Anda di halaman 1dari 14

BEBAS PASUNG

PUSKESMAS TELUK LUBUK

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
P U S AT I N O VA S I TATA P E M E R I N TA H A N
Jakarta – Veteran 10, Desember 2015
Abstrak

Problem kejiwaan di Indonesia, sebagai akibat krisis ekonomi, desakan kebutuhan hidup,
kasus PHK yang merajalela, problem rumah tangga, yang kian hari kian berat menjadi faktor
yang memicu gangguan jiwa, memungkinkan orang yang terancam penyakit jiwa makin
membengkak. Dalam rangka meminimalisir pemasungan terhadap pasien dengan gangguan
kejiwaan, Kabupaten Muara Enim melakukan berbagai kegiatan peningkatan kunjungan
pasien dan kesadaran akan pentingnya pengobatan pada pasien, di kecamatan yang
melibatkan aparat desa. Dengan mengusung Muara Enim Bebas Pasung 2018, tercetuslah
inovasi program kesehatan jiwa yang sistematis dan berbasis masyarakat, sehingga
permasalahan kesehatan jiwa yang ada didesa dapat diselesaikan dengan baik. Output dari
inovasi adalah kondisi pasien yang stabil (membaik) dan dapat kembali ke masyarakat.

GANGGUAN KESEHATAN JIWA DAN PASUNG

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan.


Perkembangan orang yang sakit jiwa saat ini mecapai tahap yang
menghawatirkan. Dari pemberitaan media, kita bisa melihat betapa orang-
orang yang mengalami gangguan jiwa ada disekeliling kita. Fenomena bunuh
diri, orang yang membunuh secara keji tanpa perasaan bersalah, orang yang
tega membunuh anggota keluarganya sendiri, ibu yang membuang bayinya,
menjadi beberapa contoh problem kejiwaan di Indonesia. Krisis ekonomi,
desakan kebutuhan hidup, kasus PHK yang merajalela, problem rumah tangga,
yang kian hari kian berat menjadi faktor yang memicu gangguan jiwa. Makin
beratnya beban hidup, memungkinkan orang yang terancam penyakit jiwa
makin membengkak jumlahnya.
Jumlah orang dengan gangguan jiwa (berat) di Sumatera Selatan lebih tinggi
dibandingkan angka nasional. Satu dari 100 orang penduduk di Sumatera
Selatan mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2007 prevalensi gangguan jiwa berat di Kabupaten Muara Enim sebesar 1,1 %
lebih besar dari angka nasional yang hanya mencapai 0,46 %.

Di Kabupaten Muara Enim sejak tahun 2013 hingga tahun 2014 tetap ditemukan
banyak penderita gangguan jiwa. Jumlah penderita gangguan jiwa ditemukan
berdasarkan pendataan puskesmas 1184 orang pada tahun 2013 dan 1.008
orang pada tahun 2014. Sedangkan penderita gangguan jiwa dipasung yang
ditemukan dari tahun 2012 s/d 2014 secara berturut-turut adalah : 62 orang, 12
orang dan 31 orang.

Dari hasil penjaringan yang dilakukan di wilayah Puskesmas Teluk Lubuk


Kecamatan Belimbing Kabupaten Muara Enim terdapat 45 orang gangguan
jiwa berat (skizofrenia) pada tahun 2013 dan 48 orang gangguan jiwa berat
(skizofrenia) pada tahun 2014. Di tahun 2014 terdapat peningkatan jumlah,
dikarenakan ditemukannya 1 orang pasien baru dan 2 orang pasien lama yang
kembali ke desa. Di awal tahun 2015 kembali dilakukan penjaringan, ditemukan
38 orang pasien gangguan jiwa berat, terjadi penurunan dari tahun
sebelumnya karena 1 orang meninggal dan 8 orang berpindah tempat tinggal
sementara waktu. Sebelum melakukan program Inovasi Kesehatan Jiwa, di
Bulan Juli 2015 saya kembali mendata pasien Gangguan Kesehatan Jiwa yang
ada di Desa berkoordinasi dengan aparat Desa, Bidan Desa dan Kader Desa.
Dari hasil pendataan ulang ditemukan 41 orang pasien (terdapat penambahan
3 pasien).

