Anda di halaman 1dari 13

Pengetahuan Perawat Dalam Melaksanakan Sasaran Keselamatan Pasien

Siti Nurhaliza/181101127
nrhlizha26@gmail.com
Abstrak
Latar belakang Tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dalam pengelolaan manajemen resiko keselamatan pasien di rumah sakit. Setiap rumah sakit diwajibkan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah melalui sasaran keselamatan
pasien.Tujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam melaksanakan sasaran keselamatan
pasien. Metode yang digunakan adalah teknik pengumpulan data atau informasi dengan melakukan
analisis, eksplorasi, kajian bebas yang relevan yang berfokus pada pengetahuan perawat dalam
melaksanakan sasaran keselamatan pasien dengan menggunakan 14 referensi, jurnal dan e-book. hasil
Berdasarkan hasil pencarian yang didapat menyatakan bahwa pengetahuan perawat dalam melaksanakan
asaran keselamatan pasien yang dimaksud dalam akreditasi rumah sakit adalah Sasaran Keselamatan
Pasien (SSP) yang terdiri dari Sasaran I adalah Ketepatan Identifikasi Pasien, Sasaran II adalah
Peningkatan komunikasi yang efektif, Sasaran III adalah Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, Sasaran IV adalah Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, Sasaran V
adalah Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, Sasaran VI adalah Pengurangan risiko
pasien jatuh. Kesimpulan Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka langkah awal yang
diperlukan bagi perawat adalah pengetahuan salah satunya sasaran keselamatan pasien.

Keywords : Pengetahuan, Sasaran keselamatan pasien, Rumah Sakit.

Latar Belakang memperbaiki kualitas pelayanan serta

Patient Safety atau keselamatan pasien berkaitan dengan mutu dan citra rumah sakit

adalah suatu sistem yang membuat asuhan (Depkes, 2008). Rumah sakit merupakan

pasien di rumah sakit menjadi lebih aman salah satu tempat yang memberikan

dan nyaman. Keselamatan pasien pelayanan kesehatan pada pasien, dengan

merupakan tanggung jawab semua pihak berbagai macam jenis tenaga kesehatan

yang berkaitan dengan pemberi pelayanan diantaranya adalah perawat dan dokter.

kesehatan. Pasien safety menjadi prioritas Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah

utama dalam layanan kesehatan dan sakit bertanggung jawab dalam

merupakan langkah kritis pertama untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan


