Oleh:
Pendamping:
dr. Pitriani
DHARMASRAYA
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah presentasi
kasus yang berjudul “Intoksikasi Asam Jengkolat” dalam program Dokter Internship 2015.
Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah
membawa manusia menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
1. dr. Fenny Purnama Dewi, selaku pimpinan Puskesmas Koto Baru, atas arahan dan
bimbingannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
2. dr. Pitriani, selaku pendamping Dokter Internship, yang telah memberikan
bimbingan dan pendampingan pada setiap kegiatan.
3. dr. Ariani Zaltin Oktavenda dan dr. Anton Susilo, atas dukungan dan bimbingan
dalam setiap kegiatan.
4. Teman – teman sejawat Dokter Internship, atas kerja sama dan dukungannya dalam
setiap kegiatan.
5. Seluruh staf yang ada di Puskesmas Koto Baru yang tiak bisa disebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa makalah kasus besar ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah yang kami buat ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, serta dapat meningkatkan pemahaman sehingga pelayanan di Puskesmas Koto Baru
semakin baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan salah satu jenis makanan yang
tidak asing lagi bagi penduduk Asia terutama Indonesia, Malaysia, Thailand, dan
Myanmar. Beberapa individu yang mengkonsumsi jengkol dapat mengalami keracunan
yang disebut intoksikasi asam jengkolat yang disebabkan oleh kandungan asam jengkolat
di dalamnya. 1
Asam jengkolat terdapat pada biji jengkol. Strukturnya mirip dengan asam
amino sistein tetapi tidak dapat dicerna sehingga tidak memberikan manfaat apapun bagi
tubuh. Kandungan asam jengkolat per-100 gram biji sebesar 0.3-1.3 gram dan sebanyak
93% dalam bentuk asam jengkolat bebas yang tentunya berbahaya. Asam jengkolat tidak
larut dalam air sehingga dalam jumlah tertentu akan membentuk kristal yang berperan
dalam patogenesis gagal ginjal. 1
Gagal ginjal akut akibat asam jengkolat merupakan kejadian yang langka namun
penting untuk diperhatikan karena mampu menyebabkan kematian. 2
Secara
epidemiologi, prevalensi dan insidensi intoksikasi asam jengkolat di dunia jarang
dilaporkan. 1 Namun, secara geografis pohon jengkol hanya tersebar di area tropis Asia
terutama Asia Selatan dan banyak digunakan sebagai bahan makanan dan berpotensi
sebagai obat herbal terutama antioksidan.3
Bunawan et al. (2014) telah melakukan review artikel dan telah
mengidentifikasi laporan kasus dari tahun 1956 sampai 2007 terdapat 96 kasus
intoksikasi asam jengkolat di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kasus yang
diteliti pada rentang 1.5-57 tahun yang sebanyak 70% terjadi pada laki-laki. Berdasarkan
hasil identifikasi gejala klinis, laboratorium, dan pencitraan (radiologi) didapatkan 88
pasien dari 96 kasus karena adanya identitas yang sama. Sejumlah 50 anak dari total 96
kasus adalah intoksikasi asam jengkolat yang terjadi pada anak-anak. 1
Pencegahan kejadian intoksikasi asam jengkolat sulit dilakukan karena kejadian
dan pola kerentanan individu terhadap asam jengkolat yang berbeda. Sindrom intoksikasi
asam jengkolat sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari prosedur pengolahannya.
Tidak semua individu dapat terkena intoksikasi asam jengkolat dengan memakan olahan
jengkol dengan prosedur pengolahan yang sama. Kerentanan individu terhadap GGA
juga tidak tergantung dari frekuensi konsumsinya.1 Oleh karena pola keracunan yang
unik serta tingginya insidensi intoksikasi asam jengkolat di PKM Koto Baru, penulis
berupaya untuk membahas intoksikasi asam jengkolat secara lebih mendalam.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Biji jengkol mengandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh antara lain
karbohidrat, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, dan zat besi. Kadar protein dalam biji
jengkol mencapai 23.3 gram per-100 gram yang melebihi kadar protein tempe dengan
kadar 18.3 gram protein per-100 gram. Selain nutrisi tersebut, jengkol juga mengandung
senyawa yang berpotensi menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat. 1
5
Gambar 3.2 Molekul Asam Jengkolat dengan Ikatan Sulfur
6
ginjal, ureter dan uretra. Kristal-kristal ini akan menyebabkan obstruksi pada saluran
kemih, sehingga akan terjadi oliguri (jumlah urine kurang dari 400cc/24jam, hingga
dapat menyebabkan anuri yang dapat menimbulkan gagal ginjal akut. 6
Sindrom intoksikasi asam jengkolat secara dominan lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada wanita dengan rasio 7:1. Insidensi intoksikasi asam jengkolat
meningkat pada bulan September sampai dengan Januari saat pohon jengkol berbuah.
