Pada zaman dahulu, tarian ini berasal dari kisah perpisahan yang terjadi
antara penghuni lino atau disebut juga bumi, dengan boting langi atau
disebut juga sebagai negeri khayangan. Sebelum terjadi perpisahan,
diceritakan bahwa boting langit telah memberikan ilmunya mengenai
bagaimana cara hidup di bumi dengan baik.
Mulai dari bercocok tanam, beternak sampai dengan berburu semuanya telah
diajarkannya kepada para penghuni lino. Mereka mengajarkannya melalui
sebuah gerakan kaki maupun gerakan tangan. Dari gerakan tersebutlah
menjadikan para penghuni lino untuk membuat hal itu sebagai sebuah ritual.
Ritual tersebut dipakainya sebagai bentuk ungkapan rasa syukur yang telah
diberikannya pada boting langi. Hingga akhirnya muncullah sebuah nama
tarian bernama Tari Kipas. Gerakan pada tarian tersebut mengandung
sebuah ekspresi kelembutan.
Hal itu menggambarkan mengenai sebuah sifat yang dimiliki oleh
perempuan daerah Gowa yaitu patuh, setia, sopan, dan hormat pada lelaki,
terutamanya terhadap suami. Pada dasarnya, Tarian Kipas ini terbagi ke
dalam 12 bagian. Hanya saja tari kipas ini sangat sulit untuk dibedakan,
terlebih-lebih bagi orang yang baru mengenal sebab gerakan pada tarian ini
hampir serupa.
Setiap gerakan pada tari ini mempunyai makna masing-masing. Misalnya
yaitu ketika para penari melakukan gerakan duduk, maka hal itu sebagai
bentuk tanda dimulai dan diakhiri pertunjukan Tari Kipas. Sementara untuk
gerakan berputar searah dengan jarum jam mempunyai makna berupa siklus
hidup pada manusia. Serta beberapa gerakan lainnya yang memiliki makna
tersendirinya.
Selain itu, Tari Kipas Pakarena juga pernah digunakan sebagai tarian resmi
di Istana ketika masa pemerintahan Raja Gowa di abad ke 16. Dari situlah
budaya kesenian tari ini lahir dari masa ke masa. Kemudian berdampak bagi
kebudayaan masyarakat daerah Gowa dan sekitarnya.
1. Tari Ritual
Berdasarkan sejarah, tarian kipas Pakarena memiliki hubungan mengenai
kisah antara langit atau khayangan dan bumi atau penghuninya. Tari kipas
ini diselenggarakan sebagai bentuk tarian ritual. Memiliki tujuan untuk
ungkapkan rasa syukur dan terimakasih kepada bumi dan langit.
3. Sarana Dakwah
Tak hanya sebagai ritual dan pengiring saja, Tari Kipas Pakarena juga
berfungsi sebagai media dakwah. Lewat gerakan-gerakannya tersebut, tarian
ini mengajarkan mengenai kehidupan bahwa manusia perlu untuk sabar dan
tidak mudah menyerah maupun putus asa.
4. Wujud Syukur
Fungsi Tari Kipas Pakarena selanjutnya yaitu wujud syukur. Tarian ini
mulanya dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena pertanian
berjalan secara baik, dan hasil panen yang melimpah
5. Sarana Hiburan
Fungsi Tari kipas Pakarena yang terakhir ini yaitu sebagai sarana hiburan.
Biasanya tarian ini dipertunjukkan untuk media hiburan bagi masyarakat
Gowa maupun para wisatawan yang datang berkunjung ke daerah Gowa.
Perkembangan Tari Kipas Pakarena
Tarian Kipas Pakarena ini sudah ada ketika zaman dulu, dan masih bertahan
sampai saat ini. Masyarakat daerah Gowa tetap melestarikan dan menjadikan
tarian ini menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Tarian ini berawal
sebagai bentuk ungkapan rasa syukur, kini mulai berkembang menjadi tarian
daerah dan hiburan bagi masyarakat Gowa, dan sekitarnya.
Tarian ini pula sering kali dipertunjukkan pada sebuah acara festival guna
memperkenalkan wilayah Gowa. Kini, tarian kipas Pakarena sudah
mengalami perkembangan yang cukup pesat mulai dari kostum yang
dikenakannya hingga gerakannya.
Walaupun mengalami suatu perkembangan, tetapi ciri khas utama dari tari
kipas ini tetap ada atau tidak dihilangkan. Karena hal itulah yang membuat
karakteristik dari tarian kipas pakarena berbeda dengan tarian lainnya.
b. Gerakan kaki
Gerakan tarian kipas pakarena yang kedua yaitu gerakan kaki. Pada gerakan
kaki, para penari tidak diperbolehkan untuk mengangkatnya terlalu tinggi.
