Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KEGIATAN

MONITORING DAN EVALUASI PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN GANGGUAN MENTAL DAN
EMOSIONAL
14 s.d. 16 Oktober 2021

A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa masih menjadi
salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Terdapat berbagai masalah kesehatan jiwa dengan gejala yang berbeda. Umumnya
ditandai oleh kombinasi pemikiran abnormal, persepsi, emosi, perilaku dan hubungan
dengan orang lain. masalah kesehatan jiwa meliputi: depresi, gangguan afektif bipolar,
skizofrenia dan psikosis lainnya, demensia, cacat intelektual, dan gangguan
perkembangan termasuk autisme. Beban masalah kesehatan jiwa terus meningkat yang
berdampak terhadap kesehatan dan konsekuensi sosial, hak asasi manusia dan
ekonomi utama di semua negara di dunia.
Depresi adalah masalah kesehatan jiwa yang umum terjadi dan menjadi salah
satu penyebab utama kecacatan di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2018,
secara global, sekitar 300 juta orang terkena depresi. Depresi lebih banyak terjadi pada
wanita daripada pria, pada kondisi terburuk depresi dapat menyebabkan bunuh diri.
Masalah kesehatan jiwa lainnya adalah bipolar, data menunjukkan sekitar 60 juta
orang di seluruh dunia terkena bipolar, 23 juta orang terkena Skizofrenia, yaitu
gangguan mental yang parah, 50 juta orang terkena demensia, yaitu kondisi penurunan
fungsi kognitif yang kronis dan dan progresif.
Faktor-faktor sosial, psikologis, kultural dan faktor lainnya dapat saling
berinteraksi sehingga meningkatkan risiko bunuh diri. Data WHO tahun 2018
menunjukkan bahwa hampir 800.000 orang mati karena bunuh diri setiap tahunnya.
Untuk setiap bunuh diri, terdapat lebih banyak kasus percobaan bunuh diri setiap
tahunnya. Upaya percobaan bunuh diri sebelumnya merupakan satu-satunya faktor
risiko paling penting. Kematian karena bunuh diri merupakan penyebab kematian
kedua pada kelompok usia 15-29 tahun.
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan
peningkatan beberapa masalah kesehatan jiwa, yaitu: prevalensi rumah tangga dengan
anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa Skizofrenia/Psikosis meningkat dari
1,7 per mil (Riskesdas 2013) menjadi 7 per mil; terdapat sekitar 31,5% Rumah Tangga
melakukan pasung terhadap penderita Skizofrenia/Psikosis dalam 3 bulan terakhir;
hanya sekitar 41,8% penderita Skizofrenia/Psikosis yang minum obat secara teratur;
Prevalensi Depresi pada penduduk umur ≥15 tahun sebesar 6,1% (sekitar 12 juta
penduduk umur ≥15 tahun) dan hanya 9% yang minum obat/ menjalani pengobatan
medis; Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur ≥15 tahun
mengalami peningkatan dari 6% (Riskesdas 2013) menjadi 9% atau sekitar 17 juta
penduduk umur ≥15 tahun (Riskesdas 2018).
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari
seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah, serta
perhatian dari seluruh masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18
tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan
kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus
kehidupan manusia melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi
Orang Dengan Masalah Kesehatan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ).
Permasalahan terkait kesehatan jiwa dan Napza perlu mendapat perhatian
khusus. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan
mengendalikan masalah kesehatan jiwa dan Napza melalui upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif dilakukan dengan pendekatan
siklus kehidupan dan kelompok risiko yaitu mulai dari masa persiapan pra nikah, ibu
hamil, bayi dan balita, anak dan remaja, dewasa hingga lanjut usia. Upaya promotif
meliputi: mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat
secara optimal, menghilangkan stigma pelanggaran HAM ODGJ dan meningkatkan
pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap Keswa, menyediakan sarana media
KIE (leaflet, poster, video singkat, MCV dsbnya), serta memberikan
penyuluhan/seminar/workshop masalah kesehatan jiwa. Upaya preventif meliputi:
mencegah terjadinya masalah kesehatan jiwa, mencegah timbulnya atau kambuhnya
gangguan jiwa, mengurangi faktor risiko, mencegah timbulnya dampak psikososial.
Upaya kuratif meliputi: penyembuhan atau pemulihan, pengurangan penderitaan,
pencegahan kekambuhan, pengendalian disabilitas dan pengendalian gejala penyakit.
Sedangkan upaya rehabilitatif meliputi: mencegah atau mengendalikan disabilitas,
memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional, memberdayakan
kemampuan ODGJ untuk mandiri di masyarakat.

