Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus

1. Defenisi

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme ysng secara

genetis dan klinis termasuk heterogen dan manifestasi berupa hilangnya

toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2015). DM Tipe 2 lebih dikaitkan

dengan resistensi insulin dimana tubuh tidak dapat memberi respon yang

adekuat terhadap insulin yang dihasilkan dan akhirnya menyebabkan

peningkatan kadar gula darah dalam tubuh meningkat atau hiperglikemia

(IDF,2015).

Diabetes Melitus merupakan kelompok penyakit metabolik kronis

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (World Health Organization,

2016).

2. Etiologi

Diabetes Melitus tipe-2 merupakan penyakit heterogen yang

disebabkan secara multifaktorial (Ozougwu, 2013). Umumnya penyebab

Diabetes Melitus tipe-2 terbagi atas faktor genetik yang berkaitan dengan

defisiensi dan resistensi insulin serta faktor lingkungan seperti obesitas,

gaya hidup sedenter dan stres yang sangat berpengaruh pada

perkembangan Diabetes Melitus tipe-2 (Harrison, 2013).

9
3. Patofisiologi

Diabetes Melitus tipe-2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang

tidak adekuat, resistensi insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan

dan metabolisme lemak yang tidak normal. Pada tahap awal, toleransi

glukosa akan terlihat normal, walaupun sebenarnya telah terjadi resistensi

insulin. Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas berupa

peningkatan pengeluaran insulin (Harrison, 2013).

Proses resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia yang

terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta pankreas tidak lagi

mampu berkompensasi. Apabila sel beta pankreas tidak mampu

mengkompensasi peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi Diabetes Melitus tipe-2 (Harrison, 2013).

Keadaaan yang menyerupai Diabetes Melitus tipe-1 akan terjadi

akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai

akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga

menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto,

2014).

4. Klasifikasi

Diabetes Melitus biasanya dibagi dalam dua jenis berbedah yaitu

Diabetes Juvanilis yang biasanya dimulai mendadak pada awal

kehidupan dan Diabetes dengan awitas maturitas, yangdimulai diusia

lanjut dan terutama pada kegemukan (Guyton & Hall, 2016).Menurut

10
American Diabetes Association ADA (2016) terdapat empat jenis utama

DM yaitu :

a. DM Tipe 1

Terjadi sebanyan 5-10% dari semua DM. Sel serta pankreas yang

mengahasilkan insulin dirusak oleh proses autoimun, sehingga

pasien memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada

yang memerlukan terapi insulin untuk mengontrol gula darah pada

pasien DM Tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya

terjadi pada usia <30 tahun.

b. DM Tipe 2

DM Tipe 2 mengenai 90-95% pasien dengan DM. Pada DM tipe ini

individu mengalami penurunan entivitas terhadap insulin (resistensi

insulin) dan kegagalan fungsi sel yang mengakibatkan penurunan

produksi insulin. Insedensi terjadi lebih umumnya pada usia >30

tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan.

c. DM Gestasional

DM yang timbul selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon

plasenta yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa.

Terjadi pada 2-5% wanita yang hamil, tetapi hilang saat melahirkan.

Resiko terjadi pada wanita dengan anggota keluarga riwayat DM dan

obesitas.

11
d. DM tipe lain

DM dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain. Kelainan

genetik dalam sel dapat mengacu berkembangnya DM. Beberapa

hormon sepertihormon pertumbuhan, kortisol, glukagon dan

epinephrine bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan

jumlah hormon- hormon tersebut dapat menyebabkan terjadinya

sebanyak 1-2% dari semua DM (Black & Hawks, 2015).

5. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor resiko DM Tipe 2 meliputi:

a. Genetik

Anak dari penderita DM tipe 2 mempunyai peluang menderita DM

tipe 2 sebanyak 15% dan 30% resiko berkembang intoleransi

glukosa (ketidakmampuan metabolisme karbohidrat secara normal).

(Le Mone & Burke, 2015).

b. Usia

Proses menua yang berlangsung setelah 30 tahun mengakibatkan

perubahan anatomis, fisiologi dan biokimia. Perubahan dimulai dari

tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat

organ yang dapat mempengaruhi fungsi hemeostastis

c. Berat badan / obesitas ( BB ≥ 20% berat ideal atau ≥ 27 kg/ ).