Sindrom yang terjadi tidak serta merta muncul sesaat setelah mengkonsumsi jengkol.
Laporan kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom intoksikasi asam jengkolat muncul
2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol. Gejala yang muncul lebih banyak terjadi pada
sistem nefrourologi. Patogenesis terjadinya GGA akibat jengkol sampai saat ini masih
belum diketahui secara menyeluruh. 1
Patogenesis terjadinya intoksikasi asam jengkolat diduga berkaitan dengan
interaksi host dan agent. Beberapa studi memberikan pendapat bahwa kerusakan ginjal
yang terjadi akibat adanya reaksi hipersentivitas, efek toksis langsung asam jengkolat
terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik jengkol, spasme ureter, atau adanya
obstuksi saluran kemih oleh kristal jengkolat (urolitiasis jengkolat). Hipersensitivitas
terhadap salah satu komponen dalam jengkol diduga berperan penting dalam etiologi
intoksikasi asam jengkolat sehingga senyawa tersebut bisa bersifat nefrotoksik bagi host.
Studi eksperimental pada tikus dan mencit yang pernah dilakukan, tidak memberikan
kesimpulan yang berarti selain adanya nekrosis tubular akut (NTA). Nekrosis tubular
akut terjadi akibat obstruksi kristal jengkolat pada tubulus renal. Namun, hal ini masih
menjadi perdebatan karena tidak adanya bukti histologis renal pada penderita GGA
akibat jengkolat. 1
Mengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan
memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena asam jengkolat yang
terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan utuh dan aktif. Namun
demikian tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol akan mengalami keracunan
karena faktor utama penyebab kejadian keracunan akibat jengkol tergantung pada daya
tahan tubuh seseorang, dalam hal ini kondisi lambungnya, bukan usia biji jengkol, jumlah
jengkol yang dikonsumsi, atau cara memasaknya. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol
dalam kondisi lambung yang asam akan lebih berisiko mengalami keracunan. Keracunan
jengkol dapat terjadi akibat mengkristalnya asam jengkolat dalam suasana asam yang
bentuknya menyerupai jarum roset yang sukar larut dalam air, baik dalam suasana asam
7
maupun basa. Kristal ini dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kencing (tractus
urinarius).
Urin penderita pada awalnya akan berwarna putih seperti susu yang kemudian menjadi
merah akibat hematuri. Hasil urinalisis didapatkan albumin, sel epitel, cast, eritrosit, dan
terkadang ditemui kristal jengkolat yang berbentuk seperti jarum. Pembentukan kristal
jengkolat dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) dimana asam jengkolat akan
mengkristal pada suasana asam. 1
Intoksikasi asam jengkolat memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan
berupa nyeri dan hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis)
dan 2) gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun jarang.
Intoksikasi asam jengkolat dan anuria mampu menyebabkan kematian walaupun
kasusnya jarang. Pemeriksaan laboratorium pada anuria digunakan untuk mendukung
GGA. Diagnosis klinis berupa flank pain, mual, muntal, dan hematuria yang nyata terjadi
karena adanya obstruksi di ureter maupun uretra. 7
Kristal melukai jaringan ginjal
sehingga menyebabkan perdarahan. Endapan metabolik juga mampu menyebabkan
obstruksi uretra sehingga menyulitkan pemasangan kateter. 1
Kejadian intoksikasi asam jengkolat pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh
Vachvanichsanong & Lebel (1997) pada pasien anak yang menderita intoksikasi asam
jengkolat, sindrom ini terjadi setelah anak tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali. 1
Penderita intoksikasi asam jengkolat dapat mengalami gangguan elektrolit dan asidosis.
Urin dan nafas penderita yang berbau sulfur juga bisa menjadi diagnosis presumtif
terjadinya intoksikasi asam jengkolat. 8
Pemeriksaan radiologi tidak disarankan karena
kristal jengkolat tidak tampak pada hasil pemeriksaan sinar X. 6
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop dapat ditemukan hablur asam jengkol
berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset.
