Anda di halaman 1dari 249

PERANAN APARATUR SIPIL NEGARA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

PELAYANAN PERIJINAN SITU SIUP DAN TDP PADA DINAS PENANAMAN MODAL
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
KABUPATEN MALAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Titik berat pembangunan yang diselenggarakan oleh negara-negara yang sedang berkembang,
termasuk Indonesia, pada umumnya diletakkan di bidang ekonomi, dalam arti usaha-usaha yang cepat
menghasilkan perubahan yang terlihat secara fisik. Pengelolaan usaha-usaha yang demikian memerlukan
tenaga-tenaga pemerintahan dan birokrasi berketerampilan tinggi dan siap untuk menggerakkan mesin
pembangunan secara profesional. Dewasa ini berbagai organisasi baik bisnis maupun pemerintah seperti
Amerika Serikat, merubah paradigma dari orientasi produsen menjadi orientasi masyarakat. Sumber Daya
Manusia (SDM), dikonsentrasikan kepada pelayanan masyarakat, pembuatan produk yang bernilai
tambah, dan berdaya saing. Aparatur pemerintah dan unit-unit pelayanan didorong, dimotivasi, untuk
bersaing memberikan pelayanan prima (yang lebih memuaskan masyarakat) sesuai dengan bidang
pekerjaan masing-masing. Dalam refleksi secara radikal, bahwa masyarakat sebagai manusia perlu
membutuhkan pertolongan orang lain, untuk menyempurnakan dirinya melalui pelayanan pemerintah.
Oleh karena itu, Frederickson (1997) menegaskan bahwa dalam memberikan pelayanan atau membantu
orang lain perlu memperhatikan aspek kejujuran, keadilan dan kebenaran, keterbukaan, kesederhanaan
dan cinta kasih yang merupakan penerapan rohnya administasi publik (the spirit of public administration).
Pelayanan merupakan kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa.
Peranannya akan lebih besar dan menentukan apabila dalam kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat itu
terdapat kompetisi dalam usaha merebut pasaran atau langganan. Dengan adanya kompetisi seperti itu
menimbulkan dampak positip dalam organisasi atau perusahaan, ialah mereka bersaing dalam
pelaksanaan layanan melalui berbagai cara, teknik dan metode yang dapat menarik lebih banyak orang
menggunakan jasa atau produk yang dihasilkan oleh organisasi atau perusahaan. Persaingan yang ada
dalam bisnis tidak hanya dari segi mutu dan jumlah tetapi juga dalam hal layanan. Justru dalam hal
terakhir inilah persaingan makin seru dengan pengenalan sistem pelayanan baru yang serba cepat, mudah
dan memuaskan.

1
Pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81
Tahun 1993 adalah segala bentuk pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,
di daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pelayanan prima ini dapat diterapkan di berbagai organisasi seperti
lembaga, badan usaha, yayasan, pemerintah dan sebagainya. Prima diambil dari bahasa Inggris at a
premium, yang berarti nilai tinggi. Jadi pelayanan umum yang mempunyai nilai tinggi, dimana tinggi
menunjukkan adanya ukuran. Demikian pula dengan mutu menunjukkan ukuran keaslian, yang akhirnya
pengertian prima terkait dengan mutu, sehingga pelayanan prima berarti pelayanan yang bermutu.
Dalam bidang pemerintahan tidaklah kalah pentingnya masalah pelayanan itu, bahkan perannya
lebih besar karena menyangkut kepentingan umum. Telah menjadi tugas utama dari pemerintah yaitu
memberikan pelayanan publik, karena pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan masyarakat. Peranan
pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah melibatkan seluruh aparat pegawai negeri makin
terasa dengan adanya peningkatan kesadaran bernegara dan bermasyarakat, maka pelayanan telah
meningkat kedudukannya di mata masyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak atas pelayanan. Namun
ternyata hak masyarakat atau perorangan untuk memperoleh pelayanan dari aparat pemerintah terasa
belum dapat memenuhi harapan semua pihak, baik masyarakat itu sendiri maupun pemerintah. Masih
sering ditemui berbagai kelemahan atau kekurangan yang dampaknya sering merugikan masyarakat yang
menerima layanan, namun perlu disadari bahwa pelayanan itu sendiri merupakan suatu proses untuk
mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan. Peran layanan dalam proses itu adalah bertindak sebagai
katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa yang seharusnya. Karena pelayanan berlaku
sebagai katalisator itulah maka peran pelayanan menjadi penting dalam suatu sistem kerja atau kegiatan
organisasi.
Adanya perubahan paradigma dalam sistem pemerintahan kita yakni sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah memiliki hak, wewenang dan kewajiban sebagai
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peranan pemerintah daerah sebagai
pelayan masyarakat semakin dikedepankan. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 14 ayat
1 butir l tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa urusan mutu atau kualitas pelayanan publik
merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota dan pada
2
pasal 22 butir l dinyatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai kewajiban untuk
mengelola semua urusan mutu atau kualitas pelayanan publik termasuk Pelayanan Perijinan SITU SIUP
dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka .
Ada beberapa fenomena dan persoalan yang masih terjadi hingga kini menurut pengamatan penulis
berkaitan dengan Peranan Aparatur Sipil Negara Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan
SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Malaka, antara lain:
1. Prosedur pembuatan SITU SIUP dan TDP yang cukup panjang meliputi beberapa tahapan kegiatan dari
tingkat RT/RW, kelurahan, sampai pada penyelesaiannya pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka. Hal ini tentu cukup memakan waktu, tenaga dan biaya dari
masyarakat yang membutuhkan pelayanan, walaupun hal tersebut merupakan prosedur standar yang ada
pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka, tentu hal tersebut
dapat menjadi kendala bagi masyarakat yang lebih menghendaki pelayanan yang cepat, mudah dan
memuaskan.
2. Adanya keterlambatan petugas membuka loket pelayanan SITU SIUP dan TDP pelayanan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka, pada saat jam kerja.
3. Masih adanya keluhan masyarakat mengenai keterlambatan pencetakan SITU SIUP dan TDP, yaitu
melebihi 14 hari kerja atau melebihi standar waktu yang ada dalam penyelesaian pelayanan SITU SIUP
dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka dan
pemberitaan lewat media massa.
4. Tidak adanya petugas/aparat yang memiliki fungsi khusus untuk menangani keluhan/masalah
masyarakat dalam kaitannya dengan penyelesaian pelayanan SITU SIUP dan TDP pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka, khususnya petugas khusus
pada loket penyelesaian pelayanan SITU SIUP dan TDP yang dapat membantu memberikan informasi
mengenai prosedur, biaya dan segala hal yang berkaitan dengan proses pelayanan SITU SIUP dan TDP
pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka.
5. Tata ruang kantor pelayanan SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka yang belum rapi dan teratur, sehingga masih ditemui banyaknya
masyarakat yang antri dan tidak mendapatkan pelayanan yang cepat, tepat dan tuntas.
6. Kurang ramahnya petugas yang melayani pengurusan penyelesaian pelayanan SITU SIUP dan TDP
pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka.
3
Betun, Kilastimor.com, menegaskan bahwa Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Atap dalam waktu
dekat sudah dilaksanakan di Kabupaten Malaka. “Kita masih melakukan rapat koordinasi terkait berbagai
persiapan serah terima dokumen. Setelah itu, kita akan mendapatkan pendelegasian wewenang dari Bupati
guna pelaksanaan rencana dimaksud,” bilang Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu
Kabupaten Malaka,Yanuarius Bria Seran, kepada wartawan usai melakukan rapat koordinasi lintas SKPD
di Betun, Senin (5/9/2016). Silvester Leki dan Yanuarius Bria Seran, dikemukakan, pihaknya baru saja
melakukan rapat koordinasi lintas SKPD. Hal ini dilakukan agar pelayanan kepada masyarakat dapat
berjalan dengan baik (cepat, tepat dan tuntas. “Kita memberikan informasi kepada dinas/badan/bagian
yang waktu lalu mengurus perizinan supaya mempersiapkan berkasnya, supaya diserahkan kepada kami.
Kita akan bekerja setelah ada pelimpahan wewenang bupati kepada kami dalam waktu dekat,” tuturnya.
Semua dokumen penyerahan tambah dia, sementara disiapkan dan dalam waktu dekat sudah diserahkan
kepada pihaknya untuk ditindaklanjuti. Jika sudah, akan diserahkan kepada Bupati Malaka melalui Bagian
Hukum untuk ditandatangani. Yanuarius yang kerap disapa Tuan itu mengatakan, untuk sementara
pihaknya belum bisa melakukan pelayanan karena belum ada serah terima dari dinas/badan/bagian yang
mengelola perizinan. Asisten Ekonomi dan Pembanguan Setda Malaka, Silvester Leto secara terpisah usai
memimpin rapat koordinasi dengan para SKPD kepada wartawan mengatakan pihaknya segera melakukan
serah terima dokumen dari dinas/badan/bagian yang selama ini menangani perizinan, agar segera
diserahkan kepada Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu, sehingga bisa dimulai pelayanan
kepada masyarakat. Harapan kedepan, semua pelayanan terkait perizinan terpadu dapat terintegrasi dan
dilakukan melalui satu pintu melalui Badan Penanaman Modal dan PerijinanTerpadu Satu Atap Kabupaten
Malaka. “Kita harapkan melalui pelayanan terpadu satu atap bisa meningkatkan kualitas pelayanan yang
lebih baik dan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang optimal. Masyarakat bisa lebih diuntungkan
dan dimudahkan karena hanya mengurus proses perijinan di satu tempat,” pungkasnya.
Selanjutnya Betun, Kilastimor.com-Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka dalam waktu dekat akan
memanggil pemilik SPBU, APMS dan Perusahaan Air Minum Wemon yang beroperasi di Kabupaten
Malaka untuk diverifikasi dan sinkroniasi. Pemerintah akan memverifikasi dan menyinkronkan kembali
semua persyaratan pendirian perusahaan, guna penataan Kabupaten Malaka ke depan. Hal itu disampaikan
Kabag Ekonomi Setda Malaka, John Bernando Seran kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (5/4).
“Dalam rangka penertiban SPBU, APMS dan Perusahaan Air Minum Wemon di Malaka, tadi kita sudah
keluarkan surat kepada para pemilik perusahaan di atas,” sebutnya. Sekda paparnya, telah menandatangani
surat panggilan itu atas nama Bupati untuk memanggil 1 SPBU di Kamanasa dan dua APMS di Betun dan
4
Webriamata serta pengelola Air minum kemasan “Wemon” di Betun, untuk segera menghadap sekda pada
18 bulan ini. “Kita minta mereka membawa semua dokumen yang berkaitan dengan lingkungan hidup,
SITU, SIUP, Amdal dan izin gangguan untuk disinkronisasi dan diverifikasi kembali karena izin itu dari
Kabupaten Belu,” katanya. “Karena kita sudah Kabupaten sendiri maka kita harus verifikasi ulang apakah
sudah sesuai dengan aturan yang ada. Kita lihat apakah sudah sesuai aturan yang berlaku. Ini penting
karena menurut arahan Bupati Malaka dalam melakukan penataan Kabupaten Malaka kita harus melihat
kembali semua aturan. Kalau sudah sesuai aturan maka kita pertahankan dan bagi yang belum memenuhi
syarat supaya dilengkapi sesuai aturan,” tandasnya. (boni)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Jo Permendag. No. 36/M-DAG/
PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Perdagangan adalah kegiatan usaha
transaksi barang atau jasa seperti jual beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan
dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Perusahaan
Perdagangan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan kegiatan usaha perdagangan yang bersifat
tetap, berkelanjutan, didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara RI untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Malaka, adalah:
a. SIUP terdiri atas:
1. SIUP Kecil           :  Modal dan kekayaan bersih s/d 200 juta rupiah
2. SIUP Menengah   :  Modal dan kekayaan bersih 200 juta s/d 500 juta rupiah
3. SIUP Besar           :  Modal dan kekayaan bersih diatas 500 juta rupiah
b. Kewajiban memiliki SIUP, dikecualikan terhadap:
1. Kantor cabang perusahaan atau perwakilan perusahaan.
2. Perusahaan kecil perorangan yang tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan, yang
diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau anggota keluarga/kerabat
terdekat.
3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.
Untuk huruf  b dan c; SIUP dapat diberikan apabila dikehendaki yang bersangkutan.
c. Larangan bagi pemilik SIUP:
1. Perdagangan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai sebagaimana tercantum di dalam SIUP.

5
2. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dengan menawarkan janji keuntungan yang
tidak wajar ( money game ).
3. Perdagangan barang dan/atau jasa dengan sistim penjualan langsung          ( single level
marketing atau multi level marketing ).
4. Perdagangan jasa  survey
5. Perdagangan berjangka komoditi, kecuali telah memenuhi ketentuan persyaratan yang
ditetapkan untuk dapat melakukan kegiatan perdagangan berjangka komoditi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Pedagang besar dilarang melakukan kegiatan pedagang pengecer dan pedagang informal.
d. Penutupan Perusahaan.
1. Pemilik SIUP yang tidak melakukan kegiatan usaha selama 6 (enam) bulan berturut-turut
atau menutup perusahaannya wajib menyampaikan laporan tertulis kepada pejabat penerbit
SIUP disertai alasan penutupan dan mengembalikan SIUP asli.
2. Terhadap laporan tersebut pejabat penerbit SIUP mengeluarkan Keputusaan Penutupan
Perusahaan.
e. Persyaratan :
1. Mengajukan permohonan dengan mengisi formulir ;
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
3. Neraca Perusahaan
f. Melampirkan :
1) Copy Akta Notaris Pendirian dan/atau Perubahan Perusahaan yang telah disahkan :
a) Perusahaan yang berbadan hukum (PT) disahkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
b) Perusahaan Persekutuan ( CV, Fa. ) disahkan oleh Pengadilan Negeri.
c) Perusahaan berbadan hukum Koperasi disahkan oleh Dinas Perindagkop.
2) Copy KTP pemilik/Direktur Utama/Penanggung jawab Perusahaan.
3) Copy Kartu keluarga (KK).
4) Copy NPWP/NPWP.
5) Copy surat keterangan tempat usaha dari Perbekel/Lurah  ( permohonan baru ).
6) Pas photo pemilik/Dirut/Penanggung jawab Perusahaan ; 4 x 6 cm sebanyak 3 lembar.
g. Masa berlaku izin :
6
SIUP berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usaha perdagangan dengan ketentuan
setiap 5 tahun wajib melakukan pendaftaran ulang.
Memperhatikan fenomena-fenomena empirik termasuk berbagai persoalan yang terjadi dalam
pelayanan KTP seperti dipaparkan oleh peneliti di atas, dapat diasumsikan bahwa kualitas
pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini masih
rendah, untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan kajian ilmiah lewat suatu penelitian yang lebih
cermat dan lebih mendalam dengan mengambil judul: Peranan Aparatur Sipil Negara Dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan Aparatur Sipil Negara dalam meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan SITU
SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka?

2. Faktor-faktor apakah yang menghambat peranan Aparatur Sipil Negara dalam meningkatkan Kualitas
Pelayanan Perijinan SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Malaka?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini,
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan peranan Aparatur Sipil Negara dalam meningkatkan Kualitas Pelayanan
Perijinan SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Malaka.

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor enghambat peranan Aparatur Sipil Negara dalam


meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan SITU SIUP dan TDP pada Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Malaka.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoretik
Manfaat teoretik yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan konstribusi

7
pada teori administrasi publik, khususnya teori peranan aparatur sipil negara dan kualitas pelayanan
publik.

1.4.2. Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi Pemerintah Kabupaten
Malaka pada umumnya serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Malaka pada khususnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan Perijinan SITU SIUP dan TDP bagi
masyarakat dan sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Terminologi Pelayanan
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau
organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Moenir (2003) mengatakan
bahwa pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Warella (1997) mengatakan bahwa pelayanan adalah sebagai suatu perbuatan, suatu kinerja atau suatu
usaha. Ivancecevich, Lorenzi, Skiner dan Crosby (1997) menyatakan bahwa pelayanan adalah produk-
produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan
menggunakan peralatan. Menurut Gronroos (1990) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas
atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat
adanya interaksi antara konsumen dengan pegawai atau hal-hal yang disediakan oleh organisasi pemberi
pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan, sedangkan
menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993, mengemukakan
bahwa pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

2.1.1.1.Pelayanan Publik
Pelayanan publik menurut Sinambela (2005) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara fisik. Kurniawan (2005) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan
(melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Moenir (2001) pelayanan publik adalah kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,
prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan
haknya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, sedangkan pelayanan
9
publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003
sebagai pengganti keputusan Menpan Nomor: 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Lembaga Administrasi Negara (1998) mengartikan pelayanan publik
sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat,
di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan beberapa pengertian pelayanan publik di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep
pelayanan publik mengandung 3 unsur penting yaitu:
1. Penyelenggara pelayanan adalah instansi pemerintah dan badan usaha swasta yang meliputi
satuan kerja atau satuan organisasi baik kementrian, departemen, lembaga pemerintah non
departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi dan tinggi negara, dan instansi-instansi
pemerintah lainnya, baik di pusat maupun di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
2. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat atau pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik, baik dalam bentuk barang ataupun jasa,
dengan metode atau prosedur tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Penerima pelayanan publik adalah orang/individu, masyarakat, instansi pemerintah dan badan
hukum.
Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah (birokrasi publik) dapat responsif,
responsibel dan akuntabel, Lembaga Administrasi Negara (1998) mengajukan beberapa pola
pelayanan antara lain sebagai berikut :
a. Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi
pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.
b. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal oleh satu
instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi pemerintah terkait
lainnya.

10
c. Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan secara terpadu pada satu
tempat oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangannya masing-
masing.
d. Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan oleh satu instansi
pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya
yang terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan.
Standar pelayanan publik yang ditetapkan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 mencakup beberapa hal yaitu :
a. Prosedur pelayanan, yang mencakup variabel prosedur tetap atau standar operasional
pelayanan (SOP) secara terbuka, konsistensi pelaksanaan prosedur dan tingkat kemudahan
serta kelancaran pelayanan.
b. Keterbukaan informasi pelayanan, terutama keterbukaan informasi mengenai prosedur,
persyaratan dan biaya pelayanan dengan jelas dapat diketahui oleh masyarakat, ketersediaan
media informasi termasuk petugas yang menanganinya untuk menunjang kelancaran
pelayanan.
c. Kepastian pelaksanaan pelayanan, yang meliputi waktu pelaksanaan dan biayanya, termasuk
konsistensi pelaksanaan.
d. Mutu produk pelayanan, yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek cara kerja pelayanannya,
apakah cepat/tepat, apakah hasi kerjanya baik/rapih/benar/layak.
e. Profesionalisme petugas ialah tingkat kemampuan ketrampilan kerja petugas mengenai
perilaku dan kedisiplinan dalam memberikan pelayanan, apakah ada kebijakan untuk
memotivasi semangat kerja para petugas.
f. Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen pelayanan, ialah bagaimana kegiatan
pencatatan administrasi pelayanan, pengelolaan berkas apakah dilakukan dengan baik/tertib,
motto kerja, dan apakah pembagian tugas dilaksanakan dengan baik serta kebijakan setempat
yang mendorong motivasi semangat kerja para petugas.
g. Sarana dan fasilitas pelayanan, yaitu keberadaan sarana dan fasilitas pelayanan sesuai dengan
fungsinya. Sarana itu, tidak hanya dilihat dari aspek penampilannya saja tetapi sejauhmana
fungsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut dalam menunjang kemudahan, kelancaran
proses pelayanan dan memberikan kenyamanan pada pengguna layanan.

11
h. Prestasi lain yang dapat mendorong peningkatan kinerja pelayanan, yang memberikan manfaat
bagi masyarakat.
Berdasarkan konsep-konsep yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan ada tiga indikator
dalam pelayanan publik yaitu :
1. Fasilitas kebutuhan fisik kantor yang mampu menciptakan kenyamanan dan kelancaran proses
pelayanan.
2. Komunikasi terhadap masyarakat yang dilayani, melalui pemberian informasi tentang prosedur
pelayanan yang diikuti dengan sikap dan ketrampilan pegawai yang memadai.
3. Konsistensi proses pelayanan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, prosedur dan
norma-norma etika birokrasi.

2.1.1.2. Kelompok Pelayanan Publik


Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 63 Tahun 2003
mengelompokan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN/BUMD yang
didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan yaitu (1)
pelayanan administratif, (2) pelayanan barang, dan (3) pelayanan jasa. Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1. Jenis pelayanan administratif, adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha
lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya
sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat
tanah, pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), pelayanan administrasi kependudukan
(Kartu Tanda Penduduk, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan).
2. Jenis pelayanan barang, adalah pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan
penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan
penyampaiannya kepada konsumen secara langsung (sebagai unit atau individual) dalam suatu
sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda
(berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung
bagi penggunanya. Misalnya jenis pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.
3. Jenis pelayanan jasa, adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana
dan prasarana serta penunjangnya, pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian
tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya
12
secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan angkutan
darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan
pemadam kebakaran.
Ketiga jenis pelayanan publik yang dirumuskan pemerintah melalui Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara tersebut juga berorientasi pada pelanggan atau masyarakat yang
dilayani, yang memiliki pengertian bahwa kinerja pelayanan publik instansi pemerintah mesti
berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Konsep pelayanan publik yang diperkenalkan oleh Osborne dan Gaebler dalam buku
”Reinventing Government” (1995) menekankan peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi
pemerintah dengan cara memberi wewenang kepada pihak swasta untuk lebih banyak
berpartisipasi sebagai pengelola pelayanan publik. Dalam rangka perbaikan penerapan dan
perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan publik, Osborne menyimpulkan
10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam
keputusannya adalah sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar, untuk itu diperlukan
pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar itu sendiri. Adapun
10 prinsip yang dimaksudkan Osborne (1995) adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah katalis : mengarahkan ketimbang mengayuh
2. Pemerintahan milik masyarakat : memberi wewenang daripada melayani
3. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikan persaingan ke dalam pemberian pelayanan
4. Pemerintahan yang dijalankan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil, bukan masukan
6. Pemerintahan berorientasi pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokratis
7. Pemerintahan wirausaha : menghasilkan ketimbang membelanjakan
8. Pemerintah antisipatif : mencegah daripada mengobati
9. Pemerintahan desentralisasi
10. Pemerintahan birokrasi pasar : mendongkrak perubahan melalui pasar
Menurut Gaspersz (2008) bahwa elemen yang paling penting bagi organisasi adalah
pelanggan, untuk itu lakukan identifikasi secara tepat apa yang menjadi kebutuhan pelanggan. Hal
ini sejalan dengan pemikiran Tjosvold dalam Wasistiono (2003) yang mengatakan bahwa bagi
organisasi melayani konsumen merupakan saat yang menentukan (moment of thruts), peluang bagi
13
organisasi untuk menentukan kredibilitas dan kapabilitasnya.Untuk itu strategi mengutamakan
pelanggan adalah prioritas utama yang harus dilakukan. Bahkan Carlzon dalam Wasistiono
(2003), menamakan abad ini sebagai abad pelanggan, abad dimana para pengguna jasa diposisikan
pada tempat yang paling terhormat (putting costumers first). Segala upaya peningkatan kualitas
pelayanan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelanggan. Karenanya, perspektif
pelanggan, setiap dimensi itu penting dalam penyampaian pelayanan berkualitas, untuk itu setiap
perusahaan penyedia pelayanan perlu menetapkan perspektif pelayanan pelanggan sebagaimana
dipaparkan oleh Carlzon dalam Tjiptono (1997) sebagai berikut : (1) Pelanggan adalah raja, (2)
Pelanggan adalah alasan keberadaan kita, (3) Tanpa pelanggan, kita tak punya apa-apa, (4)
Pelanggan kitalah yang menentukan bisnis kita, (5) Jika kita tidak memahami pelanggan kita,
maka berarti kita tidak memahami bisnis kita.
Setiap pernyataan di atas, mencerminkan orientasi terhadap pelanggan, sebuah pandangan
bahwa pelanggan adalah penentu puncak sifat dan keberhasilan organisasi, suatu pandangan yang
membalikkan pandangan tradisional tentang organisasi, perspektif ini merupakan perspektif
pelayanan pelanggan.

2.1.2. Pelayanan Umum Yang Prima


2.1.2.1. Pengertian Pelayanan Umum Yang Prima
Pelayanan prima merupakan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan terhadap
permintaan pelanggan (Modul Pelatihan Departemen Dalam Negeri tentang Pelayanan Prima dan
Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Atap, 2003). Pelayanan yang memenuhi standar adalah
kualitas suatu produk yang diharapkan oleh pelanggan. Dengan demikian dalam suatu pelayanan
prima terdapat 2 (dua) hal yang berkaitan yaitu antara pelanggan dan kualitas. Pelayanan prima ini
dapat diterapkan di berbagai organisasi seperti lembaga, badan usaha, yayasan, pemerintah dan
sebagainya. Prima diambil dari bahasa Inggris at a premium, yang berarti nilai tinggi. Jadi
pelayanan umum yang mempunyai nilai tinggi, dimana tinggi menunjukkan adanya ukuran.
Demikian pula dengan mutu menunjukkan ukuran keaslian, yang akhirnya pengertian prima
terkait dengan mutu. Sehingga pelayanan prima berarti pelayanan yang bermutu.