Dari data kunjungan pasien gangguan jiwa yang berobat ke Puskesmas Teluk
Lubuk pada tahun 2013 hanya 3,75% pasien yang mengambil obat dengan
kunjungan yang tidak teratur (ada beberapa pasien yang tidak rutin
mengambil obat tiap bulannya). Dari data tersebut, di awal tahun 2014 kami
melakukan berbagai kegiatan guna meningkatkan kunjungan pasien dan
kesadaran akan pentingnya pengobatan pada pasien ini, seperti penyuluhan
di desa-desa dan rapat koordinasi di kecamatan yang melibatkan aparat
desa. Akhir 2014 didapatkan rata-rata kunjungan pasien perbulan meningkat
yaitu 6.08 (meningkat 38,32%) namun hasil tersebut tidak maksimal dan
signifikan serta belum menjangkau semua pasien gangguan kesehatan jiwa.
Apalagi di tahun 2014 ditemukan 2 pasien pasung dan di Tahun 2015 kembali
ditemukan 4 pasien pasung (2 diantaranya adalah pasien yang di pasung sejak
2014). Satu orang pasien merupakan pasien gangguan kesehatan Jiwa baru, 3
orang pasien pasung lainnya merupakan pasien yang sebelumnya stabil
namun karena kurangnya pengetahuan, kurangnya dukungan dari keluarga,
pengawasan minum obat dan keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak
teratur berobat sehuingga menjadi tidak stabil kembali.

Latar belakang keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa berat memiliki
ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan rendah sehingga
tingkat pengetahuan mengenai masalah kesehatan jiwa masih kurang
ditambah lagi masih kuatnya stigma dan diskriminasi terhadap pasien
gangguan jiwa di Desa.

Dari hasil kajian 2 tahun terahir, saya mencoba memperbaiki pelayanan


pengobatan terhadap pasien gangguan jiwa dengan membuat inovasi
terbaru di tahun 2015 dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat
sehingga pelayanan kesehatan jiwa dapat diwujudkan secara optimal.

Dengan pengobatan dan pengawasan minum obat yang optimal,


berkesinambungan dan komprehensif, kondisi pasien gangguan jiwa akan
membaik, stabil dan bisa kembali ke tengah-tangah masyarakat menjadi
pribadi yang produktif dan yang lebih penting tidak akan ada pemasungan

PENDEKATAN PELAYANAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT


lagi. Jadi untuk mewujudkan Muara Enim Bebas Pasung 2018 bukan hal sulit lagi
dan bahkan dapat terwujud bebas pemasungan sebelum tahun 2018.

Pasien dengan gangguan jiwa skizofrenia memerlukan pengobatan yang


berkelanjutan dan teratur. Jika mereka tidak minum obat teratur, mereka akan
meresahkan masyarakat dan akhirnya dilakukan pemasungan. Bertolak dari
data kunjungan pasien gangguan jiwa khususnya penyakit skizofrenia ke
puskesmas Teluk Lubuk dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini yang masih
sangat rendah, maka saya mencoba merubah sistem pelayanan pengobatan
yang awalnya difokuskan di Puskesmas beralih difokuskan di desa dengan
melibatkan Bidan Desa, Kader desa, Aparat desa, Tokoh Masyarakat dan juga
keluarga pasien. Inovasi ini ditunjang dengan Pelimpahan sebagian
kewenangan Dokter Puskesmas dalam menangani pasien gangguan
kesehatan jiwa kepada petugas di desa salah satunya pendelegasian
pemberian obat oleh bidan desa dengan mengacu resep yang sudah dokter
Puskesmas buat dan tatalaksana awal penganganan pasien gangguan
kesehatan Jiwa baru atau pasien lama yang mengamuk di Desa. Dengan
demikian obat dapat diambil di Poskesdes (pos kesehatan desa) atau Pustu
(Puskesmas Pembantu), jika keluarga pasien tidak mengambil obat, obat
diantarkan langsung ke rumah pasien oleh bidan desa dibantu oleh kader
kesehatan desa serta Petugas di Desa dapat cepat tanggap menangani
Pasien baru atau pasien lama yang mengamuk yang membuat resah
masyarakat. Kegiatan ini terus di awasi Dokter Puskesmas dan follow-up akan
dilakukan pertiga bulan di Desa. Obat-obat gangguan kesehatan jiwa
diberikan gratis dari Pemerintah. Melalui sistem ini, monitoring pengobatan
dapat berjalan baik. Setiap kondisi yang terjadi pada pasien dapat terdata
dengan cepat.

