Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN AKHIR

ANALISIS MASALAH SOSIAL BUDAYA DALAM BIBINGAN DAN KONSELING


Matakuliah: Landasan Sosial Budaya

Nama : Tiara Khaulina


NIM : 200111600430

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan selalu kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat Rahmat
dan Nikmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil praktikum ini dengan baik
dan dalam keadaan sehat.

Praktek konseling individual merupakan salah satu layanan konseling yang diberikan
oleh Guru BK atau Konselor kepada klien nya. Dalam konseling individual. Klien yang
ditangani tidak lebih dari satu orang karena bersifat individu. Dalam hal ini penulis telah
melakukan sebuah konseling individual dengan mengambil sampel klien dari salah satu
teman ataupun orang yang dikenal di lingkungan sekitar tempat tinggal penulis.

Dalam laporan praktek ini, penulis menjelaskan apa yang didapat penulis selama terjun
dilapangan. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu.Akhir kata penulis memohon maaf apabila dalam laporan ini terdapat banyak
kesalahan baik dalam penyampaian materi maupun EYD yang kurang sempurna. Semoga
laporan praktikum konseling ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Blitar, 3 Januari 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

Halaman Judul............................................................……………………... i
Kata Pengantar............................................................…………………….. ii
Daftar Isi......................................................................……………………. iii
BAB I
Pendahuluan................................................................…………………….. 1
Latar Belakang..............................................................…………………….. 1
Rumusan Masalah.........................................................……………………. .1
Tujuan............................................................................……………………. .1
BAB II
Pembahasan.................................................................………………………3
Identitas Konseli............................................................………………………3
Fokus Tingkah Laku......................................................………………………3
Data yang Terhimpun....................................................………………………4
Konsep yang Relevan dengan Permasalahan Konseli...………………………4
Skema atau Bagan Hubungan Sebab-Akibat.................……………………….8
Treatmen........................................................................……………………....9
BAB III
PENUTUP....................................................................…………………….….14
Kesimpulan....................................................................……………………….14
Saran..............................................................................……………………….14
Referensi.......................................................................………………………..15
Lampiran......................................................................………………………..16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang peranan
penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri merupakan
faktor penting penentu kesuksesan seseorang. Banyak tokoh-tokoh hebat yang mampu
menggapai kesuksesan dalam hidup karena mereka memiliki karakter yang disebut
kepercayaan diri. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self
confidence atau kepercayaan diri merupakan model umum yang dimiliki para unggulan
(superior performers). Sedangkan Surya (2009) menyatakan bahwa percaya diri ini menjadi
bagian penting dari perkembangan kepribadian seseorang, sebagai penentu atau penggerak
bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa untuk mencapai suatu pencapaian dalam hidup
manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun permasalahannya banyak orang yang tidak
memiliki rasa percaya diri meski pandai secara akademik. Hal ini dikarenakan kepercayaan
diri ini bukan sesuatu yang dapat tumbuh dan ada dalam diri seseorang dengan sendirinya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Afiatin (1998) bahwa kepercayaan diri berkembang
melalui interaksi individu dengan lingkungan. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang
kondusif akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Demikian pula
yang diungkap oleh Surya (2009) yang menyatakan bahwa perkembangan percaya diri ini
sangat tergantung dari pematangan pengalaman dan pengetahuan seseorang. Dengan
demikian untuk menjadi seseorang dengan kepercayaan diri yang kuat memerlukan proses
dan suasana yang mendukung

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah laporan akhir, yaitu sebagai berikut
1. Bagaimana gambaran kondisi permasalahan konseli?
2. Bagaimana pemaparan tentang konsep yang relevan dengan masalah konseli?
3. Bagaimana intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah konseli?
C. Tujuan
Tujuan laporan akhir, yaitu sebagai berikut