2.1.2.2. Hakikat Pelayanan Umum Yang Prima


Hakikat pelayanan umum yang prima menurut Modul Pelatihan Departemen Dalam
Negeri tentang Pelayanan Prima dan Kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Atap, 2003 adalah :

14
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di
bidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan , sehingga pelayanan
umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan
efektif).
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam
pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

2.1.2.3. Kriteria Penentuan Pelayanan Umum Yang Prima


Beberapa kriteria sebagai dasar penentuan pelayanan umum yang prima menurut Modul
Pelatihan Departemen Dalam Negeri tentang Pelayanan Prima dan Kelembagaan Pelayanan
Terpadu Satu Atap, 2003 yaitu :
a. Memiliki tingkat keterjangkauan yang tinggi
b. Memiliki tingkat ketepatan yang tinggi
c. Memberikan jaminan kesopanan sesuai dengan nilai yang berlaku
d. Memberikan kenyamanan kepada pelanggan
e. Menunjukkan kemampuan profesional yang handal
f. Memiliki kredibilitas kepada pelanggan
g. Memiliki garansi yang tinggi
h. Memiliki efisiensi yang tinggi
i. Memiliki efektivitas yang tinggi
j. Memiliki fleksibilitas yang dapat dipertanggung jawabkan
k. Memiliki kejujuran
l. Memiliki tingkat keamanan yang tinggi
m. Memiliki kemampuan merespon secara cepat dan tepat
2.1.3. Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan prima yang diberikan pemerintah merupakan pelayanan kepada masyarakat
yang didasarkan pada standar pelayanan yang terbaik. Apabila pemerintah telah melakukan
pelayanan terbaik kepada masyarakat maka pelayanan prima pemerintah telah memenuhi standar.
Pelayanan prima pemerintah telah mewujudkan kualitas pelayanan yang memenuhi harapan
masyarakat. Secara konseptual, kualitas dapat diterapkan pada produk barang maupun jasa, karena
yang ditekankan dalam penerapannya adalah perbaikan sistem kualitas, tidak hanya perbaikan
15
kualitas produk barang dan jasa. Dengan demikian yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
dan peningkatan adalah sistem kualitas yang meliputi perencanaan kualitas, pengendalian sistem
kualitas dan perbaikan sistem kualitas.
2.1.3.1. Definisi Kualitas
Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif karena bersifat
abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan tingkat penyesuaian suatu hal
terhadap persyaratan atau spesifikasinya. Bila persyaratan atau spesifikasi itu terpenuhi berarti
kualitas sesuatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik, sebaliknya jika persyaratan tidak
terpenuhi maka dapat dikatakan tidak baik. Dengan demikian, untuk menentukan kualitas
dibutuhkan indikator. Karena spesifikasi yang merupakan indikator harus dirancang, berarti
kualitas secara tidak langsung merupakan hasil rancangan yang tidak tertutup kemungkinan untuk
diperbaiki atau ditingkatkan. Mutu sebenarnya tidak dapat diukur karena merupakan hal yang
maya (imaginer) jadi bukan suatu besaran yang terukur. Oleh sebab itu perlu dibuat indikator yang
merupakan besaran yang terukur untuk menentukan kualitas baik produk maupun jasa. Berbagai
upaya dilakukan untuk membuat indikator yang terukur dan cocok bagi masalah penentuan
kualitas sedemikian rupa sehingga pembuatan produk atau pelayanan jasa dan pengontrolan
kualitasnya terjamin pelaksanaannya.
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang
konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti : performansi (performance),
keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan
sebagainya. Definisi strategik dari kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Menurut Gaspersz dalam
bukunya Total Quality Management (2008) bahwa keistimewaan atau keunggulan produk dapat
diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Keistimewaan ini tidak hanya terdiri dari karakteristik
produk yang ditawarkan, tetapi juga pelayanan yang menyertai produk itu, seperti : cara
pemasaran, cara pembayaran, ketepatan penyerahan dan lain-lain. Keistimewaan suatu produk
dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu:
1. Keistimewaan langsung : Berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara
langsung dengan mengkonsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk
tanpa cacat, keterandalan (reliability) dan lain-lain.
16
2. Keistimewaan atraktif : Berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara tidak
langsung dengan mengkonsumsi produk itu.
Keistimewaan atraktif sering memberikan kepuasan yang lebih besar pada pelanggan
dibandingkan keistimewaan langsung. Beberapa keistimewaan atraktif seperti : Bank yang buka
pada hari Minggu, pelayanan 24 jam tanpa tambahan biaya, pembelian produk melalui telepon dan
penyerahan langsung di rumah dan sebagainya.
Kualitas menurut Tjiptono (1997) adalah (1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, (2)
kecocokan untuk pemakaian, (3) perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, (4) bebas dari
kerusakan, (5) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, (6) melakukan
segala sesuatu secara benar semenjak awal, (7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Trigono (dalam Sumaryadi, 2006) mengartikan kualitas sebagai suatu standar yang harus dicapai
oleh seseorang atau kelompok atau lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia,
kualitas cara kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti
memuaskan yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas
tuntutan atau persyaratan pelanggan atau masyarakat. Goetsch dan David (dalam Tjiptono,1997)
mengartikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Garvin (dalam Lovelock, 1994) mengelompokan pengertian kualitas dalam 5 (lima)
perspektif, dimana kelima macam perspektif inilah yang dapat menjelaskan mengapa kualitas
dapat diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan.
Kelima macam perspektif kualitas tersebut menurut Garvin adalah sebagai berikut :
1. Trancendental Approach yaitu kualitas sebagai innate excellence (keunggulan pembawaan),
dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefenisikan dan dioperasionalkan.
2. Product based approach, yang menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
3. User based approach, yang memandang bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan
produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing based approach, yang memandang bahwa kualitas sebagai kesesuaian atau
sama dengan persyaratan. Dalam sektor jasa dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat
operations driven.
17
5. Value based approach, yang memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan
mempertimbangkan trade off (penukaran) antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai “affordable excellence (keunggulan yang dapat diupayakan)”.
Secara sederhana dapat disimpulkan definisi mutu atau kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk berupa barang dan atau jasa manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya (pelanggan),
oleh karena itu yang dikatakan mutu disini adalah kondisi dinamis yang dapat menghasilkan
pelayanan yang :
a. Lebih baik (Better) yaitu pelayanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pelayanan-
pelayanan yang dilakukan sebelumnya dan lebih baik pula jika dibandingkan dengan
pelayanan-pelayanan yang dilakukan oleh pihak lain menurut penilaian pelanggan.
b. Lebih murah (Cheaper) yaitu pelayanan yang lebih murah menurut pelanggan ditinjau dari sisi
persaingan maupun ditinjau dari proses yang lebih efisien sehingga menghasilkan pelayanan
yang lebih terjangkau dilihat dari segi harga dengan tetap mempertahankan efektivitasnya.
c. Lebih cepat (faster) yaitu pelayanan yang lebih cepat bagi pelanggan tanpa mengabaikan
standar dan prosedur yang ada.
Kesimpulan lain dari berbagai definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun
yang lebih strategik, boleh dikatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada pengertian
pokok berikut :
1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian
memberikan kepuasan atas penggunaan produk tersebut.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Beberapa definisi tentang kualitas menurut para Guru Kualitas (dalam Tjiptono, 1997):
1. Joseph M. Juran
Strategi perbaikan kualitas Juran menekankan implementasi proyek per proyek dan rangkaian
tahap terobosan. Ia juga menegaskan pentingnya identifikasi dan pemecahan/eliminasi
penyebab suatu masalah. Menurutnya, langkah ini sangat krusial, karena bila mencari jalan
pintas dari gejala dan langsung diberikan solusi, maka sumber persoalan sesungguhnya belum
18
diatasi dan sewaktu-waktu bisa terulang lagi. Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan
untuk pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan
pelanggan.
2. Philip B. Crosby
Pendekatan Crosby menaruh perhatian besar pada transformasi budaya kualitas. Ia
mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi pada proses, yaitu
dengan jalan menekankan kesesuaian individual terhadap persyaratan/tuntutan. Pendekatan
Crosby merupakan proses top down.
3. W. Edwards Deming
Strategi Deming didasarkan pada alat-alat statistik. Strategi ini cenderung bersifat bottom up.
Penekanan utama strategi ini adalah perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus menerus.
Strategi Deming berfokus pada proses untuk mengeliminasi variasi, karena sebagian besar
variasi dapat dikendalikan manajemen. Deming sangat yakin bahwa bila karyawan
diberdayakan untuk memecahkan masalah (dengan catatan manajemen menyediakan alat-alat
yang cocok) maka kualitas dapat disempurnakan terus-menerus.
4. Taguchi
Filosofi Taguchi didasarkan pada premis bahwa biaya dapat diturunkan dengan cara
memperbaiki kualitas, dan kualitas tersebut secara otomatis dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi variasi dalam produk atau proses. Strategi Taguchi difokuskan pada loss function,
yang mendefinisikan setiap penyimpangan dari target sebagai kerugian yang dibayar
konsumen. Taguchi mendefinisikan kualitas sebagai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu
produk bagi masyarakat setelah produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang
disebabkan fungsi intrinsik produk.
Tak satupun definisi dari para guru kualitas di atas yang sempurna, akan tetapi definisi-
definisi tersebut merupakan usaha mereka untuk menunjukkan bahwa setiap orang memerlukan
definisi operasional mengenai kualitas. Definisi operasional merupakan deskripsi dalam ukuran-
ukuran yang dapat dikuantifikasikan mengenai apa yang diukur dan langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mengukurnya secara konsisten. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan
kinerja aktual proses tersebut.
Definisi yang disebutkan oleh para guru kualitas tersebut mengandung keunggulan dan
kelemahannya masing-masing. Tak ada definisi yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap organisasi
19
jasa harus mendefinisikan kualitas berdasarkan tujuan, harapan, budaya, dan pelanggannya
masing-masing. Pada kenyataannya, tak jarang sebuah organisasi mengkombinasikan aspek-aspek
terbaik dari definisi yang ada dan kemudian merumuskan definisinya sendiri. Kombinasi tersebut
terutama didasarkan pada tiga faktor (Tjiptono, 1997) yaitu :
1. Karakteristik kualitas, yaitu karakteristik output dari suatu proses yang penting bagi
pelanggan. Karakteristik kualitas menuntut pemahaman mengenai pelanggan dalam segala hal.
2. Karakteristik kunci dari kualitas (key quality characteristics) yaitu karakteristik kualitas yang
paling penting. Karakteristik kunci dari kualitas harus didefinisikan secara operasional dengan
jalan mengkombinasikan pemahaman mengenai pelanggan dengan pemahaman mengenai
proses.
3. Variabel kunci dari proses (key process variables) yakni komponen-komponen proses yang
memiliki hubungan sebab akibat yang cukup besar dengan karakteristik kunci dari kualitas,
sehingga manipulasi dan pengendalian variabel kunci dari proses akan mengurangi variasi
karakteristik kunci dari kualitas dan/atau mengubah levelnya menjadi karakteristik kualitas
atau karakteristik kunci dari kualitas.
Dalam mendefinisikan jasa yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang
patut diperhitungkan pula, diantaranya Garvin (dalam Lovelock, 1994) mendefinisikan delapan
dimensi kualitas, yaitu kinerja karakteristik operasi pokok dari produk inti, ciri-ciri atau
keistimewaan tambahan, keandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability,
estetika, dan persepsi terhadap kualitas, akan tetapi sebagian besar dimensi tersebut lebih tepat
diterapkan dalam perusahaan manufaktur. Oleh sebab itu, Stamatis (1996) memodifikasi delapan
dimensi Garvin menjadi tujuh dimensi yang dapat diterapkan pada industri jasa yaitu :
1. Fungsi (function) : kinerja primer yang dituntut dari suatu jasa.
2. Karakteristik atau ciri tambahan (features) : kinerja yang diharapkan atau karakteristik
pelengkap.
3. Kesesuaian (conformance) : kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan.
4. Keandalan (reliability) : kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu.
5. Serviceability : kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan.
6. Estetika (aesthetics) : pengalaman pelanggan yang berkaitan dengan perasaan dan panca indera.
7. Persepsi : reputasi kualitas.
20
Pakar lainnya Gronroos (dalam Tjiptono, 1997) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok
dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria.
Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi enam unsur yaitu :
1. Professionalism and Skills
Kriteria yang pertama ini merupakan outcome-related criteria, di mana pelanggan menyadari
bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem operasional dan sumberdaya fisik,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
pelanggan secara profesional.
2. Attitudes and Behavior
Kriteria ini adalah process-related criteria. Pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan
(contact personnel) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam
memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati.
3. Accessibility and Flexibility
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa,
lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan
sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga
dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan
keinginan pelanggan.
4. Reliability and Trustworthiness
Kriteria ini juga termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami bahwa
apapun yang terjadi, mereka dapat mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa
beserta karyawan dan sistemnya.

5. Recovery
Recovery termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan menyadari bahwa bila ada
kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera
mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and Credibility

21
Kriteria ini merupakan image-related criteria. Pelanggan meyakini bahwa operasi dari
penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan
pengorbanannya.

2.1.3.2. Definisi Pelayanan Yang Berkualitas


Pelayanan yang berkualitas menurut Osborne dan Gaebler (1995) antara lain memiliki ciri-
ciri seperti: tidak prosedural (birokratis), terdistribusi dan terdesentralisasi serta berorientasi
kepada pelanggan. Sinambela dkk (2006) mengatakan bahwa kualitas pelayanan prima tercermin
dari : (1) transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan, disediakan secara memadai serta mudah dimengerti, (2) akuntabilitas,
yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, (3) kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas, (4) partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat, (5) kesamaan hak, yaitu pelayanan
yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama,
golongan, status sosial, dan (6) keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Menurut Zeithaml dan Farmer dalam Warella (2004), mengatakan ada tiga karakteristik
utama tentang pelayanan, yaitu :
1. Intangibility berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil
pengalaman, bukannya obyek. Kebanyakan pengalaman tidak dapat dihitung, diukur, diraba
atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang
dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada
pelanggan.
2. Heterogenity berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat
heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda.
Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan
dari waktu ke waktu.
3. Inseparability berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan.
Konsekuensinya di dalam industri pelayanan, kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi di

22
pabrik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara
klien dan penyedia jasa.
Mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi penting karena dapat
memberikan manfaat bagi organisasi yang bersangkutan. Kalau ini dilakukan paling tidak
organisasi atau instansi yang bersangkutan sudah punya ”concern” pada pelanggannya. Pada
akhirnya boleh jadi berusaha maksimal untuk memenuhi kepuasan pelanggan yang dilayaninya.
Pelayanan berkualitas atau pelayanan prima yang berorientasi pada pelanggan sangat
tergantung pada kepuasan pelanggan. Lukman (2000), menyebut salah satu ukuran keberhasilan
menyajikan pelayanan yang berkualitas (prima) sangat tergantung pada tingkat kepuasan
pelanggan yang dilayani. Pendapat tersebut artinya menuju kepada pelayanan eksternal, dari
perspektif pelanggan, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin mencapai kinerja
pelayanan yang berkualitas. Sementara itu Gerson (2002) menyatakan pengukuran kualitas
internal memang penting. Tetapi semua itu tidak ada artinya jika pelanggan tidak puas dengan
pelayanan yang diberikan. Untuk membuat pengukuran kualitas lebih berarti dan sesuai, tanyakan
kepada pelanggan apa yang mereka inginkan yang dapat memuaskan mereka.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kedua sudut pandang tentang pelayanan itu
penting, karena bagaimanapun pelayanan internal adalah langkah awal dilakukannya suatu
pelayanan. Akan tetapi pelayanan tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan yang
dilayani. Artinya bagaimana upaya untuk memperbaiki kinerja internal harus mengarah atau
merujuk pada apa yang diinginkan pelanggan (eksternal). Kalau tidak demikian bagaimanapun
performa birokrasi tetapi kalau tidak sesuai dengan keinginan publik atau tidak memuaskan, citra
kinerja organisasi tersebut akan tetap dinilai tidak bagus. Oleh karena itu, pertama-tama penting
untuk mengetahui kualitas pelayanan dari perspektif pelanggan, selain agar organisasi tersebut
”survive” juga agar kinerjanya dapat lebih ditingkatkan lagi.
Konsep pengukuran kualitas atau service quality (servqual) asal mulanya dari dunia bisnis,
walaupun kemudian tidak sedikit diadopsi untuk organisasi publik. Salah satu teori tentang
servqual yang banyak dikenal adalah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml, Parasuraman,
Berry (1990). Menurut Zeithaml, keputusan seorang konsumen untuk mengkonsumsi atau tidak
suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah persepsinya terhadap
kualitas pelayanan. Dengan kata lain, baik buruknya kualitas pelayanan yang diberikan provider

23
(penyedia layanan) tergantung persepsi konsumen atas pelayanan yang diberikan. Pernyataan ini
menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara kepuasan konsumen dengan kualitas pelayanan.

2.1.3.3. Pelayanan Publik Baru (The New Public Service)


Pelayanan Publik Baru (The New Public Service/NPS) merupakan suatu paradigma baru
dalam administrasi publik yang berkaitan dengan pelayanan publik. Denhardt (2003)
menyatakan bahwa NPS lebih diarahkan pada democracy, pride and citizen daripada market,
competition and customers seperti pada sektor privat. Beliau menyatakan bahwa “public servant
do not deliver customers service, they deliver democracy”. Oleh sebab itu nilai demokrasi,
kewarganegaraan dan pelayanan untuk kepentingan publik sebagai norma berdasarkan pada
lapangan administrasi publik.
NPS memberikan pengertian bahwa pemerintah bergerak bukan layaknya sebuah bisnis,
tetapi sebagai sebuah demokrasi. Aparatur pelayanan publik bertindak atas dasar prinsip-prinsip
dan memperbaharui komitmen dalam mengekspresikan prinsip untuk kepentingan publik, proses
pemerintahan dan mencurahkannya dalam prinsip kewarganegaraan yang demokratis.
Akibat dari hal tersebut, aparatur pelayanan publik akan belajar keahlian-keahlian baru
dalam pelaksanaan kebijakan dan pembangunan, menyadari dan menerima kompleksnya
tantangan yang mereka hadapi dan memperlakukan anggota para pelayanan publik dan warga
negara dengan rasa hormat dan harga diri mereka. Para pemimpin birokrasi menyadari bahwa
mereka harus banyak “mendengar” publik daripada “memberitahu”, “melayani” daripada
“mengendalikan”. Publik dan para pemimpin birokrasi bekerjasama menetapkan dan
mengarahkan masalah bersama dalam suatu kerjasama yang paling menguntungkan. Inilah yang
dikatakan Denhardt sebagai perilaku dan keterlibatan baru dalam pergerakan Administrasi
Publik yang disebut sebagai “The New Public Service”.
Pengertian dari Denhardt bahwasanya pemimpin birokrasi harus banyak “mendengar”
daripada “memberitahu” dan “melayani” daripada “menyetir atau mengendalikan” tersebut
dapat pula dipamahi bahwa walaupun NPS orientasinya publik bukan pelanggan, “keinginan”
publik juga masih menjadi perhatian sebagaimana layaknya pelanggan dalam dunia privat. Itu
tersirat dari kata aparatur publik seharusnya banyak “mendengar” (listening) dan melayani
(serving) daripada “memberitahu” (telling) dan “mengendalikan (steering). Lebih dari itu, ide
pokok dari NPS mengemukakan bahwa pelayanan publik tidak hanya memuaskan publik, tetapi

24
lebih fokus pada membangun hubungan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga
(citizen).
Jika di dalam New Public Management (NPM), pelayanan publik kepada warga negara
(citizen) lebih menggunakan mekanisme pasar dengan orientasi sebagai pelanggan (customer)
yang sebelumnya dipuaskan, maka Denhardt dalam The New Public Service memuat ide-ide
pokok sebagai berikut :
1. Serve Citizen, Not Customers: kepentingan publik adalah hasil dari sebuah dialog tentang
pembagian nilai daripada kumpulan dari kepentingan individu. Oleh karena itu, aparatur
pelayanan publik tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi lebih fokus
pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga negara (citizen).
2. Seek the Public Interest: administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun
sebuah kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak
untuk menemukan pemecahan yang tepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu.
Lebih dari itu adalah kreasi pembagian kepentingan dan tanggung jawab.
3. Value Citizenship over entrepreneurship: kepentingan publik lebih diutamakan oleh
komitmen aparatur pelayanan publik dan warga negara, untuk membuat kontribusi lebih
berarti daripada oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik
yang menjadi milik mereka.
4. Think Strategically, Act Democracally: pertemuan antara kebijakan dan program agar dapat
dicapai secara lebih efektif dan berhasil secara bertanggung jawab mengikuti upaya bersama
dan proses-proses kebersamaan.
5. Recognize that Accountability Is Not Simple: aparatur pelayanan publik seharusnya penuh
perhatian lebih baik dari pada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan
dan konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-standar profesional dan
kepentingan warga negara.
6. Serve Rather than Steer: semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk
menggunakan andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga mengartikulasikan
dan mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih daripada berusaha
untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk-petunjuk baru.
7. Value People not Just Productivity: organisasi publik dan kerangka kerjanya di mana mereka
berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai
25
proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua
orang.
Seandainya ketujuh ide pokok dalam NPS tersebut benar-benar dapat dihayati dan
diimplementasikan oleh aparatur pelayanan publik, rasanya pelayanan publik instansi
pemerintah tidak kalah dengan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh sektor privat. Maka
masalahnya sekarang adalah bagaimana para pejabat publik dan aparatur pelayanan publik dapat
memahami dan menerima nilai-nilai dalam NPS tersebut kemudian bagaimana
mengimplementasikan di lapangan sebagaimana keinginan publik yang harus “didengar” dan
“dilayani”.

2.1.3.4. Pengukuran Kualitas


Gaspersz (2008) mengatakan salah satu elemen penting dari manajemen kualitas terpadu
(Total Quality Management/TQM) adalah membuat keputusan berdasarkan data (fakta) dan
bukan berdasarkan pada opini. Data diperoleh melalui pengukuran performansi kualitas.
Pada dasarnya konsep pengukuran performansi kualitas oleh Gaspersz ini dapat diterapkan
pada organisasi bisnis maupun organisasi publik. Pengukuran performansi kualitas yang
dilakukan oleh produsen atau pemberi jasa layanan akan sangat bermanfaat sebagai langkah
positif dalam memacu performansi bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas paling sedikit akan
memberikan dua manfaat untuk pembuatan keputusan yaitu :
1. Informasi tentang status performansi bisnis saat sekarang
2. Identifikasi untuk perbaikan performansi bisnis itu.
a) Persyaratan Kondisional dalam Pengukuran Kualitas (Gaspersz, 2008)
Hasil dari pengukuran kualitas akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan
kualitas secara keseluruhan dalam organisasi bisnis/publik, maka kondisi-kondisi berikut
sangat diperlukan untuk mendukung pengukuran kualitas yang sahih (valid). Beberapa
kondisi tersebut adalah :
1. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan
dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara jelas.
2. Pengukuran kualitas dilakukan pada sistem itu. Fokus dari pengukuran kualitas terletak
pada sistem secara keseluruhan. Pengukuran tidak hanya diletakkan pada proses akhir
saja yang biasanya telah menghasilkan produk, tetapi harus dimulai dari perencanaan
awal pembuatan produk, selama proses berlangsung, proses akhir yang menghasilkan
26
output, bahkan sampai pada penggunaan produk itu oleh pelanggan. Dengan demikian
pengukuran kualitas hendaknya dimulai sejak adanya gagasan untuk membuat produk
sampai masa berakhirnya penggunaan produk itu.
3. Pengukuran kualitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalam proses
itu. Dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif. Orang-orang yang bekerja
dalam proses harus memahami secara baik akan nilai pengukuran kualitas dan
bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan agar memberikan hasil
yang terbaik. Dengan demikian tanggung jawab pengukuran kualitas berada pada semua
orang yang terlibat dalam proses itu. Karena pengukuran kualitas berorientasi pada
proses kerja, maka tanggung jawab dari pengukuran kualitas berada pada setiap individu
yang terlibat dalam proses kerja pada sistem itu.
4. Pengukuran seharusnya dapat memunculkan data, dimana nantinya data tersebut dapat
ditunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk peta, diagram, tabel, hasil perhitungan
statistic, dll. Data seharusnya dipresentasikan dengan cara yang termudah.
5. Pengukuran kualitas yang menghasilkan informasi-informasi utama seharusnya dicatat
tanpa distorsi, yang berarti harus akurat.
6. Perlu adanya komitmen secara menyeluruh untuk pengukuran performansi kualitas dan
perbaikannya. Kondisi ini sangat penting sebelum aktivitas pengukuran kualitas mulai
dilaksanakan.
7. Program-program pengukuran dan perbaikan kualitas seharusnya dapat dipecah-pecah
atau diuraikan dalam batas-batas yang jelas, sehingga tidak tumpang-tindih dengan
program yang lain.
b) Pengukuran Performansi Kualitas pada Tiga Tingkat (Gaspersz, 2008)
Pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu : tingkat proses
(process level), tingkat output (output level), dan tingkat outcome (outcome level).
1. Pengukuran pada tingkat proses, mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses
dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan
karakteristik ouput yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah
mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan
ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan
dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh
27
ukuran pada tingkat proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah :
konformansi terhadap waktu penyerahan barang yang dijanjikan, siklus waktu produk
(product cycle times), dll.
2. Pengukuran pada tingkat output, mengukur karakteristik output yang dihasilkan,
dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa
contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi
spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan
efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan, dll.
3. Pengukuran pada tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk
memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan
pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat
outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Beberapa
contoh ukuran pada tingkat outcome adalah : banyaknya keluhan pelanggan yang
diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu
penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dll.
c) Aspek-Aspek Yang Perlu Diukur dalam Program Pengukuran Kualitas (Gasperz, 2008)
Dalam melaksanakan pengukuran performansi kualitas, pada dasarnya kita harus
memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal dari suatu organisasi. Aspek internal
dapat berupa tingkat kecacatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek (non-quality costs)
seperti pekerjaan ulang, cacat, dan lain-lain, sedangkan aspek eksternal dapat berupa
kepuasan pelanggan, pangsa pasar (market share) dll. Perlu juga dilakukan riset kepuasan
pelanggan di mana hasil-hasil dari riset tersebut akan dipergunakan untuk mendukung
manajemen puncak untuk mengambil keputusan-keputusan strategis guna menyamakan
tujuan dari organisasi tersebut dengan keinginan pelanggan. Riset kepuasan pelanggan
sebagai suatu alat untuk menjaring informasi tentang keinginan pelanggan, harus dirancang
mengikuti beberapa prinsip dasar berikut :
1. Riset harus berfokus pada harapan pelanggan yang berkaitan dengan kualitas dan jenis
produk yang diinginkan serta persepsi pelanggan tentang apa yang pelanggan yakini
akan diperolehnya kalau mereka mengkonsumsi produk itu, bukan pada persepsi
produsen (organisasi) terhadap apa yang sedang ditawarkannya.

