Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 1 BLOK 5
“Problem Based Learning”

KELOMPOK I/9
KETUA : Esvandari C S W NIM: 215160107111069
SEKRETARIS : Dzulaika Astika Rada NIM: 215160107111074
ANGGOTA : Kemala Wahyu K NIM: 215160101111024
: Salsabila Syahda NIM: 215160101111025
: Mochammad Fikri S N A NIM: 215160101111026
: Devina Erda Afifah NIM:215160101111027
: Maulana Sabiq N B NIM: 215160101111028
: Nahira Fatimah A NIM: 215160101111029
: Faiza Yulita NIM: 215160101111030
: Sabrina Malika Purwanta NIM: 215160101111031
: Radja Deva A R NIM: 215160101111032
: Maria Theresia L S NIM: 215160107111070
: Eknata Febrina P S NIM: 215160107111071
: Septia Khoridatul I NIM: 215160107111072
: Salwa Salsabila NIM: 215160107111073

FASILITATOR : Drg. MELIA A, Sp.PM


DK 1 : Senin/29 Agustus 2022
DK 2 : Kamis/01 September 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
Kata Pengantar

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. yang dengan rahmat dan hidayahNya
kami dapatkan melaksanakan dan menyusun Laporan Diskusi Kelompok PBL ini sebagai bentuk
pengerjaan dari tugas yang telah diberikan.
Dalam penyusunan laporan ini kami telah berusaha dengan segenap kemampuan kami,
sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan, demi kemampuan laporan ini
kami mengharap kritik dan saran, kritikan dan saran-saran anda kami butuhkan agar laporan ini
menjadi lebih baik dan digunakan sebagaimana fungsinya.
Rasa dan ucapan terima kasih patut kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu
kami dalam menyusun laporan ini khususnya kepada drg. Melia A, Sp.PM, selaku fasilitator
pembimbing mata kuliah diskusi kelompok PBL kali ini.

Malang, 4 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………… 2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………... 3

I. Skenario.…………………………………………………………………………... 4

II. Kata Sulit dan Keyword………………………………………………………….. 4

III. Identifikasi Masalah……………………………………………………………… 5

IV. Hipotesis…………………………………………………………………………... 7

V. Learning Issues…………………………………………………………………… 7

VI. Learning Outcomes………………………………………………………………. 8

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………. 21

3
I. SKENARIO

Gigi Berlubang-lubang

Perempuan berusia 35 tahun, datang ke klinik gigi


karena ingin menambal gigi depannya yang
berlubang dan berwarna kehitaman. Gigi tersebut
belum pernah terasa sakit selama ini, ia ingin gigi
tersebut ditambal dengan bahan yang sewarna gigi,
agar tampak bagus, rapi dan tidak terlihat berlubang
lagi. Pemeriksaan klinis: gigi 11, 12 vitalitas (+), karies media pada sisi mesial yang melibatkan
sudut incisal. Dokter gigi kemudian merancang desain preparasi, membuat bevel untuk
menambah retensi, lalu melakukan penumpatan.

II. KATA SULIT DAN KEYWORDS


KATA SULIT

No. Kata Sulit Arti

1. Vitalitas Keadaan yang bisa memberi respon terhadap stimulus

2. Bevel Merupakan tepi yang menyudut dari permukaan


pemotong atau preparasi kavitas

3. Perkusi Cara melakukan diagnosis dengan mengetuk satu gigi


atau beberapa untuk melihat sensitivitas jaringan
periodontal atau setiap perubahan dari keadaan normal
dari suara yang dihasilkan

4. Retensi Proses menahan atau menjaga pada posisi, seperti


bertahannya dalam tubuh bahan-bahan yang secara
normal diekskresikan, atau menjaga prosthesis gigi pada
posisi yang tepat di mulut

5. Sudut Incisal Sudut antara tepi incisal dan permukaan mesial atau
distal gigi anterior

6. Desain Preparasi Desain pembuangan jaringan karies dari gigi dan


membentuk gigi yang masih sehat serupa sehingga dapat
menerima restorasi permanen

4
KEYWORDS
❖ Penumpatan
❖ Karies Media
❖ Bahan Tumpatan
❖ Pemeriksaan Klinis: Vitalitas dan Perkusi
❖ Desain Preparasi
❖ Membuat Bevel

III. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Pertanyaan Jawaban

1. Apa tujuan dari tumpatan gigi yang Membantu mengembalikan bentuk gigi
direncanakan oleh dokter gigi tersebut? pasien

2. Apa tujuan dari penumpatan gigi yang Meningkatkan kekuatan ikatan antara bahan
diolesi etsa dan bonding? tumpatan komposit dengan struktur gigi