dalam pengelolaan manajemen resiko
keselamatan pasien di rumah sakit Tujuan
(Kemenkes dan KARS, 2011). Pada saat ini
Bertujuan untuk mengidentifikasi
setiap rumah sakit diwajibkan untuk
pengetahuan perawat dalam melaksanakan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
sasaran keselamatan pasien.
yang salah satunya adalah melalui sasaran
keselamatan pasien. Sasaran keselamatan Metode
pasien yang dimaksud dalam akreditasi
rumah sakit adalah Sasaran Keselamatan Metode yang digunakan adalah teknik
pengumpulan data atau informasi dengan
Pasien (SSP) yang terdiri dari Sasaran I
melakukan analisis, eksplorasi, kajian bebas
adalah Ketepatan Identifikasi Pasien,
yang relevan yang berfokus pada pengetahuan
Sasaran II adalah Peningkatan komunikasi
perawat dalam melaksanakan sasaran
yang efektif, Sasaran III adalah Peningkatan
keselamatan pasien dengan menggunakan 14
keamanan obat yang perlu diwaspadai, referensi, jurnal dan e-book.
Sasaran IV adalah Kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, Hasil
Sasaran V adalah Pengurangan risiko infeksi
Berdasarkan hasil pencarian yang didapat
terkait pelayanan kesehatan, Sasaran VI
menyatakan bahwa pengetahuan perawat
adalah Pengurangan risiko pasien jatuh
dalam melaksanakan asaran keselamatan
(Direktoran BUN, Kemenkes, dan KARS,
pasien yang dimaksud dalam akreditasi
2011). Keselamatan pasien perlu
rumah sakit adalah Sasaran Keselamatan
dibudayakan, menurut NHS (2004) bahwa
Pasien (SSP) yang terdiri dari Sasaran I
budaya keselamatan pasien yang perlu
adalah Ketepatan Identifikasi Pasien,
dikembangkan adalah melalui
Sasaran II adalah Peningkatan komunikasi
pengembangan pengkajian yang meliputi
yang efektif, Sasaran III adalah Peningkatan
senior management visibility dan komitmen
keamanan obat yang perlu diwaspadai,
keselamatan, komunikasi diantara manajer
Sasaran IV adalah Kepastian tepat lokasi,
dan staf, sikap untuk melaporkan kejadian,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi,
kesalahan dan punishment. Untuk dapat
Sasaran V adalah Pengurangan risiko infeksi
membudidayakan keselamatan pasien maka
terkait pelayanan kesehatan, Sasaran VI
langkah awal yang diperlukan bagi perawat
adalah Pengurangan risiko pasien jatuh.
adalah pengetahuan.
Pembahasan yang akan mendapatkan pelayanan
kesehatan atau pengobatan, dan 2) untuk
Enam sasaran keselamatan pasien (patient
memastikan kesesuaian pelayanan atau
safety) rumah sakit menurut Permenkes No.
pengobatan yang diberikan terhadap
1691/Menkes/Per/VIII/2011 yaitu ketepatan
individu atau pasien tersebut. Sasaran ini
dalam mengidentifikasi pasien;
didukung oleh penelitian yang dilakukan
meningkatkan komunikasi yang efektif;
oleh Maryam (2010) yang menunjukkan
peningkatan keamanan obat yang perlu
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
diwaspadai; kepastian tepat lokasi, tepat
antara identifikasi pasien dengan tingkat
prosedur, tepat pasien operasi; pengurangan
kepuasan pasien. Pengembangan terhadap
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
kebijakan dan/atau prosedur yang dilakukan
dan pengurangan risiko pasien jatuh
secara kolaboratif bertujuan untuk
(Depkes RI, 2011). Adapun penjelasannya
memperbaiki dan meningkatkan proses
adalah sebagai berikut:
identifikasi, khususnya pada proses
a. Sasaran I: Ketepatan Mengidentifikasi identifikasi terhadap pasien ketika
Pasien Kegagalan atau kesalahan dalam pemberian obat, darah, atau produk darah;
melakukan identifikasi terhadap pasien bisa pengambilan darah dan spesimen lain untuk
terjadi disemua aspek/tahapan diagnosis dan kepentingan pemeriksaan klinis; atau
pengobatan, seperti ketika pemberian obat pemberian pengobatan atau tindakan lain.
dan darah, pengambilan darah dan spesimen Kebijakan dan/atau prosedur yang
lain untuk pemeriksaan klinis serta digunakan minimal harus menerapkan dua
penyerahan bayi kepada bukan keluarganya. cara dalam melakukan identifikasi terhadap
Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien pasien, diantaranya: nama pasien, nomor
dapat juga terjadi saat pasien dalam kondisi rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
tidak sadar, bertukar tempat Menurut Depkes RI. (2011), nomor kamar
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya pasien atau lokasi tidak tepat digunakan
kelainan sensori, atau akibat situasi lain dalam mengidentifikasi pasien. Proses
(Depkes RI, 2011). Tujuan dari sasaran yang identifikasi pasien dapat dilakukan perawat
pertama ini adalah untuk: 1) melakukan dengan bertanya kepada pasien sebelum
identifikasi terhadap pasien sebagai individu melakukan tindakan misalnya “nama ibu
siapa?”. Jika pasien menggunakan gelang mengambil darah dan spesimen lain untuk
tangan harus tetap dikonfirmasi secara pemeriksaan klinis; 4) Pasien diidentifikasi
verbal, seandainya pasien tidak dapat sebelum pemberian pengobatan dan
menyebut nama maka perawat dapat tindakan/prosedur; 5) Kebijakan dan
menanyakan pada penunggu atau keluarga. prosedur mengarahkan pelaksanaan
Pasien yang tidak mampu menyebut nama, identifikasi yang konsisten pada semua
tidak memakai gelang dan tidak ada situasi dan lokasi. Strategi mengidentifikasi
keluarga atau penunggu maka identitas pasien dan mengurangi kesalahan meliputi
dipastikan dapat melihat rekam medik oleh penciptaan dan pelaksanaan praktik
dua orang petugas. Kebijakan dan/atau keselamatan yang berkualitas secara rutin,
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pemantauan indikator yang dapat diandalkan
identitas berbeda di lokasi yang berbeda di secara terus menerus, analisis akar
rumah sakit, seperti di pelayanan rawat penyebab, penggunaan bar-code, kegiatan
jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi pendidikan keselamatan pasien secara
termasuk identifikasi pada pasien koma profesional dan bertanggung jawab,

tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif kerjasama interdisipliner (perawat dengan

digunakan untuk mengembangkan kebijakan dokter, laboratorium dan farmasi),

dan/atau prosedur agar dapat memastikan menangani masalah identifikasi pasien pada

semua kemungkinan situasi untuk dapat perawat baru dalam masa orientasi dan

diidentifikasi (Depkes RI, 2011). pemantauan berkelanjutan (Hassan et al ,


2011).
Elemen penilaian sasaran ketepatan
identifikasi pasien menurut Depkes RI b. Sasaran II: Peningkatan Komunikasi yang

(2011) meliputi: 1) Pasien diidentifikasi Efektif Komunikasi mempunyai arti penting

menggunakan dua identitas pasien (nama bagi keselamatan pasien dan kesinambungan

pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, pelayanan. Rumah sakit merencanakan

gelang identitas pasien dengan bar-code), proses manajemen informasi keselamatan

tidak boleh menggunakan nomor kamar atau pasien untuk memenuhi kebutuhan

lokasi pasien; 2) Pasien diidentifikasi informasi yang bersifat internal dan

sebelum pemberian obat, darah atau produk eksternal dimana transmisi data dan

darah; 3) Pasien diidentifikasi sebelum informasi harus tepat waktu dan akurat
(Depkes RI, 2011). Komunikasi yang buruk
merupakan penyebab yang paling sering hasilnya sesuai dengan harapan. Komunikasi
menimbulkan efek samping pada semua yang efektif diimplementasikan dengan
aspek pelayanan kesehatan, sehingga menggunakan metode S-BAR yang meliputi
menimbulkan permasalahan dalam S (Situation) artinya situasi yang
mengidentifikasi pasien, kesalahan menggambarkan keadaan pasien sehingga
pengobatan dan tranfusi serta alergi perlu dilaporkan, B (Background) artinya
diabaikan, salah prosedur operasi, dan salah gambaran riwayat atau hal yang mendukung
sisi bagian yang dioperasi. Semua hal terjadinya kondisi atau situasi pasien saat
tersebut berpotensi terhadap terjadinya ini, A (Assessment) artinya kesimpulan dari
insiden keselamatan pasien dan dapat hasil analisa terhadap gambaran situasi dan
dicegah dengan meningkatkan komunikasi background, dan R (Recomendation) artinya
(White, N., 2012). Komunikasi dapat usulan pelapor kepada dokter tentang
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. alternatif tindakan yang mungkin dilakukan.
Komunikasi yang paling dominan S-BAR dilaksanakan melalui standar/baku
mengalami kesalahan adalah komunikasi hand off (serah terima). Serah terima dapat
lisan secara langsung maupun melalui dilakukan kapanpun disaat terjadi
telepon. Komunikasi yang mudah terjadi pengalihan tanggung jawab pasien dari satu
kesalahan adalah pelaporan kembali hasil orang caregiver kepada orang lain. Tujuan
pemeriksaan klinis, seperti melaporkan hasil dari serah terima adalah untuk memberikan
laboratorium klinik cito melalui telepon ke dan menyediakan informasi secara akurat,
unit pelayanan (Depkes RI, 2011). Menurut tepat waktu tentang rencana keperawatan,
Manojlovich (2007), menyatakan pengobatan, kondisi terkini dan perubahan
komunikasi dokter dan perawat mempunyai kondisi pasien yang baru saja terjadi ataupun
peran penting dalam menentukan derajat yang dapat diantisipasi. Serah terima
kesehatan pasien, dan kualitas pelayanan informasi pasien dilakukan antar perawat
yang diberikan. Semakin baik komunikasi antar shift, pengalihan tanggung jawab dari
diantara perawat dan dokter semakin baik dokter ke perawat, dan pengalihan tanggung
hasil perawatan yang mereka berikan. jawab sementara (saat istirahat makan),
Komunikasi efektif adalah saling bertukar antar perawat per ruangan. Hand off bedside
informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan (serah terima disamping tempat tidur pasien)
sikap antara dua orang atau kelompok yang mempromosikan keselamatan pasien. Hand
off bedside memungkinkan perawat untuk telepon secara konsisten diarahkan oleh
bertukar informasi pasien, memberikan kebijakan dan prosedur yang berlaku.
kesempatan untuk memvisualisasikan pasien