28
2. Riset harus berfokus pada kualitas dari produk, bukan pada kesalahan-kesalahan
individual atau organisasi.
3. Seluruh karyawan harus dilibatkan dalam mengembangkan ukuran-ukuran kepuasan
pelanggan sehingga ukuran-ukuran itu akan menjadi lebih relevan dengan pekerjaan
mereka sehari-hari.
4. Data kualitatif dan kuantitatif harus dikumpulkan.
5. Pertanyaan-pertanyaan dalam survai atau wawancara harus spesifik serta bersifat mudah
untuk mengumpulkan dan mencatat data tersebut.
6. Instrumen riset harus dirancang sedemikian rupa sehingga manajemen dan/atau karyawan
dapat mengambil tindakan berdasarkan hasil riset tersebut.
7. Penghargaan atau sistem insentif terhadap perubahan positif yang didasarkan pada hasil-
hasil dari survai harus konkret dan cukup berharga/bernilai.
Pengukuran yang akan dilakukan seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari
proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui
suatu survai pendahuluan yang bersifat eksploratif, dapat diidentifikasi semua atribut produk
yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai kualitas dari
produk itu. Atribut-atribut ini kemudian merupakan basis dari instrumen riset. Pada
umumnya atribut yang dipertimbangkan dalam pengukuran kualitas adalah sebagai berikut :
1. Kualitas produk, yang mencakup
a. Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu.
b. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
c. Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan
produk itu.
d. Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan.
e. Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
f. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu.
g. Estetika (aesthetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari produk itu.
h. Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subyektif, berkaitan dengan
perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu, seperti : meningkatkan harga
diri, dll.
29
2. Dukungan purna-jual terutama yang berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan
yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut :
a. Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan
memesan produk dan waktu penyerahan produk itu.
b. Konsistensi, berkaitan dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan.
c. Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesanan-pesanan
yang dikirim.
d. Informasi, berkaitan dengan status pesanan.
e. Tanggapan dalam keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani
permintaan-permintaan non standar yang bersifat tiba-tiba.
f. Kebijaksanaan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang rusak
yang dikembalikan pelanggan.
3. Interaksi antara karyawan dan pelanggan, mencakup :
a. Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap
keperluan-keperluan pelanggan.
b. Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam
berpakaian.
c. Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaitan dengan bantuan-
bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan
pelanggan.
d) Langkah-Langkah dalam Riset Kepuasan Pelanggan (Gaspersz, 2008)
Alat-alat riset kepuasan pelanggan bervariasi dari yang sederhana sampai kompleks yang
mempelajari secara mendalam mengenai persepsi pelanggan terhadap suatu produk. Riset
kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui
wawancara langsung, surat, telepon, dan lain-lain. Pilihan tehadap instrumen pendekatan ini
sangat tergantung pada berbagai pertimbangan sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk memperoleh data dari segmen yang berbeda dalam populasi.
2. Lingkup atau cakupan geografis.
3. Kebutuhan untuk mengetahui identitas responden sebagai referensi di masa yang akan
datang.
4. Kompleksitas dari informasi yang dibutuhkan.
30
5. Banyaknya tenaga bantuan sebagai pewawancara yang tersedia.
6. Kuantitas dari informasi yang diperlukan.
7. Kecepatan untuk memperoleh data.
8. Dana yang tersedia untuk pengumpulan data.
9. Preferensi personal dari pewawancara atau peneliti.
Pada dasarnya proses riset kepuasan pelanggan akan mengikuti beberapa langkah berikut
(Gaspersz, 2008)
1. Definisikan masalah manajemen kualitas yang dihadapi. Langkah pertama dari riset
kepuasan pelanggan adalah menentukan isu utama apa dari kepuasan pelanggan yang perlu
dikaji kembali atau diselesaikan, hal mana mungkin mencakup pengembangan atau
pencarian solusi awal, yang kemudian dapat diuji melalui riset itu.
2. Menetapkan sasaran atau tujuan dari riset itu. Tujuan dari riset harus menspesifikasikan
bagaimana data dikumpulkan yang akan memberikan kontribusi dalam solusi terhadap
masalah manajemen yang telah didefinisikan pada langkah pertama di atas.
3. Mencari data sekunder. Sebelum mulai mengumpulkan data primer langsung dari pelanggan,
hendaknya kita perlu mengumpulkan data sekunder yang mungkin telah tersedia, dimana
hasil-hasil yang diperoleh dari data sekunder itu dapat menjadi pertimbangan atau landasan
dalam pengumpulan data primer atau mungkin dalam merumuskan kembali sasaran atau
tujuan dari riset itu.
4. Melaksanakan riset eksplorasi. Riset pendahuluan yang bersifat eksplorasi terhadap
kelompok-kelompok tertentu atau sejumlah responden yang terbatas jumlahnya sebaiknya
dilakukan, dimana hasil-hasil riset pendahuluan yang pada umumnya bersifat kulitatif itu
dapat dipergunakan sebagai landasan atau pertimbangan dalam memperjelas atau
mempertajam isu-isu utama yang akan diteliti dalam riset kepuasan pelanggan itu.
5. Merencanakan strategi pengumpulan data primer. Dalam tahap ini diperlukan pertimbangan
yang berkaitan dengan : bagaimana data seharusnya dikumpulkan (menyangkut metode
pengumpulan data), siapa yang menjadi responden (apakah pelanggan individual atau
kelompok), dan ukuran contoh (sample size) berkaitan dengan jumlah respon yang akan
diteliti.
6. Merancang instrumen riset kepuasan pelanggan, berkaitan dengan perumusan pertanyaan-
pertanyaan dalam daftar pertanyaan (kuesioner) serta petunjuk pengisian atau wawancara.
31
7. Melaksanakan pengumpulan data primer. Setelah selesai merancang kuesioner dan
menetapkan banyaknya pelanggan yang harus dihubungi, kita meminta pelanggan itu untuk
menjawab atau memberikan respon berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan dalam daftar
pertanyaan (kuesioner).
8. Proses dan analisa data, berkaitan dengan tabulasi dan analisis terhadap data yang telah
dikumpulkan dari pelanggan.
9. Interpretasi dan implementasi hasil riset. Setelah evaluasi terhadap hasil-hasil riset kepuasan
pelanggan yang diperoleh, kita menarik kesimpulan dan membuat rekomendasi yang
berkaitan dengan isu-isu manajemen kualitas untuk implementasi. Hal ini merupakan awal
dari proses perbaikan kualitas dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan.
Mengukur kinerja pelayanan publik instansi pemerintah agar diketahui tingkat kinerja
pelayanan publiknya dapat dilakukan dengan banyak ukuran. Ada banyak variasi dalam upaya
mendefinisikan servqual sektor publik. Namun menurut Denhardt satu yang istimewa adalah
dikembangkannya daftar ukuran yang komprehensif untuk pemerintah daerah seperti
dikemukakan oleh Carson dan Schwarz dalam Denhardt (2003), ukuran yang komprehensif
untuk servqual sektor publik tersebut sebagai berikut :
1. Comvenience (kemudahan), yaitu ukuran tingkat di mana pelayanan pemerintah adalah mudah
diperoleh dan didapat masyarakat.
2. Security (keamanan), yaitu ukuran tingkat di mana pelayanan yang telah disediakan membuat
masyarakat merasa aman dan yakin ketika mereka menerimanya.
3. Reliability (keandalan), yaitu menilai tingkat di mana pelayanan pemerintah disediakan secara
benar dan tepat waktu.
4. Personal attention (perhatian kepada orang), yaitu ukuran tingkat di mana aparat pelayanan
menyediakan informasi kepada masyarakat dan bekerja dengan mereka untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka.
5. Problem solving approach (pendekatan pemecahan masalah).
6. Faireness (keadilan), yaitu ukuran tingkat di mana masyarakat percaya bahwa kegiatan
pemerintahan diperlakukan sama untuk semua orang.
7. Fiscal responsibility (tanggung jawab keuangan) yaitu ukuran tingkat di mana masyarakat
percaya bahwa pemerintah daerah menyediakan pelayanan sebagaimana mestinya yang
menggunakan uang secara bertanggung jawab.
32
8. Citizen influence (pengaruh masyarakat), yaitu ukuran tingkat di mana masyarakat percaya
bahwa mereka dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang mereka terima dari pemerintah
daerah.
Apa yang telah dikemukakan di atas adalah untuk mendapatkan pemahaman bahwa
kualitas pelayanan, baik organisasi privat maupun organisasi publik masing-masing tentu
memiliki ukuran-ukuran tersendiri dalam upaya memberikan pelayanan yang maksimal.
Organisasi privat telah sejak lama memulainya, karena kalau tidak dapat memenuhi keinginan
pelanggannya mereka akan ditinggalkan. Organisasi publik dalam memberikan pelayanan
kepada publik juga berusaha untuk memenuhi keinginan atau kepuasan warga/masyarakat. Akan
tetapi tidak hanya itu, organisasi publik tentu memiliki ukuran yang sedikit berbeda dengan
organisasi privat, misalnya fairness (keadilan). Organisasi publik seharusnya memberikan
pelayanan yang sama kepada semua orang, tetapi organisasi privat dapat memberikan
keistimewaan atau perbedaan pelayanan kepada pelanggannya. Oleh karena itu, menurut
pemikiran penulis, ukuran untuk menilai kualitas pelayanan publik instansi pemerintah
seharusnya ditambah dengan dimensi yang mencerminkan eksistensi pelayanan yang diberikan
birokrasi kepada publik.
Ada beberapa kriteria pelayanan publik yang baik menurut Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Publik yaitu sebagai berikut :
a. Kriteria Kualitatif meliputi :
1. Kesederhanaan
Kriteria ini mengandung arti prosedur atau tatacara pelayanan diselenggarakan secara
mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh
masyarakat yang meminta pelayanan.
2. Kejelasan dan Kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :
a. Prosedur atau tatacara pelayanan
b. Persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan
d. Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya
33
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
3. Keamanan
Kriteria ini mengandung arti proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan,
kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan
Kriteria ini mengandung arti prosedur atau tatacara persyaratan, satuan kerja atau pejabat
penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu atau tarif serta hal-
hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan, wajib diinformasikan secara terbuka agar
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5. Efisiensi
Kriteria ini mengandung arti :
a.Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan, dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan
masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari
satuan kerja atau instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ekonomis
Kriteria ini mengandung arti pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar
dengan memperhatikan :
a) Nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi
di luar kewajaran
b) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar
c) Ketentuan perundang-undangan yang berlaku

7. Keadilan yang merata


Kriteria ini mengandung arti cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas
mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan
masyarakat.
b. Kriteria Kuantitatif yang meliputi :
34
1. Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan atau per tahun),
perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya menunjukkan adanya peningkatan
atau tidak.
2. Lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai dengan permintaan (dihitung secara
rata-rata).
3. Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan
kepada masyarakat.
4. Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan
yang diberikan oleh unit kerja atau kantor pelayanan yang bersangkutan.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004
menetapkan 14 (empat belas) unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM), yang kemudian diimplementasikan ke dalam 14 kuesioner,
keempat belas unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawab).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan
terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
7) Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8) Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golongan atau status masyarakat yang dilayani.

35
9) Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati.
10) Kewajaran biaya pelayanan yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya
yang ditetapkan dalam pelayanan.
11) Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya
yang ditetapkan.
12) Kepastian jadwal pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
13) Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi
dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
14) Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapat pelayanan terhadap resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Menurut Moenir (2006) menyebutkan ada 6 faktor pendukung pelayanan publik yang
saling mempengaruhi dan secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara
baik yang mencakup :
1. Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang terlibat dalam aktivitas pelayanan publik.
2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, yang meliputi: kewenangan,
pengetahuan dan pengalaman, kemampuan bahasa, pemahaman oleh pelaksana, disiplin
dalam pelaksanaan (disiplin waktu dan kerja).
3. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan.
4. Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
5. Faktor kemampuan dan ketrampilan petugas atau dalam istilah lain disebut dengan skill yang
diartikan sebagai kecakapan yaitu technical skill, human skill dan conceptual skill sebagai
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap pejabat agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
6. Faktor sarana pelayanan yaitu segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lainnya
yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu pelaksanaan pekerjaan.

36
Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) untuk mengetahui
kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan
konsumen yang terletak pada 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan
konsumen. Kelima indikator pelayanan menurut konsumen tersebut adalah :
1. Tangibles (bukti langsung) yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
pegawai/personil penyedia jasa, komputerisasi administrasi, peralatan atau sarana
komunikasi, ruang tunggu, tempat informasi.
2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan aparat untuk menyediakan pelayanan yang mudah
dan terpercaya.
3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan aparat untuk membantu para pelanggan
tanpa diminta serta tanggap terhadap keinginan konsumen, sehingga aparat dapat membantu
pelanggan bahkan sebelum pelanggan menyadari atau memintanya.
4. Assurance (jaminan) yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun aparat dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen, bebas dari hal-hal yang membahayakan pelanggan atau
dari keragu-raguan.
5. Emphaty (empati) yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang
baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan secara individu maupun kolektif,
Pada dasarnya teori indikator pelayanan dari Zeithaml, Berry dan Parasuraman di atas,
walaupun berasal dari dunia bisnis tetapi dapat dipakai untuk mengukur kinerja pelayanan
publik yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat.

2.1.4. Tingkat Kepuasan Masyarakat


2.1.4.1. Definisi Kepuasan
Terdapat banyak definisi menyangkut kepuasan pelanggan dalam berbagai literatur yang
tentunya berasal dari berbagai sudut pandang yang berbeda dalam mengamatinya. Beberapa
definisi kepuasan pelanggan dapat dipaparkan sebagai berikut : menurut Tse dan Wilton (1988)
kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau beberapa norma kinerja lain) dan kinerja aktual produk
sebagaimana dirasakan oleh pemakaiannya. Menurut Lukman (2000), kepuasan merupakan
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan
harapannya. Sejalan dengan pandangan Gibson dkk (1996), Wexley dan Yulk (1992) mengatakan
bahwa kepuasan pada hakikatnya berkaitan dengan faktor kebutuhan seseorang (pelanggan),
37
artinya jika kebutuhan seseorang terpenuhi maka orang tersebut merasa puas, demikian pula
sebaliknya, kemudian Tjiptono (1997) menambahkan bahwa kepuasan pelanggan dapat
menciptakan kesetiaan dan loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
Menurut Kotler dan Keller (2006) kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-
harapannya. Oh dan Parks (1997) dalam Suhartono (2001) mendefinisikan kepuasan pelanggan
sebagai suatu perasaan emosional dalam merespon terhadap konfirmasi atau diskonfirmasi,
selanjutnya melibatkan dinamika kognitif, afektif, psikologis dan fisiologis yang tak terungkap
lainnya yang bersifat ekstensif, menurut Gaspersz (2008) kepuasan pelanggan adalah suatu
keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk
yang dikonsumsinya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi pelanggan yang melibatkan pemikiran/rasio(kognitif),
perasaan(afeksi), psikologis maupun fisiologis atas proses pelayanan maupun output suatu
perusahaan atau organisasi dalam bentuk barang atau jasa berdasarkan pemenuhan kebutuhan dan
harapan pelanggan terhadap barang atau jasa tersebut.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :
hubungan antara pelanggan dengan instansi menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi
pembeli (pemakaian) ulang, terciptanya loyalitas dari pelanggan serta terbentuknya rekomendasi
dari mulut ke mulut yang semuanya dapat menguntungkan perusahaan/organisasi.
Kepuasan masyarakat terhadap organisasi publik sangat penting karena berhubungan erat
dengan kepercayaan masyarakat akan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Semakin
baik penyelenggaraan pemerintahan dan kualitas pelayanan yang diberikan, maka semakin tinggi
kepercayaan masyarakat.
Fokus dari kualitas terletak pada kepuasan pelanggan, oleh karena itu perlu dipahami
komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan tersebut. Sebelum memahami
komponen-komponen yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, diperlukan identifikasi jenis-jenis
pelanggan yang sesuai dengan sistem kualitas modern. Setelah itu perlu pula dipahami ekspektasi
atau harapan pelanggan sebagai prasyarat untuk peningkatan kualitas dan pencapaian kepuasan
total pelanggan.

2.1.4.2. Identifikasi Jenis-Jenis Pelanggan

38
Identifikasi pelanggan menurut Gaspersz yaitu berkaitan dengan mereka yang secara
langsung maupun tidak langsung menggunakan jenis-jenis pelayanan publik atau mereka yang
secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kebijakan-kebijakan organisasi
publik.
Sistem kualitas modern memiliki 3 jenis pelanggan menurut Gaspersz (2008) yaitu :
1. Pelanggan Internal (internal customer), adalah orang yang berada dalam organisasi publik dan
mempunyai pengaruh pada performansi pekerjaan atau organisasi publik tersebut. Bagian,
bidang, seksi dan karyawan/staf merupakan contoh dari pelanggan internal. Kebutuhan
karyawan/staf sebagai pelanggan internal seperti menerima pembayaran gaji tepat waktu dan
tepat jumlahnya tanpa kesalahan administrasi, mutlak diperhatikan oleh bendahara dan
pimpinan organisasi, yang dalam hal ini bertindak sebagai pemasok internal. Prinsip hubungan
pemasok-pelanggan harus dipelihara dalam sistem kualitas modern.
2. Pelanggan Antara (intermediate customer), adalah mereka yang bertindak atau berperan
sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk itu.Distributor yang mendistribusikan
produk-produk, agen-agen perjalanan yang memesan kamar hotel untuk pemakai akhir,
merupakan contoh dari pelanggan antara. Dalam hal ini hotel bertindak sebagai pemasok, agen
perjalanan merupakan pelanggan antara, dan tamu sebagai pengguna kamar hotel merupakan
pelanggan akhir.
3. Pelanggan Eksternal (external customer), adalah pembeli atau pemakai akhir suatu produk,
yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan eksternal merupakan
orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan itu.
Stakeholder menurut Gaspersz (1994) merupakan setiap orang atau kelompok yang
berkepentingan dengan tingkat kinerja atau kesesuaian dari suatu organisasi publik, program atau
sub program. Stakeholder mungkin tidak menggunakan secara langsung produk yang dihasilkan
oleh organisasi publik. Mereka mungkin saja menjadi penasehat atau pemberi rekomendasi
terhadap organisasi publik, karena mempunyai kepentingan dengan tingkat kinerja atau kesesuaian
diri organisasi publik itu.

2.1.4.3. Prinsip-Prinsip Dasar Kepuasan Pelanggan


Menurut Gaspersz (2008), kepuasan pelanggan dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi
melalui produk yang dikonsumsi, dengan demikian apabila kepuasan pelanggan boleh
39
dinyatakan sebagai suatu rasio atau perbandingan, maka dapat dirumuskan persamaan kepuasan
pelanggan sebagai berikut : Z=X/Y, dimana Z adalah kepuasan pelanggan, X adalah kualitas
yang dirasakan oleh pelanggan dan Y adalah kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika
pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan
mereka, maka kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar
dari satu (Z > 1), sedangkan pada sisi lain, apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari
produk lebih rendah atau lebih kecil dari kebutuhan, keinginan dan harapan mereka, maka
kepuasan pelanggan akan menjadi lebih rendah atau bernilai lebih kecil dari satu (Z < 1)
Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan menurut Gaspersz
yaitu :
1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia
sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen/pemasok produk
(perusahaan/organisasi). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau
ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan/organisasi maupun
pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan
dibeli oleh pelanggan tersebut. Hal ini tentu akan mempengaruhi persepsi pelanggan terutama
pada produk-produk yang dirasakan beresiko tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Kampanye
yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan
berdampak negatif terhadap persepsi pelanggan terhadap produk itu.
Pada prinsipnya ada tiga kunci memberikan layanan pelanggan yang unggul (Tjiptono,
1997) yaitu :
1. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, termasuk di dalamnya
memahami tipe-tipe pelanggan (lihat Tabel 1).
2. Pengembangan database yang lebih akurat daripada pesaing (mencakup data kebutuhan dan
keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan).
3. Pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka
strategik.

Tabel 1.
40
Tipe-Tipe Pelanggan Menurut Tangga Loyalitas

TIPE DEFINISI

1.Prospek (Prospect) Orang-orang yang mengenal bisnis (barang atau jasa) suatu
perusahaan, tetapi belum pernah masuk tokonya, serta belum
pernah membeli barang/jasa perusahaan tersebut.
2.Pembelanja(Shopper) Prospek yang telah yakin untuk mengunjungi toko tersebut, paling
tidak satu kali. Akan tetapi pembelanja masih belum membuat
keputusan membeli dan perusahaan hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk mempengaruhi mereka.
3.Pelanggan(Customer) Orang yang membeli barang atau jasa perusahaan.