1
2

1. Menjelaskan gambaran kondisi permasalahan konseli


2. Menjelaskan konsep yang relevan dengan masalah konseli
3. Menjelaskan intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah konseli
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identitas Konseli
1. Nama : M.H
2. Tempat lahir : Blitar, 23 Desember 2000
3. Usia : 20
4. Profesi : Mahasiswa semester 3
5. Sekolah : UNISBA
6. Jenis kelamin : Laki - Laki
7. Anak ke : 1 dari 2 saudara
8. Agama : Islam
9. Alamat : Jl. Kemuning No 07 Plosokerep, Kota Blitar, Jawa Timur
10. Nama orang tua : S.Z dan H

B. Fokus Tingkah Laku


1. Deskripsi Tingkah Laku atau Gejala Masalah
Konseli merupakan seorang mahasiswa di salah satu universitas kota Blitar, Jawa Timur.
Konseli termasuk mahasiswa yang masih baru, di perkuliahannya konseli mengikuti berbagai
organisasi dan kegiatan yang ada di kampusnya. Konseli memiliki cukup banyak teman.
Konseli merupakan seseorang yang suka “kloyotan” atau dalam bahasa Indonesia bersikap
konyol. Dalam artian orang yang suka bercanda dan santai. Konseli adalah seseorang yang
suka mencoba hal-hal yang baru. Konseli mengalami ketidak kepercayaan diri saat mengikuti
kegiatan dan organisasi di kampusnya. Ia diberi kepercayaan untuk melakukan suatu hal
seperti memimpin jalannya kegiatan dan berbicara di depan banyak pihak di organisasi yang
diikutinya tetapi ia merasa tidak percaya diri akan dirinya.

2. Permasalahan Utama Konseli atau Inti Masalah


Dari hasil kusioner juga wawancara anatara konselor dan konseli maka dapat dianalaisis
bahwa permasalahan yang dialami konseli adalah kurangnya kepercayaan diri. Konseli
sebelumnya atau saat SMP maupun SMA merupakan siswa yang pasif dan jarang megikuti
kegiatan ataupun organisasi sekolah. Saat memasuki dunia perkuliahan ia mengikuti berbagai
kegiatan dan organisasi karena konseli ingin menambah pengalamannya. Namun karena
kurangnya pengalaman sebelum masa kuliah konseli merasa tidak percaya diri dan selalu
3
gugup. Dari ketidakpercayaan diri konseli, konseli sering mengalami kebingungan, merasa
gemetar, jantung sering berdebar, kebingungan, dan panik. Konseli belum bisa
mengendalikan diri akan kepercayaan dirinya.

C. Data yang Terhimpun


1. Penjelasan tentang Data Diri Konseli
Konseli bernama M.H berjenis kelamin laki-laki yang lahir di Blitar pada tanggal
20 Desember tahaun 2000. Saat ini konseli berusia 20 tahun. Merupakan anak pertama
dari 3 bersaudara.Konseli merupakan orang yang ramah dan santai. Konseli dulunya
merupakan anak yang pasif dan sekarang banyak mengikuti kegiatan. Saat ini konseli
berkuliah di salah satu universitas swasta di kota Blitar yaitu Universitas Islam Balitar
dengan jurusan Hukum. Saat ini konseli memasuki semester 3 perkuliahannya. Konseli
memiliki hobi pada bidang olah raga. Konseli memiliki cita-cita sebagai akademisi.
Konseli menganut agama Islam. Konseli tinggal bersama orang tuanya yaitu ayahnya
yang bernama S.Z dan ibunya H. yang alamatnya tepat berada di Jl. Kemuning No 07
Plosokerep, Kota Blitar, Jawa Timur.
2. Penjelasan tentang Data Lingkungan Sosial Budaya
Konseli memiliki cukup banyak teman. Saat SMA konseli merupakan orang
yang pasif dalam kegiatan sekolah ataupun organisasi. Saat memamsuki dunia
perkuliahan ia mencoba untuk mengikuti kegiatan dan organisasi di kampus. Konseli
masih belum berpengalaman di dunia organsisasi. Konseli mengikuti organisasi yang
berada di bidang kemahasiswaan yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa atau DPM.
Didalam organisasi itu kebanyak mahasiswa dari semseter 3 dan semester 5. konseli
memiliki cukup banyak teman yang sudah berpengalamn dalam bidang
keorganisasian.
D. Konsep yang Relevan dengan Permasalahan Konseli
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam masa
perkembangan remaja (Walgito, 2000). Percaya diri adalah suatu perasaan dan keyakinan
terhadap kemampuan yang dimiliki untuk dapat meraih kesuksesan dengan berpijak pada
usahanya sendiri dan mengembangkan penilaian yang positif bagi dirinya sendiri maupun
lingkungannya sehingga, seseorang dapat tampil dengan penuh keyakinan dan mampu
menghadapi segala sesuatu dengan tenang (Angelis, 2003; McClelland (dalam Luxori, 2005).
Kepercayaan diri berperan dalam memberikan sumbangan yang bermakna dalam proses
kehidupan seseorang. Kepercayaan diri merupakan salah satu modal utama kesuksesan untuk
menjalani hidup dengan penuh optimisme dan kunci kehidupan berhasil dan bahagia (Leman,
2000; Taylor, 2009).Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
diri adalah keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi
yang didalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung
jawab, rasional dan realistist.