3. Apa yang dimaksud dengan karies media? Karies yang sudah mengenai dentin tetapi
belum melebihi setengah dentin

4. Jenis karies apa lagi yang dialami oleh Menurut GV Black termasuk karies klas 3
pasien selain karies media?

5. Mengapa gigi yang terkena karies bisa Berdasarkan tahapan karies gigi sendiri
menghitam? diawali dengan white spot dan apabila
dibiarkan tanpa melakukan perawatan apapun
white spot tersebut berubah menjadi warna
kehitaman yang disebabkan oleh adanya
aktivitas mikroba

6. Apa yang menyebabkan pasien tidak Karena karies tersebut merupakan karies
merasakan sakit meskipun gigi depannya proksimal yang hanya menyentuh maksimal
berlubang? pada bagian DEJ dan belum mengenai pulpa

7. Apa kelebihan dan kekurangan bahan Kelebihan tumpatan komposit ini sifatnya
tumpatan komposit? berbeda dari material penyusunnya sehingga
berpotensi tumpatan komposit lebih baik dan
relatif aman sedangkan Kekurangannya
relatif mahal.

5
8. Bagaimana cara menentukan bahan Harus mengetahui stain gigi yang sudah ada
tumpatan agar sewarna dengan gigi? urutannya dan disesuaikan dengan bahan
yang akan digunakan yaitu urutan stain
komposit

9. Apa saja macam-macam dari bahan Yang pertama bahan tumpatan dari restorasi
tumpatan? langsung yaitu amalgam, GIC, dan komposit
sedangkan untuk restorasi dari tumpatan tidak
langsung ada dental ceramic,base metal alloy
dan indirect resin komposit

10. Bagaimana tahap pemeriksaan klinis? Inspeksi yang menggunakan kaca mulut
untuk melakukan pengamatan secara visual,
kemudian dilanjutkan dengan palpasi,
perkusi, auskultasi, dan eksplorasi kemudian
dilanjutkan pula dengan test vitalitas yang
meliputi tes termal, test kavitas, dan test
menunjang lainnya yaitu tes jarum

11. Mengapa tes yang dilakukan adalah Tes vitalitas dilakukan untuk mengetahui gigi
vitalitas dan perkusi? pasien masih vital atau tidak dan untuk tes
perkusi dilakukan untuk mengetahui apakah
ada kelainan pada gigi pasien.

12. Apa saja pertimbangan yang bisa diambil Untuk pertimbangannya dapat dilihat dari
untuk bisa menetapkan suatu desain ruangan dan tingkat keparahan yang dapat
preparasi? digunakan untuk menempatkan bahan
restorasi tersebut

13. Apa saja macam-macam desain preparasi? Amalgam

14. Apa tujuan dokter gigi membuat desain Agar tumpatan yang lainnya bisa sesuai
preparasi sebelum melakukan tindakan? dengan ukuran lubang gigi pasien

15. Apa tujuan pembuatan bevel? Menambah retensi atau hubungan dari bahan
restorasi dengan permukaan kavitas.

16. Apa fungsi bevel pada restorasi gigi? Membuka enamel rods sehingga area yang
perlu diolesi oleh etsa semakin luas dan
berpengaruh pada retensi restorasi gigi

6
IV. HIPOTESIS

V. LEARNING ISSUES
1. Restorasi direct resin komposit
a. Definisi
b. Karakteristik
c. Kelebihan & kekurangan
d. Prosedur (Awal-Finishing)
e. Indikasi dan Kontraindikasi

2. Preparasi kavitas
a. Prinsip (Anterior dan Posterior)
b. Desain (Konvensional, Konvensional dengan Bevel, dan Modifikasi)
c. Prosedur
d. Klasifikasi
e. Tujuan

3. Etsa dan bonding


a. Definisi
b. Fungsi

7
c. Prosedur penggunaan
d. Sistem dan sifat bahan
e. Jenis (terbaru)

4. Pemilihan warna tumpatan


a. Prosedur
b. Dimensi warna

VI. LEARNING OUTCOMES


❖ Restorasi direct resin komposit

Definisi
Restorasi resin komposit direct paling umum dilakukan pada pasien karena
langsung dikerjakan di dalam mulut, menggunakan bahan yang sewarna dengan gigi
aslinya dan cara manipulasi yang mudah.
Resin komposit merupakan material restorasi adhesif sewarna gigi yang terdiri
atas polimer matriks resin, bahan pengisi (filler) inorganik dan silane coupling agent.
Material ini dapat berikatan dengan struktur gigi secara mikromekanis melalui
penggunaan etsa asam dan bahan adhesive. Resin komposit berikatan dengan jaringan
gigi melalui bahan adhesif. Monomer resin berpolimerisasi dan berikatan dengan
permukaan email.
Karakteristik
● Penyerapan air : Kemampuan resin komposit dalam menyerap air
tergantung pada matriks resin dan filler. Sifat penyerapan air ini dapat mempengaruhi
permukaan dari tambalan resin komposit.
● Kestabilan Warna : Stabilitas warna sangat penting pada kualitas estetik
restorasi resin komposit. Perubahan warna dapat terjadi karena oksidasi dan hasil dari
pertukaran dalam matriks polimer dan interaksinya dengan bahan polimer dan
inisiator atau akselerator
● Kekasaran Permukaan : Kekasaran permukaan merupakan ukuran dari tekstur
permukaan yang tidak teratur. kekasaran permukaan dipengaruhi oleh ukuran filler,
finishing, polishing dan pemakaian. Semakin besar ukuran filler maka akan semakin
kasar permukaan resin komposit, dan begitu juga sebaliknya bila ukuran filler kecil
maka permukaan resin komposit akan lebih halus Untuk mendapatkan permukaan
dari bahan tambalan resin komposit yang halus maka diperlukan proses finishing dan
polishing. Proses finishing dan polishing bertujuan untuk menghilangkan goresan
akibat proses instrumentasi dan mengurangi kekasaran permukaan resin komposit.