4. Klien (Client) Orang yang secara rutin membeli barang atau jasa perusahaan

5.Penganjur(Advocates Pelanggan yang sedemikian puasnya dengan barang atau jasa


perusahaan sehingga ia akan menceritakan kepada siapa saja
)
tentang betapa memuaskannya barang/jasa perusahaan tersebut.
Sumber : Tjiptono (1997)

Jika kita bicara mengenai layanan pelanggan atau kepuasan pelanggan, kita bicara mengenai
kreativitas. Kreativitas memungkinkan organisasi jasa menangani dan memecahkan masalah-
masalah yang sedang maupun yang akan dihadapi dalam praktek bisnis sehari-hari. Untuk
mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan organisasi jasa harus melakukan empat hal
yaitu :
1. Mengidentifikasi siapa pelanggannya
2. Memahami tingkat harapan pelanggan atas kualitas
3. Memahami strategi kualitas layanan pelanggan
4. Memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan
Organisasi atau perusahaan perlu mengidentifikasi pelanggannya, pelanggan internal
maupun pelanggan eksternal. Sementara itu, kepuasan pelanggan tercapai bila kebutuhan, keinginan
dan harapan pelanggan terpenuhi. Konsep kepuasan pelanggan dapat disajikan dalam gambar
berikut ini:

Gambar 1
Konsep Kepuasan Pelanggan

Tujuan Kebutuhan dan


Perusahaan/ Keinginan Pelanggan
Organisasi
41
Produk

Harapan Pelanggan
Terhadap Produk

Nilai Produk
Bagi Pelanggan

Tingkat
Kepuasan Pelanggan

Sumber : Tjiptono (1997)

Masalah strategi juga merupakan unsur kepuasan yang sangat penting, terutama karena
strategi menentukan pelatihan, perilaku, dan penyampaian layanan spesifik yang tepat. Strategi
kualitas jasa atau layanan harus mencakup empat hal berikut (Tjiptono, 1997) :
1. Atribut Layanan Pelanggan
Penyampaian layanan/jasa harus tepat waktu, akurat, dengan perhatian dan keramahan. Semua
ini penting karena jasa tidak fisik (intangible) dan merupakan fungsi dari persepsi. Selain itu
jasa juga bersifat tidak tahan lama (perishable), sangat variatif (variable) dan tidak terpisahkan
antara produksi dan konsumsi (inseparable). Atribut-atribut layanan pelanggan ini dapat
dirangkum dalam akronim COMFORT yaitu Caring (kepedulian), Observant (suka
memperhatikan), Mindful (hati-hati/cermat), Friendly (ramah), Obliging (bersedia membantu),
Responsible (bertanggung jawab), dan Tactful (bijaksana). Atribut-atribut ini sangat tergantung
pada ketrampilan hubungan antar pribadi, komunikasi, pemberdayaan, pengetahuan, sensitivitas,
pemahaman dan berbagai macam perilaku eksternal.
2. Pendekatan Untuk Penyempurnaan Kualitas Jasa
Penyempurnaan kualitas jasa merupakan aspek penting dalam rangka menciptakan kepuasan
pelanggan. Setidaknya, ini disebabkan oleh faktor biaya, waktu menerapkan program, dan

42
pengaruh layanan pelanggan. Ketiga faktor ini merupakan inti pemahaman dan penerapan suatu
sistem yang responsif terhadap pelanggan dan organisasi untuk mencapai kepuasan optimum.
3. Sistem Umpan Balik Untuk Kualitas Layanan Pelanggan
Umpan balik sangat dibutuhkan untuk evaluasi dan perbaikan berkesinambungan. Untuk itu
organisasi atau perusahaan perlu mengembangkan sistem yang responsif terhadap kebutuhan,
keinginan dan harapan pelanggan. Informasi umpan balik harus difokuskan pada hal-hal berikut
ini:
a. Memahami persepsi pelanggan terhadap jasa perusahaan dan para pesaing.
b. Mengukur dan memperbaiki kinerja perusahaan.
c. Mengubah bidang-bidang terkuat perusahaan/organisasi menjadi faktor pembeda pasar.
d. Mengubah kelemahan menjadi peluang berkembang, sebelum pesaing lain melakukannya.
e. Mengembangkan sarana komunikasi internal agar setiap orang tahu apa yang mereka
lakukan.
f. Menunjukkan komitmen perusahaan/organisasi pada kualitas dan para pelanggan.
Pada intinya pengukuran umpan balik dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kepuasan pelanggan, yang tergantung pada transaksi
b. Kualitas jasa/layanan, yang tergantung pada hubungan aktual
4. Implementasi
Mungkin strategi yang paling penting adalah implementasi. Sebagai bagian dari proses
implementasi, manajemen harus menentukan cakupan kualitas jasa dan level layanan pelanggan
sebagai bagian dari kebijakan organisasi. Di samping itu, manajemen juga harus menentukan
rencana implementasi. Rencana tersebut mencakup jadwal waktu, tugas-tugas dan siklus
pelaporan.

2.1.4.4. Teori Kepuasan dan Ketidakpuasan Pelanggan


Pelanggan berhak menilai proses pelayanan maupun output dari suatu perusahaan atau
organisasi baik dalam bentuk barang atau jasa karena pelanggan yang merasakan secara langsung
maupun tidak langsung proses pelayanan maupun output yang diberikan oleh penyedia layanan.
Dampak dari evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan inilah yang merupakan respon pelanggan

43
berbentuk ekspresi kepuasan maupun ketidakpuasan yang dirasakannya atas pelayanan maupun
output perusahaan atau organisasi tersebut.
Menurut Fornell dkk (1996) kepuasan pelanggan mempunyai 3 anteseden yaitu kualitas
yang dirasakan, harapan pelanggan dan nilai yang dirasakan. Kualitas yang dirasakan maupun
harapan pelanggan, keduanya dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan secara langsung maupun
tidak langsung, sedangkan kepuasan pelanggan yang terbentuk akan berpengaruh negatif
terhadap komplain atau keluhan pelanggan dan berpengaruh positif terhadap kesetiaan atau
loyalitas pelanggan. Kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan merupakan dua konstrak yang
berbeda namun berkaitan satu sama lain.
Oliver (1993) dalam penelitiannya membedakan antara kualitas pelayanan dan kepuasan
pelanggan. Ia mengatakan bahwa “kepuasan pelanggan merupakan konstrak yang terdiri atas
banyak item penting di dalamnya, hal itu membutuhkan pengalaman, ketergantungan serta
melibatkan emosi (diskonfirmasi multi item), kualitas pelayanan tidak memerlukan pengalaman,
sedangkan kepuasan pelanggan terbangun atas pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi
barang atau jasa.”

Paradigma diskonfirmasi harapan yang dapat menjelaskan kepuasan pelanggan merupakan


model yang digagas oleh Oliver (1993) dalam bukunya: A Conceptual Model of Service Quality
and Service Satisfaction: Compatible Goals, Different Concepts. Penelitian Oliver didukung oleh
penelitian selanjutnya oleh Spreng dan Mackoy (1996) yang menegaskan model Oliver. Mereka
berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan konstrak yang berbeda dengan kualitas
pelayanan dan penting untuk mempelajari hubungan keduanya. Menurut Oliver kepuasan
mencakup komponen kognitif dan komponen afektif/emosional. Komponen kognitif merupakan
evaluasi pelanggan tentang kinerja yang dirasakan dalam hal kecukupan dibandingkan dengan
beberapa jenis standar harapan, komponen emosional mencakup berbagai emosi seperti
kebahagiaan, kejutan dan kekecewaan. Komponen emosional dinilai dalam kepuasan karena
bersifat independen dari keseluruhan rasa afektif yang ada pada responden pada saat pelayanan
(de Ruyter dan Bloomer, 1998). Emosi merupakan salah satu komponen inti dari kepuasan,
emosi dimungkinkan untuk membedakan kepuasan pelanggan dari kualitas pelayanan
(Oliver,1993). Teori diskonfirmasi ekspektasi diterima paling luas untuk mengukur kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan (Oh dan Parks, 1997).

44
Teori diskonfirmasi ekspektasi mencakup 4 konstrak yaitu harapan, kinerja, diskonfirmasi
dan kepuasan (Oliver,1993). Konstrak harapan sering dipersepsi sebagai titik awal dari teori
diskonfirmasi ekspektasi. Harapan (expectacy) mencerminkan suatu persepsi pra konsumsi yang
berkaitan dengan barang dan jasa (Barsky,1992), kinerja merupakan landasan persepsi konsumen
tentang jasa, sedangkan diskonfirmasi menduduki posisi sentral sebagai suatu variabel intervensi
krusial dalam teori diskonfirmasi ekspektasi (Rosen dan Suprenant, 1998). Diskonfirmasi
muncul dari diskrepansi atau ketidaksesuaian antara harapan sebelumnya tentang barang dan jasa
serta kinerja aktual.
Teori kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan terbentuk dari model diskonfirmasi
ekspektasi yaitu menjelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan dampak
dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pembelian dengan sesungguhnya yang
diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tersebut. Harapan pelanggan saat membeli sebenarnya
mempertimbangkan produk tersebut berfungsi (product performance). Gaspersz (2008)
mengatakan produk akan berfungsi sebagai berikut :
a. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan atau diskonfirmasi positif (positive
disconfirmation), jika hal ini terjadi maka pelanggan akan merasa puas.
b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan atau konfirmasi sederhana (simple confirmation),
jika hal ini terjadi maka pelanggan akan memiliki perasaan netral (tidak merasa kecewa/puas).
c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan atau diskonfirmasi negatif (negative
disconfirmation), jika hal ini terjadi maka pelanggan akan merasa tidak puas atau kecewa.
Berdasarkan penelitian Zeithaml dan Bitner (1996), ada tiga jenis harapan terhadap kinerja
produk/jasa yang akan dikonsumsi yaitu :
a. Kinerja yang wajar (equitable performance= adequate service=minimum tolerable
expectation), yaitu: suatu penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang seharusnya
diterima konsumen sesuai dengan biaya dan usaha yang dicurahkan untuk pembelian dan
pemakaian.
b. Kinerja ideal (ideal performance= desired service= ideal expectation), yaitu: tingkat kinerja
ideal yang optimum/diharapkan konsumen.
c. Kinerja yang diharapkan (expected performance= predicted service= probability expectation),
yaitu, tingkat kinerja yang diperkirakan/diantisipasi atau tingkat kinerja yang paling
diharapkan/disukai konsumen.
45
Konsekuensi dari kepuasan konsumen menurut Tjiptono (1997) yaitu :
1) Kepuasan konsumen akan meningkatkan loyalitas konsumen pada perusahaan atau organisasi,
konsumen dapat melakukan pembelian ulang barang pada perusahaan tersebut di kemudian
hari.
2) Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang positif tentang kualitas produk maupun
pelayanan perusahaan atau organisasi.
3) Pembeli yang puas akan bersedia membayar lebih banyak atas produk dan lebih toleran akan
peningkatan harga produk.
4) Perusahaan akan memiliki keuntungan berupa penurunan biaya transaksi masa depan dan
penghematan biaya dalam menangani keluhan pelanggan.

2.2. Penelitian Terdahulu


Untuk mendukung pembahasan hasil penelitian ini diperlukan kajian literatur hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu sebagai referensi pembahasan,
khususnya penelitian yang menggunakan variabel yang relevan dengan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.

2.2.1. Imam Sudjono (2004)


Tesisnya berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pengguna
Jasa Telekomunikasi Pelayaran Pada Stasiun Radio Pantai Klas II Kupang. Rumusan masalah
penelitiannya adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel reliability (keandalan), responsiveness
(tanggung jawab), assurance (jaminan), empathy (empati) dan tangibles (berwujud) secara
parsial terhadap kepuasan konsumen?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel reliability, responsiveness, assurance,
empathy dan tangibles secara bersama-sama terhadap kepuasan konsumen?
3. Variabel manakah yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan pelanggan?
Hipotesis yang diajukan oleh Sudjono dalam penelitiannya adalah:
Hipotesis Umum : Kualitas pelayanan jasa telekomunikasi pelayaran pada stasiun radio pantai klas
II Kupang berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
Hipotesis kerjanya ada 3 yaitu:

46
1. Ada pengaruh antara variabel reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles
secara bersama-sama terhadap kepuasan konsumen.
2. Ada pengaruh antara variabel reliability, responsiveness, assurance, empathy dan tangibles
secara parsial terhadap kepuasan konsumen.
3. Variabel reliability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen.
Metode pengumpulan data yang digunakannya adalah melalui kuisioner, observasi dan
dokumentasi, dengan mengambil sampel sebanyak 50 kapal dan populasinya 83 kapal. Metode
analisis yang digunakannya adalah deskriptif kualitatif dan statistik kuantitatif. Teknik uji
hipotesisnya menggunakan analisis regresi berganda (uji F dan uji T).
Hasil uji analisis regresi berganda yang dibantu melalui program SPSS versi 11.00
diperoleh bahwa 5 variabel bebas dari kualitas pelayanan di atas mempunyai pengaruh positif
terhadap kepuasan konsumen secara bersama-sama dengan nilai Fhit=31,031 > Ftab 2,43 dan nilai
koefisien determinasi keseluruhan R²=0,779.
Hasil uji parsial juga diperoleh bahwa 5 variabel bebas dari kualitas pelayanan mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen dan diketahui pula bahwa variabel reliability yang
mempunyai pengaruh dominan terhadap variabel terikat yakni kepuasan pengguna jasa
telekomunikasi pelayanan, dengan nilai t hit=3,672 > t tab 1,68 dan standart error of the estimate
sebesar 0,221 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian pada saat
itu.

2.2.2. Marthen Patiung (2009)


Judul tesisnya : Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Pada Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Rumusan
masalah penelitiannya adalah:
1. Bagaimana tingkat kepuasan pasien pada RSUD Kefamenanu?
2. Bagaimana tingkat kualitas pelayanan pada RSUD Kefamenanu?
3. Berapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pada RSUD
Kefamenanu?
Populasi dalam penelitiannya berjumlah 104 orang pasien, dengan jumlah sampel sebanyak
82 orang pasien melalui teknik purposive sampling.

47
Teknik pengumpulan datanya melalui kuisioner dan studi data sekunder, sedangkan teknik analisis
data menggunakan statistik deskriptif dengan tabulasi frekuensi, modus, median, t test satu
sampel, korelasi Pearson Product Moment (PPM) dan regresi sederhana.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kualitas pelayanan pada RSUD Kefamenanu masih
rendah (50%), kepuasan pasien juga masih rendah (48%), serta adanya pengaruh yang kuat antara
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien (60%).

2.3. Kerangka Berpikir


Masyarakat adalah warga negara yang berhak atas pelayanan tertentu dari pemerintah.
Eksistensi pemerintah secara ideal seharusnya mensejahterakan warga negara sebagai salah satu
unsur negara, karena sistem pengelolaan pemerintahan yang kita anut mengindikasikan sesuatu yang
wajib dilakukan oleh negara demi kepentingan warga negara sebagaimana yang ada dalam amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dasar ideologi kita, memberikan
peluang yang besar dalam pelayanan dan kesejahteraan bagi kepentingan publik. Praktek pemerintah
dalam pelayanan publik harus memperhatikan ide brilian yang digagas dalam paradigma “The New
Public Service (NPS)” karena membawa pesan etika dan moral sebagaimana tuntutan masyarakat
kontemporer dewasa ini.
Paradigma NPS merupakan paradigma baru dalam administrasi publik yang berawal dari
gagasan Janet V. Denhardt dan R.B. Denhardt dalam buku mereka yang berjudul The New Public
Service : Serving Not Steering tahun 2003. Denhardt menyatakan bahwa “Public Servants do not
deliver customer, they deliver democracy.” NPS lebih diarahkan pada democracy, pride and citizen
daripada market, competition and customers. Pemerintahan seharusnya tidak dijalankan seperti
layaknya sebuah perusahaan, tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, jujur dan
akuntabel, karena bagi paradigma ini :
1) Nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik merupakan landasan utama
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
2) Nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah atau pelayan publik dalam
memberikan pelayanan kepada publik secara adil, jujur dan bertanggung jawab.
Paradigma NPS berusaha untuk memposisikan kembali masyarakat sebagai pemilik dan
pemberi mandat pemerintah untuk menyelenggarakan kekuasaan dan pelayanan publik, oleh karena
itu para aparat birokasi harus senantiasa melakukan rekonstruksi dan membangun jejaring yang erat
dengan masyarakat atau warganya. Pemerintah perlu mengubah pendekatan kepada masyarakat,
48
dari suka memberi perintah dan menggurui masyarakat menjadi mau mendengarkan apa yang
menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat, bahkan dari suka mengarahkan dan memaksa
masyarakat, menjadi mau merespon dan melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan
warga negara, karena dalam paradigma NPS yang berlandaskan teori demokrasi ini beranggapan
bahwa tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan rakyat dan mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada rakyat. Pelayanan publik dipraktekan dalam situasi yang kreatif dimana warga
negara dan pejabat publik dapat bekerjasama mempertimbangkan tentang penentuan dan
implementasi dari birokrasi publik yang berorientasi pada aktivitas administrasi dan aktivitas warga
negara.
Jika di dalam New Public Management (NPM), pelayanan publik kepada warga negara
(citizen) lebih menggunakan mekanisme pasar dengan orientasi sebagai pelanggan (customer) yang
sebelumnya dipuaskan, maka Denhardt dalam The New Public Service memuat ide-ide pokok
sebagai berikut :
1) Serve Citizen, Not Customers: kepentingan publik adalah hasil dari sebuah dialog tentang
pembagian nilai daripada kumpulan dari kepentingan individu. Oleh karena itu, aparatur
pelayanan publik tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi lebih fokus pada
pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga negara (citizen).
2) Seek the Public Interest: administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun sebuah
kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk
menemukan pemecahan yang tepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu. Lebih dari
itu adalah kreasi pembagian kepentingan dan tanggung jawab.
3) Value Citizenship over entrepreneurship: kepentingan publik lebih diutamakan oleh komitmen
aparatur pelayanan publik dan warga negara, untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada
oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi milik
mereka.
4) Think Strategically, Act Democracally: pertemuan antara kebijakan dan program agar dapat
dicapai secara lebih efektif dan berhasil secara bertanggung jawab mengikuti upaya bersama dan
proses-proses kebersamaan.
5) Recognize that Accountability Is Not Simple: aparatur pelayanan publik seharusnya penuh
perhatian lebih baik dari pada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan

49
konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-standar profesional dan
kepentingan warga negara.
6) Serve Rather than Steer: semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan
andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga mengartikulasikan dan
mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih daripada berusaha untuk
mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk-petunjuk baru.
7) Value People not Just Productivity: organisasi publik dan kerangka kerjanya di mana mereka
berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses
kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua orang.

Inti dari The New Public Service adalah “a set of idea about the role of public administration
in the governance system that place public service, democratic governance and civic engagement at
the center (Denhardt&Denhardt, 2003 dalam Dwiyanto, 2010), NPS adalah kesatuan gagasan/ide
tentang peran administrasi publik dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menempatkan
pelayanan publik, pemerintahan yang demokratis dan keterlibatan warga negara pada pusatnya.
Untuk mencapai pelayanan publik yang berkualitas, maka pilihan terhadap NPS dapat menjanjikan
suatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan yang lebih baik dan demokratis.

Pelayanan KTP merupakan salah satu jenis pelayanan publik yang dilakukan oleh
pemerintah bagi masyarakat yang tentunya perlu memperhatikan indikator-indikator kualitas
pelayanan publik yang mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai penerima pelayanan.
Dalam melakukan pengukuran terhadap kualitas pelayanan KTP yang dilakukan oleh aparat Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, penulis menggunakan paradigma NPS oleh
Denhardt dengan aplikasi konsep pengukuran kualitas pelayanan atau konsep Service Quality
(Servqual) yang telah dikembangkan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono,1997)
yang terdiri dari 10 indikator :
1) Ketampakan Fisik (Tangibles): yang menekankan pada penyediaan fasilitas fisik, peralatan,
personil, dan komunikasi.
2) Keandalan (Reability): adalah kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat.
3) Responsivitas (Responsiveness): kemauan untuk membantu para provider untuk
bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

50
4) Kompetensi (Competence): tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik
oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5) Kesopanan (Courtesy): sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6) Kredibilitas (Credibility): sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
7) Keamanan (Security): jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari bahaya dan
resiko.
8) Akses (Acces): terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9) Komunikasi (Communication): kemaun pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan,
atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada
masyarakat.
10) Pengertian (Understanding the customer): melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan
pelanggan.

Sepuluh indikator di atas mempertegas bagaimana model manajemen penyediaan


standarisasi pelayanan publik dalam mengelola sektor-sektor publik agar lebih partisipatif,
transparan dan akuntabel. Selanjutnya indikator-indikator servqual mencoba menyederhanakan
beberapa indikator kualitas pelayanan menurut penilaian masyarakat ke dalam dimensi assurance
untuk mempresentasi indikator competence, courtesy, credibility, security dan indikator empathy
sebagai representasi indikator access, comunication, understanding the customer sehingga menjadi
lima indikator utama bagi terpenuhinya kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat,
seperti yang disajikan dalam bentuk matriks berikut ini:

Tabel 2.
Matriks Indikator-Indikator Kualitas Pelayanan Menurut Penilaian Masyarakat dan Indikator-
Indikator Kualitas Pelayanan Model Servqual
Original Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy
51
Dimensions for
Evaluating
Servive Quality

Tangible

Reliability

Responsiveness

Competence
Courtesy
Credibility
Security
Access
Communication
Understanding
the Customer
Sumber : Zeithaml et al (1990) dalam Pandji (2008)

Untuk mengukur kualitas pelayanan KTP oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang dalam hal ini penulis menggunakan konsep Servqual dengan menggunakan 5 (lima)
indikator kualitas pelayanan menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997)
yaitu terdiri dari :
1) Tangibles (bukti langsung) yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
pegawai/personil penyedia jasa, komputerisasi administrasi, peralatan atau sarana komunikasi,
ruang tunggu, dan tempat informasi.
2) Reliability (keandalan) yaitu kemampuan aparat untuk menyediakan pelayanan yang mudah
dan terpercaya.
3) Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan aparat untuk membantu para pelanggan tanpa
diminta serta tanggap terhadap keinginan konsumen, sehingga aparat dapat membantu
pelanggan bahkan sebelum pelanggan menyadari atau memintanya.
4) Assurance (jaminan) yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun aparat dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen, bebas dari hal-hal yang membahayakan pelanggan atau
dari keragu-raguan.
5) Emphaty (empati) yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang
baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan secara individu maupun kolektif.

52
Berpedoman pada lima indikator tersebut, yang menurut peneliti relevan terhadap latar
belakang masalah, perumusan masalah, dan tujuan penelitian ini, maka akan dijelaskan keterkaitan
lima indikator tersebut terhadap kualitas pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang sebagai berikut :
1. Tangibles (bukti langsung) yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
pegawai/personil penyedia jasa, komputerisasi administrasi, peralatan atau sarana komunikasi,
ruang tunggu, dan tempat informasi.
Substansi utama dari indikator tangibles ini adalah berhubungan dengan :
a) Kemampuan dan ketrampilan petugas pelayanan
Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungannya dengan
tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kaitannya dengan
manajemen menurut Robert R. Katz ada 3 (tiga) jenis kemampuan dasar yang perlu
dimiliki oleh setiap manajer agar dapat melaksanakan tugasnya memimpin serta secara
berdayaguna dan berhasil. Tiga jenis kemampuan tersebut adalah kemampuan teknik
(technical skill) yaitu kemampuan dalam hal-hal yang bersifat teknis aplikatif, kemampuan
bersifat manusiawi (human skill) yaitu berkaitan dengan kemampuan membangun relasi
dan kerjasama dengan orang lain/kemampuan bersifat manusiawi, dan kemampuan
membuat konsep atau (conceptual skill) berkaitan dengan menulis ide/gagasan tertentu.
Selanjutnya menyangkut ketrampilan ialah kemampuan melaksanakan
tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia.
Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa ketrampilan lebih banyak menggunakan
unsur anggota badan daripada unsur lain. Seperti yang diketahui, bahwa orang bekerja
selalu menggunakan paling tidak 4 unsur yang ada pada setiap orang yaitu : otot, saraf,
perasaan dan pikiran, dengan kemampuan dan ketrampilan (kualitas sumberdaya manusia)
yang memadai maka pelaksanaan tugas/pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, cepat dan
memenuhi keinginan semua pihak, baik manajemen itu sendiri maupun masyarakat,
khususnya dalam pelayanan KTP, yang mengakibatkan kualitas pelayanan petugas kepada
masyarakat menjadi baik.
b) Sarana pelayanan

53
Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis peralatan, perlengkapan
kerja, dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam melaksanakan
pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja tersebut. Fungsi sarana pelayanan tersebut antara
lain :
1. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu
2. Meningkatkan produktivitas baik barang maupun jasa
3. Kualitas produk yang lebih baik/terjamin
4. Ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin
5. Lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya
6. Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang yang berkepentingan
7. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat
mengurangi sifat emosional mereka
Sarana pelayanan terdiri atas :
1) Sarana Kerja
Dalam suatu masyarakat maju dengan peralatan serba canggih, kegiatan dalam
kehidupan manusia semakin tergantung pada peralatan , meskipun tidak semua kegiatan
manusia menggunakan peralatan. Oleh karena itu, sarana kerja yang ada harus senantiasa
dipelihara sesuai dengan standar, prosedur dan metodenya serta dijaga kesiapgunaannya
(ready for use). Sebab kalau tidak maka adanya gangguan pada sarana kerja dapat
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
Sarana kerja ditinjau dari segi kegunaannya terdiri atas 3 (tiga) golongan yaitu :
a. Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat
produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang
menjadi barang lain yang berlainan fungsi dan gunanya.
b. Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat bantu tidak
langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkitkan dan menambah
kenyamanan dalam pekerjaan. Contoh : pesawat telepon, komputer.
c. Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi membantu
kelancaran gerak dalam pekerjaan. Contoh : Mesin pendingin ruangan/AC
2) Fasilitas Pelayanan
54
Beberapa fasilitas pelayanan yang dimaksud disini meliputi gedung kantor dengan
segala kelengkapannya yaitu fasilitas ruangan, yang terdiri atas :
a. Ruang pelayanan yang cukup aman dan tertib, misalnya meja pelayanan dan loket
yang cukup untuk penerimaan surat/berkas permohonan, penjualan blanko,
penyetoran dan penerimaan uang; satu dengan yang lain disesuaikan dengan jumlah
orang yang harus dilayani rata-rata setiap hari kerja. Dengan data statistic jumlah
orang tiap hari, kemampuan pelayanan pegawai dapat diketahui produktivitas kerja
per orang/hari. Dari penelitian berulang-ulang dapat ditetapkan standar produktivitas
kerja. Selanjutnya mudah menentukan luas dan jumlah ruang pelayanan serta jumlah
tenaga yang diperlukan.
b. Ruang informasi, dilengkapi dengan bahan-bahan yang penting berupa brosur
prosedur pelayanan dan sebagainya yang secara umum ingin diketahui oleh orang-
orang yang berkepentingan. Ruang informasi sengaja disiapkan untuk melayani
segala macam pertanyaan dan petunjuk mengenai berbagai hal dalam hubungan
dengan kegiatan atau prosedur pelayanan.
c. Ruang tunggu, dilengkapi dengan penerangan yang cukup untuk dapat membaca,
tempat duduk, meja kecil seperlunya, asbak dan keranjang sampah.
d. Kamar kecil (WC/KM) dilengkapi dengan persediaan air yang cukup dan perlu
dijaga dan dibersihkan agar tidak menimbulkan bau atau aroma yang tidak sedap.
Sarana pelayanan lain di luar yang telah diuraikan di atas, banyak macamnya
seperti alat tulis kantor (ATK), alat hiburan yang tidak dapat disebutkan semuanya, yang
berfungsi memperlancar pekerjaan petugas pelayanan, membuat nyaman ruang
pelayanan, membuat orang tidak banyak bertanya mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingannya dan membuat mereka merasa puas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan sarana pelayanan dan
fasilitas kantor sangat penting untuk memperlancar pelayanan kepada publik sehingga
merupakan indikator yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik, dalam hal ini
adalah kualitas pelayanan KTP kepada masyarakat.
2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan aparat untuk menyediakan pelayanan yang mudah
dan terpercaya.