Beberapa ahli mendefinisikan ciri-ciri percaya diri. Menurut Hankin (2004) ciri-ciri
orang yang percaya diri adalah

(a) orang yang memiliki percaya diri menjadi cemas menghadapi masalah nyata, bukan
masalah psikologis;

(b) mereka menenangkan diri agar bisa merencanakan sebuah penyelesaian;

(c) mereka tidak sering merasa risau;

(d) mereka tahu tahu kapan kecemasan terjadi karena melanggar aturan misalnya terlambat;

(e) tidak bersikap irasional jika orang lain tidak sepenuhnya sepakat dengan mereka; dan

(f) mereka benar-benar menyukai tantangan terhadap kemampuan mereka.

Kepercayaan diri pada remaja tampak pada sikap yang menerima diri sebagaimana
adanya (Ifdil, I., Denich, A. U., & Ilyas, A., 2017). Penerimaan diri merupakan sikap yang
mencerminkan rasa senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri. Sikap tersebut
merupakan perwujudan dari kepuasan terhadap kualitas kemampuan diri yang nyata. Remaja
yang puas pada kualitas dirinya akan cenderung merasa aman, tidak kecewa dan tahu apa
yang dibutuhkannya, sehingga dapat mandiri dan tidak bergantung pada orang lain dalam
memutuskan segala sesuatu secara objektif. Remaja yang percaya diri juga cenderung
mempunyai gambaran dan konsep diri yang positif. Hurlock (1991) menyatakan bahwa reaksi
positif seseorang terhadap penampilan dirinya sendiri akan menimbulkan rasa puas yang akan
mempengaruhi perkembangan mentalnya.

Disisi lain, remaja yang kurang percaya diri akan menunjukkan perilaku seperti, tidak
bisa berbuat banyak, selalu ragu dalam menjalan tugas, tidak berani berbicara jika tidak
mendapatkan dukungan, menutup diri, cenderung sedapat mungkin menghindari situasi
komunikasi, menarik diri dari lingkungan, sedikit melibatkan diri dalam kegiatan atau
kelompok, menjadi agresif, bersikap bertahan dan membalas dendam perlakuan yang
dianggap tidak adil (Triningtyas, 2015; Rakhmat, 2005; Gunarsa, 2004; Hurlock, 1991).
Menurut Mastuti & Aswi (2008) individu yang tidak percaya diri biasanya disebabkan oleh
individu tersebut tidak mendidik sendiri dan hanya menunggu orang melakukan sesuatu
kepada dirinya. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka akan semakin
sulit untuk memutuskan yang terbaik apa yang harus dilakukan kepada dirinya, dalam
keadaan yang seperti ini remaja cenderung akan kehilangan motivasi (Fitri, E., Ifdil, I., &
Neviyarni, S., 2016; Desyafmi, H., Firman, F., & Ifdil, I., 2016) dalam melakukan banyak hal
terutama belajar.