8
● resin komposit memiliki sifat biokompatibilitas yang baik dibandingkan dengan
bahan restorasi amalgam

Kelebihan & Kekurangan


Kelebihan
● Mudah untuk dimanipulasi
● Mudah diaplikasikan
● Segi estetika baik
● Mempertahankan sisa struktur gigi yang ada
● Tidak mudah mengalami abrasi dibanding bahan tumpatan GIC

Kekurangan
● Lebih mahal dari restorasi amalgam
● Bahan ini dapat berubah warna saat pemakaian jangka panjang
● Dapat menyerap air sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan hidrolitik

Prosedur (Awal-Finishing)
a) Isolasi dengan Cotton Roll
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi saliva, lidah
yang mengganggu penglihatan, dan gingiva yang berdarah adalah sedikit dari
masalah-masalah yang harus diatasi sebelum prosedur kerja yang teliti dan tepat
dapat dilakukan. Beberapa metode dapat dilakukan untuk mengisolasi daerah kerja,
seperti penggunaan rubber dam dan cotton roll.
b) Preparasi Kavitas
Semua jaringan karies harus dibuang terlebih dahulu
c) Perlindungan dentin dan pulpa
Sebelum aplikasi etsa asam atau penempatan restorasi resin komposit , dentin dan
pulpa harus dilindungi dengan memberikan pelapik
d) Teknik etsa asam
Bahan etsa yang diaplikasikan pada email menghasilkan perbaikan email-resin.
Salah satu alasannya adalah agar membentuk lembah dan puncak pada email yang
memungkinkan resin terkunci secara mekanis pada permukaan yang tidak teratur
tersebut disebut juga “Resin Tag”. Email yang teretsa harus tampak terdekalsifikasi
yaitu berwarna putih. Jika belum berwarna putih diduga bahwa etsa kurang adekuat
dan asam harus diaplikasikan kembali agar menghasilkan permukaan email yang
cukup menerima dan mendukung perlekatan resin.
e) Penumpatan Bahan Restorasi Resin Komposit
Restorasi komposit biasanya diaplikasikan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu
aplikasi adhesif bonding. Tahap kedua yaitu insersi material restorative. Saat ini

9
terdapat dua tipe komposit, yaitu self-cured dan light cured. Komposit tipe self cured
tidak lagi digunakan secara luas karena tipe light cured lebih memberikan
beberapa keuntungan seperti berkurangnya diskolorisasi, berkurangnya porositas,
penempatan yang lebih mudah, dan finishingnya pun lebih mudah.
f) Finishing dan Polishing Resin Komposit
● Finishing
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar telah
mengalami polimerisasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan awal.
→ Menggunakan articulating paper untuk cek oklusi. Pasien diminta
untuk melakukan gerakan oklusi. Apabila terdapat warna yang lebih tebal,
dikurangi hingga oklusi normal.
→ Menggunakan fine finishing diamond bur / disk abrasif / Arkansas
untuk membuang kelebihan tumpatan.
→ Strip abrasif dapat digunakan untuk mengasah bagian aproksimal.
● Polishing
Polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi mengkilat. Poles
hingga tumpatan halus dan mengkilap menggunakan alat poles komposit.

Indikasi & Kontraindikasi


Indikasi
● Fraktur pada gigi anterior
● Karies klas III, IV
● Diastema (Gigi bercelah)
● Perubahan warna pada gigi anterior
● Resin preventive pada pit dan fisur
● Hilangnya sudut incisal gigi
Kontraindikasi
● Kerentanan Karies yang Tinggi dan Oral Hygiene yang Buruk. Pasien dengan
kerentanan karies yang tinggi dan oral hygiene yang buruk rentan akan karies
sekunder dan diskolorisasi marginal
● Pasien dengan alergi atau sensitivitas terhadap material komposit, biasanya akan
bereaksi beberapa bulan kemudian setelah pemakaian resin komposit
● Pada gigi yang memiliki kekuatan oklusal yang besar. Restorasi menggunakan
komposit pada gigi posterior akan cepat rusak dikarenakan adanya tenaga
pengunyahan yang besar. Tetapi untuk saat ini sudah ada resin komposit khusus
untuk gigi posterior.
● Tempat atau area yang sulit diisolasi (Tidak boleh terkena saliva)