Obesitas khususnya pada tubuh bagian atas, menyebabkan

berkurangnya jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja

didalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak. Prosesnya disebut

12
sebagai resistensi insulin perifer. Obesitas juga merusak kemampuan

sel untuk melepas pada saat terjadi peningkatan glukosa darah

(Smeltzer & Bare, Hinkle, Chever. 2014).

d. Aktifitas

Aktifitas fisik berdampak terhadap aksiinsulin pada orang yang

beresiko DM. Suyono dalam Sugondo & Subekti (2015)

menjelaskan bahwa kurangnya aktifitas merupakan salahsatu faktor

yang ikut berperan menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2.

e. Hipertensi (Tekanan darah ≥ 140/90mmHg).

Ketidaktepatan penyimpanan garam dan air seta meningkatnya

tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi darah perifer merupakan

penyebab tekanan darah berkaitan erat dengan resistensi insulin

sebagai pencetus kejadian DM Tipe 2 (Heryana 2016).

f. Riwayat Diabetes gestasional atau melahirkan bayi > 400 gram

Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih

dari 400 gram dianggap beresiko terhadap kejadia DM Tipe 2

maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan bayi deengan

berat lebih dari 400 gram biasanya dianggap sebagai pradiabetes

(Syamiyah 2015).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu

komplikasi akut dan komplikasi kronis (Sutedjo,Isbianto,2015).

13
a. Komplikasi akut

Terdapat tiga komplikasi akut utama pada pasien DM Tipe 2

berhubungan dengan ketidakseimbangan kadar glukosa darah, yaitu

berupa hiperglikemia, diabetik ketoasidosis dan hiperglikemi

hiperosmolar nonketosis (Le Mone & Burke, 2015)

b. Komplikasi kronis (Sornasa,2016)

Komplikasi jangka panjang mempengaruhi hampir seluruh sistem

tubuh dan menjadi penyebab utama ketidakmampuan pasien.kategori

umum komplikasi jangka panjang terdiri dari penyakit

makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.

1) Makrovaskuler diakibatkan dari perubahan pembuluh darah

yang sedang hingga besar dimana dinding pembuluh darah

menebal, sklerosis dan menjadi oklusi oleh plaque yang

menempeldi dinding pembuluh darah. Biasanya terjadi

sumbatan aliran darah. Perubahan aterosklerotik ini cenderung

dan sering terjadi pada pasien usia muda, dan DM tidak stabil.

Jenis komplikasi makrovaskuler yang sering terjadi adalah:

a) Penyakit arteri coroner

Penyakit arteri koroner atau yang dikenal juga sebagai

penyakit jantung arteriosklerosis, penyakit jantung koroner,

atau penyakit jantung iskemik adalah suatu penyakit yang

terjadi ketika ada penyumbatan parsial aliran darah ke

jantung.

14
Masalah ini dapat berdampak pada penumpukan plak di

arteri. Ini disebut arteriosklerosis yang merupakan

pengerasan pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan

penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan

jantung atau stroke. Pengerasan pembuluh darah dan

penyumbatan arteri utama adalah salah satu penyebab utama

kematian. Bahkan pada penyakit jantung sendiri membunuh

lebih banyak orang setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2017)

b) Penyakit cerebrovaskuler

Penyakit cerebrovascular adalah penyakit pembuluh darah di

otak, terutama arteri otak. Arteri di otak mengantarkan darah

yang memasok nutrisi dan oksigen penting ke jaringan otak.