Sebab pertunjukan ini berlangsung selama 2 jam. Penari dituntut untuk
mempunyai fisik yang sehat. Itulah alasan mengapa para penari tidak
diperbolehkan mengangkat terlalu tinggi.
Sementara itu untuk alunan pengiring tarian ini memakai sebuah alat musik
yang berasal dari tabuhan gendang dan juga seruling. Agar bisa mengiringi
para penari dalam setiap gerakan tarinya.
Para penari kipas pakarena biasanya menggunakan baju adat khas daerah
Gowa. Baju adat itu bernama Baju Bodo.
Baju bodo adalah baju adat masyarakat suku bugis. Di setiap pakaian
tersebut, mempunyai warna pakaian yang berbeda-beda. Hal tersebut
bertujuan sebagai penanda atas stratifikasi sosial.
Baju bodo adalah baju adat masyarakat suku bugis. Di setiap pakaian
tersebut, mempunyai warna pakaian yang berbeda-beda. Hal tersebut
bertujuan sebagai penanda atas stratifikasi sosial.
Pakaian yang memiliki warna hijau dikenakan untuk bangsawan. Pakaian
berwarna putih dipakai untuk ibu yang sedang menyusui seorang bayi, dan
beberapa warna lain sebagainya.
Namun dengan seiring kemajuan zaman makna itu mulai memudarnya, dan
sekarang tidak lagi harus berpatokkan kepada warna-warna diatas karena di
zaman sekarang bukan lagi zaman kerajaan. Sebab baju bodo yang dulu
terbuat dengan menggunakan kain sutra. Kini dibuat dengan memakai kain
kasa secara transparan, memiliki lengan yang pendek, dan dijahit secara
bersambung pada bagian lengan dalamnya.
Tak hanya mengenakan baju khas daerah Gowa saja, penari juga memakai
kain selempang, dan sarung khasnya yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Kostum tersebut sangat menarik dan menjadi pembeda dengan tarian daerah
lainnya.
Jumlah kipas yang dibawa masing-masing tangan kanan dan kiri ada 2
buah.
Karena ini adalah Tari Kipas, maka para penari harus memiliki
keterampilan yang baik dalam memainkan kipas.
b. Baju pahang
Tenunan tangan asli dari Provinsi Sulawesi Selatan ini sendiri bernama Baju
Pahang.
Baju ini menjadi busana dan properti dalam penarian Kipas Pakarena.
Saat seorang penari mengenakannya, akan seketika didapatkan sebuah kesan
yang unik.
d. Lipa’ sa’be adalah sarung sutra dengan corak yang khas Sulawesi
Selatan.
e. Kalung
Kalung kuning emas ini berhiaskan mutiara warna-warni di bagian
dalamnya.
Properti berupa perhiasan ini berguna untuk menambahkan nilai
kecantikan kepada para penari.
Unsur keserasian adalah hal penting dalam tahap ini. Penggunaan baju bodo
dan riasan wajah yang sempurna akan membuat penari tampil cantik dan
anggun diatas panggung.
Karakteristik
Pakarena adalah gambaran karakteristik dari watak para wanita di Makassar,
dengan ciri utama berupa kipas dan selendang, serta gerakan tangan lambat
dan langkah tenang, tapi iringan musiknya khas.
Tarian ini pun pernah jadi kesenian khusus istana pada masa kepemimpinan
Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16 melalui sentuhan terampil dari ibunya,
Li’motakontu.
Pasang surut terbesar yang menimpa pewarisan tarian ini terjadi saat Kahar
Muzakkar menjadi dalang dalam gerakan pemurnian Islam.
Pakarena bahkan dianggap sebagai seni yang kontradiktif dengan ajaran
dalam Islam pada saat itu.
Namun minat masyarakat untuk melestarikan tarian ini tetap berjalan terus
alih-alih surut meski ada peristiwa itu, karena mereka telah menjadikannya
bagian dari hidup.
Perubahan fungsilah yang menyebabkan Pakarena masih eksis sampai
sekarang.
Fungsi yang lebih profan sebagai hiburan juga hadir dalam tari kipas ini,
alih-alih hanya sebagai tarian sakral.
Tentu saja ini mendatangkan polemik baru, hingga Pakarena pun terbagi
antara seniman pro wisata dan seniman tradisi yang hanya ingin menjaga
aspek sakral dalam tarian ini.
https://www.gramedia.com/literasi/tari-kipas-pakarena/
https://rimbakita.com/tari-kipas-pakarena/
https://www.youtube.com/watch?v=TAS-4YNaVOA (youtube)