamaan dan naluri-
naluri). Selain dalam beberapa perundang-undangan tersebut di atas, juga terdapat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Repub lik Indonesia, yaitu:
a. UUD 1945
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dinyatakan berlaku kembali dengan Dekret Presiden
tanggal 5 Juli 1959, tidak ada satu pasal yang memuat dasar berlakunya hukum adat. Hanya
saja menurut Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 disebutkan bahwa: "Segala Badan Negara
dan peraturan yang ada, masih berlangsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut UU ini." Sebagai dasar perundang-undangan (Wattelijke grondslag) berlakunya
hukum adat dalam lingkungan tata hukum positif di negara Indonesia, perlu untuk diketahui
oleh seluruh bangsa yang mendiaminya. Tata hukum ialah susunan hu kum sebagai
keseluruhan yang:
1. Terdiri atas dan diwujudkan oleh ketentuan-ketentuan atau aturan hukum yang saling
berhubungan dan saling menentukan.
2. Menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat tertentu.
3. Sah berlaku dan dibuat serta ditetapkan atas daya penguasa (authority, gesag) masyarakat
yang bersangkutan.
b. UUDS 1950 Dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) ditemu kan dalam Pasal 104
ayat (1) yang berbunyi: "Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan
dalam perkara hukuman menyebut adat yang dijadikan dasar hukuman itu." Hanya saja
menyangkut ketentuan yang memuat dasar kon stitusional berlakunya hukum adat, sampai
sekarang belum terdapat peraturan pelaksanaannya.
Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat yang berasal dari zaman kolonial dan yang
pada masa sekarang (sampai UU No. 19/1964) masih tetap berlaku yaitu:
Mengenai IS Pasal 131 ayat (2) sub b ini harus dikemukakan dua hal:
Kedua; tetapi selama redaksi Pasal 131 ayat (2) sub b IS ini berlaku (sejak 1-1-1920 hingga 1-
1-1926), maka kodifikasi yang diperintahkan kepada pembuat ordonansi itu belum
dilaksanakan. Soalnya apakah yang menjadi pegangan bagi hakim yang bertugas
menyelesaikan perkara privat antara orang-orang Indonesia asli? Pertanyaan ini penting,
karena Pasal 131 IS ini memuat tugas undang-undang; tidak ditujukan kepada Hakim.
Pegangan bagi Hakim yang bertugas menyelesaikan perkara privat antara orang-orang
Indonesia asli itu terdapat di dalam IS Pasal 131 ayat (6). Ketentuan ini merupakan ketentuan
peralihan yang meneruskan keadaan yang ditimbulkan oleh suatu ketentuan yang lama, in casu
(dalam hal ini) Pasal 75 ayat (3) redaksi lama R.R 1854, selama ketentuan yang baru, in casu
Pasal 75 redaksi baru R.R. 1845 belum menimbulkan suatu keadaan baru. Pasal 131 ayat (6)
IS itu menerangkan, bahwa selama hukum perdata dan hukum dagang yang sekarang (thans)
berlaku bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan Timur Asing belum diganti dengan
suatu kodifikasi, maka hukum tersebut tetap berlaku bagi kedua golongan hukum tadi. Jadi,
yang tetap berlaku ialah hukum adat mereka seperti yang sebelum 1-1-1920 telah ditentukan
oleh Pasal 75 ayat (3) redaksi lama R.R 1854. Inilah penafsiran kata thans yang berarti "pada
waktu itu", yaitu waktu mulai berlaku nya perubahan redaksi lama Pasal 75 R.R 1854 sehingga
menjadi redaksi baru pasal tersebut (redaksi Pasal 131 IS). Perubahan itu terjadi pada tanggal
1-1-1920. Jadi keadaan hukum menurut Imam Sudiyat dalam bukunya Azas-azas Hukum Adat
(1988-22, 25), adat pada waktu mulai berlaku nya perubahan redaksi lama Pasal 75 R.R 1854
(1-1-1920), sekaligus dimasukkan ke dalam tata-hukum baru, selama belum ada kodifikasi.
Keadaan hukum adat pada 1-1-1920 adalah keadaan hukum adat menurut Pasal 75 ayat (3)
redaksi lama R.R 1854.
Mengenai Hukum Adat, antara Pasal 75 redaksi lama R.R dan Pasal 131 IS terdapat beberapa
perbedaan penting, yaitu:
1. Pasal 75 redaksi lama R.R dan Pasal 131 IS ditujukan kepada pembuat undang-undang.
2. Pasal 75 redaksi lama R.R tidak memuat kemungkinan bagi orang Indonesia asli untuk
menundukkan diri kepada suatu hukum baru.
3. Hukum adat tidak boleh diberlakukan apabila berten tangan dengan asas-asas keadilan". Dan
jika hukum adat tidak dapat menyelesaikan suatu perkara, maka hakim dapat
menyelesaikannya menurut asas-asas hukum Eropa. Restriksi/pembatasan atas penerapan dan
ke mungkinan untuk menambah hukum adat yang tercantum dalam R.R Pasal 75 ayat (3) dan
(6) redaksi lama itu tidak termuat di dalam IS Pasal 131. Persoalan yang tim bul yaitu: Apakah
restriktif dan kemungkinan menam bah tersebut masih dapat dilakukan oleh hakim sesudah 1-
1-1920, karena nyatanya kedua wewenang hakim itu termuat di dalam Pasal 131 IS.