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat kepercayaan diri remaja berada
pada kategori sedang (Tohir, 2005; Suhardinata, 2010) hanya sebagian kecil dari remaja yang
memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Ada berbagai penyebab perasaan rendah diri seseorang berkembang lebih kuat dan ada
pula yang kurang kuat berkembang. Ketidak-mampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah
diri yang jelas, sedangkan kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan
kepercayaan pada diri sendiri dan rasa superioritas. Singgih D. Gunarsa (1991) berpendapat
bahwa sikap anak yang pasif, rendah diri, mempunyai kecenderungan agresif dan lain
sebagainya merupakan faktor yang menghambat anak dalam menampilkan prestasi yang
diharapkan. Anak-anak ini biasanya dikarakteristikkan sebagai anak yang mempunyai konsep
serta harga diri yang kurang baik dan juga tampak kurang ada rasa aman di dalam dirinya
untuk dapat berprestasi dengan baik.

Percaya diri yang rendah menjadi masalah serius di kalangan pelajar. Lindenfield
(1997) menyatakan bahwa orang yang percaya diri adalah orang yang merasa puas dengan
dirinya. Dampak negatif rendahnya percaya diri ditinjau dari dua hal, yaitu dampak akademik
dan non akademik. Dampak akademik rendahnya percaya diri siswa meliputi menurunnya
performa akademik, motivasi berprestasi, dan performa akademik. Dampak non akademik
rendahnya percaya diri siswa meliputi meningkatnya kecemasan dalam melakukan
komunikasi interpersonal dan berbicara di depan umum.

Orang yang punya kepercayaan diri rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki
perasaan negatif terhadap dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya
dan punya pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang dimilikinya. Ketika ini
dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan rendah atau
telah kehilangan kepercayaan, cenderung merasa bersikap sebagai berikut
7

a. Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh-
sungguh.

b. Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan.

c. Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengahsetengah.

d. Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal).

e. Canggung dalam menghadapi orang.

f. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan yang


meyakinkan.

g. Sering memiliki harapan yang tidak realistis.

h. Terlalu perfeksionis.

i. Terlalu sensitif.

Akibat dari kurang percaya diri .Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup sehari-
hari, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau telah kehilangan kepercayaan,
cenderung merasa / bersikap sebagai berikut :

a. Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh
sungguh.

b. Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)24

c. Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulita

d. Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah

e. Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal)

f. Canggung dalam menghadapi orang

g. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan


yang meyakinkan.

h. Sering memiliki harapan yang tidak realistis

i. Terlalu perfeksionis
8

j. Terlalu sensitif (perasa)

Sebaliknya, orang yang mempunyai kepercayaan diri bagus, mereka

memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas

dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki. Orang

yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang hanya merasa mampu

(tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa

dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.

Pennyebab terjadinya tidak percaya diri atau rendah diri :

 Saat lahir - setiap orang lahir dengan perasaan rendah diri karena pada waktu itu ia
tergantung pada orang lain yang berada di sekitarnya.
 Sikap orang tua - memberikan pendapat dan evaluasi negatif terhadap perilaku dan
kelemahan anak di bawah enam tahun akan menentukan sikap anak tersebut.
 Kekurangan fisik - seperti kepincangan, bagian wajah yang tidak proporsional,
ketidakmampuan dalam bicara atau penglihatan mengakibatkan reaksi emosional dan
berhubungan dengan pengalaman tidak menyenangkan sebelumnya.
 Keterbatasan mental - membawa rasa rendah diri saat dilakukan perbandingan dengan
prestasi tinggi dari orang lain, dan saat diharapkannya penampilan yang sempurna
padahal aturannya pun tidak dipahami.
 Kekurangan secara sosial - keluarga, ras, jenis kelamin, atau status sosial.