55
Petugas pelayanan baik pejabat maupun petugas yang berhadapan langsung dalam
pelayanan kepada publik memiliki kemampuan atau kapasitas untuk memberikan pelayanan
secara cepat dan tepat (akurat) tanpa mengabaikan prosedur berupa regulasi atau peraturan
yang ada sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan, harapan dari pelanggan dalam hal ini
adalah masyarakat.
Ketrampilan petugas pelayanan yang berkompeten sebagai pelayan publik dalam
hal ini menyangkut pelayanan KTP yang cepat dan tepat kepada masyarakat sangat
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dari organisasi atau dinas (Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Kupang), sehingga berdampak pada pencapaian kepuasan
pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan kepercayaan masyarakat terhadap prosedur
atau mekanisme serta kompetensi dari petugas pelayanan itu sendiri.
3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan aparat untuk membantu para pelanggan
tanpa diminta serta tanggap terhadap keinginan konsumen, sehingga aparat dapat membantu
pelanggan bahkan sebelum pelanggan menyadari atau memintanya
Birokrasi publik dapat dikatakan responsif jika mereka dinilai mempunyai
responsivitas (cepat tanggap dan cepat menanggapi) yang tinggi terhadap apa yang menjadi
permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan sasaran
pelayanannya. Mereka harus cepat memahami apa yang menjadi tuntutan publik, dan
berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Mereka dituntut untuk dapat
memahami masalah yang dihadapi publik dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka
tidak boleh menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan, atau mengutamakan
prosedur tetapi mengabaikan substansi pelayanannya. Para pelayan publik ini mesti
senantiasa menerima keluhan, pertanyaan dan aspirasi dengan penuh bersahabat (friendly)
dan penuh senyum (smiling) kendatipun mereka dalam kondisi sibuk sekalipun. Mereka juga
tidak menggunakan standar ganda (ambiguity) dalam memberikan pelayanan dan menerima
keluhan, pertanyaan dan aspirasi masyarakat yang mereka layani. Hal ini tidak terlepas
karena mereka adalah pelayan publik yang juga mesti memahami dan melaksanakan etika
pelayanan demi kepuasan masyarakat sebagai pelanggan. Oleh karena itu responsiveness
atau daya tanggap merupakan indikator yang penting yang mesti dimiliki oleh aparat atau
para pelayan publik karena berdampak pada kualitas dari pelayanan itu sendiri, yang dalam
penelitian ini berdampak terhadap kualitas pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan
56
Pencatatan Sipil Kota Kupang sebagai salah satu instansi yang bergerak dalam bidang
pelayanan publik.
4. Assurance (jaminan) yaitu garansi yang dapat diberikan penyedia jasa, atas suatu jasa yang
ditawarkan untuk membangkitkan keyakinan pelanggan atas kemampuan pegawai
(pengetahuan, keahlian, sikap) dalam memperoleh suatu jasa yang ditawarkan atau diterima
pelanggan. Assurance dapat diartikan pula sebagai kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para aparat, bebas dari hal-hal yang membahayakan pelanggan atau
dari keragu-raguan.
5. Empathy (empati) yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan para pelanggan secara individu maupun kolektif.
Birokrasi publik harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan
masyarakat sebagai pihak yang menerima pelayanan sehingga dapat memahami kebutuhan
mereka dan penuh perhatian dalam membantu masyarakat yang dilayaninya.
Kelima indikator di atas yang meliputi tangibles, reliability, responsiveness,
assurance dan empathy merupakan indikator-indikator yang penting dan dapat digunakan
untuk mengkaji kualitas pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang yang berdampak pada kepuasan masyarakat selaku penerima pelayanan yang
dapat digambarkan dalam suatu kerangka berpikir sebagai berikut :

57
Gambar 2.
Kerangka Berpikir

Pelayanan Publik Baru Dengan Paradigma The New Public


Service (NPS) oleh Janet V. Denhardt & R.B. Denhardt
Berlandaskan Teori Demokrasi

Konsep Pengukuran Kualitas Pelayanan (Service Quality


Sektor Publik Oleh Zeithaml, Berry, dan Parasuraman

KUALITAS PELAYANAN KTP


(X)

TANGIBLES (X1)
r1

RELIABILITY (X2)

r2
R KEPUASAN
MASYARAKAT (Y)
RESPONSIVENESS (X3) r3

r4
ASSURANCE (X4)

r5
EMPATHY (X5)

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan 6 (enam) macam pengaruh, yaitu:
1. Pengaruh (X1), yaitu tangibles terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat
2. Pengaruh (X2), yaitu reliability terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat
3. Pengaruh (X3), yaitu responsiveness terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat
4. Pengaruh (X4), yaitu assurance terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat
58
5. Pengaruh (X5), yaitu empathy terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat
6. Pengaruh kualitas pelayanan yang meliputi tangibles (X1), reliability (X2), responsiveness (X3),
assurance (X4) dan empathy (X5) secara simultan terhadap (Y), yaitu kepuasan masyarakat.

2.4. Hipotesis
Priyatno (2008) mengatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara tentang rumusan masalah
penelitian yang belum dibuktikan kebenarannya. Hipotesis tersebut dinyatakan dengan kalimat-
kalimat pernyataan. Oleh karena itu, berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka terdapat satu
hipotesis umum, dan enam hipotesis kerja dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

2.4.1. Hipotesis Umum :


Ada pengaruh kualitas pelayanan KTP terhadap kepuasan masyarakat

2.4.2. Hipotesis Kerja (H1):


1. Ada pengaruh tangibles terhadap kepuasan masyarakat.
2. Ada pengaruh reliability terhadap kepuasan masyarakat.
3. Ada pengaruh responsiveness terhadap kepuasan masyarakat.
4. Ada pengaruh assurance terhadap kepuasan masyarakat.
5. Ada pengaruh empathy terhadap kepuasan masyarakat.
6. Ada pengaruh kualitas pelayanan yang meliputi tangibles, reliability, responsiveness,
assurance dan empathy secara simultan terhadap kepuasan masyarakat.

59
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.

3.2. Waktu Pelaksanaan


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret setelah pelaksanaan seminar ilmiah dan
bulan April 2011.
3.3. Populasi, Sampel dan Responden
3.3.1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2008) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini, terdiri atas penduduk
Kota Kupang yang berusia 17 tahun ke atas atau yang belum berusia 17 tahun tetapi sudah
menikah (dibuktikan dengan surat nikah) yang mengajukan permohonan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), penduduk/masyarakat adalah populasi utama dalam penelitian ini karena
merupakan pihak yang merasakan secara langsung pelayanan KTP yang diberikan oleh aparat,
sedangkan untuk mendukung penilaian dari masyarakat terhadap pelayanan aparat dilakukan pula
kajian tentang kualitas pelayanan secara intern pada aparat di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang yang berjumlah 75 orang.
3.3.2. Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2008) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah
disproportionate stratified random sampling yakni teknik pengambilan sampel dari anggota
populasi secara acak dan berstrata dengan teknik alokasi disproporsional, selain itu karena anggota
populasi bersifat heterogen.
Aparat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang yang mengurus
pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) digunakan purposive sampling karena pertimbangan
waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan dalam penelitian ini, seperti yang dikemukakan oleh

60
Sugiyono (2008) bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan atau tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian ini, maka purposive sampling digunakan bagi aparat pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang yang bertanggung jawab langsung dalam
pelayanan pengurusan Kartu Tanda Penduduk dengan rincian sebagai berikut: (a) Kepala Bidang
Pelayanan Pendaftaran Penduduk : 1 orang; (b) Kepala Seksi Identitas Penduduk : 1 orang; (c)
Staf Pengelola Pendaftaran Kartu Tanda Penduduk : 4 orang; (d) Operator Komputer : 4 orang.
Untuk mengetahui pendapat atau penilaian masyarakat pemohon pelayanan Kartu Tanda
Penduduk tentang tingkat kualitas pelayanan aparat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang, peneliti menggunakan teknik aksidental sampling, seperti yang dikemukakan
oleh Sugiyono (2008) bahwa aksidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/aksidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data. Berdasarkan pengertian tersebut, maka sampel yang diambil yaitu pemohon pelayanan Kartu
Tanda Penduduk pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 40
orang.
Penentuan sampel dalam penelitian ini, secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.
Kerangka Sampling
No Unit Pengamatan Populasi Sampel Responden
.
1. Masyarakat pemohon ̴ 40 Orang 40 Orang
pelayanan KTP
2. Aparat Dinas 75 Orang 10 Orang 10 Orang
Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota
Kupang yang melayani
pengurusan KTP

Jumlah ̴ 50 Orang 50 Orang

61
3.3.3. Responden

Berdasarkan teknik penarikan sampel di atas, maka jumlah responden yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang terdiri atas masyarakat pemohon pelayanan Kartu
Tanda Penduduk sebanyak 40 orang dan aparat/petugas pelayanan Kartu Tanda Penduduk di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 10 orang.

3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


3.4.1. Jenis Data
1. Data Primer : Merupakan data utama yang diperoleh dari responden berdasarkan hasil
pengisian angket (kuesioner), wawancara dan observasi langsung pada lokasi penelitian.
2. Data Sekunder : Merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan studi literatur.
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa cara yaitu :
1. Kuesioner (angket) yaitu mengumpulkan data dengan memberikan daftar pertanyaan untuk
responden.
2. Studi Dokumentasi yaitu mengumpulkan data melalui kajian berbagai dokumen dan laporan-
laporan tertulis yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.
3. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses pelayanan KTP pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.
3.5. Teknik Pengolahan Data
1. Editing adalah proses memeriksa, meneliti, mengecek kelengkapan pengisian angket dari
responden.
2. Koding adalah proses mengklasifikasi jawaban responden sesuai dengan variabel penelitian.
3. Tabulasi adalah proses memasukan data ke dalam tabel sesuai dengan kebutuhan peneliti.
3.6. Variabel, Indikator, dan Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur, dengan
mengetahui definisi operasional akan mengetahui pengukuran suatu variabel, sehingga dapat
mengetahui baik buruknya penelitian tersebut (Singarimbun dan Effendi dalam Makatita, 2003).
Berdasarkan definisi operasional tersebut, yang merupakan variabel bebas dalam penelitian ini
adalah kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada unit analisis yaitu Dinas

62
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, sedangkan yang merupakan variabel terikat
adalah kepuasan masyarakat.
Secara operasional, variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kualitas pelayanan KTP
dirinci menjadi 5 indikator yang menurut peneliti cukup memadai dalam menggunakan inidikator-
indikator tersebut untuk melakukan analisis kualitas pelayanan KTP yang dalam penelitian ini
didasarkan pada konsep Zeithaml, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) yaitu terdiri
dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy, sedangkan variabel terikat yaitu
kepuasan masyarakat dapat diukur dengan menggunakan akumulasi nilai dari perhitungan tingkat
kualitas pelayanan KTP yang dibandingkan dengan tingkat harapan dan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan KTP. Variabel bebas (kualitas pelayanan KTP) maupun variabel terikat (kepuasan
masyarakat) dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

3.6.1. Kualitas Pelayanan KTP (Variabel X)


Kualitas pelayanan KTP merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk
berupa barang (KTP) dan atau jasa manusia (aparat yang melayani masyarakat), proses dan
keterkaitannya dengan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya (pelanggan) yaitu masyarakat.
Dimensi dari variabel X di atas adalah:
1. Tangibles (X1)
a. Definisi Operasional
Tangibles (bukti langsung) yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,
pegawai/personil penyedia jasa, komputerisasi administrasi, peralatan atau sarana
komunikasi, ruang tunggu, dan tempat informasi, yang mendukung penyelenggaraan
pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.
b. Indikator
1. Ketersediaan prasarana administratif yang mendukung pelayanan KTP berupa gedung
kantor dan ruangan pelayanan yang layak pakai
2. Ketersediaan sarana administratif yang mendukung pelayanan KTP seperti komputer,
printer, scaner dan mesin pres KTP
3. Ketersediaan sumber daya aparatur dalam pelayanan KTP
c. Skala pengukuran tiap indikator adalah: Interval

63
d. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator : sangat memadai diberi skor
(4), memadai diberi skor (3), tidak memadai diberi skor (2), sangat tidak memadai diberi
skor (1).
e. Kriteria tiap klasifikasi :
1. Ketersediaan prasarana administratif yang mendukung pelayanan KTP berupa gedung
kantor dengan ruangan pelayanan yang layak pakai
a) Sangat memadai (4): jika jumlah ruangan pelayanan KTP pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 4 ruangan.
b) Memadai (3): jika jumlah ruangan pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 3 ruangan.
c) Tidak memadai (2): jika jumlah ruangan pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 2 ruangan.
d) Sangat tidak memadai (1): jika jumlah ruangan pelayanan KTP pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 1 ruangan.
2. Ketersediaan sarana administratif yang mendukung pelayanan KTP seperti komputer,
printer, scaner dan mesin pres KTP
a) Sangat memadai (4): jika peralatan peralatan kantor yang tersedia 80-100% sangat
mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja.
b) Memadai (3): jika peralatan peralatan kantor yang tersedia 60-79% mencukupi
kebutuhan pegawai setiap hari kerja.
c) Tidak memadai (2): jika peralatan peralatan kantor yang tersedia 40-59% tidak
mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja.
d) Sangat tidak memadai (1): jika peralatan peralatan kantor yang tersedia 1-39%
sangat tidak mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja.
3. Ketersediaan sumber daya aparatur dalam pelayanan KTP
a) Sangat memadai (4): jika jumlah pegawai sebanyak 19-24 orang dalam pelayanan
KTP.
b) Memadai (3): jika jumlah pegawai sebanyak 13-18 orang dalam pelayanan KTP.
c) Tidak memadai (2): jika jumlah pegawai sebanyak 7-12 orang dalam pelayanan
KTP.

64
d) Sangat tidak memadai (1): jika jumlah pegawai sebanyak 1-6 orang dalam
pelayanan KTP.
2. Reliability (X2)
a. Definisi Operasional
Reliability (keandalan) yaitu kemampuan aparat untuk menyediakan pelayanan KTP yang
mudah dan akurat sesuai prosedur yang berlaku sehingga menimbulkan kepercayaan
masyarakat.
b. Indikator
1. Prosedur pelayanan KTP yang mudah bagi masyarakat
2. Pelayanan KTP yang sesuai dengan prosedur yang berlaku
c. Skala pengukuran tiap indikator adalah: Interval
d. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator :
1. Prosedur pelayanan KTP yang mudah bagi masyarakat : sangat mudah diberi skor (4);
mudah diberi skor (3); sulit diberi skor (2); sangat sulit diberi skor (1).
2. Pelayanan KTP yang sesuai dengan prosedur yang berlaku : sangat sesuai diberi skor (4);
sesuai diberi skor (3); tidak sesuai diberi skor (2); sangat tidak sesuai diberi skor (1).
e. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator :
1. Prosedur pelayanan KTP yang mudah
a) Sangat mudah (4): jika persyaratan administrasi pengisian formulir permohonan KTP
dan keterangan domisili dari RT serta lurah setempat sangat lengkap.
b) Mudah (3): jika persyaratan administrasi pengisian formulir permohonan KTP
lengkap dengan keterangan domisili dari lurah setempat.
c) Sulit (2): jika persyaratan administrasi pengisian formulir permohonan KTP dan
keterangan domisili dari lurah setempat tidak lengkap.
d) Sangat sulit (1): jika persyaratan administrasi pengisian formulir permohonan KTP
dan keterangan domisili dari RT serta lurah setempat sangat tidak lengkap.
2. Pelayanan KTP yang sesuai dengan prosedur yang berlaku
a) Sangat sesuai (4): jika pelayanan KTP yang diberikan oleh pegawai sangat sesuai
dengan prosedur yang berlaku berkaitan dengan kelengkapan administrasi pengurusan
KTP.

65
b) Sesuai (3): jika pelayanan KTP yang diberikan oleh pegawai sesuai dengan prosedur
yang berlaku berkaitan dengan kelengkapan administrasi pengurusan KTP.
c) Tidak sesuai (2): jika pelayanan KTP yang diberikan oleh pegawai tidak sesuai
dengan prosedur yang berlaku berkaitan dengan kelengkapan administrasi pengurusan
KTP.
d) Sangat tidak sesuai (1): jika pelayanan KTP yang diberikan oleh pegawai sangat tidak
sesuai dengan prosedur yang berlaku berkaitan dengan kelengkapan administrasi
pengurusan KTP.
3. Responsiveness (X3)
a. Definisi Operasional
Responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan aparat untuk membantu para pelanggan
(masyarakat) tanpa diminta serta tanggap terhadap kebutuhan, keluhan dan harapan
pelanggan, sehingga aparat dapat membantu pelanggan bahkan sebelum mereka menyadari
atau memintanya.
b. Indikator
1. Kecepatan penyelenggaraan pelayanan KTP
2. Ketepatan dalam menanggapi keluhan dan kebutuhan masyarakat
c. Skala pengukuran tiap indikator adalah: Interval
d. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator :
1. Kecepatan penyelenggaraan pelayanan KTP : sangat cepat diberi skor (4); cepat diberi
skor (3); lambat diberi skor (2); sangat lambat diberi skor (1).
2. Ketepatan dalam menanggapi harapan dan kebutuhan masyarakat : sangat tanggap diberi
skor (4); tanggap diberi skor (3); tidak tanggap diberi skor (2); sangat tidak tanggap diberi
skor (1).
e. Kriteria tiap klasifikasi
1. Kecepatan penyelenggaraan pelayanan KTP
a) Sangat cepat (4): jika waktu yang dibutuhkan pegawai tergolong sangat cepat (1 s/d 7
hari kerja) setelah permohonan KTP masyarakat dimasukkan pada loket pendaftaran
KTP.
b) Cepat (3): jika waktu yang dibutuhkan pegawai tergolong cepat (8 s/d 14 hari kerja)
setelah permohonan KTP masyarakat dimasukkan pada loket pendaftaran KTP.
66
c) Lambat (2): jika waktu yang dibutuhkan pegawai tergolong lambat (15 s/d 21 hari
kerja) setelah permohonan KTP masyarakat dimasukkan pada loket pendaftaran KTP.
d) Sangat lambat (1): jika jangka waktu yang dibutuhkan pegawai tergolong sangat
lambat (> 21 hari kerja) setelah permohonan KTP masyarakat dimasukkan pada loket
pendaftaran KTP.
3. Ketepatan dalam menanggapi keluhan dan kebutuhan masyarakat
a) Sangat tanggap (4): jika pegawai langsung merespon keluhan dan kebutuhan
masyarakat dalam proses pelayanan KTP.
b) Tanggap (3): jika pegawai kadang-kadang merespon keluhan dan kebutuhan
masyarakat dalam proses pelayanan KTP.
c) Tidak tanggap (2): jika pegawai tidak merespon keluhan dan kebutuhan masyarakat
dalam proses pelayanan KTP.
d) Sangat tidak tanggap (1): jika pegawai sangat tidak merespon keluhan dan kebutuhan
masyarakat dalam proses pelayanan KTP.
4. Assurance (X4)
a. Definisi Operasional
Assurance (jaminan) yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen, bebas dari hal-hal yang membahayakan
pelanggan/masyarakat atau dari keragu-raguan.
b. Indikator
1. Kemampuan teknis pegawai dalam memberikan pelayanan KTP bagi masyarakat
2. Sikap sopan dan ramah pegawai dalam melakukan pelayanan KTP
c. Skala pengukuran tiap indikator adalah: Ordinal
d. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator :
1. Kemampuan teknis pegawai dalam memberikan pelayanan KTP sesuai dengan prosedur
yang ada : sangat memadai diberi skor (4); memadai diberi skor (3); tidak memadai
diberi skor (2); sangat tidak memadai diberi skor (1).
2. Sikap sopan dan ramah pegawai dalam melakukan pelayanan KTP : sangat sopan dan
ramah diberi skor (4); sopan dan ramah diberi skor (3); tidak sopan dan tidak ramah
diberi skor (2); sangat tidak sopan dan tidak ramah diberi skor (1).

67
e. Kriteria tiap klasifikasi
1. Kemampuan teknis pegawai dalam memberikan pelayanan KTP bagi masyarakat
a) Sangat memadai (4): jika lebih dari 10 orang pegawai memiliki kemampuan teknis
dalam memberikan pelayanan KTP berkaitan dengan operasionalisasi komputer
dalam melakukan input data maupun pencetakan KTP bagi masyarakat.
b) Memadai (3): jika 6-9 orang pegawai memiliki kemampuan teknis dalam
memberikan pelayanan KTP berkaitan dengan operasionalisasi komputer dalam
melakukan input data maupun pencetakan KTP bagi masyarakat.
c) Tidak memadai (2): jika 3-5 orang pegawai memiliki kemampuan teknis dalam
memberikan pelayanan KTP berkaitan dengan operasionalisasi komputer dalam
melakukan input data maupun pencetakan KTP bagi masyarakat.
d) Sangat tidak memadai (1): jika hanya 1-2 orang pegawai memiliki kemampuan
teknis dalam memberikan pelayanan KTP berkaitan dengan operasionalisasi
komputer dalam melakukan input data maupun pencetakan KTP bagi masyarakat.
2. Sikap sopan dan ramah pegawai dalam melakukan pelayanan KTP
a) Sangat sopan dan ramah (4): jika pegawai sangat sopan dan ramah dalam proses
pelayanan KTP bagi masyarakat.
b) Sopan dan ramah (3): jika pegawai sopan dan ramah dalam proses pelayanan KTP
bagi masyarakat.
c) Tidak sopan dan tidak ramah (2): jika pegawai tidak sopan dan tidak ramah dalam
proses pelayanan KTP bagi masyarakat.
d) Sangat tidak sopan dan tidak ramah (1): jika pegawai sangat tidak sopan dan tidak
ramah dalam proses pelayanan KTP bagi masyarakat.
5.Empathy (X5)
a. Definisi Operasional
Empathy yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan secara individu maupun kolektif.
b. Indikator
1. Perhatian pegawai untuk membantu masyarakat pemohon pelayanan KTP
2. Kemampuan pegawai dalam membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat
pemohon pelayanan KTP
68
c. Skala pengukuran tiap indikator adalah: Interval dan Ordinal
d. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator : sangat baik diberi skor
(4); baik diberi skor (3); tidak baik diberi skor (2); sangat tidak baik diberi skor (1).
e. Kriteria tiap klasifikasi
1. Perhatian pegawai untuk membantu masyarakat pemohon pelayanan KTP
a) Sangat baik (4), jika pegawai sangat perhatian dalam membantu masyarakat
pemohon pelayanan KTP.
b) Baik (3), jika pegawai perhatian dalam membantu masyarakat pemohon
pelayanan KTP.
c) Tidak baik (2), jika pegawai tidak perhatian dalam membantu masyarakat
pemohon pelayanan KTP.
d) Sangat tidak baik (1), jika pegawai sangat tidak perhatian dalam membantu
masyarakat pemohon pelayanan KTP.
2. Kemampuan pegawai dalam membangun komunikasi yang baik dengan
masyarakat pemohon pelayanan KTP
a) Sangat baik (4), jika semua pegawai sangat mampu berkomunikasi dengan
masyarakat dalam pelayanan KTP.
b) Baik (3), jika semua pegawai mampu berkomunikasi dengan masyarakat dalam
pelayanan KTP.
c) Tidak baik (2), jika semua pegawai tidak mampu berkomunikasi dengan
masyarakat dalam pelayanan KTP.
d) Sangat tidak baik (1), jika semua pegawai sangat tidak mampu berkomunikasi
dengan masyarakat dalam pelayanan KTP.