B. Tujuan
Dinas Kesehatan provinsi melakukan monitoring secara berkala untuk
mendapatkan informasi atau mengukur capaian indikator presentase penderita GME
yang mendapatkan layanan. Disamping itu monitoring akan mengawal agar tahapan
pencapaian tujuan kegiatan sesuai target yang telah ditetapkan. Bila dalam pelaksanaan
monitoring ditemukan hal yang tidak sesuai rencana, maka dapat dilakukan koreksi
dan perbaikan pada waktu yang tepat. Selain itu juga dilakukan evaluasi untuk
mengukur hasil dari kegitan yang telah dilaksanakan dalam periode waktu tertentu.
Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh dalam pencapaian suatu hasil, maka
evaluasi objektif harus dapat digambarkan dalam menilai suatu pencapaian program.
Peran dan kontribusi surveilans kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program
kesehatan harus dapat dinilai dan digambarkan dalam proses evaluasi.

C. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah pengelola kesehatan jiwa kabupaten/kota,
fasilitas pelayanan kesehatan, dan masyarakat.

D. Pelaksana
Tim Pelaksana Kegiatan Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh :
1. Iin Suryani, SKM
2. Ns. Fransina Tubawalowny, M.kep., Sp.Kep.J

E. Waktu pelaksanaan:
Pelaksanaan monitoring evaluasi dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat pada
tanggal 14 s.d 16 Oktober

F. Proses Pelaksanaan
1. Kamis, 14 Oktober 2021
o Petugas berangkat dari Kota Ambon ke Kabupaten Seram Bagian Barat
o Melapor ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
o Berkoordinasi dengan Kepala Seksi dan atau Petugas Program Kesehatan Jiwa
di Kabupaten Seram Bagian Barat terkait Monitoring dan Evaluasi Pencegahan
dan Pengendalian gangguan mental emosional
2. Jumat, 15 Oktober 2021
o Melaksanakan on the job Training Penatalaksanaan Deteksi Dini Kesehatan Jiwa
Dinas Kesehatan Kab. Seram Bagian Barat
o Melaksanakan On the job Training Teknik konseling dan pengisian kuesioner
SDQ dan SRQ
o Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Kesehatan Jiwa
o Membimbing Petugas dalam Penyediaan Layanan Gangguan Mental Emosional
di Kabupaten Seram Bagian Barat
o Membimbing petugas jika terdapat pencatatan yang belum sesuai dengan protap
pencatatan Kesehatan Jiwa
o Memverifikasi laporan Keswa faskes jika laporan tersebut belum sesuai protap
pencatatan Kesehatan Jiwa
o Mengecek Logistik Program Kesehatan jiwa
3. Sabtu, 16 Oktober 2021
Petugas Kembali ke Kota Ambon

G. Hasil
Diharapkan Setalah pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi GME, Dinas Kesehatan dan
Puskesmas di Kabupaten Seram Bagian Barat dapat melaksanakan :
1. Penyuluhan kepada masyarakat
2. Sosialisasi dan advokasi lintas sektor terkait
3. Pembentukan desa siaga sehat jiwa melalui kelompok dukungan di masyarakat
4. Peningkatan kapasitas kader (pelatihan/orientasi)
5. Dukungan psikologis awal
6. Skrining Depresi/GME di perkantoran, Posbindu PTM, Posyandu lansia, dan di
sekolah
7. Pelaksanaan layanan penderita Depresi/GME melalui Promosi Kesehatan/Edukasi
yaitu Prevensi, Konseling dan penanganan awal
8. Pencatatan dan Pelaporan secara rutin tepat waktu per triwulan

H. Permasalahan yang ditemukan


a. Karena Program GME masih baru jadi Layanan P2 GME dan deteksi dini
kesehatan lainnya belum berjalan di Puskesmas
b. Program P2 Keswa belum terintegrasi dengan bidang promosi kesehatan dan
yankes sehingga penguatan teknis program masih belum baik.
c. Stigma masyarakat yang masih tinggi terhadap penderita gangguan jiwa
d. Masih lemahnya pelaksanaan sistem rujukan bagi pasien penderita gangguan jiwa
e. Persediaan obat kesehatan jiwa di puskesmas masih sangat terbatas
I. Saran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat Meningkatkan kerjasama antar
program maupun lintas sektor dalam pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa dan napza
2. Peningkatan upaya promotif dan preventif layanan jiwa sehingga meningkatkan
kunjungan penderita ganguaan jiwa ke pusat layanan.
3. Dukungan dana Kegiatan dari daerah untuk pelaksanaan Pelatihan tenaga
Kesehatan di Puskesmas
4. Melakasanan Kegiatan Deteksi dini Gangguan Mental dan Emosional terintegrasi
dengan pelayanan kesehatan yang ada seperti Posbindu, Poslansia dan PIS PK.
5. Dukungan dana BOK Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan GME melalui
sosialisasi dan penjangkauan kasus jiwa. Merencanakan kebutuhan obat jiwa
sesuai sasaran.

J. Penutup
Demikian Laporan kegiatan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Gangguan Mental
Emosional di buat utnuk dapat digunakan sebagaimana mestinya

Ambon, 18 Oktober 2020

Pelaksana Kegiatan :

1. Iin Suryani, SKM ………………………..

2. Ns. Fransina Tubawalowny, M.kep., Sp.Kep.J ……………………….

Anda mungkin juga menyukai