E. Skema atau Bagan Hubungan Sebab-Akibat

-Merasa
Belum berpengalaman kebingungan
-Panik
-Jantung berdebar
-Merasa Gemetar
-Gugup
Tidak percaya diri

Lingkungan sekitar anggota


lain dari organisasi yang Tugas dari organisasi
diikuti kebanyakan sudah yang harus dilakukan
berpengalaman.
9

Uraian :
Sebelum memasuki perkuliahan konseli merupakan seorang yang pasif dalam
kegiatan ataupun organisasi sehingga konseli tidak memiliki pengalaman atau belum
berpengalaman dan organisasi. Dengan lingkungan sekitarnya terutama lingkungan kampus
dan organisasinya rata-rata temannya sudah senior dan sudah memiliki pengalaman. Konseli
diberi tanggungjawab sebuah tugas yang mau tidak mau harus dilakukan. Karena belum
bepengalaman dan melihat orang-orang disekitarnya sudah berpengalaman ia sering merasa
kebingungan, jantung berdebar, merasa gemetar, dan juga panik. Dari semua itu
mengakibatkan ia menjadi merasa kurang percaya diri akan diri dan kemampuannya dalam
menjalankan dan melaksankan tugas yang telah diberikan kepadanya.
F. Treatmen
Konseling individu yang di berikan kepada konseli agar konseli menjadi pribadi yang
sehat. Usaha bantuan yang terlaksana dari usaha bantuan yang konselor rencanakan, hanya
beberapa usaha yang terlaksana. Adapun usaha-usaha yang terlaksana adalah sebagai berikut:

1. Konselor melakukan hubungan baik atau Attending dengan konseli.

2. Konselor mengajak sharing kepada konseli tersebut terkait masalah yang dialami konseli.

3. konselor memberi salah satu strategi mengenai masalah yang dialami konseli
menggunakan RK.

4. Konselor mengubah pola pikir konseli yang negatif mengenai kecemasan menjadi pola
fikir yang positif.

5. Konselor memberi latihan kepada konseli agar bisa selalu berfikikir positif mengenai
kecemasan dan lain-lainnya.

Memberikan Tekhnik Rekstrukturing kognitif atau bisa disingkat dengan nama RK


teknik ini bertujuan untuk mengubah pola fikir negatif. Penggunaan Tehnik RK diharapkan
konseli tersebut dapat mengembaliakan kepercayaan dirinya dalam menghadapi tugas-tugas
yang telah diberikan kepadanya.Sehingga konseli lebih berani dalam menghadapi tugas-tugas
atau kegiatan-kegiatan organisasi kedepannya. Memberikan Motivasi bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara perilaku baru yang telah terbentuk. Pemberian motivasi
dilakukan agar konseli merasa diperhatikan dan mendapat dukungan moral. Diharapkan
dengan adanya motivasi ini konseli memperoleh semangat baru untuk belajar. Konselor
memberikan reinforcement sosial dengan cara memberikan pujian, perhatian, keramahan, dan
dukungan pada saat konseling berlangsung. Konselor juga memberikan dorongan kepada
konseli sehingga konseli bisa lebih optimis dalam memandang masa depannya.

Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap
mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan
dan tindakan).

A. Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai
konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu
dilakukan, diantaranya :

 Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci


keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan
dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
 Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin
dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu
memperjelas masalah klien.
 Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai,
untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
 Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi:
(1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien
dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara
konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam
seluruh rangkaian kegiatan konseling.

B. Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki
tahap inti atau tahap kerja.

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
11

 Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah


dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah
yang sedang dialaminya.
 Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau
kembali permasalahan yang dihadapi klien.
 Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

Hal ini bisa terjadi jika :

 Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
 Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi
dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap
klien.
 Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada
saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C. Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

 Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.


 Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
 Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
 Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2)
perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru
dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan
datang dengan program yang jelas.
Jadwal Pelaksanaan Treatment

Kegiatan Pelaksanaan Tujuan/Target 12


No. Pelaksana Keterangan
Layanan Waktu Tempat
1. Membangun
hubungan konseling
11
yang melibatkan klien
(rapport)

2. Memperjelas dan
Menjalin hubungan mendefinisikan
baik dengan konseli masalah.
Tahap Via
1. 20 menit Konselor meningkatkan
Awal WhatsApp 3. Membuat
kepercayaan konseli
terhadap konselor penaksiran dan
perjajagan.

4. Menegosiasikan
kontrak. Membangun
perjanjian antara
konselor dengan klien

1. Konselor menerima
perasaan konseli serta
memahaminya

2. Konselor berusaha
agar konseli dapat

memahami dan
menerima keadaan
Tahap Via Mengungkap penyebab
2. 60 menit Konselor dirinya
Inti WhatsApp masalah konseli
3. Konseli menentukan
pilihan sikap dan
tindakan yang akan
diambil

4. Konseli
merealisasikan
pilihannya itu.

1. Menyimpulkan hasil
konseling

2. Mengadakan
Menentukan evaluasi
Tahap Via
3. 45 menit Konselor penyelesaian
Akhir WhatsApp 3. Menyusun jadwal
permasalahan
pertemuan lanjutan

4. Menutup konseling
13

Rencana tindak lanjut :

- Satu minggu setelah layanan dipantau dengan memberikan penilaian jangka pendek
menggunakan kusioner dan wawancara dan melakuka kegiatan konseling kembali

- Satu bulan setelah layanan dipantau dengan memberikan penilaian jangka panjang dengan
menggunakan kusioner dan wawancara dan melakukan kegiatan konseling kembali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam
masa perkembangan remaja . Percaya diri adalah suatu perasaan dan keyakinan terhadap
kemampuan yang dimiliki untuk dapat meraih kesuksesan dengan berpijak pada
usahanya sendiri dan mengembangkan penilaian yang positif bagi dirinya sendiri
maupun lingkungannya sehingga, seseorang dapat tampil dengan penuh keyakinan dan
mampu menghadapi segala sesuatu dengan tenang. Percaya diri yang rendah menjadi
masalah serius di kalangan pelajar. Lindenfield (1997) menyatakan bahwa orang yang
percaya diri adalah orang yang merasa puas dengan dirinya. Dampak negatif rendahnya
percaya diri ditinjau dari dua hal, yaitu dampak akademik dan non akademik
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan konseli mengalami ketidak
percayaan diri. Dari obesvasi ketidakpercayaan konseli disebabkan karena dari faktor
eksternal dan faktor internal dari konseli.faktor eksternalnya yaitu berasal dari
lingkungan sekitarnya ia melihat anggota organisasi lain yang sudah berpengalaman.
Dan dari faktor internalnya konseli belum mempunyai pengalaman .
Untuk memperbaiki rasa kepercayaan diri konseli, layanan yang dilakukan adalah
layanan konseling Individu dengan teknik Rekstrukturing kognitift yang bertujuan untuk
mengubah pola fikir negatif konseli agar konseli dapat mengembalikan percaya dirinya
dan dapat menghadapi problematika yang dialaminya.
B. Saran
Hasil laporan akhir ini dapat digunakan konselor untuk memaksimalkan dalam
memecahkan permasalahan konseli. Dengan data-data diri konseli juga data lingkungan
sosial-budaya konselor dapat menentukan keterkaitan permasalahan konseli dengan
kondisi diri juga lingkungannya.

14
Referensi

Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.

Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih. (2003). KEPERCAYAAN DIRI DAN
KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA. Jurnal
Psikologi Universitas Gadjah Mada 2003, NO. 2, 67 – 71.
Yudiantoro, E. (2006). Percaya Diri Itu Mudah. Cetakan I. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Bach, P. A., & Moran, D. J. (2008). ACT in Practice: Case Conceptualization in Acceptance
& Commitment Therapy. Oakland, CA: New Harbinger Publications, Inc.
Mastuti, & Aswi. (2008). 50 Kiat Percaya Diri. Jakarta: PT. Buku Kita
Fatchurahman, M. & Pratikto, Herlan. (September 2012). Kepercayaan Diri, Kematangan
Emosi, Pola Asuh Orang Tua Demokratis dan Kenakalan Remaja. Persona, Jurnal
Psikologi Indonesia Vol. 1, No. 2, hal 77-87.
Dewi Danti, M. & Supriyo. Suharso. (2013).Kepercayaan Diri Ditinjau dari Pola Asuh
Orang Tua Pada Siswa Kelas VII (studi kasus). Indonesian Jurnal of Guidance and
Counseling Theory and Application Universitas Negri Semarang IJGC (4)(2013)
Wahyuni, Sri. (2013). Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan
Berbicara di Depan Umum Pada Mahasiswa Psikologi. Jurnal Psikoborneo
Universitas Mulawarna Samarinda, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 1, No
4, 2013: 220-227 ISSN: 2477-2666/E-ISSN:2477-2674
Komara, I. B. (2016). Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Prestasi Belajar dan
Perencanaan Karir Siswa. Jurnal PSIKOPEDAGOGIA 2016. Vol. 5, No. 1 ISSN:
2301- 6167. Jakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

Nanda,Wahyu , E. S. & Prasetiawan,Hardi. (2017)Teknik Cognitive Defusion: Penerapan


Intervensi Konseling Untuk Meningkatnkan Percaya Diri Siswa. Jurnal Ilmiah
Counsellia, Volume 7 No. 2, Nopember 2017 : 93 - 98
Fitri, Emria1 , Nilma Zola2 &Ifdil Ifdil. (2018). Profil Kepercayaan Diri Remaja serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia)
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesian Institute for Counseling, Education and
Therapy, Universitas Negeri Padang. Volume 4 Nomor 1, 2018, hlm 1-5.

15
Lampiran

16
Alternatif Jawaban
No Pernyataan
S J HT TP
1 Sering sakit v
2 Jantung sering berdebar-debar v
3 Sering pusing v
4 Merasa sering terganggu v
5 Perut sering terganggu v
6 Sukar tidur v
7 Merasa lelah dan tidak bersemangat v
8 Sering bermimpi yang menakutkan v
9 Mempunyai penyakit yang menular v
10 Kurang bahagia karena cacat v
jasmani/rohani
11 Uang sekolah tidak terbayar oleh orang v
tua
12 Kekurangan biaya untuk membeli alat v
sekolah/buku pelajaran
13 Kekurangan pakaian untuk sekolah v
14 Penghasilan orang tua tidak cukup untuk v
hidup sehari-hari
15 Makanan sehari-hari kurang memenuhi v
syarat kesehatan
16 Ibu terpaksa ikut mencari nafkah v
17 Disamping sekolah juga bekerja mencari v
nafkah
18 Setelah tamat SMA terpaksa tidak v
melanjutkan
19
Mengalami korban perasaan karena v
sekolah/hidupnya ditanggung oleh orang
lain ( bukan orang tua sendiri)
20 Sering menerima pemberian/ajakan v
teman karena uang saku kurang
21 Di rumah tidak mempunyai waktu untuk v
menghibur diri
22 Merasa sulit memilih bentuk hiburan v
yang sehat
23 Merasa tidak diberi kesempatan v
berekreasi keluar rumah
24 Tidak dapat menggunakan waktu terluang v
secara sehat
25 Pelajaran terganggu v
17
26 Sukar membatasi membaca buku v
hiburan/majalah/komik
27 Sukar membatasi nonton film/TV v
28 Merasa sulit untuk meninggalkan hobi v
yang kurang sehat
29 Trpaksa melakukan hobi/menghibur diri v
secara sembunyi-sembunyi
30 Pernah merasa menyesal yang mendalam
karena hobi/menghibur diri yang kurang v
sehat
31 Dalam pergaulan merasa rendah diri v
SKORING DATA

v  Pada jawaban TP ( TIDAK PERNAH ) = 0


v  Pada jawaban HT ( HAMPIR TAK PERNAH ) = 1
v  Pada jawaban J ( JARANG ) = 2
v  Pada jawaban S ( SERING ) = 3