c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat
dan mengajukan pertanyaan terhadap hal
yang Perlu Diwaspadai (High Alert)
yang kurang dipahami. Selain itu dapat
Kesalahan pengobatan dapat menyebabkan
meningkatkan kesadaran perawat terhadap
bahaya bagi pasien. Perawat mempunyai
dampak komunikasi pada keselamatan
peran penting dalam menyiapkan obat maka
pasien dan kepuasan serta meningkatkan
perawat perlu waspada dalam mencegah
komunikasi antara perawat, dokter dan
keselahan obat (Potter, P.A., dan Perry,
pasien/keluarga serta tim kesehatan lain.
2010). Hal yang paling sering menjadi
Hand off bedside juga memungkinkan
penyebab kesalahan obat (medication error)
pasien terlibat aktif dalam perawatan dengan
adalah nama obat, rupa dan ucapan mirip
mengijinkan pasien untuk mengoreksi
(NORUM) atau Look Alike Sound Alike
kesalahpahaman konsep, memberikan
(LASA) yang membingungkan staf
masukan terhadap rencana perawatan,
pelaksana. Kesalahan pengobatan adalah
mengklarifikasi dan memperbaiki
peristiwa atau kejadian yang dapat dihindari
ketidakakuratan (Maxson et al., 2012).
yang dapat membahayakan pasien yang
Elemen penilaian sasaran II menurut Depkes
timbul sebagai akibat dari pemakaian obat
RI (2011), terdiri dari empat hal
yang tidak sesuai (Choo et al., 2010).
diantaranya: 1) Penyampaian perintah
Perilaku perawat dalam melakukan
lengkap secara lisan dan melalui telepon
keamanan obat yang perlu diwaspadai yaitu
atau penerima perintah menuliskan hasil
melakukan pemberian pengobatan dalam
pemeriksaan secara lengkap; 2)
prinsip enam benar yaitu benar obat, benar
penyampaian perintah lengkap secara lisan
dosis, benar rute, benar waktu dan benar
dan yang melalui telepon atau penerima
pasien. Perawat masih banyak membuat
perintah membacakan hasil pemeriksaan
kesalahan meskipun telah diverifikasi
secara lengkap; 3) pemberi perintah atau
dengan prinsip lima benar, untuk itu perlu
yang menyampaikan hasil pemeriksaan
diverifikasi lagi dengan resep harus terbaca,
mengkonfirmasi perintah atau hasil
lingkungan yang kondusif tanpa gangguan
pemeriksaan; dan 4) Pelaksanaan verifikasi
selama putaran pengobatan dan pola staf
ketepatan komunikasi lisan atau melalui
yang memadai. Faktor lain yang
berkontribusi adalah stres tempat kerja, pengobatan yang aman. Selain itu, dengan
gangguan interupsi, pelatihan memadai dan tidak mengalihkan perhatian perawat yang
informasi terfragmentasi (Choo et al, 2010). melaksanakan tindakan pemberian obat
Kesalahan dalam pemberian obat bisa kepada pasien (Choo et al., 2010) Elemen
dikurangi bahkan dihilangkan dengan cara penilaian Sasaran III menurut Depkes RI
meningkatkan pengaturan atau pengelolaan (2011) meliputi: 1) pengembangan dari
obat-obatan yang perlu diwaspadai termasuk kebijakan dan atau prosedur hendaknya
proses memindahkan elektrolit konsentrat mencantumkan proses identifikasi,
dari unit pelayanan pasien ke farmasi penetapan lokasi, pemberian label dan
(Depkes RI, 2011). Aplikasi yang dilakukan penyimpanan elektrolit konsentrat; 2)
oleh perawat dalam mengurangi kesalahan penerapan kebijakan dan prosedur; 3) unit
pengobatan diantaranya perawat mengecek pelayanan pasien tidak menyimpan elektrolit
alergi obat, menjelaskan tujuan dan konsentrat kecuali jika dibutuhkan secara
kemungkinan efek obat, mencatat/dokumen, klinis. Hal ini dilakukan untuk mencegah
bekerja sesuai Standar Asuhan Keperawatan pemberian yang kurang hati-hati di area
(SAK) serta Standar Prosedur Operasional tersebut sesuai dengan kebijakan yang
(SPO), mengecek reaksi obat, mengecek berlaku; dan 4) unit pelayanan pasien
integritas kulit untuk injeksi, dan memonitor menyimpan elektrolit konsentrat dengan
pasien. Dua orang staf mengecek pemberian memberi label yang jelas, dan
obat parenteral, memperbarui catatan obat. menyimpannya pada tempat yang dibatasi
Memisahkan obat yang mirip, kemasan obat secara ketat (restricted).
yang mirip, memberikan pendidikan kepada
d. Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi,
pasien/keluarga untuk mengenali obat,
Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi.
kegunaan obat, cara pakai obat dan waktu
Penyimpangan pada verifikasi (tepat lokasi,
penggunaan obat (KKPRS, 2008). Perawat
tepat prosedur dan tepat pasien operasi) akan
harus berkonsentrasi ketika mempersiapkan
dapat mengakibatkan pelaksanaan prosedur
dan pemberian obat serta tidak diminta
yang keliru atau pembedahan sisi tubuh
untuk melakukan banyak tugas selama
yang salah. Penyebabnya karena kurangnya
putaran pengobatan. Gangguan dan interupsi
komunikasi atau informasi yang diterima
harus diminimalkan untuk menyediakan
tidak benar bahkan tidak ada informasi sama
lingkungan yang kondusif untuk pemberian
sekali, pasien kurang/tidak dilibatkan secara
langsung dalam melakukan penandaan pemberian tanda pada atau dekat daerah
lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur operasi/insisi. Menggunakan tanda yang
untuk verifikasi lokasi operasi. Selain itu, tidak ambigu (contoh: tanda “X” merupakan
pengkajian pasien yang tidak tepat, tanda yang tidak ambigu). Daerah yang
pengecekan ulang rekam medis atau catatan tidak dioperasi, tidak ditandai kecuali sangat
medis yang tidak tepat, iklim atau kondisi diperlukan. Menggunakan penanda yang
yang tidak mendukung adanya komunikasi tidak mudah terhapus misalnya gentain
terbuka antar anggota tim bedah, violet. Sebelum dilakukan operasi
permasalahan yang timbul karena tulisan menerapkan pengisian checklist keselamatan
tangan yang tidak terbaca (illegible operasi untuk memastikan; tepat pasien;
handwritting) dan penggunaan singkatan tepat prosedur; tepat daerah/lokasi operasi.
yang tidak sesuai adalah faktor-faktor Ruang operasi merupakan area pekerjaan
kontribusi yang sering terjadi (Depkes RI, yang kompleks dengan lingkungan yang
2011). Tujuan dari proses verifikasi pre berpotensi tinggi terjadinya kesalahan.
operatif adalah untuk memverifikasi atau Untuk itu proses verifikasi pre operatif
memperjelas lokasi, prosedur, dan pasien semakin direkomendasikan dalam beberapa
dengan benar; Memastikan bahwa semua tahun terakhir. Lima tahapan proses untuk
dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan meningkatkan keselamatan di ruang bedah
yang relevan tersedia, diberi label dengan yaitu : briefing, sign in (sebelum induksi
baik, dipandang; Dan melakukan verifikasi anastesi), time out (sebelum insisi), sign out
ketersediaan peralatan khusus dan/atau (sebelum meninggalkan kamar operasi), dan
implant yang dibutuhkan. Menandai lokasi debriefing.Time out memberikan kontribusi
operasi (marking) terutama pada organ yang untuk meningkatkan keselamatan pasien
memiliki dua sisi (kanan dan kiri); Multiple 85% dengan memberikan kesempatan untuk
structures (jari tangan, jari kaki); Multiple mengidentifikasi dan memecahkan masalah,
level (operasi tulang belakang: cervical, konfirmasi identitas pasien, benar prosedur,
thorakal, lumbal); Multiple lesi yang benar insisi dan pemeriksaan alergi atau
pengerjaannya bertahap. Anjuran penandaan penyakit menular (Nilsson et al., 2010).
lokasi operasi menggunakan tanda yang
Elemen penilaian sasaran IV menurut
telah disepakati, dokter yang akan
Depkes RI (2011) meliputi: 1) Dalam
melakukan operasi yang melakukan
mengidentifikasi lokasi operasi, rumah sakit
menggunakan tanda yang jelas dan mudah ventilasi mekanis juga sering ditemukan
dipahami termasuk juga melibatkan pasien dalam pemberian pelayanan
dalam proses penandaan; 2) Rumah sakit kesehatan(Depkes RI, 2011). Sumber dari
menggunakan suatu cheklist atau proses lain timbulnya infeksi disebabkan karena
untuk memverifikasi saat pre operasi tepat kurangnya kesadaran atau pemahaman
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat pasien dan dalam mencuci tangan (hand hygiene) yang
semua dokumen serta peralatan yang tepat. Bahkan mengingat pentingnya