Tujuan utama kegiatan ini adalah pendistribusian obat dan pemantauan


minum obat kepada semua pasien gangguan kesehatan jiwa secara
berkesinambungan dan komprehensif yang outputnya nanti akan terlihat nyata
di masyarakat, yaitu kondisi pasien yang stabil (membaik). Kondisi pasien yang
telah kooperatif dan dapat kembali ke masyarakat ini nantinya akan
menunjang dari tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai. Tujuan tersebut antara
lain: keinginan dan ketertarikan masyarakat mengenai masalah kesehatan jiwa
meningkat yang beimbas pada peningkatan pengetahuan masalah kesehatan
jiwa, menghilangkan stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi penderita
gangguan jiwa, meningkatkan peran serta masyarakat terhadap kesehatan
jiwa, meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa yang telah sembuh (stabil). Kelompok sasaran kegiatan ini adalah
penderita gangguan jiwa dan keluarganya serta warga desa.

Kegiatan inovasi ini nantinya akan menjawab masalah sulitnya peningkatan


kunjungan pasien gangguan jiwa ke puskesmas serta keteraturan minum obat
pasien gangguan kesehatan Jiwa. Dengan menggerakkan semua aspek yang
ada diwilayah Puskesmas Teluk Lubuk mulai dari petugas kesehatan dan Tim
Kesehatan Jiwa di desa, kegiatan yang berbasis masyarakat ini diharapkan
akan berjalan secara sistematis dan sinergis. Setiap komponen didesa ikut
berperan aktif mengontrol program kesehatan jiwa. Kegiatan ini juga
membuat masyarakat lebih peka pada masalah kesehatan jiwa dan tidak
malu-malu lagi untuk membawa anggota keluarganya berobat. Masyarakat
diharapkan melaporkan jika ada pasien baru gangguan jiwa yang tidak
terdeteksi oleh bidan desa serta membantu juga dalam mengatasi
kegawatdaruratan psikiatrik di desanya.

Dengan inovasi program kesehatan jiwa yang sistematis dan berbasis


masyarakat ini, permasalahan kesehatan jiwa yang ada didesa dapat
diselesaikan dengan baik

PROSES INOVASI BEBAS PASUNG


Sosialisasi Lintas Program

Rencana aksi ini diawali dengan penyampaian ide-ide inovasi kepada


Pimpinan Puskesmas. Dokter Puskesmas selaku motor penggerak ide berdiskusi,
tanya jawab dan menyampaikan latar belakang kegiatan dan kegiatan yang
akan dilakukan. Ide inovasi ini mendapat dukungan penuh dari Pimpinan
Puskesmas.

Advokasi Kecamatan dan Desa

Untuk mendapat dukungan dari lintas sektor yang terkait dilakukan advokasi
kepada Pemerintah Kecamatan dan Desa. Baik pihak Kecamatan dan Kepala
Desa mendukung kegiatan ini sepenuhnya dan akan ikut berperan aktif
membantu pelaksanaan program ini. Dari kegiatan ini dibentuk Tim Kesehatan
Jiwa di Desa dengan melibatkan Kepala Desa, Perangkat Desa lainnya, Kader
Kesehatan Desa dan Tokoh masyarakat.

Langkah berikutnya adalah sosialisasi UU No.18 tahun 2014 tentang kesehatan


jiwa kepada Camat dan semua kepala desa serta menandatangani
pernyataan Dukungan terhadap “Muara Enim Bebas Pasung 2018”. Dengan
sosialisasi ini diharapkan kepala desa dapat memberitahukan warganya
mengenai isi dari undang-undang tersebut, khususnya pasal 86 yang berbunyi
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran,
kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan,
penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap ODMK (Orang Dengan Masalah
Kejiwaan) dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) atau tindakan lainnya
yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”

Camat dan seluruh Kepala Desa juga diberikan pengetahuan mengenai alur
pengobatan pasien gangguan kesehatan jiwa. Dengan kegiatan ini
diharapkan Kepala Desa dapat menyampaikan informasi ini kepada seluruh
warga sehingga masyarakat setempat memiliki pengetahuan mengenai alur
pengobatan dan rujukan.