SKORING DATA ANGKET ( SKOR MENTAH )


v  Masalah kesehatan ( 16 )
v  Masalah ekonomi keluarga (1)
v  Masalah waktu senggang / rekreasi (0)
v  Masalah hubungan dengan teman sebaya (0)
v  Masalah keyakinan (0)
v  Masalah pola asuh dalam keluarga (0) 21

v  Masalah masa depan ( 17 )


v  Masalah hubungan dengan kehidupan sekolah (2)
v  Masalah hubungan dengan guru (3)
v  Masalah kebiasaan belajar ( 11 )
v  Masalah motivasi belajar ( 13 )
v  Masalah percintaan (6)
A.    TABULASI DATA SKOR MENTAH

Tabel 1

ASPEK MASALAH
NO NAMA JK PRF
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1 M.H L MHS 16 1 0 0 0 0 17 2 3 11 13 6

KETERANGAN :
Kolom (1) : nomor urut, kolom (2) : nama siswa,kolom (3) : jenis kelamin, kolom (4) kelas,
kolom (5) sampai ( 16 ) : aspek masalah siswa ( 1 – 12 )
B.      KONVERSI SKOR MENTAH KE PERSENTIL

Mengubah skors mentah menjadi skors persentil atau konversi skors mentah ke skors
standar dapat dilakukan dengan menggunakan formula berikut
SKORS MENTAH
SKORS PERSENTIL = X 100%
SKORS MAKSIMAL
Keterangan :

v  Skors maksimal dari masing-masing aspek adalah 30 (didapat kan dari 3x10)
v  3 adalah skor tertinggi (maksimal) yang diberikan pada gradasi yang paling baik.
v  10 adalah jumlah butir atau item masing-masing aspek masalah.
Tabel 2

ASPEK MASALAH SISWA


NO NAMA JK KLS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
22
1 M.H L MHS 53 3 0 0 0 0 57 7 10 37 43 20

KETERANGAN :

Skor mentah yang didapatkan oleh DIMAS dari masalah 1 sampai 12 secara berturut-
turut adalah : 16, 1, 0, 0, 0, 0, 17, 2, 3, 11, 13, 6. ( tabel 1 ) Skor mentah ini kemudian
dikonversikan dengan persentil masing-masing aspek masalah dari aspek 1 sampai 12 secara
berturut-turut adalah : 53 3, 0, 0, 0, 0, 57, 7, 10, 37, 43, 20. ( table 2 ).

C. PERSENTIL KLASIFIKASI INTENSITAS MASALAH SISWA

HASIL KLASIFIKASI INTENSITAS MASALAH ADALAH :


Xi-0,5SDi – Xi 3 SDi = 58-100 = SANGAT BERMASALAH (SaB)
Xi-0,5SDi – Xi 0,5 SDi = 42-57 = SUDAH BERMASALAH (SuB)
Xi-0.3SDi – Xi-0.5SDi = 0-41 = BELUM BERMASALAH (BeB)

53 : SUDAH BERMASALAH
3 : BELUM BERMASALAH
0 : BELUM BERMASALAH
0 : BELUM BERMASALAH
0 : BELUM BERMASALAH
0 : BELUM BERMASALAH
57 : SUDAH BERMASALAH
7 : BELUM BERMASALAH
10 : BELUM BERMASALAH
37 : BELUM BERMASALAH
43 : SUDAH BERMASALAH
20 : BELUM BERMASALAH
Tabel 3

ASPEK MASALAH SISWA


NO NAMA JK PRF
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

BE
1 M.H L MHS SUB BEB BEB BEB SUB BEB BEB BEB BEB SUB BEB
B
23

KETERANGAN :
SAB : SANGAT BERMASALAH
SUB : SUDAH BERMASALAH
BEB : BELUM BERMASALAH

Anda mungkin juga menyukai