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional; 3) mencuci tangan maka mencuci tangan
Tim operasi yang lengkap menerapkan dan memakai sabun sedunia atau global
mencatat prosedur sebelum "insisi/time out" handwashing day diploklamirkan pada
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tanggal 15 Oktober 2008 serentak di 70
tindakan pembedahan; dan 4) Kebijakan dan negara dan 5 benua (Kemenkes RI, 2014).
prosedur dikembangkan untuk mendukung Pedoman hand hygiene dilakukan dengan
suatu proses yang seragam untuk enam langkah yang dijadikan standar oleh
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan WHO (2007), yaitu : 1) pada saat sebelum
tepat-pasien termasuk prosedur medis dan dan setelah menyentuh pasien; 2) sebelum
dental yang dilaksanakan di luar kamar dan setelah melakukan tindakan aseptik; 3)
operasi. setelah terpapar cairan tubuh pasien; 4)
sebelum dan setelah melakukan tindakan
e. Sasaran V: Pengurangan Resiko Infeksi
invasif; 5)setelah menyentuh area sekitar
Terkait Pelayanan Kesehatan Tantangan
pasien/lingkungan; dan 6) memakai alat
terbesar yang dihadapi dalam memberikan
pelindung diri (APD) seperti sarung tangan,
pelayanan kesehatan adalah pencegahan dan
masker, tutup kepala, kacamata pelindung,
pengendalian infeksi. Mahalnya biaya yang
apron/jas dan sepatu pelindung yang
diperlukan dalam mengatasi infeksi yang
digunakan untuk melindungi petugas dari
berkaitan dengan pelayanan kesehatan
risiko pajanan darah, cairan tubuh ekskreta,
menjadi masalah tersendiri bagi pasien
dan selaput lendir pasien. WHO (2007)
maupun stakeholder yang berkecimpung
merekomendasikan penggunaan cairan
dalamdunia kesehatan. Berbagai macam
alcohol-based hand-rubs dan
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
menyediakannya pada titik-titik pelayanan,
pada aliran darah (blood stream infections)
menyediakan air bersih pada semua kran air,
dan pneumonia yang berkaitan dengan
memberikan pendidikan yang benar tentang jatuh pada pasien, penggunaan atau
teknik kebersihan tangan kepada para staf, pemakaian obat-obatan dan alkohol, gaya
mengingatkan agar tangan selalu dalam jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
kondisi bersih di tempat kerja; dan berjalan yang digunakan oleh pasien. Semua
melakukan pemantauan/observasi dan program tersebut harus diterapkan oleh
menerapkan teknik-teknik lain untuk rumah sakit (Depkes RI, 2011). Perawat
mengukur kepatuhan dalam menerapkan harus melakukan pengkajian ulang secara
kebersihan tangan. Elemen penilaian berkala mengenai risiko pasien jatuh,
Sasaran V menurut Depkes RI (2011) termasuk risiko potensial yang berhubungan
meliputi: 1) Rumah sakit mengadopsi atau dengan jadwal pemberian obat serta
mengadaptasi pedoman hand hygiene mengambil tindakan untuk mengurangi
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima semua risiko yang telah diidentifikasi.
secara umum (misalnya WHO Guidelines on Berdasarkan hasil penelitian faktor risiko
Patient Safety; 2) Rumah sakit menerapkan terjadinya jatuh adalah karena usia, jenis
program hand hygiene yang efektif; 3) kelamin, efek obat-obatan tertentu, status
Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan mental, penyakit kronis, faktor lingkungan,
untuk mengarahkan pengurangan secara keseimbangan, kekuatan, mobilitas dan
berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait ketinggian tempat tidur (Tzeng & Yin,
pelayanan kesehatan. 2008). Perawat melakukan pedoman
pencegahan pasien risiko jatuh untuk
f. Sasaran VI: Pengurangan Resiko Pasien
mengurangi insiden jatuh yaitu dengan: 1)
Jatuh Salah satu penyebab cidera bagi pasien
memastikan bel mudah dijangkau; 2) roda
rawat inap adalah kejadian atau kasus jatuh
tempat tidur pada posisi terkunci; 3)
pada pasien. Untuk itu rumah sakit perlu
memposisikan tempat tidur pada posisi
mengadakan evaluasi dalam hal pemberian
terendah; 4) pagar pengaman dinaikkan; 5)
pelayanan kesehatan dan penyediaan