Pelimpahan Sebagian Kewenangan Dokter Kepada Petugas Kesehatan di Desa

Perbaikan pelayanan pengobatan khususnya pada pasien dengan gangguan


jiwa berat yang semula dititikberatkan di Puskesmas akan dialihkan ke Desa
melalui Poskesdes/Pustu dengan melibatkan unsur-unsur terkait di desa. Inovasi
Pengobatan penyakit Jiwa yang komprehensif, menyeluruh dan
berkesinambungan ini diawali dengan pembentukan Tim Kesehatan Jiwa yang
solid di Tingkat Puskesmas yaitu dengan peningkatan pengetahuan Bidan Desa
mengenai Kesehatan Jiwa. Setiap Bidan Desa mengikuti pelatihan singkat yang
dipandu oleh Dokter Puskesmas (Pengelola Program Kesehatan Jiwa) saat
minilokakarya, dibekali “Panduan Praktis Penatalaksanaan Penderita
Gangguan Jiwa” dan Buku Kontrol Pasien di Desa yang telah diisi resep obat
yang biasa pasien minum oleh Dokter Puskesmas. Kedua buku ini menjadi
panduan pendelegasian obat pada pasien gangguan jiwa berat di Desa.
Setiap 3 bulan akan di follow-up langsung kondisi pasien oleh Dokter. Untuk
Pasien Baru, pada tahap awal akan ditangani langsung oleh Dokter. Jika ada
kegawatdaruratan psikiatrik di desa, Bidan Desa dapat melakukan tindakan
darurat pertama.

Pembentukan Tim Kecamatan dan Desa

Tim Kesehatan Jiwa di desa melibatkan Kepala Desa, Perangkat Desa lainnya,
Kader Kesehatan Desa dan Tokoh masyarakat. Tim ini bertugas memantau
kondisi pasien dan juga melaporkan jika ditemukan pasien baru di desa atau
ditemukan adanya pemasungan dan bersama Tim Kesehatan di puskesmas
melakukan pembebasan pasung. Tim ini juga sebagai icon yang mencoba
menghapuskan diskriminasi serta stigma di desanya. Beberapa contoh kegiatan
tersebut desa.

Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan Jiwa di Desa

 Pembebasan Pasung

Bersama semua Tim yang ada di Desa serta di bantu RS. Ernaldi Bahar
Palembang dilakukan pembebasan pasung. Pasien mendapat
pengobatan gratis. Pasien Pasung yang dibebaskan diwilayah Kecamatan
Belimbing sebanyak 6 orang yaitu Herwan dan Hartomo dari Desa
Darmokasih, Lina dari Desa Simpang Tanjung, Ahmad Zaini dari Desa Teluk
Lubuk, Yansi dari desa Cinta Kasih dan Sardiman dari Desa Dalam. Herwan
dan Hartomo merupakan pasien pasung yang telah dibebaskan beberapa
tahun lalu, namun karena dukungan keluarga kurang ditambah minum
obat yang tidak teratur, kondisi mereka kembali tidak stabil dan akhirnya di
pasung lagi. Pasien Lina bahkan tidak bisa jalan karena dipasung. Kondisi
mereka sangat memprihatinkan. Semua Pasien pasung dirujuk ke RS.Ernaldi
bahar Palembang, kecuali Yansi. Berikut beberapa foto pasien pasung di
wilayah Puskesmas Teluk Lubuk.

 Pendelegasian Kewenangan Pemberian Obat ke pasien Gangguan Jiwa


melaluiBidan Desa

Saya mencoba memperpanjang distribusi obat, agar dapat dijangkau


semua pasien tanpa terkecuali dan agar obat dapat dikonsumsi pasien
secara berkesinambungan dengan emberikan kewenangan kepada bidan
desa yang telah dilatih terlebih dahulu untuk mendistribusikan obat.
Kegiatan bidan desa ini juga dibantu oleh kader desa.