Penyakit cerebrovascular muncul dari waktu ke waktu

karena pembuluh darah di otak rentan terhadap kerusakan

yang disebabkan oleh hipertensi atau tekanan darah tinggi

intermiten, kolesterol tinggi, diabetes, penyakit pembuluh

darah turuna, atau merokok (Kemenkes RI, 2017)

c) Penyakit vaskuler perifer

Penyakit Vaskular Perifer adalah penyakit yang ditandai

dengan penyempitan pembuluh nadi di luar jantung dan

otak, yang biasa disingkat menjadi PVP. Pembuluh darah

yang biasanya terjangkit penyakit ini adalah pembuluh darah

15
yang menyalurkan darah ke lengan, kaki, dan organ tubuh di

bawah perut. Pembuluh darah tersebut adalah arteri Tibial,

arteri Popliteal, arteri Iliac, dan arteri Femoral (Kemenkes

RI, 2017)

d) Komplikasi mikrovaskuler

Perubahan mikrovaskuler pada pasien DM melibatkan kelainan

struktur dalam membran dasar pembuluh darah kecil dan

kapiler. Membran kapiler diliputi oleh sel endotel kapiler.

Kelainan ini menyebabkan membran dasar kapilermenebal,

seringkali menyebabkan penuruna perfusi jaringan. Perubahan

membran dasar diyakini disebabkan oleh salah satu atau

beberapa proses berikut: adanya peningkatan sorbitol (suatu zat

yang dibuang sebagai langkah sementara dalam perubahan

glukosa menjadi fruktosa), pembentukan gloprotein abnormal

atau masalah pelepasan oksigen dari hemoglobin. Dua area

yang di pengaruhi perubahan ini adalah retina dan ginjal.

Komplikasi mikrovaskuler di retina retinopatidiabetik yang

adalah istilah umum yang menggambarkan masalah retina akibat

penyakit diabetes sedangkan komplikasi di ginjal nefropati

diabetic yang adalah penyakit ginjal yang disebabkan oleh

diabetes (Le Mone & Burke, 2015).

16
7. Kadar Gula Darah

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan glukosa darah, menurut

Soegondo, et al. (2015) yakni kadar glukosa darah sewaktu, puasa, 2 jam

setelah makan (2 jam PP) dan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

a. Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah sewaktu yaitu mengukur kadar glukosa

darah tanpa memperhatikan waku makan. Peningkatan kadar glukosa

darah dapat terjadi setelah makan, stres, atau pada diabetes melitus.

Nilai normalnya berkisar antara 70 mg/dl sampai 125 mg/dl

(Kartika, 2015). Sedangkan menurut PERKENI (2006) dalam

Soegondo, et al. (2015) kadar glukosa darah sewaktu normalnya

kurang dari 100 mg/dl. Glukosa darah sewaktu yang ≥200 mg/dl

dapat dikategorikan glukosa darah sewaktu yang tinggi (American

Diabetes Association, 2014). Setiap laboratorium memiliki patokan

masing-masing pada kadar glukosa darah.

b. Glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa diukur setelah terlebih dahulu tidak

makan selam 8 jam. Kadar glukosa darah ini menggambarkan level

glukosa yang diproduksi oleh hati. Nilai normalnya kurang dari 100

mg/dl. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dapat dikategorikan

glukosa darah puasa yang tinggi (PERKENI, 2006 dalam Soegondo,

et al., 2015).

17
c. Glukosa darah 2 jam setelah makan

Pemeriksaan kadar glukosa diperiksa tepat 2 jam setelah makan.

Pemeriksaan ini menggambarkan efektivitas insulin dalam

transportasi glukosa ke sel. Nilai normalnya berkisar antara 100

mg/dl sampai 140 mg/dl (Kartika, 2015).

8. Lima Pilar Penatalaksanaan DM Tipe-2

Lima pilar pada pelaksanaa DM Tipe 2 menurut PERKENI (2016)

adalah sebagai berikut:

a. Edukasi

Umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telang

terbentuk dengan kokoh.keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri

membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga, dan

masyarakat.tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam

menuju perubahan untuk mencapai kebrhasilan dubutuhkan edukasi

yang komprehensif. PERKENI (2016).

b. Diet nutrisi (perencanaan makan)

Untuk diet nutrisi atau perencanaan makan, diperlukan keterlibatan

secara menyeluuh dari dokter dan pasien itu sendiri.perencanaan

makan harus disesuaikan menurut kebiasaan dan kebutuhan masing-

masing individu. Pada prinsipnya pada pasien DM Tipe 2 makan

makanan yang seimbang (karbohidrat, protein, lemak, serat,

vitamin,dan mineral) dan sesuai dengan kebutuhan kalori pasien

PERKENI (2016).