memonitor ketat pasien risiko tinggi
fasilitas kesehatan yang maksimal dan
(kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam,
sesegera mungkin mengambil tindakan yang
tempatkan pasien di kamar yang paling
tepat untuk mengurangi bahkan
dekat dengan nurse station jika
menghilangkan cidera pada pasien rawat
dimungkinkan); dan 5) melibatkan
inap sebagai akibat dari kasus jatuh tersebut.
pasien/keluarga dalam pencegahan jatuh
Evaluasi yang dilakukan meliputi: riwayat
(KKPRS, 2012). Tindakan yang diambil maupun ekstrinsik. Faktor risiko intrinsik
untuk mengurangi risiko jatuh adalah terintegrasi dalam sistem pasien dan juga
dengan mengidentifikasi obat yang bisa dikaitkan dengan perubahan-perubahan
menjadi penyebab meningkatnya risiko jatuh akibat penuaan, mencakup peristiwa jatuh
seperti obat sedatif, analgetik, antihipertensi, sebelumnya, penurunan penglihatan,
deuretik, lazatif, dan psychotropika. keseimbangan yang labil, defisit sistem
Menggunakan protokol pemindahan pasien muskuloskeletal, defisit status mental,
secara aman (brankar, kursi roda, tempat penyakit akut, dan penyakit kronis. Faktor-
tidur), lamanya respon staf terhadap faktor ekstrinsik adalah kondisi eksternal
panggilan pasien, dan menggunakan pasien dan terkait dengan lingkungan fisik,
instrumen untuk memprediksi risiko jatuh. mencakup medikasi, kurangnya alat bantu di
Menurut Potter, P.A. dan Perry (2010) kamar mandi, desain furniture, kondisi
beberapa intervensi yang dapat dilakukan lantai, kurangnya pencahayaan, alas kaki
perawat untuk mencegah terjadinya jatuh yang tidak tepat, penggunaan alat yang tidak
pada pasien yaitu mengorientasikan pasien tepat, dan alat bantu yang tidak memadai.
yang baru masuk rumah sakit dan Faktor-faktor risiko ekstrinsik pasien jatuh
menjelaskan sistem komunikasi yang ada, menurut The Joint Commission (2005) pada
bersikap hati-hati saat mengkaji pasien yang kejadian antara tahun 1995-2004 dan
memiliki keterbatasan gerak, melakukan menemukan penyebab yang paling utama
supervisi ketat terutama di malam hari pada insiden jatuh yang berakibat fatal
pasien yang baru dirawat, menganjurkan dihubungkan dengan komunikasi staf yang
penggunaan bel bila memerlukan bantuan, tidak adekuat, pelatihan dan orientasi yang
memberikan alas kaki yang aman dan tidak tidak lengkap, pengkajian awal dan
licin, memberikan penerangan yang cukup, pengkajian ulang pasien yang tidak lengkap,
memasang pengaman tempat tidur terutama masalah lingkungan, perencanaan asuhan
pada pasien yang mengalami penurunan yang tidak lengkap, kepastian
kesadaran dan gangguan mobilitas serta tindakan/perawatan yang lambat, dan tidak
menjaga lantai kamar mandi agar tidak licin. adekuatnya budaya keselamatan pada
Menurut TheJoint Commission (2005) organisasi. Elemen penilaian Sasaran VI
pengkategorian faktor-faktor risiko jatuh menurut Depkes RI (2011), meliputi: 1)
pada pasien dapat terjadi secara intrinsik Rumah sakit melakukan assesmen awal
terhadap pasien yang memiliki risiko jatuh Pariaman.Jurnal Kesehatan Andalas.7,
dan melakukan assesmen ulang apabila (4):48-55.
pasien mengalami perubahan kondisi atau
Anugraihini,C., Sahar,J., Mustikasari.
pengobatan dan lain-lain; 2) melakukan
(2010). Kepatuhan Perawat
upaya pencegahan untuk mengurangi risiko
Menerapkan Pedoman Patient Safety
jatuh bagi pasien yang pada hasil
Berdasarkan Faktor Individu Dan
pemeriksaan dianggap memiliki risiko jatuh;
Organisasi. Jurnal Keperawatan
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya,
Indonesia.13,(3):139-144.
baik keberhasilan, pengurangan cidera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang Arruum,D.,Salbiah.,Manik,M.
tidak diharapkan; dan 4) Kebijakan dan atau (2015).Pengetahuan Tenaga Kesehatan
prosedur dikembangkan untuk mengarahkan Dalam Sasaran Keselamatan Pasien Di
pengurangan berkelanjutan risiko pasien Rumah Sakit Universitas Sumatera
cedera akibat jatuh di rumah sakit. Utara: Idea Nursing Journal.6,(2):1-4.