Setiap bidan desa mendapatkan surat perintah tugas (SPT) yang berisi
pelimpahan kewenangan dari Pimpinan Puskesmas. Obat-obat yang
diberikan disesuaikan dengan resep yang diberikan oleh dokter puskesmas.
Bidan desa hanya meneruskannya saja. Setiap 3 bulan dokter puskesmas
akan mengadakan kunjungan ke desa untuk memantau kemajuan
pengobatan pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang telah
dilakukan di Desa di Wilayah Kerja Puskesmas teluk Lubuk Kecamatan
Belimbing.

OUTCOME INOVASI BEBAS PASUNG


Dengan kegiatan ini, obat dapat terdistribusi dengan baik. Pasien dengan latar
belakang ekonomi yang menengah ke bawah bisa mendapatkan obat tanpa
harus mengeluarkan biaya transportasi ke puskesmas. Hasil kerja yang telah
dilakukan dapat sudah menunjukkan beberapa output yang baik, khususnya
pada pasien yang telah bebas pasung dan mendapat perawatan dari RS
Ernaldi Bahar telah kembali ketengah keluarga. Beberapa di antara telah
beraktifitas seperti semula. 1 orang pasien pasung dari Desa Cinta Kasih telah di
bebas pasung oleh pihak keluarga setelah rutin minum obat beberapa bulan.
Dengan kontrol pengobatan yang teratur, diharapkan pasien dengan
gangguan Jiwa dapat stabil dan kembali berkarya ke tengah masyarakat.

KERBERLANJUTAN DAN REPLIKASI

Keberlanjutan Inovasi

Semua inisiatif ini dapat terlaksana dengan baik karena terorganisasi dan
tersistem dengan baik. Hal utama yang perlu kita lakukan adalah membangun
sistem kerja dan menguatkan sistem tersebut. Jadi dari hasil yang telah
dilakukan bahwa membangun tim adalah hal utama sebelum memulai kerja,
karena kesehatan jiwa ini tidak bisa bekerja sendiri, harus melibatkan lintas
sektor.

Kerja program yang berbasis masyarakat desa ini lebih efektif.


Keterlibatan semua aspek di desa membuat warganya menjadi antusias untuk
turur mendukung suksesnya program ini. Kedepan peran serta masyarakat akan
lebih ditingkatkan lagi, misalnya dengan penyuluhan di desa yang mana salah
satu pembicaranya adalah warga desa tersebut.

Aplikasi yang telah dijalankan ini saya yakin dapat berlanjut karena:
 Penetapan Regulasi

Kegiatan ini didukung bapak camat Belimbing dan jajarannya, selain itu
Bapak Pimpinan Puskesmas juga mendukung dengan menetapkan SPT
pendelegasian obat ke bidan desa.

 Perencanaan

Perencanaan yang telah tersusun rapi mendorong hasil kerja yang


maksimal dan sesuai sasaran. Dengan hasil yang didapat, masyarakat
dapat menilai sendiri sehingga di tahun mendatang mereka akan lebih
aktif lagi ikut berperan serta.

 Pengalokasian Sumber Daya

Kegiatan ini akan terus dievaluasi, peningkatan mutu layanan primer


mulai dari bidan desa akan terus ditingkatkan melalui pelatihan singkat
yang berkelajutan di tingkat puskesmas dan pasokan obat yang cukup.
Temu kerja tahunan di tingkat desa dan kecamatan.

Replikasi

Dalam pelaksanaan di lapangan memang tidak mudah. Penerimaan


masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa masih rendah, keinginan
berobat masih kurang, tingkat ekonomi yang kurang dan juga mereka sudah
jenuh berobat. Untuk itu untuk menjalankan inisiatif ini kita harus melakukan
pendekatan persuasif dengan mengajak aparat desa dan tokoh masyarakat.
Inisiatif ini saya yakin dapat diterapkan di tempat lain, karena inisiatif ini
sederhana dan berbasis masyarakat. Dengan berbekal buku pedoman
panduan praktis penanganan pasien gangguan jiwa dan buku kontrol,
keberlanjutan terapi pasien dapat terjamin. Hal ini membuatnya mudah
direplikasi.

Anda mungkin juga menyukai