10
❖ Preparasi Kavitas
Prinsip (Anterior & Posterior)
Prinsip tahapan preparasi kavitas menurut Garg (2015):
1. Menghilangkan jaringan karies
2. Outline form : bentuk dan batas kavitas pada permukaan gigi
3. Resistance form : membentuk kavitas agar restorasi tidak pecah dan tahan
terhadap tekanan pengunyahan
4. Retention form : membentuk kavitas agar restorasi tidak bergerak dan tidak
mudah pecah dengan cara bevel
5. Convenience form : membentuk kavitas sebaik mungkin untuk mempermudah
pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan tumpatan ke dalam kavitas.
6. Menghaluskan dan membentuk sudut pada email
7. Melakukan pembersihan kavitas

Desain (Konvensional, konvensional dengan bevel, Modifikasi)


CONVENTIONAL TOOTH PREPARATION
Preparasi gigi konvensional dengan menggunakan resin komposit pada dasarnya
sama seperti preparasi menggunakan tumpatan amalgam. Bentuk outline diperlukan
untuk perluasan dinding eksternal memerlukan batasan yang benar, bentuk yang sama,
kedalaman dentin, membentuk dinding menjadi sebuah sudut 90 derajat dengan restorasi
materialnya. Pada preparasi gigi konvensional dengan amalgam, bentuk konfigurasi
marginal, retensi groove, dan perlekatan dentin mempunyai ciri - ciri berbeda. Desain
preparasi ini digunakan secara ekstensif pada restorasi amalgam dan komposit masa
lampau, dan desain ini bisa digabungkan ketika penggantian restorasi menjadi salah satu
indikasinya. Kegunaan preparasi konvensional sebelumnya tidak hanya dibatasi pada
preparasi permukaan akar saja, namun bisa juga menjadi desain untuk kelas 3, 4 dan 5.
Indikasi utama untuk preparasi konvensional menggunakan restorasi komposit adalah
(1) preparasi terletak pada permukaan akar,
(2) restorasi kelas 1 dan 2 sedang sampai besar.
Pada area akar desain preparasi kelas 1 ini akan memberikan bentuk preparasi
yang baik karena ada retensi groovenya. Desain ini memberikan perlindungan yang baik
antara komposit dan permukaan dentin atau sementum danmemberikan retensi pada
material komposit di dalam gigi.Pada restorasi komposit kelas 1 dan 2 yang sedang
sampai besar, dibutuhkan bentuk resistensi yang cukup,seperti pada desain preparasi
konvensional menggunakan amalgam. Bur inverted cone ataupun bur karbid dibutuhkan
untuk preparasi gigi, menghasilkan desain preparasi yang sama seperti pada preparasi
amalgam, tetapi luasnya lebih kecil, perluasannya lebih sedikit, dan tanpa preparasi
retensi sekunder. Bur Inverted cone akan membuat hasil preparasi yang kasar bila
menggunakan diamond dan menggunakan bentuk desain konservatif dari ekstensi oklusal

11
fasiolingual. Bentuk marginal butt joint antara gigi dan komposit tidak dibutuhkan
(dengan amalgam wajib dilakukan).Sudut cavosurface pada area tepi dari preparasi bisa
lebih dari 90 derajat. Sudut occlusal cavosurface tumpul, sehingga masih belum dapat
membentuk dinding yang konvergen Penggunaan bur diamond menghasilkan permukaan
yang kasar, peningkatan area kontak, dan peningkatan retensi potensial, namun dapat
menghasil menghasilkan smear layer yang lumayan tebal. Efek ini menyebabkan
perlunya peningkatan agitasi dari primer ketika dilakukan bonding pada area yang kasar.
Sistem self etching bonding bisa menyebabkan terjadinya efek negative pada smear layer,
karena asam yang dikandung semakin sedikit. Penggunaan instrumen putar tergantung
keinginan operator, yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilannya.Karena
persamaan preparasi konvensional kelas 1 dan 2 pada amalgam dan restorasi komposit,
banyak operator lebih menggunakan restorasi komposit ketika melakukan preparasi kelas
1 dan 2 pada kavitas posterior yang besar, atau untuk membentuk kavitas yang lebih
kecil. Karena pentingnya bentuk struktur gigi maka restorasi komposit kelas 1 dan 2
konvensional harus dilakukan dengan sesedikit mungkin perluasan fasiolingual dan harus
diperluas sampai area pit dan fisur pada permukaan oklusal ketika sealant diperlukan.