3.6.2. Kepuasan Masyarakat (Variabel Y)


a. Definisi operasional: yang dimaksud dengan kepuasan masyarakat adalah suatu perbandingan
antara tingkat harapan dan kebutuhan masyarakat dengan tingkat kualitas pelayanan KTP yang
diberikan oleh aparat/pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.
b. Indikator : harapan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan KTP dan kualitas pelayanan
KTP yang diberikan oleh pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kot Kupang.

69
c. Alat ukur tiap indikator adalah: tingkat harapan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
KTP dan tingkat kualitas pelayanan KTP yang diberikan oleh pegawai di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.
d. Skala pengukuran tiap indikator adalah : Ordinal
e. Sistem nilai dan klasifikasi hasil pengukuran tiap indikator : sangat memuaskan masyarakat
diberi skor (4), memuaskan masyarakat diberi skor (3), tidak memuaskan masyarakat diberi
skor (2), sangat tidak memuaskan masyarakat diberi skor (1).
f. Kriteria tiap klasifikasi : sangat memuaskan masyarakat (4): jika kualitas pelayanan KTP oleh
pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sangat memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat; memuaskan masyarakat (3): jika kualitas pelayanan KTP oleh
pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang memenuhi harapan dan
kebutuhan masyarakat; tidak memuaskan masyarakat (2): jika kualitas pelayanan KTP oleh
pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang tidak memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat; sangat tidak memuaskan masyarakat (1): jika kualitas pelayanan
KTP oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sangat tidak memenuhi
harapan dan kebutuhan masyarakat.

3.7. Skala Pengukuran


Dalam pengukuran skor untuk setiap butir pertanyaan terhadap masalah yang diteliti, maka
peneliti menggunakan skala Rensis Likert, sehingga variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-
item instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator setiap variabel penelitian;
Rensis Likert, (dalam Sugiyono; 2008). Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala
Rensis Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, berupa kata-kata. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan empat alternatif penilaian, karena penelitian ini akan dilakukan
di Dispenduk dan Pencapil Kota Kupang, sehingga responden tidak mengalami kesulitan dalam
proses pengisian setiap butir pertanyaan yang disebarkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti
membuat instrumen penelitian dengan empat pilihan jawaban yaitu (a), (b), (c) dan (d) yang
berbobot masing-masing 4, 3, 2, dan 1, dengan demikian data dalam penelitian ini bersifat ordinal
dan interval.

70
3.8. Teknik Analisis Data

Menurut Brannen (2002) menjelaskan tentang bagaimana suatu riset harus dikerjakan,
epistemologi dan metode dilukiskan saling berhubungan secara inti. Metode-metode kuantitatif dipandang
mempunyai hubungan erat dengan epistemologis interpretatif, yang mengacu kepada makna-makna yang
belum terungkap. Oleh karena itu justifikasi teoritis bagi penggabungan pendekatan kuantitatif-kualitatif
adalah sebagai strategi yang memberikan jalan keluar bagi apa yang disebut sebagai struktur dualistik.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang adalah analisis regresi
linear berganda.
3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menurut Priyatno (2008) meenggambarkan tentang ringkasan data-data
penelitian seperti mean, standar deviasi, varian, modus, dan lain-lain. Analisis statistik deskriptif menurut
Algifahri (2000) digunakan untuk mengukur capaian indikator dari variabel, digunakan rumus:
∑ JR ×100 0
0
N
I=

Keterangan:
I : Indikator, merupakan besarnya persentase variabel tertentu
∑ JR : Total skor observasi
N : Populasi
Standar: Bobot ideal yang diperoleh dari perkalian N (jumlah populasi), jumlah indikator dan skala
jawaban yang digunakan sebanyak 4 skala; (Algifahri; 2000).
3.8.2. Analisis Korelasi Spearman rho
Analisis deskriptif kuantitatif untuk skala ordinal, jika terdapat skor observasi bersifat seri (tied),
maka digunakan uji koefisien korelasi jenjang Spearman Rank (rho = rs). Syarat uji: jika variabel X dan Y
berskala pengukuran ordinal/tingkat pengukuran data ordinal, dalam arti data tidak harus berdistribusi
normal dimana: bi selisih rank antar sumber data. Rumus Korelasi Spearman (rho)/Spearman Rank
menurut Riduwan (2008), dapat diuraikan sebagai berikut:

71
n
6 ∑ d i2
i=1
3
s = 1 - N −N
r

Keterangan:
rs = Nilai korelasi Spearman rank
di2 = Selisih tiap pasangan rank
N = Jumlah pasangan rank untuk Spearman
Bila dilanjutkan untuk mencari signifikan, maka digunakan rumus Zhitung :

1¿
rs ¿ ¿
Zhitung = √n−1 ¿
Cara mencari nilai korelasi Spearman rank mula-mula buatlah hipótesis berbentuk kalimat dan statistik,
buatlah tabel untuk merangking kemudian hitunglah nilai rs hitung . Tetapkan dulu taraf signifikan, carilah
nilai tabel r Spearman dan buatlah perbandingan antara rs hitung dengan rs tabel. Kemudian carilah nilai Zhitung.
Buatlah aturan untuk pengambilan keputusan, bandingkan Zhitung > Ztabel. Daerah Penolakan terdiri atas
semua nilai rs disesuaikan dengan kejadian di bawah H0 < α : 0,05 (taraf nyata). Selanjutnya harga atau
hasil korelasi tersebut signifikan atau tidak maka perlu diuji signifikansinya dengan rumus t berikut ini:

r √n−6
t=
Keterangan:
√ 1−r 2
t = Tingkat signifikan
r = Koefisien korelasi
n-6= Derajat kebebasan
(Sugiyono, 2008).
Harga t hitung tersebut dibandingkan dengan harga t tabel. Untuk kesalahan 5% dan n=50.
Ketentuan bila r hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak sebaliknya bila r hitung
lebih besar dari r tabel (r hitung> r tabel) maka Ha diterima. Karenanya, digunakan pedoman untuk
memberikan interpretasi koefisien korelasi. Menurut Sugiyono (2007) (dalam Priyatno; 2008) pedoman
untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

72
Tabel 4.
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Nomor Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 – 0,199 Sangat Rendah
2 0,20 – 0,399 Rendah
3 0,40 – 0,599 Sedang
4 0,60 – 0,799 Tinggi
5 0,80 – 1,000 Sangat Tinggi
Sumber: Priyatno; 2008

3.8.3. Analisis Korelasi Sederhana


Analisis korelasi sederhana (Bivariate Correlation) menurut Priyatno (2008) digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi.
Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel.
Analisis korelasi sederhana dalam penelitian ini digunakan metode Spearman Correlation. Nilai korelasi
(r) berkisar antara 1 atau -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel
semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai
positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan
terbalik (X naik maka Y turun).

3.8.4. Analisis Regresi Linier Sederhana


Analisis regresi linear sederhana adalah hubungan secara linear antara satu variabel independen
(X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui arah hubungan variabel
independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari
variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang
digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Rumus regresi linear sederhana menurut Priyatno (2008)
sebagai berikut:
Y=a+bx
73
Keterangan:
Y= variabel dependen (nilai yang diprediksi)
X= variabel independen
a= konstanta (nilai Y apabila X = 0)
b= koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan)
Nilai a dan b dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(∑ xy)−( ∑ x 2)( ∑ x )( ∑ xy)


a=
n( ∑ x 2 )−(∑ x)2

n( ∑ xy)−( ∑ x)( ∑ xy)


b=
n (∑ x2 )−( ∑ x)2

3.8.5. Analisis Korelasi Parsial


Analisis korelasi parsial (Partial Correlation) digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel di mana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai
variabel kontrol). Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1atau -1 berarti
hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua
variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai
negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun). Data yang digunakan biasanya berskala
interval atau rasio.
Koefisien korelasi parsial menurut Priyatno (2008) dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
ryx 1 −ryx 5 . rx 1 x 2 x 3 x 4 x 5
ry.x1x2x3x4x5 =
√1−(rx1 x 2 x 3 x 4 x 5 )2 . √ 1−(ryx5 )2
Keterangan:

x1 = Variabel pertama
y = Variabel kedua
x2x3x4x5 = Variabel kontrol

3.8.6. Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis regresi linear berganda menurut Priyatno (2008) adalah hubungan secara linear antara dua
atau lebih variabel independen (X1, X2,......Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini digunakan

74
untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah masing-
masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel
dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan
biasanya berskala interval atau rasio. 0leh karena itu, dalam penelitian ini analisis regresi linear berganda
adalah hubungan secara linear antara lima variabel independen (X1X2X3X4X5) dengan variabel
dependen (Y).
Persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5

Keterangan:
Y= variabel dependen (nilai yang diprediksi)
X1X2X3X4X5= variabel independen
b= koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan x dan y)

3.8.7. Analisis Korelasi Ganda (R)


Analisis ini menurut Priyatno (2008) digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara
dua atau lebih variabel independen (X1, X2,……Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak.
Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara 5 (lima) variabel bebas yaitu
Tangibles (X1), Reliability (X2), Responsiveness (X3) Assurance (X4), Empathy (X5), secara serentak
atau bersama-sama terhadap variabel terikat (Y) yaitu Kepuasan Masyarakat. Nilai R berkisar antara 0
sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai
semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. Rumus korelasi ganda dengan 5 (lima)
variabel independen. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan korelasi ganda (Ryx1x2x3x4x5), dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ryx1x2x3x4x5 = (ryx1)2+(ryx2)2+(ryx3)2+(ryx4)2+(ryx5)2 - 2. (ryx1).(ryx2).(ryx3).(ryx4).


(ryx5)
1 – (rx1x2x3x4x5)2

Keterann :

Keterangan:
Ryx1x2x3x4x5 = korelasi antara variabel x1,x2,x3,x4 ,x5 secara bersama-sama dengan y
ryx1= korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara x1 dengan y

75
ryx2 = korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara x2 dengan y
ryx3 = korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara x3 dengan y
ryx4 = korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara x4 dengan y
ryx5 = korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara x5 dengan y
rx1x2x3x4x5= korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara
x1x2x3x4dengan x5

3.8.8. Analisis Koefisien Determinasi (R2)


Analisis koefisien determinasi dalam regresi linier berganda menurut Priyatno (2008) digunakan
untuk mengetahui persentasi sumbangan pengaruh variabel independen (X1X2X3X4X5) secara serentak
terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase varasi variabel
independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2 sama dengan
0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen
terhadap variabel dependen, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak
menjelaskan sedikitpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1, maka persentase
sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna,
atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel
dependen.

Rumus mencari koefisien determinasi dengan 5 (lima) variabel independen, adalah:

R2 = (ryx1)2+(ryx2)2+(ryx3)2+(ryx4)2+(ryx5)2- 2. (ryx1).(ryx2).(ryx3).(ryx4).(ryx5)

1 – (rx1x2x3x4x5)2
Keterangan:
R2 = koefisien determinasi
ryx1=korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara X1 dengan Y
ryx2=korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara X2 dengan Y
ryx3=korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara X3 dengan Y
ryx4=korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara X4 dengan Y
ryx5=korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara X5 dengan Y
rx1x2x3x4x5= korelasi sederhana (Pearson Product Moment) antara

76
x1x2x3x4 dengan x5
3.9. Uji Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas Instrumen Penelitan
3.9.1. Uji Validitas Instrumen Penelitian
Validitas adalah ketepatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur (Ali, 2007 dan
Priyatno; 2008). Menurut Anastasi dan Urbina (1997) (dalam Purwanto; 2007), validitas berhubungan
dengan apakah tes mengukur apa yang mesti diukurnya dan seberapa baik dia melakukannya. Validitas
merupakan derajat sejauh mana tes mengukur apa yang ingin diukur (Borg dan Gall; 1983, Poppham; 1981)
(dalam Purwanto; 2007).
Instrumen yang valid adalah instrumen yang mengukur dengan tepat keadaan yang ingin diukur.
Sebaliknya, instrumen dikatakan tidak valid bila digunakan untuk mengukur suatu keadaan yang tidak
tepat diukur dengan instrumen tersebut. Sebelum instrumen digunakan untuk mengumpulkan data,
terlebih dulu harus diperiksa bahwa instrumen telah valid. Hal itu diperlukan untuk menjamin adanya
kesesuaian antara alat ukur dengan keadaan yang ingin diukur. Pengumpulan data menggunakan
instrumen yang tidak valid menghasilkan data dan kesimpulan penelitian yang tidak valid.
Menurut Sugiyono (2007), hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Valid tidaknya suatu item
instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi Pearson Product Moment dengan
level signifikan 95 % dengan nilai kritisnya, yakni (r) dapat digunakan rumus:

n ∑ xy −( ∑ x )( ∑ y )

√{n ∑ x −(∑ x ) }{n ∑ y −(∑ y ) }


2 2 2 2

rxy =

Keterangan :
r = Koefisien korelasi item total
n = Jumlah sampel
x = Skor item x
y = Skor item y; (Faisal; 2007) dan (Sugiyono; 2007).

77
Bila probalitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%) maka dinyatakan valid (jika hasil uji
mencapai 0,30 – 1,000) dan sebaliknya dinyatakan tidak valid jika hasil uji mencapai 0,00 – 0,299
(Purwanto; 2007). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.
Persiapan Analisis Validitas Instrumen Penelitian Variabel X1X2X3X4X5 dan Y
Variabel Item Pertanyaan Ketentuan Hasil Uji Keterangan
Tangibles (X1) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Reliability (X2) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Responsiveness (X3) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Assurance (X4) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Empathy (X5) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Kepuasan Masyarakat (Y) 0,30-1,000 Valid
0,00-0,299 Tidak Valid
Sumber : Purwanto, 2007

3.9.2. Uji Reliabilitas Instrumen


Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukuran dapat dipercaya
atau dapat diandalkan, dengan menggunakan rumus reliabilitas dengan metode Alpha menurut Priyatno
(2008) adalah:

( )( ∑σb
)
2
k
1− 2
k−1 σt
11=
r

Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Jumlah butir pertanyaan
2
σ b = Jumlah variansi butir
2
σ t = variansi total
Uji reliabilitas yang digunakan menurut (Purwanto; 2007) adalah Alpha Cronbach. Bila Alpha
lebih kecil dari 0,6 maka dinyatakan tidak reliabel dan sebaliknya dinyatakan reliabel. Untuk lebih
jelasnya dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 6.

78
Persiapan Analisis Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel X1X2X3X4X5 dan Y
Variabel Item Pertanyaan Ketentuan Hasil Uji Keterangan
Tangibles (X1) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Reliability (X2) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Responsiveness (X3) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Assurance (X4) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Empathy (X5) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Kepuasan Masyarakat (Y) 0,60-1,000 Reliabel
0,00-0,599 Tidak reliabel
Sumber : Purwanto, 2007

3.9.3. Uji Normalitas Instrumen


Uji normalitas menurut Priyatno (2008), digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal,
interval, ataupun rasio. Dalam uji normalitas angka statistik menunjukkan semakin kecil nilainya, maka
distribusi data semakin normal untuk pengumpulan dan pengolahan data.
Semua perhitungan dalam pengolahan dan analisis data empirik menurut Priyatno (2008), akan
dilakukan dengan menggunakan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 Sistem
Windows.
3.10. Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas Instrumen Penelitian
3.10.1. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitan
Secara ringkas hasil uji coba validitas instrumen dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.
Hasil Uji Coba Validitas Instrumen Variabel X1,X2,X3 dan Y
No Variabel Dimensi Indikator Item Hasil Ket.
Pertanyaan Uji
1. Kualitas 1.Tangibles (X1) a. Ketersediaan prasarana Item 1 0,450 Valid
Pelayanan administrarif pelayanan Item 2 0,565 Valid
KTP (X) KTP berupa gedung kantor Item 3 0,703 Valid
dan ruangan pelayanan yang Item 4 0,723 Valid
layak pakai 0,666
0,628
b. Ketersediaan sarana Item 5 0,578 Valid
administratif yang Item 6 0,693 Valid
79
mendukung pelayanan KTP Item 7 0,657 Valid
seperti komputer, printer, Item 8 0,583 Valid
scaner dan mesin pres KTP 0,440
0,327

c. Ketersediaan sumber daya Item 9 Valid


aparatur dalam pelayanan Item 10 Valid
KTP Item 11 Valid
Item 12 Valid

2. Reliability (X2) a. Prosedur pelayanan KTP Item 13 0,696 Valid


yang mudah bagi Item 14 0,673 Valid
masyarakat
0,663
b. Pelayanan KTP yang sesuai Item 15 0,806 Valid
dengan prosedur yang Item 16 Valid
berlaku

3.Responsiveness a. Kecepatan Item 17 1,000 Valid


penyelenggaraan
(X3)
pelayanan KTP

b. Ketepatan dalam Item 18 0,829 Valid


menanggapi keluhan dan Item 19 0,717 Valid
kebutuhan masyarakat

4. Assurance (X4) a. Kemampuan teknis Item 20 0,793 Valid


pegawai dalam memberikan Item 21 0,735 Valid
pelayanan KTP kepada Item 22 0,566 Valid
masyarakat 0,571
b. Sikap sopan dan ramah Item 23 0,784 Valid
pegawai dalam melakukan Item 24 0,840 Valid
pelayanan KTP Item 25 0,812 Valid
Item 26 Valid
2. Kepuasan 1. Harapan dan a. Harapan masyarakat akan Item 31 0,793 Valid
Masyarakat kebutuhan pelayanan KTP yang cepat 0,661
(Y) masyarakat akan b. Harapan masyarakat akan Item 32 0,879 Valid
pelayanan KTP pelayanan KTP yang mudah 0,861
2. Kualitas c. Tingkat kualitas pelayanan Item 33 Valid
pelayanan KTP KTP oleh pegawai di Dinas Item 34 Valid
yang diberikan Kependudukan dan
oleh pegawai di Pencatatan Sipil Kota

80
Dinas Kupang yang adil dan
Kependudukan memuaskan masyarakat
dan Pencatatan
Sipil Kota
Kupang
Sumber: Data primer yang diolah; 2011

Hasil uji coba terhadap 50 responden atas 34 pertanyaan dari pengolahan data dengan SPSS16
(terlampir) menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara X1X2X3X4X5 dengan Y (rX1X2X3X4X5Y)
tergolong lebih tinggi dari 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa semua koefisien korelasi yang diperoleh
yaitu dari 0,327 sampai dengan 1,000 lebih besar dari 0,30. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
instrumen yang digunakan dapat dinyatakan valid dan digunakan untuk pengumpulan dan pengolahan
data.

3.10.2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitan


Secara ringkas uji reliabilitas instrumen penelitian disajikan pada berikut ini:
Tabel 8.
Hasil Uji Coba Reliabilitas Instrumen Variabel X1X2X3X4X5 dan Y
No Variabel Dimensi Indikator Jumlah Hasil Ket.
Pertanyaan Uji

81
1. Kualitas 1.Tangibles (X1) a. Ketersediaan 4 0,727 Reliabel
Pelayanan prasarana
KTP (X) administrarif
pelayanan KTP
berupa gedung
kantor dan
ruangan 0,745
pelayanan yang
layak pakai
b. Ketersediaan 4 Reliabel
sarana
administratif
yang mendukung
pelayanan KTP 0,636
seperti komputer,
printer, scaner
dan mesin pres
KTP
c. Ketersediaan 4 Reliabel
sumber daya
aparatur dalam
pelayanan KTP
2. Reliability (X2) c. Prosedur 2 0,731 Reliabel
pelayanan KTP
yang mudah bagi
masyarakat
d. Pelayanan KTP 2 0,781 Reliabel
yang sesuai
dengan prosedur
yang berlaku
3.Responsiveness c. Kecepatan 1 1,000 Reliabel
penyelenggaraan
(X3)
pelayanan KTP
d. Ketepatan dalam 2 0,812 Reliabel
menanggapi
keluhan dan
kebutuhan
masyarakat
4. Assurance a. Kemampuan 3 0,774 Reliabel
teknis pegawai
(X4)
dalam
memberikan
pelayanan KTP
kepada
masyarakat

82
b. Sikap sopan dan 4 0,718 Reliabel
ramah pegawai
dalam melakukan
pelayanan KTP
5. Empathy (X5) a. Perhatian 2 0,668 Reliabel
pegawai untuk
membantu
masyarakat
pemohon
pelayanan KTP
b. Kemampuan 2 0,881 Reliabel
pegawai dalam
berkomunikasi
dengan
masyarakat
pemohon
pelayanan KTP
2. Kepuasan 1. Harapan dan a. Harapan 1 0,773 Reliabel
Masyarakat kebutuhan masyarakat akan
(Y) masyarakat pelayanan KTP
akan pelayanan yang cepat
KTP b. Harapan 1 0,773 Reliabel
2. Kualitas masyarakat akan
pelayanan KTP pelayanan KTP
yang diberikan yang mudah
oleh pegawai di c. Tingkat kualitas 2 0,877 Reliabel
Dinas pelayanan KTP
Kependudukan oleh pegawai di
dan Pencatatan Dinas
Sipil Kota Kependudukan
Kupang dan Pencatatan
Sipil Kota
Kupang yang adil
dan memuaskan
masyarakat
Sumber: Data primer yang diolah; 2011

Hasil uji coba terhadap 50 responden atas 34 pertanyaan dari pengolahan data dengan
menggunakan SPSS16 (terlampir) menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas antara X1X2X3X4X5
dengan Y (Rx1X2X3X4X5Y), yang terdiri atas variabel Kualitas Pelayanan KTP (X) yang terdiri atas
beberapa dimensi, antara lain: tangibles (X1) dengan indikator ketersediaan prasarana administrarif
pelayanan KTP berupa gedung kantor dan ruangan pelayanan yang layak pakai = 0,727, indikator
ketersediaan sarana administratif yang mendukung pelayanan KTP seperti komputer, printer, scaner dan

83
mesin pres KTP = 0,745, indikator ketersediaan sumber daya aparatur dalam pelayanan KTP = 0,636;
variabel reliability (X2) dengan indikator prosedur pelayanan KTP yang mudah bagi masyarakat = 0,731,
indikator pelayanan KTP yang sesuai dengan prosedur yang berlaku = 0,781; variabel responsiveness
(X3) dengan indikator kecepatan penyelenggaraan pelayanan KTP = 1,000, indikator ketepatan dalam
menanggapi keluhan dan kebutuhan masyarakat = 0,812; variabel Assurance (X4) dengan indikator
kemampuan teknis pegawai dalam memberikan pelayanan KTP kepada masyarakat = 0,774, indikator
sikap sopan dan ramah pegawai dalam melakukan pelayanan KTP = 0,718; variabel empathy (X5)
dengan indikator perhatian pegawai untuk membantu masyarakat pemohon pelayanan KTP = 0,668,
indikator kemampuan pegawai dalam berkomunikasi dengan masyarakat pemohon pelayanan KTP =
0,881. Sedangkan variabel Kepuasan Masyarakat (Y) yang terdiri atas beberapa dimensi, antara lain:
harapan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan KTP dan kualitas pelayanan KTP yang diberikan oleh
pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang dengan indikator harapan masyarakat
akan pelayanan KTP yang cepat = 0,773, indikator harapan masyarakat akan pelayanan KTP yang mudah
= 0,773, dan indikator tingkat kualitas pelayanan KTP oleh pegawai di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang yang adil dan memuaskan masyarakat = 0,877. Hal ini menunjukkan
bahwa semua koefisien reliabilitas yang diperoleh lebih besar dari 0,60 yang dipersyaratkan. Hasil
analisis reliabilitas instrumen tersebut di atas, menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha (α) setiap
indikator dari 6 variabel X1X2X3X4X5 dan Y = 0,636 sampai dengan 1,000 dan lebih besar dari 0,60.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa angket yang disiapkan dapat digunakan untuk pengumpulan
dan pengolahan data.

3.10.3. Hasil Uji Normalitas Instrumen Penelitan


Secara ringkas uji normalitas instrumen disajikan pada tabel berikut :

Tabel 9.
Hasil Uji Coba Normalitas Instrumen Variabel X1X2X3X4X5 dan Y

84
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kepuasan Masyarakat (Y) 0,262 50 0,000 0,908 50 0,001
Tangibles (X1) 0,122 50 0,061 0,942 50 0,016
Reliability (X2) 0,114 50 0,115 0,984 50 0,724
Responsiveness (X3) 0,190 50 0,000 0,950 50 0,034
Assurance (X4) 0,131 50 0,031 0,968 50 0,193
Empathy (X5) 0,285 50 0,000 0,876 50 0,000
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Data primer yang diolah, 2010
Berdasarkan hasil uji coba normalitas tersebut di atas pada kolom kolmogorov-Smirnova, dapat
diketahui bahwa nilai signifikan untuk variabel YX1X2X3X4X5 sebesar 0,000 sampai dengan 0,115.
Oleh karena itu, angka statistik menunjukkan bahwa semakin kecil nilainya mendekati 0,000 maka
distribusi data semakin normal, dan dapat digunakan untuk pengumpulan dan pengolahan data.