18
c. Aktivitas fisik (olaraga)

Olaraga secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe 2.

Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki, menggunakan

tangga,berkebun harus tetap dilakukan.latihan jasmani selain untuk

mejaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kembali

glukosa darah.olaraga yang dianjurkan bersifat aerobik seperti: jalan

kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Olaraga sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran untuk mereka yang

relatif sehat, intesitas olaraga olaraga bisa ditingkatkan, sementara

yang sudah mendapat komplikasi DM Tipe 2dapat

dikurangi.hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan PERKENI (2016).

d. Obat-obatan

Apabila pengendalian diabetes tidak berhasil dengan pengaturan diet

dan aktivitas fisik, pasien DM Tipe 2 akan diberikan obat penurun

gula darah. Obat-obatan tersebut juga harus dikonsumsi secara

teratur sesuai anjuran dokter. Selain itu,obat-obatan tersebut juga

harus diminum seimbang dengan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Obat-obatan ini akan slalu diperlukan oleh pasien DM Tipe 2 untuk

mengontrol kadar gula darah dalam darah.( Soebardi 2018).

19
e. Monitoring kadar gula darah

Pasien DM Tipe 2 haru dipantau secara menyeluruh dan

teratur.pemeriksaan pada dasarnya untuk memantau apakah dosis

pengobatan sudah cukup dan apakah target pengobatan yang

diberikan sudah tercapai. (Soegondo 2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Konsep Diri

1. Defenisi

Konsep diri merupakan pandangan terhadap sikap dan perilaku

terhadap diri sendiri. Pengetahuan tentang diri sendiri ini juga termasuk

pengetahuan tentang semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan dapat

berhubungan dengan oranglain. Konsep diri adalah semua ide,pikiran,

kepercayaan, dan pendidikan yang diketahui individu tentang dirinya

yang mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain

(Riadi, 2017).

Konsep diri adalah faktor yang penting karenakonsep diri sangat

menentukan dalam komunikasi antar pribadi seorang individu. Konsep

diri dapat mempengaruhi keampuan berpikir seseorang (Karaeng,2015).

Konsep diri dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu

dengan orang lain, berkembang secara bertahap, dan ditandai dengan

kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri

merupakan aspek kritikal yang mendasar dan pembentukan prilaku

individu (Karaeng,2015).

20
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dipelajari oleh seseorang semenjak kecil melalui

observasi dari orang-oarang yang terdekat yaitu orang tua atau saudara-

saudara terdekat. Melalui obsevasi ini mereka dapat menjadikanya

sebagai rujukan atau panduan dalam membina konsep diri sendiri. Untuk

itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang.

a. Identitas Diri

Faktor ini memberi efek sekiranya seseorang tidak ampu mengenal

identitas dirinya sendiri sehingga menyebabkan seorang individu

tersebut merasa bukan dirinya. Hal ini sering terjadi dalamkalangan

anak-anak karena mereka masih belum mampu membentuk identitas

diri yang utuh dan masih dalam fase pembentukan identitas diri

mereka sendiri. Bagiorang dewasa, mekanisme koping dalam

menghadapi faktor identitas diri dapat diatasi dengan pengalaman

hidup merekayang lebih panjang, dan juga pembentukan identitas

dari diri mereka yang utuh dan konsisten (Perry & Potter,2014;

Suhron,2017).

b. Gambaran Diri

Perubahan dari gambaran diri dari segi fisikal tubuh maupun

fungsional tubuh, dapat menjadi puncak dalam perubahan konsep

diriseseorang. Namun yang paling sering menjadi faktor pemicu dari

fisikal seorang individu sehingga memberi dampak pada persepsi

dirinya. Misalnya, seseorang yang baru selesai operasi sehingga

21
meninggalkan parut di wajah atau anggota tubuhnya, akan lebih

rentan untuk mempunyai konsep diriyang rendah. Meskipun begitu,

tidak dimanfatkan perubahan dari fungsional tubuh juga dapat

memberi kesan kepada konsep diri seseorang. Hal ini dapat dilihat

dari beberapa penelitian yang membuat kesimpulan, seseorang yang

menderita penyakit kronik mempunyai konsep diri yang lebih rendah

karena merasa dirinya yang lemah disebabkan oleh penyakit

dideritanya (Perry & Potter,2014)

c. Harga Diri

Seseorang yang mempunyai harga diri yang positif mempunyai

mekanisme koping yang lebih baik sekiranya terdedah dengan

stressor.faktor harga diri dapat membuat seseorang merasa tidak

berguna atau tidak bernilai dalam kehidupanya. Antara faktor

tersebut adalah ideal diri tidak realistis, sistem keluarga yang tidak

berfungsi, pengalaman traumatik yang berulang dan sebagainya.