BEVELED CONVENTIONAL TOOTH PREPARATION


Preparasi gigi dengan menggunakan bevel mirip dengan preparasi gigi bentuk
konvensional dengan bentuk outline seperti box, tetapi pada margin enamel dibentuk
bevel pada margin enamel. Preparasi ini dapat dibentuk dan disempurnakan dengan
menggunakan diamond atau stone bur. Preparasi beveled conventional ini didesain untuk
suatu gigi dimana gigi tersebut sudah direstorasi(biasanya restorasi amalgam), tetapi
restorasi tersebut akan diganti dengan menggunakan resin komposit.Preparasi dengan
desain ini lebih cocok digunakan pada kavitas klas III, IV, dan V. Keuntungan dari bevel
pada margin enamel untuk restorasi resin komposit adalah perlekatan resin pada enamel
rods menjadi lebih baik. Selain itu, keuntungan lain adalah ikatan antara resin dengan
email menjadi lebih kuat yang berarti meningkatkan retensi, mengurangi marginal
leakage, dan mengurangi diskolorasi pada bagian marginal. Bevel pada bagian
cavosurface dapat membuat restorasi tampak lebih menyatu dengan struktur gigi
sehingga tampak lebih estetik.Walaupun memiliki beberapa keuntungan, ternyata bevel
ini biasanya tidak ditempatkan pada permukaan oklusal gigi posterior atau permukaan
lain yang berkontak tinggi karena pada preparasi konvensional sudah didesain
sedemikian rupa dimana perlekatannya memanfaatkan enamel rods pada permukaan
oklusal.Bevel juga tidak ditempatkan pada bagian proksimal jika penggunaan bevel ini
akan memperluas cavosurface margin. Preparasi bevel konvensional jarang digunakan
untuk restorasi resin komposit pada gigi posterior.

12
MODIFIED TOOTH PREPARATION

Teknik preparasi ini tidak mempunyai spesifikasi bentuk dinding maupun


kedalaman pulpa atau aksial,yang utama adalah mempunyai enamel margin. Perbedaan
yang mencolok antara teknik preparasi konvensional dan modified adalah bahwa
preparasi modified ini tidak dipreparasi hingga kedalaman dentin. Perluasan margin dan
kedalaman pada teknik ini diperoleh dengan melebarkan (ke arah lateral) dan kedalaman
dari lesi karies atau kerusakan yang lain.Tujuan desain preparasi ini adalah untuk
membuang kerusakan konservatif mungkin dan untuk mengandalkan ikatan komposit
pada struktur gigi untuk mempertahankan restorasi di dalam mulut Round burs atau
diamond stone dapat digunakan untuk jenis preparasi ini, yang akan menghasilkan desain
marginal yang serupa dengan beveled preparation, struktur gigi yang dibuang sedikit.

Prosedur
1) Akses
Ada tiga aspek yang berhubungan dengan akses yakni operator dapat dengan mudah
memeriksa luas karies, bur mudah mencapai dentin karies di daerah pertautan
email-dentin, dan air pendingin mudah mencapai kepala bur.
2) Pembuatan Karies Permukaan
Jaringan karies yang infeksius secara klinis umumnya terlihat seperti spons dan lunak,
dapat diambil dengan bur putaran rendah atau apabila karies itu sudah dekat dengan
pulpa maka harus diambil dengan eskavator. Bila dinding kavitas dekat dengan pulpa
dapat dilakukan pemberian Ca(OH)2 supaya jaringan pulpa tetap vital.
3) Resistensi Form
Semua restorasi merupakan sasaran beban yang dapat menyebabkan restorasi
terganggu. Oleh karena itu pada proses preparasi kavitas perlu dibuat resistensi form
yakni bentuk preparasi kavitas di mana sisa jaringan gigi yang ada tetap kuat
menerima daya kunyah/tidak pecah oleh daya kunyah. Jadi pada waktu melakukan
perluasan preparasi harus diperhatikan sisa jaringan gigi yang ada cukup tebal.
4) Pembuatan Retensi
Pembuatan retensi pada preparasi adalah mencegah terlepasnya tumpatan dari kavitas
pada saat mengunyah

13
5) Perluas Preparasi Kavitas
Hal yang penting di sini adalah untuk memperoleh jalan masuk yang mudah menuju
preparasi kavitas, terutama untuk penempatan bahan tumpatan.
6) Pengecekan Tipe Kavitas
Pada tahap ini tidak ada lagi enamel karies yang masih tersisa dan dentin di tepi
kavitas juga harus bersih dari karies.
7) Pembuangan Karies Dalam
Satu-satunya tempat yang masih mungkin mengandung karies pada tahap ini adalah
dinding kavitas yang paling dekat dengan pulpa. Dentin karies ini harus dibuang
dengan hati-hati dengan bur bulat sedang (ISO no. 102) dengan kecepatan rendah
atau dengan ekskavator.
8) Pembersihan Kavitas
Tahapan yang penting setelah selesai preparasi kavitas adalah pembersihan kavitas
dari debris, cairan darah, saliva dan mucin yang akan meningkatkan adaptasi bahan
restorasi pada dinding kavitas.