3.11. Keterbatasan Penelitian


Menyadari keterbatasan waktu, dana, daya peneliti maka peneliti menggunakan skala prioritas
dalam memilih variabel penelitian dalam mengukur kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
kepada masyarakat di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, sehingga peneliti sangat
selektif dalam memilih variabel sesuai dengan teori dan dasar hukum kebijakan yang diteliti. Penelitian
ini untuk menganalisis kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada masyarakat di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, yang hanya membahas enam variabel, yaitu Tangibles
(X1), Reliability (X2), Responsiveness (X3), Assurance (X4), Empathy (X5), dan Kepuasan Masyarakat
(Y). Disadari masih terdapat variabel-variabel lain di luar pengamatan penelitian ini yang mempengaruhi
kepuasan masyarakat sebagai konsumen. Diharapkan variabel-variabel lainnya yang memiliki hubungan
dengan kepuasan masyarakat dan berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat akan diteliti oleh peneliti
selanjutnya.
Hasil analisis koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa pengaruh variabel bebas yaitu
Tangibles (X1), Reliability (X2), Responsiveness(X3) Assurance (X4), Empathy (X5), terhadap kepuasan
masyarakat (Y) dalam pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang,
menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 (Adjusted R Square) sebesar 0,608% mengandung arti bahwa
pengaruh tangibles (X1), reliability (X2), responsiveness(X3) assurance (X4), empathy (X5), terhadap

85
kepuasan masyarakat (Y) atau kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Kupang, adalah 60,8% sedangkan sisanya 39,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diperhitungkan
dalam model atau tidak diikutsertakan dalam hasil penelitian ini. Semoga dengan keterbatasan penelitian
ini dapat memberikan rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk memilih topik penelitian yang sama dan
menambah lebih dari lima (5) variabel yang berkaitan dengan analisis korelasi ganda dan regresi linear
berganda (statistik inferensial) yang berkaitan dengan analisis heuristik dan hermeneutik (kuantitatif dan
kualitatif) dalam pengujian hipotesis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1. Sejarah Terbentuknya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang

86
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1998, maka sebagian urusan
pemerintahan di bidang penyelenggaraan pendaftaran penduduk telah diserahterimakan kepada
daerah. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka terdapat pergeseran
kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pergeseran kewenangan tersebut
membawa konsekuensi beralihnya tugas dan tanggung jawab urusan pemerintahan dimaksud
kepada pemerintah daerah termasuk di antaranya urusan pemerintahan di bidang pendaftaran
penduduk.
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, maka yang dimaksud dengan pendaftaran penduduk
adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data kependudukan beserta perubahannya yang
meliputi pendaftaran dan pencatatan kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian dan mutasi
penduduk, penerbitan Nomor Induk Kependudukan, Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk
serta pengolahan data penduduk.
Sebelum otonomi daerah diberlakukan terbentuklah instansi vertikal, yaitu Kantor Catatan
Sipil Kota Kupang yang menangani penerbitan akta-akta catatan sipil, pada waktu itu pelayanan
penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih ditangani oleh Bagian Tata Pemerintahan pada
sekretariat Kantor Walikota Kupang, kemudian dibentuklah Dinas Pendaftaran Penduduk Kota
Kupang untuk melaksanakan tugas di bidang tersebut (penerbitan Kartu Tanda Penduduk dan
Kartu Keluarga) yang terbentuk berdasarkan Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Kupang Nomor 1 Tahun 2000, dalam perkembangan selanjutnya Peraturan Pemerintah Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang Nomor 1 Tahun 2000 tersebut ditinjau kembali dan
ditetapkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah yang mulai berlaku
sejak 1 Januari 2001.
Setelah diadakan evaluasi terhadap Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 16 Tahun 2000,
maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kupang pada tahun 2002
ditetapkan perubahan nomenklatur nama dinas yakni Dinas Pendaftaran Penduduk Kota Kupang
berubah menjadi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kupang, yang mempunyai tugas
pokok membantu walikota dalam melaksanakan otonomi daerah di bidang kependudukan dan
87
catatan sipil. Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
mempunyai fungsi untuk mendaftarkan dan menerbitkan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk,
serta berbagai akta catatan sipil maupun pencatatan mutasi dan pengolahan data penduduk.
Alasan dari perubahan nomenklatur Dinas Pendaftaran Penduduk Kota Kupang menjadi
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kupang adalah karena akta-akta yang diterbitkan
oleh Dinas Pendaftaran Penduduk Kota Kupang tidak berlaku internasional dan hanya berlaku di
wilayah Indonesia saja, disebabkan nama catatan sipil tidak tercantum dalam akta tersebut. Oleh
karena itu berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 30 Tahun 2002, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kupang terbentuk.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan penataan kelembagaan di daerah baik daerah propinsi maupun kabupaten/kota
yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah maka dilakukan penyesuaian nomenklatur Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Kupang serta penyesuaian struktur organisasi dinas yang juga sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tersebut,
sehingga nomenklatur dinas berubah menjadi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Kupang melalui pemberlakuan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 6 tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Kupang.

4.1.2. Visi dan Misi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
a. Visi
Visi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang tahun 2007-2012 adalah :
”Terwujudnya penyelenggaraan administrasi kependudukan yang tertib dengan kualitas yang
prima dengan berorientasi pada kepuasan warga Kota Kupang“.
Makna yang terkandung dalam visi tersebut diatas adalah:
a. Adanya sistem pendaftaran dan pencatatan penduduk yang tertib.
b. Adanya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
c. Terciptanya sistem administrasi kependudukan yang sistematis, yang berguna untuk
membantu pemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang berwawasan
kependudukan.
b. Misi

88
Demi terwujudnya visi di atas, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
mempunyai misi:
a. Menciptakan sumber daya aparat yang profesional
b. Menciptakan suasana pelayanan umum yang ramah, cepat dan tepat.
c. Menyediakan data kependudukan yang akurat
d. Meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya Kartu Tanda
Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta-akta Catatan Sipil.
4.1.3. Tujuan, sasaran, tugas pokok dan fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Kupang
a. Tujuan:
1) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap status kependudukan yang
perlu dimiliki sebagai bukti diri/identitas.
2) Meningkatkan kemampuan aparatur agar dapat bekerja secara profesional.
3) Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan data kependudukan melalui mekanisme
yang benar.
4) Memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
5) Mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana sesuai kebutuhan.
b. Sasaran:
1) Terpenuhinya hak-hak sipil, Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Kartu Keluarga bagi
penduduk Kota Kupang yang telah memenuhi persyaratan.
2) Meningkatkan jumlah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga
dan Akta-akta Catatan Sipil.
3) Terhimpunnya data base kependudukan yang dapat dijadikan bahan referensi dalam
perencanaan pembangunan.
4) Tercapainya standar mutu pelayanan berdasarkan prosedur tetap yang berlaku.

c. Tugas Pokok:
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang mempunyai tugas pokok membantu
walikota dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang kependudukan

89
dan pencatatan sipil serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh walikota
Kupang.
d. Fungsi:
1. Merumuskan dan melaksanaan kegiatan teknis di bidang kependudukan dan pencatatan
sipil sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah daerah.
2. Menyelenggarakan sarana dan prasarana kependudukan dan pencatatan sipil.
3. Melaksanakan pelayanan umum.
4. Melaksanakan koordinasi teknis dengan instansi lain guna memperlancar penyelenggaraan
pelaksanaan tugas.
5. Melaksanakan administrasi ketatausahaan dinas.
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh walikota.
4.1.4. Susunan Organisasi, Struktur Organisasi dan Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
a) Susunan Organisasi:
a. Unsur pimpinan adalah kepala dinas
b. Unsur pembantu pimpinan adalah sekretaris, yang membawahi :
1. Sub bagian perencanaan, evaluasi dan pelaporan
2. Sub bagian umum dan kepegawaian
3. Sub bagian keuangan dan perlengkapan
c. Unsur pelaksana adalah bidang yang terdiri atas:
1. Bidang pelayanan pendaftaran penduduk membawahi :
a. Seksi identitas penduduk
b. Seksi mutasi pendududuk
c. Seksi penduduk rentan
2. Bidang pelayanan pencatatan sipil membawahi :
a. Seksi kelahiran dan kematian
b. Seksi perkawinan dan perceraian
c. Seksi perubahan status anak dan kewarganegaraan
3. Bidang pengelolaan informasi dan dokumen kependudukan membawahi:
a. Seksi sistem dan informasi teknologi
b. Seksi pengelolaan dan pendayagunaan data
90
c. Seksi pelayanan informasi kependudukan
d. Kelompok jabatan fungsional
e. Unit Pelaksanan Teknis Dinas (UPTD)
b) Struktur Organisasi
Jenis organisasi apapun baik organisasi pemerintah ataupun swasta harus memiliki
struktur organisasi yang jelas, karena dengan adanya struktur organisasi tersebut dapat
diketahui wewenang, tugas dan tanggung jawab dari setiap personil yang ada dalam
organisasi tersebut.
Struktur organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas-Dinas Daerah Kota Kupang adalah sebagai berikut:

91
Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
KEPALA DINAS

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS

SUB BAGIAN SUB BAGIAN KEUANGAN & PERLENGKAPAN


PERENCANAAN, EVALUASISUB
& PELAPORAN
BAGIAN UMUM & KEPEGAWAIAN

BIDANG PELAYANAN PENDAFTARANBIDANG


PENDUDUK
PELAYANAN PENCATATAN
BIDANG SIPIL INFORMASI & DOKUMEN KEPENDUDUKAN
PENGELOLAAN

SEKSI IDENTITAS PENDUDUK SEKSI KELAHIRAN & KEMATIAN


SEKSI SISTEM & INFORMASI TEKNOLOGI

SEKSI PERKAWINAN & PERCERAIAN


SEKSI MUTASI PENDUDUK
SEKSI PENGELOLAAN & PENDAYAGUNAAN DATA

SEKSI PERUBAHAN STATUS ANAK & KEWARGANEGARAAN


SEKSI PENDUDUK RENTAN
SEKSI PELAYANAN INFORMASI KEPENDUDUKAN

UPTD

92
c) Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang.
Setiap organisasi selain mempunyai struktur juga mempunyai pembagian tugas pokok
dan fungsi, oleh karena itu berikut ini diuraikan mengenai tugas pokok dan fungsi dari
struktur jabatan yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
sebagai berikut :
a. Kepala Dinas
1. Tugas Pokok:
Menyusun kebijakan, merencanakan program, mengorganisasikan, mengendalikan,
mengkoordinasikan, mengarahkan, membina, mengatur dan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan kependudukan dan pencatatan sipil serta merumuskan
kebijakan teknis di bidang kesekretariatan, pendaftaran penduduk, pelayanan
pencatatan sipil, pengelolaan informasi dan dokumen kependudukan,
perkembangan kependudukan dan perencanaan kependudukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana/program kerja Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil dengan memberi petunjuk dan arahan sebagai pedoman
pelaksanaan tugas.
b. Merumuskan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan pencatatan sipil.
c. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan
pencatatan sipil.
d. Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai bidangnya berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
e. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai agar bawahan mampu
melaksanakan tugas jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
f. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kinerja bawahan berdasarkan rencana dan
realisasi sebagai dasar kebijakan selanjutnya.
g. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada walikota melalui sekretaris daerah.
h. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.

91
b. Sekretaris
1. Tugas Pokok:
Menyusun rencana dan program, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengatur dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ketatausahaan serta merumuskan kebijakan
teknis di bidang kesekretariatan, perencanaan, evaluasi dan pelaporan, umum dan
kepegawaian, keuangan dan perlengkapan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana/program kerja sekretariat Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan memberi petunjuk dan arahan
sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
b. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang kependudukan dan pencatatan sipil.
c. Melaksanakan pengelolaan administrasi pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil.
d. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidangnya berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
e. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai agar bawahan mampu
melaksanakan tugas jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
f. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kinerja bawahan berdasarkan rencana dan
realisasi sebagai dasar kebijakan selanjutnya.
g. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas sebagai wujud
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
h. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.
Sekretaris membawahi 3 kepala sub bagian (kasubag) yang terdiri atas :
1. Kasubag Keuangan dan Perlengkapan
2. Kasubag Umum dan Kepegawaian
3. Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Peloporan
c. Kasubag Keuangan dan Perlengkapan
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan administrasi keuangan dan perlengkapan yang
meliputi penyusunan anggaran, pembukuan, pertanggungjawaban, inventarisasi

92
barang dan laporan keuangan dan perlengkapan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun program kerja sub bagian keuangan dan perlengkapan berdasarkan
hasil evaluasi tahun sebelumnya agar tercipta kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan tugas.
b. Merencanakan dan mengelola anggaran rutin.
c. Mempersiapkan bahan dan menyusun administrasi keuangan dinas.
d. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan rencana, program dan
anggaran rutin dinas.
e. Melaksanakan pengadaan perlengkapan, penyimpanan, pendistribusian,
penggunaan, perawatan, inventarisasi dan usul penghapusan barang
perlengkapan.
f. Menyusun laporan sub bagian keuangan dan perlengkapan.
g. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.
d. Kasubag Umum dan Kepegawaian
1. Tugas Pokok:
Menyusun rencana dan program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa,
mengecek, mengontrol pelaksanaan kebijakan administrasi umum dan kepegawaian
yang meliputi penyusunan petunjuk teknis kearsipan, protokoler, pengelolaan data
kepegawaian dan laporan umum berdasrkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun program kerja sub bagian umum dan kepegawaian berdasarkan hasil
evaluasi tahun sebelumnya agar tercipta kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
tugas.
b. Menyusun petunjuk teknis persuratan dan kearsipan dinas.
c. Mengecek pengaturan penggunaan fasilitas rapat, pertemuan dan upacara.
d. Membimbing pengaturan rapat, penerimaan tamu dan protokol dinas.
e. Menyusun laporan sub bagian umum dan kepegawaian.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.

93
e. Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan perencanaan, evaluasi dan pelaporan yang
meliputi koordinasi pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan petunjuk teknis
perencanaan dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan sub bagian perencanaan, evaluasi
dan pelaporan.
b. Mengontrol pengolahan dan analisis data di lingkup Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana, program dan anggaran dinas.
d. Menyusun petunjuk teknis pengumpulan dan pengelolaan data sebagai bahan
penyusunan rencana dan program di lingkup Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil.
e. Mengecek dan mengontrol laporan bulanan dan tahunan dari setiap bidang di
lingkup Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk dijadikan sebagai
laporan dinas.
f. Menyusun laporan sub bagian perencanaan, evaluasi dan pelaporan .
g. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.
f. Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk
1. Tugas Pokok:
Menyusun rencana dan program, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengatur dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pelayanan pendaftaran penduduk serta
merumuskan kebijakan teknis di bidang pelayanan pendaftaran penduduk yang
meliputi identitas penduduk, mutasi penduduk dan penduduk rentan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana/program kerja bidang pelayanan
pendaftaran penduduk dengan memberi petunjuk dan arahan sebagai pedoman
pelaksanaan tugas.
b. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang pelayanan pendaftaran penduduk.

94
c. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai agar bawahan mampu
melaksanakan tugas jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kinerja bawahan berdasarkan rencana dan
realisasi sebagai dasar kebijakan selanjutnya.
e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas atau kegiatan kepada kepala dinas sebagai
wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.
Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk terdiri atas:
1. Seksi Identitas Penduduk
2. Seksi Mutasi Penduduk
3. Seksi Penduduk Rentan
g. Kepala Seksi Identitas Penduduk
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pendaftaran identitas penduduk yang meliputi
penyusunan rencana, pelaksanaan kegiatan, penyusunan petunjuk teknis,
monitoring, evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi identitas penduduk.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pendaftaran
identitas penduduk.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pendaftaran identitas
penduduk.
d. Melakukan kegiatan pelayanan pendaftaran penduduk yang meliputi pencatatan
dan pemutakhiran biodata penduduk serta penerbitan Nomor Induk
Kependudukan (NIK), penerbitan dokumen kependudukan hasil pendaftaran
penduduk dan tata usaha pendaftaran penduduk sesuai ketentuan yang berlaku
agar tercapai keberhasilan pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi identitas penduduk.
f. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

95
h. Kepala Seksi Mutasi Penduduk
1. Tugas Pokok :
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pendaftaran mutasi penduduk yang meliputi
penyusunan rencana kegiatan, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi mutasi penduduk
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pendaftaran
mutasi penduduk.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pendaftaran mutasi
penduduk.
d. Melakukan kegiatan pelayanan pendaftaran penduduk yang meliputi pendaftaran
perubahan alamat, pindah datang penduduk dalam wilayah Republik Indonesia,
pendaftaran warga negara Indonesia tinggal sementara dan pendaftaran pindah
datang antar negara sesuai ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan
pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi mutasi penduduk.
f. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
i. Kepala Seksi Penduduk Rentan
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pendaftaran penduduk rentan yang meliputi
penyusunan rencana kegiatan, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi penduduk rentan.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pendaftaran
penduduk rentan.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pendaftaran penduduk
rentan.

96
d. Melakukan kegiatan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan
sesuai ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi penduduk rentan.
f. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
j. Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil
1. Tugas Pokok:
Menyusun rencana dan program, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengatur dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pelayanan pencatatan sipil serta merumuskan
kebijakan teknis di bidang pelayanan pencatatan kelahiran dan kematian,
perkawinan dan perceraian serta perubahan status anak dan kewarganegaraan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana/program kerja bidang pelayanan
pencatatan sipil dengan memberi petunjuk dan arahan sebagai pedoman
pelaksaan tugas.
b. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang pelayanan pencatatan sipil.
c. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai agar bawahan mampu
melaksanakan tugas jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Mengevaluasi pelaksaan tugas dan kinerja bawahan berdasarkan rencana dan
realisasi sebagai dasar kebijakan selanjutnya.
e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas sebagai wujud
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
f. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan atasan.
k. Kepala Seksi Kelahiran dan Kematian
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pelayanan administrasi kelahiran dan kematian
yang meliputi penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan,
monitoring, evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi kelahiran dan kematian.

97
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pelayanan
administrasi kelahiran dan kematian.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pelayanan administrasi
kelahiran dan kematian.
d. Melakukan kegiatan pelayanan pencatatan sipil yang meliputi pencatatan
kelahiran, pencatatan lahir mati, pencatatan kematian, penerbitan dokumen
kependudukan hasil pencatatan sipil sesuai ketentuan yang berlaku agar tercapai
keberhasilan pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi kelahiran dan kematian.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
l. Kepala Seksi Perkawinan dan Perceraian
1. Tugas Pokok :
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pelayanan administrasi perkawinan dan
perceraian yang meliputi penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan
kegiatan, monitoring, evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi perkawinan dan perceraian.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pelayanan
administrasi perkawinan dan perceraian.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pelayanan administrasi
perkawinan dan perceraian.
d. Melakukan kegiatan pelayanan pencatatan sipil yang meliputi pencatatan
perkawinan, pencatatan perceraian, penerbitan dokumen kependudukan hasil
pencatatan sipil sesuai ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan
pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi perkawinan dan perceraian.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
m. Kepala Seksi Perubahan Status Anak dan Kewarganegaraan
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pelayanan administrasi perubahan status anak dan

98
kewarganegaraan yang meliputi penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan
kegiatan, monitoring, evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi perubahan status anak dan
kewarganegaraan.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pelayanan
administrasi perubahan status anak dan kewarganegaraan.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pelayanan administrasi
perubahan status anak dan kewarganegaraan.
d. Melakukan kegiatan pelayanan pencatatan sipil yang meliputi pencatatan
pengangkatan anak, pengakuan anak dan pengesahan anak, pencatatan
perubahan nama dan pencatatan perubahan status kewarganegaraan, penerbitan
dokumen kependudukan hasil pencatatan sipil sesuai ketentuan yang berlaku
agar tercapai keberhasilan pelaksanaan tugas.
e. Menyusun laporan seksi perubahan status anak dan kewarganegaraan.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
n. Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Dokumen Kependudukan
1. Tugas Pokok:
Menyusun rencana dan program, mengkoordinasikan, mengarahkan, mengatur dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan informasi dan dokumen
kependudukan serta merumuskan kebijakan teknis dalam pengelolaan sistem dan
teknologi informasi, pengelolaan dan pendayagunaan data serta pelayanan
informasi kependudukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana/program kerja bidang pengelolaan
informasi dan dokumen kependudukan dengan memberi petunjuk dan arahan
sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
b. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang pengelolaan informasi dan dokumen
kependudukan.
c. Melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai agar bawahan mampu
melaksanakan tugas jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.

99
d. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kinerja bawahan berdasarkan rencana dan
realisasi sebagai dasar kebijakan selanjutnya.
e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas sebagai wujud
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
o. Kepala Seksi Sistem dan Teknologi Informasi
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pengelolaan sistem dan teknologi informasi yang
meliputi penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi sistem dan teknologi
informasi.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pengelolaan
sistem dan teknologi informasi.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pengelolaan sistem dan
teknologi informasi yang meliputi pembangunan dan pengembangan jaringan
komunikasi data, penyediaan perangkat keras dan perlengkapan lainnya,
pelaksanaan sistem informasi administrasi kependudukan, pembangunan
replikasi data kependudukan, pembangunan bank data kependudukan sesuai
ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan pelaksanaan tugas.
d. Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan arsip berupa dokumen dan surat
yang berkaitan dengan tugas seksi sistem dan teknologi informasi.
e. Menyusun laporan seksi sistem dan teknologi informasi.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
p. Kepala Seksi Pengelolaan dan Pendayagunaan Data
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pendayagunaan data yang
meliputi penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, monitoring,

100
evaluasi dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi pengelolaan dan
pendayagunaan data.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pengelolaan dan
pendayagunaan data.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pengelolaan dan
pendayagunaan data kependudukan yang meliputi penetapan norma, standar,
prosedur dan kriteria penyelenggaraan pengendalian kuantitas, pengembangan
kualitas, pengarahan mobilitas, persebaran serta perlindungan penduduk sesuai
ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan pelaksanaan tugas.
d. Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan arsip berupa dokumen dan surat
yang berkaitan dengan tugas seksi pengelolaan dan pendayagunaan data.
e. Menyusun laporan seksi pengelolaan dan pendayagunaan data.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
q. Kepala Seksi Pelayanan Informasi Kependudukan
1. Tugas Pokok:
Menyusun program, memberi petunjuk, membimbing, memeriksa, mengecek,
mengontrol pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi kependudukan yang meliputi
penyusunan program, petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, monitoring, evaluasi
dan pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pedoman kerja.
2. Fungsi:
a. Menyusun rencana dan program kerja tahunan seksi pelayanan informasi
kependudukan.
b. Mempersiapkan bahan evaluasi laporan pelaksanaan program pelayanan
informasi kependudukan.
c. Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan program pelayanan informasi
kependudukan yang meliputi penetapan indikator kependudukan, proyeksi
penduduk, analisis dampak kependudukan, penyajian dan desiminasi informasi
kependudukan sesuai ketentuan yang berlaku agar tercapai keberhasilan
pelaksanaan tugas.

101
d. Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan arsip berupa dokumen dan surat
yang berkaitan dengan tugas seksi pelayanan informasi kependudukan.
e. Menyusun laporan seksi pelayanan informasi kependudukan.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
r. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Unit Pelaksana Teknis Dinas bertugas sebagai pembantu Kepala Dinas Kependudukan
dan Pencatatn Sipil dalam mengelola pendaftaran penduduk pada unit tertentu.
s. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional ini bertugas melakukan kegiatan teknis pendaftaran dan
pencatatan penduduk sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.

4.1.5. Keadaan Peralatan Kantor


Berkaitan dengan keadaan peralatan kantor yang digunakan untuk melakukan pelayanan KTP
kepada masyarakat sebagai konsumen di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 10.
Sediaan Peralatan Kantor dalam proses pengurusan KTP
Nomor Jenis Peralatan Jumlah
1 Komputer 9 Unit
2 Printer 3 Unit
3 Scaner 4 Unit
4 Mesin Pres KTP 1 Unit
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang; 2011
4.1.6. Karakteristik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Honorer di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
Betapapun canggihnya penggunaan teknologi, faktor manusia tetap merupakan faktor sentral
atau faktor kunci yang merupakan motor penggerak utama yang melaksanakan seluruh aktivitas
kegiatan suatu organisasi. Keadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Honorer pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang dapat dilihat pada tabel berikut.