Sistem keluarga yang tidak berfungsi misalnya seorang anak tidak

mampu mencapai ekspektasi orang tuanyadari segi pembelajaran

maupun dalam kehidupan. Perkara ini dapat mebuat anak tersebut

merasa dirinya tidak berguna karena tidak dapat memenuhi

keinginan orang tuanya. Hal yang sama terjadi sekiranya ideal diri

seseorang itu tidak tercapai, seseorang akan merasa usahanya untuk

mencapai ideal ini tersebut tidak berguna dan tidak bernilai

(Suhron,2017).

22
d. Peran

Seperti yang dibincangkan dalam subtopik sebelunya, setiap individu

bukan saja mempunyai satu peran dalam kehidupanya

malahmempunyai beberapa peran lainya yangharus dijalankan oleh

seseorang. Oleh karena itu, kadang-kadang peran yang harus

dijalankan terasa amat berat atau payah sehingga seseorang merasa

ingin putus asa dan secara tidak langsung memberi dampak kepada

konsep dirinya. Peran dapat berupa peran yang berlebihan, peran

interpersonal, dan peran kerja. (Perry & Potter,2014).

e. Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya

bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar yang dapat

berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau disukainya

atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai, yang ingin diraihnya. Ideal diri

akan mewujudkan cita-cita atau pengharapan diri berdasarkan

norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut

melahirkan penyesuaian diri (Suliswati, 2015).

3. Faktor Pencetus Gangguan Konsep Diri

Faktor pencetus gangguan konsep diri dalah:

a. Trauma

Penganiayan seksual dan psikologis atau menyasikan kejadian yang

mengancam kehidupan.

23
b. Ketegangan peran

Adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami

individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.

c. Karaktersitik Seseorang yang mempunyai perubahan konsep diri

d. Seseorang menghindari kontak mata dengan orang sekelilingnya.

e. Penampilan diri yang tidak kemas

f. Sering ragu-ragu dalam pembicaraan

g. Postur tubuh yang terlihat tidak berdaya

h. Emosi yang tidak stabil

i. Sering mengevaluasi diri secara negative

j. Kurang tertarik dengan suatu kejadian di sekelilingnya

k. Sikap yang pasif

l. Sukar dalam membuat sembarang keputusan (Perry & Potter,2014).

4. Pengukuran Konsep Diri

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk menukur

konsep diri yaitu dengan menggunakan Tennesse Self Concept Scale

(TSCS) yang dikembangkan oleh William H. Fitts (Damayanti 2015).

a. Skor kritik diri (self critis score)

Skor ini dapat menggambarkan sikap defensif dalam mengambarkan

diri. Yang tediri dari pertanyaan yang menggambarkan hal-hal yang

bersifat kurang menyenangkan tentang diri sendiri, tetapi cukup

halus sehingga pada umunya orang mau mengakuinya. Orang yang

menyangkal hampir seluruh pernyataan ini akan mendapat skor

24
renda dan menunjukan gambaran yang menyenangkan tentang

dirinya. Skor tinggi menunjukan gambaran yang menyenangkan

tentang dirinya.

b. Skor harga diri

Skor harga diri ini menggambarkan tingkat harga diri seseorang dari

pertanyaan-pertanyaan yang dikelompokan kedalam tiga kategori

dari dimensi internal dan dari dimensi eksternal.dalam lembaran

skoring,ketiga kategori dari dimensi internal disusun secara

hirizontal (baris) dan dari kategori dimensi eksternal disusun secara

vertikal (kolom).