Klasifikasi
● Preparasi Klas I

Pada semua restorasi pit dan fissure termasuk kelas I terbagi menjadi 3 kelompok:
→ Pada seluruh permukaan oklusal gigi premolar dan molar
→ Preparasi pada ⅔ permukaan facial dan lingual dari gigi molar.
→ Preparasi permukaan lingual dari gigi insisivus RA

● Preparasi Klas II

14
Preparasi pada permukaan proksimal gigi posterior termasuk kelas II. Bentuk
preparasi dari kelas II:
→ Mesio Oklusal (MO)
→ Disto Oklusal (DO)
→ Mesio-Disto Oklusal (MOD)
→ Preparasi Kelas III

● Preparasi Klas III

Preparasi pada permukaan proksimal gigi anterior yang tidak melibatkan incisal
edge.

● Preparasi Klas IV

Preparasi pada permukaan proksimal gigi anterior yang melibatkan incisal edge.

● Preparasi Klas V

Preparasi ⅓ cervical pada permukaan facial atau lingual seluruh gigi.


→ Preparasi Kelas VI:

● Preparasi Klas VI
Preparasi pada incisal edge gigi anterior atau pada cusp tertinggi gigi posterior.

15
Tujuan
Tujuan preparasi adalah untuk membersihkan sisa-sisa jaringan nekrotik untuk
menerima bahan pengisi atau tumpatan (Ford, 1993). Membuang enamel dan dentin yang
terkena karies, serta membentuk kavitas sedemikian rupa sehingga bahan tumpatan dapat
diletakkan di dalamnya secara sempurna.

❖ Etsa dan Bonding


Definisi
Etsa
Etsa adalah asam yang dapat secara selektif melarutkan struktur gigi untuk
memberikan retensi untuk restorasi. Etsa juga dikenal sebagai kondisioner. Kebanyakan
produk etsa mengandung 37% asam fosfat
Bonding
Bonding merupakan sarana untuk mengikat dua bahan yang berdampingan,
misalnya dental hard tissue, metal, composite, atau ceramic, dan memberikan ketahanan
terhadap pemisahan antar bahan tersebut. Bahan yang digunakan untuk menyebabkan
bonding disebut adhesive, sedangkan bahan dimana bonding diaplikasikan disebut
adheren

Fungsi
Etsa
→ Mendapatkan retensi tanpa harus perlu membuang jaringan sehat gigi lebih banyak
→ Etsa digunakan untuk menghilangkan smear layer dan melarutkan mineral untuk
membantu terbentuknya micromechanical interlocking system dari resin pada email dan
dentin
→ Meningkatkan area permukaan enamel yang tersedia untuk bonding
→ Asam akan melarutkan Hydroxyapatite pada peritubular dan intertubular si sekitar
kolagen sehingga jaringan kolagen akan terekspos.
→ Prosedur etsa akan menimbulkan hilangnya tegangan permukaan pada enamel
sehingga resin dapat membasahi permukaan dengan baik
→ Meningkatkan energi permukaan
Bonding
→ Untuk meningkatkan kekuatan perlekatan antara resin dan permukaan gigi
→ Meningkatkan retensi bahan restorasi
→ Mengurangi terjadinya kebocoran mikro antara permukaan resin dan dentin

16
→ Dapat digunakan sebagai bahan bonding orthodontic bracket, periodontal splint, pit
dan fissure sealant

Prosedur Penggunaan
Etsa
1) Untuk permukaan yang luas (contoh: permukaan veneer), etsa diaplikasikan
menggunakan kapas kecil
2) Pasang matriks strip jika memberi etsa pada daerah proksimal
3) Jangan sampai terkontaminasi cairan mulut saat memberikan etsa, jika
terkontaminasi, maka harus mengulang dari awal
4) Etsa asam dibiarkan selama 20-60 detik, lalu cuci dengan air selama 10-15 detik
5) Keringkan perlahan menggunakan chip blower
6) Enamel yang teretsa harus tampak terdekalsifikasi ditandai dengan berwarna
keputihan
7) Etsa yang berbentuk gel, pencuciannya lebih lama yaitu 20-30 karena gel lebih
susah terlepas.
Bonding
1) Proses bonding pada dentin diawali oleh proses etching.
2) Proses etching pada dentin bertujuan agar dentin mengalami demineralisasi
sehingga jaringan kolagen pada dentin dapat terbuka.
3) Selanjutnya dilakukan proses priming agar jaringan kolagen tidak rusak atau
hilang.
4) Langkah selanjutnya yaitu pemberian bonding agent.
5) Menggunakan tip aplikator, ulasi bahan bonding pada kavitas (enamel dan
dentin), diamkan 20 detik kemudian diratakan dengan threeway syringe (chip
blower) dan disinar selama 10 detik
6) Bonding agent berperan dalam membantu perlekatan bahan tumpatan pada dentin.
7) Resin hidrofil yang terdapat pada bahan tumpatan dapat melakukan infiltrasi pada
jaringan kolagen dentin sehingga membentuk ikatan yang kuat.