102
Tabel 11.
Karakteristik PNS menurut Jabatan, Tingkat Pendidikan dan Golongan Ruang di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
No Nama Jabatan Tingkat Gol. Ruang
. Pendidika
n

1. Drs. Jerhans Adolf Kepala Dinas S1 IV/c


Ledoh

2. Drs. Daud Hironimus Sekretaris S1 IV/b


Djira

3. Anthonius Sabon Libu, Kabid Pelayanan Pencapil S1 IV/a


SH

4. Benyamin Ndun, SH Kabid Pengelolaan Informasi dan S1 IV/a


Dokumen Kependudukan

5. Hijayas U. Mode, S.Sos, Kabid Pelayanan Pendaftaran S2 IV/a


M.Si Penduduk

6. Julius Djo Kasi Perubahan Status Anak dan SLTA III/d


Kewarganegaraan

7. Dra. Sisilia Lettor Kasubag Keuangan dan S1 III/d


Perlengkapan

8. Naomi Ndoen Kasi Penduduk Rentan SLTA III/d

9. Isakh Y. Pellokila, SE Kasi Perkawinan dan Perceraian S1 III/d

10. Davidzon Edizon Puas, Kasi Kelahiran dan Kematian S1 III/d


SH

11. Muhamad Yamin, S.Sos Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan S1 III/d


Pelaporan

12. Justus Matheos Messakh Kasi Identitas Penduduk SLTA III/c

13. Angela Tamo Inya, S.IP Kasi Sistem dan Teknologi S1 III/c
Informasi

14. Novensia P. Messah, Kasi Pelayanan Informasi S1 III/c


S.Sos Kependudukan

15. Emanuel P. Temaluru, Kasi Pengelolaan dan S1 III/c


SSTP Pendayagunaan Data Penduduk

16. Rienny Novianti Fandoe, Sekretariat S1 III/a


SP

17. Pither Yesend Boymau, Pelayanan KTPN S1 III/a


STP
103
18. Maria M. Loudoe, S.Sos Sekretariat S1 III/a

19. Albino Luciana Hurint Pengelolaan Informasi Penduduk S1 III/a

20. Gabriel Heda Operator KTPN SLTA II/d

21. Kornelia S. Assan Sekretariat SLTA II/d

22. Loudowyk Bengngu Operator KTPN SLTA II/d

23. Apriana Ounga Dapa Pelayanan KTPN SLTA II/c

24. Mathilda Un Binaisuri Sekretariat SLTA II/c

25. Melianus I. Manalor Sekretariat SLTA II/c

26. Sepri Federita Boymau Sekretariat SLTA II/c

27. Novita Saraswati Bella, Pelayanan KTPN D3 II/c


A.md

28. Dominikus Dopen Doren Bendahara Barang SLTA II/c

29. Th. A. Nelli Tridianty Sekretariat SLTA II/c

30. Junita Rubina Nissi Sekretariat SLTA II/c

31. Agustina Puruina Manuk Bendahara Penerimaan SLTA II/c

32. Anaci Petronela Giri Pencatat Buku Register Kelahiran SLTA II/b

33. Agus Joko Rusmono Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA II/b

34. Melkianus D. Chr. Rihi Pengelolaan Informasi Penduduk SLTA II/b

35. Marthen Luther Tanehe Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA II/b

36. Rony Wyanders Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA II/b


Tunbonat

37. Elizabeth Ratu Pembantu Bendahara Pengeluaran SLTA II/b

38. Nolce Erlina Pelayanan KTPN SLTA II/a

39. Boby M.S. Therik Pengelolaan Informasi Penduduk SLTA II/a

40. Mery Djami Pelayanan KTPN SLTA II/a

41. Felli Jumima Saba Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA II/a

42. Yomiyati Dorsila Pakh Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA II/a

43. Ferinandus Wunda Pelayanan KTPN SLTA II/a

44. Elviana Y. Sahetapy Bendahara Penerimaan SLTA II/a

104
Engel

45. Aryes Sepryanto Biaf Pelayanan KTPN SLTA II/a

46. Dina F. Balla, S.Kom Pranata Komputer S1 III/a

47. Yusthina Adoe Loket Formulir KTPN dan KK SLTA II/a

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, 2011


Keadaan tenaga honorer di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 12.
Karakteristik Tenaga Honorer menurut Bidang Tugas dan Tingkat Pendidikan di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
No Nama Bidang Tugas Tingkat
. Pendidikan

1. Imelda S. Dyra Pelayanan Pendaftaran Penduduk SLTA

2. Simson A. David Pelayanan Pendaftaran Penduduk SLTA


Rupiasa

3. Sarlince Takaeb, SE Pelayanan Pendaftaran Penduduk S1

4. Yuliana Elisabeth Pelayanan Pendaftaran Penduduk SLTA

5. Enggelina J. Tangasa Pelayanan Pendaftaran Penduduk SLTA

6. Theresia Y. Baria, SE Pelayanan Pendaftaran Penduduk S1

7. Eikkliopas I.Z.T. Loudoe Sekretariat SLTA

8. Franky Yuderson Benu Sekretariat SLTA

9. Endriyanti, SH Sekretariat S1

10. Korinus Masneno Sekretariat SLTA

11. Nigthand Nelson Bunga Sekretariat SLTA

12. Arbet Abner Lada Sekretariat SLTA

105
13. Meylan M.E. Saudale, Pelayanan Pencatatan Sipil S1
SH

14. Pieter D. Hauteas Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

15. Charles M. Mbolik Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

16. Endang Irawati Haba Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

17. Mercy E.M. Tallo Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

18. Sultje Selfisiana Giri Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

19. Christian Paskalis Pengelolaan Informasi dan Dokumen SLTA


Kependudukan

20. Mariyati Ibu Pengelolaan Informasi dan Dokumen SLTA


Kependudukan

21. Rio de Agusta Rihi Pengelolaan Informasi dan Dokumen SLTA


Kependudukan

22. Nurlia Ali Arkiang Pengelolaan Informasi dan Dokumen SLTA


Kependudukan

23. Ade A. Theon, SE Pengelolaan Informasi dan Dokumen S1


Kependudukan

24. Penina Christiani Rohi, Pengelolaan Informasi dan Dokumen S1


SH Kependudukan

25. Husaid H. Pintar, SH Sekretariat S1

26. Melkianus Redu Sekretariat SLTA

27. Hari Jumadi Pelayanan Pencatatan Sipil SLTA

28. Amalia F. Do Rosario Pelayanan Pendaftaran Penduduk SLTA

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, 2011


Secara kumulatif jumlah Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer yang ada di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Menurut Jenis Kelamin di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
Jenis Kelamin
No. Pegawai Jumlah
Laki-Laki Perempuan

1. PNS 23 24 47

2. Tenaga Honorer 13 15 28

106
Total 36 39 75

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, 2011


Data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga
Honorer di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang tergolong mencukupi
kebutuhan, selanjutnya jumlah kumulatif Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer menurut
tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14.
Tingkat Pendidikan Kumulatif Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
Tingkat Pendidikan
No. Jumlah Persentase (%)

1 SLTA 50 66,67

2 Sarjana Muda 1 1,33

3 Sarjana 23 30,67

4 Pasca Sarjana 1 1,33

Total 75 100

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, 2011

Data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer yang
ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang mempunyai tingkat pendidikan
yang bervariasi, yaitu SLTA 50 orang (66,67%), Sarjana Muda 1 orang (1,33%), Sarjana 23
orang (30,67%) dan Pasca Sarjana 1 orang (1,33%).
Berdasarkan jumlah dan tingkat pendidikan dari Pegawai Negeri Sipil dan tenaga honorer yang
ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang dapat dikatakan cukup
memadai, dengan semakin meningkatnya permintaan akan pengurusan Kartu Tanda Penduduk,
Kartu Keluarga dan Akta-akta Catatan Sipil dari penduduk Kota Kupang, maka untuk
mengimbangi meningkatnya jumlah permintaan pengurusan dokumen kependudukan dan
pencatatan sipil, perlu adanya peningkatan baik jumlah maupun tingkat pengetahuan dan
ketrampilan (skill) pegawai, yang dapat dilakukan melalui pendidikan dan latihan yang berkaitan
dengan fungsi pokok Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang.

107
4.2. Analisis Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kepada Masyarakat di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran data tentang jumlah data
minimum, maksimum, mean dan standar deviasi. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 15.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
n Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kepusan Masyarakat (Y) 50 8 14 11.32 1.435
Tangibles (X1) 50 23 40 33.76 3.852
Reliability (X2) 50 9 14 11.64 1.241
Responsiveness (X3) 50 5 12 8.46 1.631
Assurance (X4) 50 15 24 19.48 2.140
Empathy (X5) 50 8 14 11.50 1.344
Valid n (listwise) 50
Sumber: Data primer yang diolah; 2011
4.2.1.1. Analisis Kepuasan Masyarakat (Y)
Kepuasan masyarakat dalam hasil penelitian ini tergolong berkualiatas rendah terdiri atas
indikator pertama yaitu tingkat harapan atau kebutuhan masyarakat dan indikator kedua yaitu
kualitas pelayanan KTP yang diberikan oleh aparat/pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan

108
Sipil Kota Kupang, kadang-kadang masyarakat menunggu sampai lebih dari 15 hari kerja dalam
pengurusan Kartu Tanda Penduduk. Rendahnya kepuasan masyarakat Kota Kupang sebagai
konsumen dilihat pada indikator pertama dan kedua tergolong berkualitas rendah dan kurang
memuaskan masyarakat sebagai konsumen. Hal ini diindikasi bahwa (1) prosedur pembuatan KTP
yang cukup panjang meliputi beberapa tahapan kegiatan dari tingkat RT/RW, kelurahan, sampai pada
penyelesaiannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tentu cukup memakan waktu,
tenaga dan biaya dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan KTP, walaupun merupakan
prosedur standar yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, tentu dapat
menjadi kendala bagi masyarakat sebagai konsumen yang lebih menghendaki pelayanan yang cepat,
mudah dan memuaskan; (2) adanya keterlambatan petugas membuka loket pelayanan KTP kurang
sesuai dengan waktu yang ditentukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
setiap hari kerja; (3) masih ada keluhan masyarakat mengenai keterlambatan pencetakan KTP, yaitu
melebihi 14 hari kerja atau melebihi standar waktu yang ada dalam penyelesaian pelayanan KTP oleh
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, hal ini dapat dilihat pada loket pelayanan
KTP dan pemberitaan lewat media massa; (4) tidak ada petugas/aparat yang memiliki fungsi khusus
untuk menangani keluhan/masalah masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan KTP, khususnya
petugas pada loket pelayanan KTP yang dapat membantu memberikan informasi mengenai prosedur,
biaya dan segala hal yang berkaitan dengan pelayanan KTP; (5) tata ruang kantor pelayanan KTP
yang belum rapi dan teratur, sehingga masih ditemui banyaknya masyarakat yang antri dan tidak
mendapatkan pelayanan yang nyaman dan menyenangkan; (6) kurang ramahnya petugas yang
melayani pengurusan KTP bagi masyarakat sebagai konsumen.
Memperhatikan fenomena-fenomena empirik termasuk berbagai persoalan yang terjadi dalam
pelayanan KTP seperti dipaparkan oleh peneliti di atas, dapat diasumsikan bahwa kualitas pelayanan
KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini masih tergolong
berkualitas rendah. Oleh karena itu, variabel kepuasan masyarakat sebagai konsumen dengan jumlah
sampel sebanyak 50 orang memiliki nilai kepuasan masyarakat sebagai konsumen rata-rata 11.32%
dengan nilai kepuasan masyarakat sebagai konsumen minimal sebesar 8% dan maksimal sebesar
14%, sedangkan standar devisiasinya sebesar 1.435%.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif tersebut di atas, dapat diketahui bahwa mean
atau nilai rata-rata variabel kepuasan masyarakat sebagai konsumen dalam pengurusan KTP di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, mencapai 22,64% diperoleh dari perhitungan
(mean/50) (100%) = (11,32/50) (100%) = 22,64%. Persentase ini tergolong berkualitas rendah yang

109
menunjukkan kurang adanya kepuasan masyarakat sebagai konsumen dalam proses pelayanan KTP
di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang masih tergolong rendah. (Lihat tabel 15).
4.2.1.2. Analisis Tangibles (X1)
Hasil analisis tangibles berkaitan dengan indikator pertama yaitu ketersediaan prasarana
administratif yang mendukung pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Kupang, berupa gedung kantor dan ruangan pelayanan yang layak pakai, tergolong berkulaitas
mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja. Hal ini diindikasi bahwa kualitas atau mutu gedung
kantor di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang tergolong berkualitas permanen.
Berkaitan dengan kuantitas atau jumlah ruangan kerja pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang tergolong sudah mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja. Jumlah ruangan
kerja di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang sebanyak 5 ruangan berlantai
keramik dan ukuran luas setiap rungan kerja 6 x 7 meter. Sedangkan indikator kedua yaitu
ketersediaan sarana administratif yang mendukung pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang tergolong sudah mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja. Hal
ini diindikasi bahwa jumlah komputer sebanyak 9 unit, printer sebanyak 3 unit, scaner sebanyak 4
unit dan mesin pres KTP sebanyak 1 unit. Selanjutnya indikator ketiga yaitu ketersediaan sumber
daya aparatur dalam pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
tergolong berkualitas mencukupi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen dalam pelayanan KTP
sebanyak 30 orang.
Berpatokan pada uraian tersebut di atas, dapat diasumsikan bahwa variabel kualitas pelayanan
KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini berkaitan dengan dimensi
tangibles tergolong berkualitas sedang atau mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja. Oleh
karena itu, dimensi tangibles dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang memiliki nilai tangibles rata-
rata 33.76% dengan nilai kepuasan masyarakat sebagai konsumen minimal sebesar 23% dan
maksimal sebesar 40%, sedangkan standar devisiasinya sebesar 3.852%.
Analisis hasil statistik deskriptif tersebut di atas menunjukkan bahwa mean atau nilai rata-rata
variabel kepuasan masyarakat sebagai konsumen dalam proses pelayanan KTP di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, mencapai 67,52% diperoleh dari perhitungan
(mean/50) (100%) = (33,76/50) (100%) = 67,52%). Persentase ini tergolong berkualitas sedang
atau mencukupi kebutuhan pegawai setiap hari kerja yang menunjukkan adanya kualitas pelayanan
KTP ditinjau dari aspek tangibles di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang
mencukupi kebutuhan pegawai dalam melayani masyarakat sebagai kosumen dalam proses
pelayanan KTP. (Lihat tabel 15).

110
4.2.1.3. Analisis Reliability (X2)
Hasil analisis reliability berkaitan dengan indikator pertama yaitu prosedur pelayanan KTP
yang mudah bagi masyarakat sebagai konsumen oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang tergolong berkualitas rendah. Hal ini diindikasi bahwa (1) adanya keterlambatan
petugas membuka loket pelayanan KTP kurang sesuai dengan waktu yang ditentukan di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang setiap hari kerja; (2) masih ada keluhan
masyarakat mengenai keterlambatan pencetakan KTP, yaitu melebihi 14 hari kerja atau melebihi
standar waktu yang ada dalam penyelesaian pelayanan KTP oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang, hal ini dapat dilihat pada loket pelayanan KTP dan pemberitaan lewat
media massa; (3) tata ruang kantor pelayanan KTP yang belum rapih dan teratur, sehingga masih
ditemui banyaknya masyarakat yang antri dan tidak mendapatkan pelayanan yang nyaman dan
menyenangkan. Selanjutnya hasil analisis reliability berkaitan dengan indikator kedua yaitu prosedur
pelayanan KTP kepada masyarakat sebagai kosumen di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang tergolong berkualitas rendah. Hal ini diindikasi bahwa (1) prosedur pembuatan KTP
yang cukup panjang meliputi beberapa tahapan kegiatan dari tingkat RT/RW, kelurahan, sampai pada
penyelesaiannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal ini tentu cukup memakan waktu,
tenaga dan biaya dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan KTP, walaupun hal tersebut
merupakan prosedur standar yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang,
tentu hal tersebut dapat menjadi kendala bagi masyarakat sebagai konsumen yang lebih menghendaki
pelayanan yang cepat, mudah dan memuaskan; (2) tidak adanya petugas/aparat yang memiliki fungsi
khusus untuk menangani keluhan/masalah masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan KTP,
khususnya petugas khusus pada loket pelayanan KTP yang dapat membantu memberikan informasi
mengenai prosedur, biaya dan segala hal yang berkaitan dengan pelayanan KTP; (3) kurang
ramahnya petugas yang melayani prosedur pengurusan KTP bagi masyarakat sebagai konsumen.
Berpatokan pada uraian tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa variabel kualitas pelayanan
KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini berkaitan dengan dimensi
reliability tergolong berkualitas rendah. Oleh karena itu, dimensi reliability dengan jumlah sampel
sebanyak 50 orang memiliki nilai reliability rata-rata 11.64% dengan nilai kepuasan masyarakat
sebagai pelanggan minimal sebesar 9% dan maksimal sebesar 14%, sedangkan standar devisiasinya
sebesar 1.241%.

111
Analisis hasil statistik deskriptif tersebut di atas menunjukkan bahwa mean atau nilai rata-rata
variabel kualitas pelayanan KTP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang,
ditinjau dari aspek reliability mencapai 23,28% diperoleh dari perhitungan (mean/50) (100%) =
(11,64/50) (100%) = 23,28%. Persentase ini tergolong berkualitas rendah yang menunjukkan kurang
adanya kualitas pelayanan KTP ditinjau dari aspek reliability di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang masih tergolong rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai konsumen
dalam proses pelayanan KTP. (Lihat tabel 15).

4.2.1.4. Analisis Responsiveness (X3)


Hasil analisis responsiveness berkaitan dengan indikator pertama yaitu kecepatan
penyelenggaraan pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang masih
tergolong berkualitas rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai konsumen. Hal ini
diindikasi bahwa (1) prosedur pembuatan KTP yang cukup panjang meliputi beberapa tahapan
kegiatan dari tingkat RT/RW, kelurahan, sampai pada penyelesaiannya di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil. Hal ini tentu cukup memakan waktu, tenaga dan biaya dari masyarakat yang
membutuhkan pelayanan KTP, walaupun hal tersebut merupakan prosedur standar yang ada pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, tentu hal tersebut dapat menjadi kendala
bagi masyarakat sebagai konsumen yang lebih menghendaki pelayanan yang cepat, mudah dan
memuaskan; (2) tidak adanya petugas/aparat yang memiliki fungsi khusus untuk menangani
keluhan/masalah masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan KTP, khususnya petugas pada loket
pelayanan KTP yang dapat membantu memberikan informasi mengenai prosedur, biaya dan segala
hal yang berkaitan dengan pelayanan KTP; (3) adanya keterlambatan petugas membuka loket
pelayanan KTP kurang sesuai dengan waktu yang ditentukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang setiap hari kerja; (4) masih ada keluhan masyarakat mengenai keterlambatan
pencetakan KTP, yaitu melebihi 14 hari kerja atau melebihi standar waktu yang ada dalam
penyelesaian pelayanan KTP oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, hal ini
dapat dilihat pada loket pelayanan KTP dan pemberitaan lewat media massa.
Selanjutnya hasil analisis responsiveness berkaitan dengan indikator kedua yaitu ketepatan
dalam menanggapi keluhan dan kebutuhan masyarakat masih tergolong berkualitas rendah atau
belum memuaskan masyarakat sebagai konsumen. Hal ini diindikasi bahwa (1) masih ada keluhan
masyarakat mengenai keterlambatan pencetakan KTP, yaitu melebihi 14 hari kerja atau melebihi
standar waktu yang ada dalam penyelesaian pelayanan KTP oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang, hal ini dapat dilihat pada loket pelayanan KTP dan pemberitaan lewat
media massa; (2) tidak adanya petugas/aparat yang memiliki fungsi khusus untuk menangani

112
keluhan/masalah masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan KTP, khususnya petugas khusus
pada loket pelayanan KTP yang dapat membantu memberikan informasi mengenai prosedur, biaya
dan segala hal yang berkaitan dengan pelayanan KTP; (3) tata ruang kantor pelayanan KTP yang
belum rapi dan teratur, sehingga masih ditemui banyaknya masyarakat yang antri dan tidak
mendapatkan pelayanan yang nyaman dan menyenangkan; (4) kurang ramahnya petugas yang
melayani pengurusan KTP bagi masyarakat sebagai konsumen.
Berpatokan pada uraian tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa variabel kualitas pelayanan
KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini berkaitan dengan dimensi
responsiveness tergolong berkualitas rendah. Oleh karena itu, dimensi responsiveness dengan jumlah
sampel sebanyak 50 orang memiliki nilai responsiveness rata-rata 8,46% dengan nilai kepuasan
masyarakat sebagai pelanggan minimal sebesar 5% dan maksimal sebesar 12%, sedangkan standar
devisiasinya sebesar 1.631%.
Analisis hasil statistik deskriptif tersebut di atas menunjukkan bahwa mean atau nilai rata-rata
variabel kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, ditinjau
dari aspek responsiveness mencapai 16,92% diperoleh dari perhitungan (mean/50) (100%) =
(8,46/50) (100%) = 16,92%. Persentase ini tergolong berkualitas rendah yang menunjukkan kurang
adanya kualitas pelayanan KTP ditinjau dari aspek responsiveness pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang masih tergolong rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai
konsumen dalam proses pelayanan KTP. (Lihat tabel 15).

4.2.1.5. Analisis Assurance (X4)


Hasil analisis assurance berkaitan dengan indikator pertama yaitu kemampuan teknis pegawai
dalam memberikan pelayanan KTP bagi masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Kupang, masih tergolong berkualitas rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai
konsumen. Hal ini diindikasi bahwa (1) adanya keterlambatan petugas membuka loket pelayanan
KTP kurang sesuai dengan waktu yang ditentukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Kupang setiap hari kerja; (2) masih ada keluhan masyarakat mengenai keterlambatan pencetakan
KTP, yaitu melebihi 14 hari kerja atau melebihi standar waktu yang ada dalam penyelesaian
pelayanan KTP oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, hal ini dapat dilihat
pada loket pelayanan KTP dan pemberitaan lewat media massa; (3) tata ruang kantor pelayanan KTP
yang belum rapi dan teratur, sehingga masih ditemui banyaknya masyarakat yang antri dan tidak
mendapatkan pelayanan yang nyaman dan menyenangkan. Selanjutnya hasil analisis assurance
berkaitan dengan indikator kedua yaitu sikap sopan dan ramah pegawai dalam melakukan pelayanan
KTP kepada masyarakat sebagai konsumen di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

113
Kupang, masih tergtolong berkualitas rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai konsumen.
Hal ini diindikasi bahwa (1) tidak adanya petugas/aparat yang memiliki fungsi khusus untuk
menangani keluhan/masalah masyarakat dalam kaitannya dengan pelayanan KTP, khususnya petugas
pada loket pelayanan KTP yang dapat membantu memberikan informasi mengenai prosedur, biaya
dan segala hal yang berkaitan dengan pelayanan KTP; (2) kurang ramahnya petugas yang melayani
pengurusan KTP bagi masyarakat sebagai konsumen.
Berpatokan pada uraian tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa variabel kualitas pelayanan
KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang saat ini berkaitan dengan dimensi
assurance tergolong berkualitas rendah. Oleh karena itu, dimensi assurance dengan jumlah sampel
sebanyak 50 orang memiliki nilai assurance rata-rata 19.48% dengan nilai kepuasan masyarakat
sebagai pelanggan minimal sebesar 15% dan maksimal sebesar 24%, sedangkan standar devisiasinya
sebesar 2.140%.
Analisis hasil statistik deskriptif tersebut di atas menunjukkan bahwa mean atau nilai rata-rata
variabel kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang, ditinjau
dari aspek assurance mencapai 38,96% diperoleh dari perhitungan (mean/50) (100%) = (19,48/50)
(100%) = 38,96%). Persentase ini tergolong berkualitas rendah yang menunjukkan kurang adanya
kualitas pelayanan KTP ditinjau dari aspek assurance pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang masih tergolong rendah atau belum memuaskan masyarakat sebagai konsumen
dalam proses pelayanan KTP. (Lihat tabel 15).

4.2.1.6. Analisis Empathy (X5)


Hasil analisis empathy berkaitan dengan indikator pertama yaitu perhatian pegawai untuk
membantu masyarakat pemohon pelayanan KTP bagi masyarakat pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Kupang, masih tergolong berkualitas rendah atau belum memuaskan
masyarakat sebagai konsumen. Hal ini diindikasi bahwa (1) prosedur pembuatan KTP yang cukup
panjang meliputi beberapa tahapan kegiatan dari tingkat RT/RW, kelurahan, sampai pada
penyelesaiannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal ini tentu cukup memakan waktu,
tenaga dan biaya dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan KTP, walaupun hal tersebut
merupakan prosedur standar yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kupang,
tentu hal tersebut dapat menjadi kendala bagi masyarakat sebagai konsumen yang lebih menghendaki
pelayanan yang cepat, mudah dan memuaskan; (2) adanya keterlambatan petugas membuka loket
pelayanan KTP kurang sesuai dengan waktu yang ditentukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang setiap hari kerja; (3) masih ada keluhan masyarakat mengenai keterlambatan
pencetakan KTP, yaitu melebihi 14 hari kerja atau melebihi standar waktu yang ada dalam