c. Skor variabilitas

Skor ini menggambarkan variabilitas atau tetap tidaknya persepsi

seseorang dari satu aspek ke aspek lainya. Skoryang tinggi

menunjukan konsep diri yang kurang terintegrasi, sedangkan skor

yang rendah menunjukan konsep diri orang tersebut terintegrasi

cukup baik, skor yang rendah menunjukan adanya kelakuan pada diri

orang tersebut.

d. Skor distribusi

Skor ini menggambarkan kemantapan atau keyakinan seseorang

dalam menilai dirinya sendiri. Skor yang tinggi menunjukan orang

tersebut merasa pasti dan mantap dalam menilai dirinya, sedangkan

skor yang rendah mengindikasikan yang sebaliknya. (Burns dalam

Amaliah 2015)

25
Cara untuk mengukur konsep diri ini dengan menggunakan

kuesioner. Kuesioner konsep diri terdiri dari 10 pertanyaan dengan

kriteria ya dan tidak .ya jika skor responden ≥ 50 % dan tidak jika skor

responden 50%.

C. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup

1. Defenisi

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai

posisi individu dalam hidup konteks budaya dan sistem nilai dimana

individu hidup dan hubunganya dengan tujuan, harapan, standar yang

ditetapkan dan perhatian seseorang (Ningtyas,D.W.2016).Menurut

(Azila.A.A.(2016) kualitas hidup sebagai persepsi seseorang dalam

konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat hidup seseorang

tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan kepedulian

selama hidupnya. Kualitas hidup setiap individu berbeda karena

tergantung individu tersebut mengartikan bagaimana kualitas hidup

mereka sendiri. Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan

kesehatan (Repley,2015), bahwa kualita hidup berarti suatu rentang

antara keadaan objektif dan persepsi subyektif dari individu tersebut

yaitu digambarkan sebagai seperangkat bagian-bagian yang berhubungan

dengan fisik, fungsional, psikologis dan kesehatan sosial dari individu.

26
Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mencakup

lima dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan, status fungsional,

penyakit dan kematian.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:

a. Gender atau jenis kelamin

Wanita memiliki kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan pasien laki-laki secara bermakna. Tingginya

angka kejadian Diabetes Melitus pada perempuan di pengaruhi oleh

salah satu faktor resiko, yaitu kegemukan perempuan memproduksi

hormon estrogen yang menyebabkan pengendapan lemak meningkat

pada jaringan subkutis, pada laki-laki jumlah lemak tubuh <25%

dan pada perempuan jumlah lemak tubuh <35%. Keadaan ini

menyebabkan kejadian diabetes melitus lebih banyak terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki (Soegondo,2015)

b. Usia

Proses penuaan yang disebabkan oleh perubahan anatomis,

fisiologis dan biokimia menyebabkan penurunan insulin dan

terjadinya gangguan sel beta yang menyebabkan produksi insulin

berkuran pada usia lanjut. Penderita DM usia mudah akan

mempunyai kualitas hidup yang lebih baik karena biasanya kondisi

fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berusia tua. Usia tua

akan memiliki peningkatan resiko terhadap terjadinya DM dan

27
intoleransi glukosa karena faktor degeneratif umumnya yaitu

menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa

(Wicaksono,2014)

c. Pendidikan

Pendidikan mempunyai faktor penting yang perlu dimiliki

pasien Diabetes Melitus, karena pendidikan merupakan indikator

terhadap pengertian pasien tentang perawatan. Penatalaksanaan diri,

dan pengotrolan kadar glukosa. Pendidikan yang baik akan

menghasilkan perilaku positif sehingga lebih terbuka dan obyektif

dalam menerima informasi tentang penatalaksanaan Diabetes

Melitus. Keterbukaan pasien Diabetes Melitus informasi kesehatan

akan menuntut pasien untuk aktif menjalankan aktivitas, sehingga

kadar glukosa darah dapat terkendali dan status kesehatan pasien

tetap stabil (Javanbakht,2015).