Sistem & Sifat Bahan


Saat ini ada dua sistem adhesif kedokteran gigi yaitu total-etch yang terdiri dari
kompleksitas komponen dan prosedur aplikasi bonding, serta self etch yang
menggunakan teknik aplikasi lebih sederhana.
Sistem bonding total-etch adalah sistem bonding dengan proses terpisah yang
diawali dengan penggunaan asam fosfor 30- 40% yang berfungsi untuk menghilangkan
smear layer sehingga permukaan intertubuler dentin mengalami demineralisasi yang
mengakibatkan sabut kolagen terbuka. Bonding total-etch merupakan bonding generasi
kelima menggunakan “One Bottle System” (System Total-Etch-Wet-Bonding) yaitu

17
penggabungan primer dan adhesive ke dalam satu larutan yang diaplikasikan setelah etsa
email dan dentin secara Bersama-sama menggunakan 35- 37% asam fosfor selama 15-20
detik.
sistem bonding self-etch untuk menghilangkan etsa asam dan menghindari
pencucian, yang terdiri atas larutan 20% methacryloxyethyl phenyl phosphoric acid
(PhenylP) dan 30 % 2 hydroxyethyl methacrylate (HEMA). System bonding self-etch
tidak melalui proses terpisah oleh karena bahan etsa dan bonding bergabung menjadi satu
yang mengandung air, sehingga tidak digunakan proses pembasahan kembali. Sistem ini
tidak perlu menghilangkan smear layer pada dentin.
Perkembangan nanoteknologi di bidang kedokteran gigi memicu penemuan
nanokomposit dan nano-adhesif yang mengandung nanofillers. Bahan nano-bonding
adalah larutan yang berisi nanofillers guna memperkuat ikatan terhadap email dan dentin,
absorbsi stres dan waktu penyimpanan yang lebih lama. Jenis bahan adhesif ini dikenal
sebagai generasi kedelapan. Generasi ini mengandung partikel silica berukuran nano dan
bersifat dual-cure. Pada tahun 2010, Voco America memperkenalkan VOCO, Futurabond
DC, suatu bahan adhesif nano-reinforced, self-cured, lightcured dan dual-cured one-step,
self-etch dalam satu sistem. Pabrik mengungkapkan bahwa kekuatan adhesif mencapai
lebih dari 30 MPa, baik di dentin dan email terhadap resin komposit.

Sifat Bahan
● Etsa
Bahan organik, polymer, dan mineral seperti tartaric, citric, EDTA, acidic
monomer, polyacrylic acid, nitric, dan hydrofluoric telah banyak diteliti untuk
digunakan sebagai etsa, tetapi asam fosfat larutan dan gel (37%, 35%, 10%)
dianggap menghasilkan bentuk etsa yang paling baik. Etsa asam biasa juga
dikenal sebagai kondisioner karena menghasilkan asam yang sangat kuat.

● Primer
Primer merupakan monomer hydrophilic yang umum digunakan dalam bentuk
liquid. Primer asam berisi gugusan asam karboksilat yang umum digunakan pada
bahan bonding self-etch, bahan pelarut yang digunakan pada primer biasanya
berupa aseton, etanol, dan terutama air.

● Adhesif

Adhesif biasanya hydrophobic, oligomer dimethacrylate yang compatible dengan


monomer yang digunakan dalam primer dan komposit. Penggunaan oligomer
dimethacrylate biasanya diencerkan dengan monomer yang berat molekulnya
lebih rendah

18
Jenis (Terbaru)
Sistem Bonding Generasi ketujuh merupakan bahan adhesif “all in one” yaitu
kombinasi antara bahan etsa, bahan primer, dan bonding dalam satu larutan. Mulai
dikenalkan pada akhir tahun 2002-an. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan hasil
bahwa generasi ini memiliki kekuatan perlekatan dan penutupan daerah margin sama
dengan sistem generasi keenam.

❖ Pemilihan Warna Tumpatan

Prosedur
Prosedur penentuan warna dimulai dengan pasien menghilangkan pewarna bibir
yang dapat mempengaruhi penentuan warna. Apabila pasien menggunakan baju yang
berwarna terang maka tutupi dengan kain berwarna netral. Penentuan warna dilakukan
pada awal pertemuan sebelum mata lelah. Mata harus sejajar dengan shade guide dan
berjarak 25-35 cm. Warna tidak boleh dibandingkan lebih dari 5-7 detik agar sel kerucut
di retina mata tidak mengalami kelelahan, lalu tentukan warna gigi dalam keadaan basah.
Sumber cahaya yang ideal digunakan yaitu matahari atau dapat menggunakan alat yang
menyerupai cahaya matahari dengan temperatur cahaya 5500°K. Value ditentukan
terlebih dahulu, lalu chroma and hue. Setelah itu, dilakukan evaluasi dan bandingkan
shade guide dengan gigi basah dan kering (Chu, et al. 2004).