Kesimpulan Asmira Rasam,R. (2017). Analisis Tatakelola


Sasaran Keselamatan Pasien Pada Alur
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
Pelayanan.Jurnal Administrasi Rumah
kesehatan maka langkah awal yang
diperlukan bagi perawat adalah pengetahuan Sakit.3,(2):100-108.

salah satunya sasaran keselamatan pasien. Bawelle,S.C.(2013).Hubungan Pengetahuan


Dan Sikap Perawat Dengan
Referensi
Pelaksanaan Keselamatan Pasien
Aditama&Chandra Y, (2013). Manajemen (Patient Safety) Di Ruang Rawat Inap
Administrasi Rumah Sakit.Edisi RSUD Liun Kendage Tahuna. E-
Kedua. Jakarta: Unversitas Indonesia. Journal Keperawatan.1,(10):1-7.

Afriza Neri,R., Lestari,Y., Yetti,H. Dewi,Mursidah.(2012).Pengaruh Pelatihan


(2018).Analisis Pelaksanaan Sasaran Timbang Terima Pasien Terhadap
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Penerapan Keselamatan Pasien Oleh
Umum Daerah Padang Perawat Pelaksana Di RSUD Raden
Mattaher Jambi.Jurnal Health & Potter & Perry, (2005). Buku Ajar
Suport.5,(3):647:652. Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta :
Firawati.,Pabuty,A.,Putra,A.S.
EGC.
(2012).Pelaksanaan Program
Keselamatan Pasien Di RSUD Simamora, R. H. (2018). Buku Ajar
Solok.Jurnal kesehatan Keselamatan Pasien Melalui Timbang
masyarakat.6,(2):73-78. Terima Berbasis Komunikasi
Efektif:SBAR.
Hakim,L.,Pudjirahardjo,W.J.
(2014).Optimalisasi Proses Koordinasi Ulva, Fadillah.(2017). Gambaran
Program Keselamatan Pasien (Patient Komunikasi Efektif Dalam Penerapan
Safety) Di Rumah Sakit X Surabaya. Keselamatan Pasien (Studi Kasus
Jurnal Administrasi Kesehatan Rumah Sakit X Di Kota Padang. Jurna
Indonesia.2,(3):199-208. Pembangunan Nagari.2,(1):95-102.

Nivalinda,D.,Hartini,M.C.I.,Santoso,A. Yusuf, Muhammad.(2017).Penerapan


(2013). Pengaruh Motivasi Perawat Patient Safety Di Ruang Rawat Inap
Dan Gaya Kepemimpinan Kepala Rumah Sakit Umum Daerah
Ruang Terhadap Penerapan Budaya Dr.Zainoel Abidin.Jurnal Ilmu
Keselamatan Pasien Oleh Perawat Keperawatan.5,(1):85-88.
Pelaksana Pada Rumah Sakit
Pemerintah Di Semarang. Jurnal
Managemen Keperawatan.1,(2):138-
145.

Nugroho,SriH.P.,Sujianto,U.
(2014).Supervisi Kepala Ruang Model
Proctor Untuk Meningkatkan
Pelaksanaan Keselamatan Pasien.
Jurnal Keperawatan Indonesia.20,
(1):56-64

Anda mungkin juga menyukai