d. Status Kontrol

Motivasi untuk menjalankan kontrolrutin dari dukungan dari

keluarga atau sosial akan meningkatkan kepatuhan pasien Diabetes

Melitus dalam menjalankan aktivitas. Bila pasien patuh menjalankan

aktivitas , maka pengendalian kadar glukosa darah yang menjadi

tujuan utama penatlaksanaan Diabetes Melitus akan berada dalam

batas normal, komplikasi tidak akan terjadi dan keadaan ini akan

meningkatkan kualitas hidup (Sakarwiri,2014).

e. Lama Menderita DM

28
Kualitas hidup yang rendah terdapat pada durasi diabetes

melitus yang panjang. Hal ini dikarenakan lama menderita diabetes

melitus memiliki efek negatif diantaranya ada kesehatan umum,

kesejahteraan emosional, dan fungsi fungsional, hal ini akan

disebabkan adanya perkembangan komplikasi, penyakit diabetes

melitus dapat meberikan efek psikologi seperti depresi, dimana

pasien menunjukan sikap yang negatif dalam pengendalian diabetes

melitus seperti tidak mengikuti program diet yang telah

diprogramkan, kurang aktifitas fisik, merokok dan kurangnya

kepatuhan terhadap pengobatan (Riley,2015).

3. Aspek-Aspek Kualitas Hidup

Aspek-aspek kualitas hidup adalah:

Menurut World Health Organization WHO (2015) terdapat empat

aspek mengenaikualitas hidup, antara lain:

a. Kesehatan fisik, diantaranya aktifitas sehari-hari, ketergantungan

pada zat dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa

sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

b. Kesejahteraan psikologis, diantaranya image tubuh dan penampilan,

perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, spiritual, agama,

keyakinan pribadi, berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi.

c. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dan dukungan

sosial.

29
d. Hubungan dengan lingkungan, diantara sumber keuangan,kebebasan,

keamanan fisik dan keamanan kesehatan dan perawatan sosial:

aksebilitas dan kualitas, lingkungan rumah, peluanguntuk

memperoleh informasi dan ketrampilan baru, partisipasi dalam

peluang untuk kegiatan rekreasi/olaraga, lingkungan fisik (polusi,

suara, dan iklim)

4. Pengukuran Kualitas Hidup

Penilaian atau pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan dapat

menggunakan kuesioner.

Menurut (Harmaini, 2016) terdapat tiga macam alat ukur kualitas hidup,

yaitu:

a. Alat ukur generic

Alat ukur generik adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk

berbagai macam penyakit maupun usia.kelebihan alat ukur ini adalah

penggunaanya dapat lebih luas, namun kekuarangan dari alat ukur

ini adalah tidak mencakup hal-hal khusus pada penyakit tertentu.

b. Alat ukur spesifik

Alat ukur spesifik adalah merupakan alat pengukur kualitas hidup

yang spesifik untuk penyakit tertentu. Alat ukur ini berisikan

pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering terjadi pada penyakit

yang dimaksud. Kelebihan dari alat ukur ini adalah dapat mendeteksi

lebih tepat keluhan atau hal khusus yang berperan pada penyakit

30
tertentu. Kekuranganm dari alat ukur ini adalah tidak dapat

digunakan pada penyakit lain dan biasanya pertanyaanya lebih sulit

dimengerti.

c. Alat ukur utility

Alat ukur utility merupakan pengembangan dari suatu alat

ukur,biasanya dari alat ukur generik.pengembanganya penilaian

kualitas hidup menjadi parameter.sehingga mempunyai manfaat

yang berbeda.

Cara untuk mengukur kualitas hidup ini dengan menggunakan

kuesioner. Kuesioner kualitas hidup terdiri dari 14 pertanyaan dengan

kriteria baik dan tidak baik.baik jika skor responden ≥ 50 % dan tidak

baik jika skor responden 50%.

D. Hubungan Konsep Diri Dengan Kualitas Hidup Pasien DM Tipe-2

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendidikan

yang diketahui individu tentang dirinya yang mempengaruhi individu dalam

hubungan dengan orang lain (Riadi,2017), menurut Karaeng (2015) konsep

diri merupakan faktor yang penting karena konsepdiri sangat menentukan

dalam komunikasi antar pribadi seorang individu. Konsep diri dapat

mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang.