Dimensi Warna
Penentuan warna dianjurkan untuk dilakukan dengan latar belakang yang netral
seperti warna abu-abu atau merah muda dikarenakan warna tersebut merupakan warna
yang membuat mata menjadi lebih tenang. Pengukuran warna akan lebih berhasil jika
dilakukan sebelum perawatan dikarenakan gigi akan menjadi kering selama perawatan
sehingga value dari gigi tersebut akan meningkatsedangkan chroma dan translusensinya
akan menurun. Pada pengukuran value, translucency, gigi harus dalam keadaan kering.

19
Sedangkan pada saat mengukur hue dan chroma gigi harus dalam keadaan basah agar
membatasi pengaruh dari morfologi permukaan (Dale, 1993)

➢ Menurut Gard (2013), untuk menyamakan warna, terdapat pedoman tertentu,


antara lain:
​ ‐ Gigi dan shade guide harus berada dalam keadaan basah untuk
menyesuaikan dengan kondisi rongga mulut.
​ ‐ Penyamaan warna harus dilakukan di cahaya alami.
​ ‐ Warna dentin pada umumnya ditentukan dari 1/3 servikal, sedangkan
warna enamel ditentukan dari 1/3 incisal.
​ ‐ Untuk menentukan warna akhir, sedikit komposit ditempatkan
berdekatan dengan area yang akan direstorasi dan kemudian dilakukan
light cure untuk pencocokan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Adrian, N. (2012). Penentuan Warna Gigi Insisif Sentral dan Kaninus dengan
Spektrofotometer. Thesis. Universitas Indonesia
2. Dewiyani, Sari. (2017). Restorasi Anterior Menggunakan Teknik Direct Komposit).
JITEKGI, 13(2):5-9.
3. Sidiartha, I.G.A.F.N. 2019. Etching dan Bonding. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Udayana.
4. Dewiyani, Sari. (2017). Restorasi Anterior Menggunakan Teknik Direct Komposit).
JITEKGI, 13(2):5-9.
5. Fibriyanto, E. (2020). Bahan Adhesif Restorasi Resin Komposit. Jurnal Kedokteran Gigi
Terpadu. 5(1), 8-13.
6. Anusavice, K. J., Phillips, R. W., Shen, C., & Rawls, H. R. 2013. Phillips' science of
dental materials, 12th ed. St. Louis, Mo: Elsevier/Saunders.
7. Sitompul, I. P. 2020. Tingkat Akurasi Penentuan Warna Restorasi Gigi Antara Metode
Visual dengan Metode Elabor_Aid pada Gigi Anterior dengan Restorasi Klas IV Resin
8. Mount, G.J., Hume, W.R., Ngo, H.C., & Wolff, M.S. (2016). Preservation and
Restoration of Tooth Structure Third Edition. Wiley Blackwell.
9. Nisha Garg and Amit Garg. (2015). Text Book of Operative Dentistry 3 rd Edition.
Jaypee Brothers Medical Publisher.
10. Parameswaran, A. (2016). Evolving from Principles of Gv Black. Journal of Operative
Dentistry and Endodontics, 1(1), 3-6.
11. Sakaguchi, R., Ferracane, J., and Powers, J. (2016). Craig’s Restorative Dental Materials
14th Edition. Elsevier Science, St. Louis.
12. Nabilla, K., Djafri, D., & Sumantri, D. (2017). PERBANDINGAN KEBOCORAN
MIKRO PADA RESTORASI KOMPOSIT DENGAN PEMAKAIAN BONDING
GENERASI KELIMA DAN BONDING GENERASI KETUJUH. Andalas Dental
Journal, 5(2), 105-111.
13. Purnama, & Widya, A .2018. Pengaruh Komposisi Fiber Terhadap Sifat Mekanik
Komposit Serat Pelepah Salak (Salacca Zalacca). Undergraduate (S1) thesis, University
of Muhammadiyah Malang.
14. Putra, B.P., 2016. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap
Kekuatan Tarik Resin Komposit Nanofill pada Dentin
15. Williams, D.F and J. Cunningham. 1979. Materials in Clinical Dentistry. Oxford.
Ferracane, Jack L. (2001). Materials in Dentistry: Principles and Applications. Lippincott
Williams & Wilkins. pp. 3. ISBN 0-7817-2733-2
16. Pittayapat, P., Reinhilde, J., Eddy, D. V., Dirk, V., Guy, W. 2012. Forensic Odontology in
the Disaster Victim Identification Process. Journal of Forensic Odontostomatology Vol.3
No.1 July 2012
17. Apriyono, D., 2010. Perkembangan Bonding Dalam Kemajuan Restorasi Estetik.
Stomatognathic (J.K.G Unej), 7 (2), 124-28.

21

Anda mungkin juga menyukai