Perubahan konsep diri seseorang dipengaruhi oleh kematangan dan

pengalaman hidupnya. Tetapi hal terbesar yang mempengaruhi gambaran diri

seseorang adalah adaptasi dengan seseorang dan situasi yang berbeda, seperti

31
teman baru, pekerjaan baru, pernikahan dan lain-lain yang semuanya itu

mempunyai efek terhadap cara kita memendang diri kita sendiri (Karaeng

2015).

Taylor (2014) menyebutkan bahwa konsep diri merupakan seperangkat

keyakinan tentang sebuah kualitas dan atribut seseorang dalam hidupnya.

Taylor juga menyataka penyakit kronik dapat menciptakan perubahan drastis

tentang self-concept seseorang . beberapa perubahan akan bersifat sementara,

tetapi banyak hal akan berubah secara permanent, seperti mental deterioration

(kemunduran mental).

Misalnya pada seorang penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang

mengalami depresi menunjukan ketidakmampuan dalam mengaktualisasikan

dirilah yang menyebabkan depresi. Hal ini karena mereka harus mematuhi

segala aturan regiemen medis secara ketat setiap hari (antara lain mengontrol

kadar gula darah), belum lagi manajemen diri tentang pengontrolan pola

makan (diet) Nurchayati (2015).

Tylor (2014) menyatakan bahwa salah satu dilema yang berhubungan

dengan konsep diri pasien Diabetes adalah manajemen diabetes yang

mengharuskan pasien menjalani aturan ketat dalam regimen pengobatan,

pengontrolan gula darah secara rutin serta diet yang ketat. Semua ini

membuat mereka sangat tergantung dengan orang lain sehingga dapat

menurunkan konsep diri.

Proses penyembuhan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2

membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan kepatuhan pasien

32
mengenai regimen pengobatan, pengontrolan gula darah secara rutin serta diet

yang ketat. Pasienakan kehilangan kebebasan karena berbagai aturan tersebut,

pasien sangat tergantung pada pemberi layanan kesehatan, dengan dukungan

beberapa aspek lain seperti aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan

lingkungan, maka hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 (Nurchayati,2015).

Nurchayati (2015) seseorang yang mengalami penyakit kronis seperti

diabetes melitus tersebut maka akan melakukan adaptasi terhadap

penyakitnya.adaptasi penyakit kronik memiliki empat tahap yaitu: 1). Shock

tahap ini akan muncul pada saat seseorang mengetahui diagnosis yang tidak

diharapkanya. 2). Encounter Reaction tahap ini merupakan reaksi terhadap

tekanan emosional dan perasaan kehilangan. 3). Reatret merupakan tahap

penyangkalan pada kenyataan yang dihadapinya atau menyangkal pada

keseriusan masalah penyakitnya. 4). Reoriented pada tahap ini seseorang akan

melihat kembali kenyataan yang dihadapi dan dampak yang ditimbulkan dari

penyakitnya sehingga menyadari realitas, merubah tuntutan dalam

kehidupanya dan mulai mencoba hidup dengan cara yang baru. Menurut teori

ini penyesuaian psikologis terhadap penyakit kronis bersifat dinamis.proses

adaptasi ini jarang terjadi pada satu tahap.

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka

33
konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelakan suatu topik yang

akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu atau teori yang

dipakai sebagailandasan peneliti yang didapatkan pada tinjauan pustaka atau

boleh dikatakan oleh peneliti merupakan ringkasan dari tijauan pustaka yang

dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti.Berdasarkan tinjauan

pustaka diatas, peneliti dapat gambarkan kerangka konsep, sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Konsep Diri Kualitas hidup


pasien DM Tipe 2
Gambar 2.1 Kerangka konsep

Keterangan :
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu asumsi tentang hubungan dua atau lebih variabel

yang diharapkan dapat memberikan jawaban sementara atas suatu pertanyaan

dalam suatu penelitian (Nursalam, 2015). Berdasarkan kerangka konsep

penelitian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan antara konsep diri dengan kualitas hidup pasien

DM Tipe 2 di RSUD Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat.

34
Ha : Ada hubungan antara konsep diri dengan kualitas hidup pasien DM

tipe-2 di RSUD Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat.

35

Anda mungkin juga menyukai