Hablur ini tidak selalu ditemukan sebab hablur ini cepat menghilang apabila urin
disimpan. Menurut Djaeni (1967) hablur tersebut terbentuk pada peralihan alkali ke asam
atau sebaliknya. Ureum pada keracunan jengkol dapat normal atau sedikit meninggi
8
kecuali pada anak dengan anuria kadar ureum meninggi. Diagnosis keracunan jengkol
tidak sukar ditegakkan. Umumnya penderita sendiri menceritakan bahwa setelah
beberapa jam makan biji jengkol timbul gejala dan keluhan.
D. Penatalaksanaan
Reimann & Sukaton (1956) melaporkan bahwa pasien dengan intoksikasi asam
jengkolat sebagian besar memerlukan tindakan suportif selama 3 hari. Intoksikasi asam
jengkolat ringan tidak memerlukan terapi spesifik selain kontrol nyeri dan hidrasi.
Intoksikasi asam jengkolat berat dengan gejala anuria dan diduga mengalami GGA
memerlukan analgesik, hidrasi cepat, dan alkalinisasi urin menggunakan sodium
bikarbonat untuk meningkatkan kelarutan kristal asam jengkolat. Namun, apabila tidak
didapatkan sodium bikarbonat, terapi dapat diganti menggunakan minuman
berkarbonasi. 1
Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut/pinggang saja) penderita tidak
perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banyak minum serta memberikan natrium
bikarbonat 2 gram kali sehari peroral saja sampai gejala hilang. Bila gejala penyakit
berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan
diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa dan anak
2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.
Terapi konservatif yang dilakukan pada intoksikasi asam jengkolat berat dengan
anuria terkadang tidak berespon secara maksimal sehingga memerlukan tindakan operasi.
1
Laporan kasus yang dilakukan oleh Wong et al. (2007) bahwa obstruksi pada saluran
kemih akibat endapan metabolik dan kalkuli dari kristal jengkolat perlu dilakukan irigasi
uretra, kateterisasi, atau pemasangan stent dan bypass untuk mengurangi obstruksi. 9
Prinsip Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Pemberian diuretika
Diuretika yang diberikan pada penderita dengan kegagalan ginjal akut adalah
furosemid dalam dosis tunggal 200mg i.v dalam waktu 20 menit. Bila terjadi
diuresis maka tambahan diuretika tidak bermanfaat.
b. Harus diperhatikan keseimbangan cairan dan harus dipertahankan cairan yaitu
intake (masukan) sama dengan output (pengeluaran).
9
c. Kontrol elektrolit
Keseimbangan elektrolit dipertahankan dengan mengurangi intake kalium untuk
mengatasi hiperkalemia. Kalsium glukonat diberikan untuk mengatasi
hiperfosfatemia.
d. Berikan nutrisi yang baik
Diet mengandung 40gram protein dengan nilai biologik tinggi misalnya telur dan
daging dengan 3000 kalori, hingga dapat dicapai keseimbangan nitrogen positif.
2. Dialisis
Bila terapi konservatif gagal dengna tidak tercapainya keseimbangan cairan
dan elektrolit dan timbul uremia dengang kadar ureum darah lebih 100mg/dL atau
kreatinin 8mg/dL maka dilaukakn dialysis.
E. Prognosis
Pada umumnya baik, walaupun ada juga penderita yang meninggal sebagai akibat
gagal ginjal akut.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat keracunan asam jengkolat adalah gagal
ginjal akut, yaitu terjadi pengurangan yang tiba-tiba dari glomerolus filtration rate (GFR),
disertai dengan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan ekresi
air yang cukup untuk keseimbangan di dalam tubuh.
10
G. Pencegahan
Pencegahan terhadap keracunan asam jengkolat dapat dilakukan dengan:
o Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan)
dan/atau jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
o Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol
dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan asam
jengkolatnya dapat berkurang. Jengkol mentah mengandung asam jengkolat
lebih banyak daripada jengkol yang sudah dimasak.
o Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar
kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
o Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu yang
mengalami gangguan ginjal.
Gagal Ginjal
Saat fungsi ginjal sangat menurun terjadi pembentukan anion dari asam lemak
dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi
11
glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal bisa menyebabkan asidosis
jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita
dengan kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam. 11
Besarnya dosis injeksi biknat ditentukan berdasarkan keparahan asidosis, hasil uji
laboratorium, umur pasien, berat badan, dan kondisi klinik. Uji laboratorium dan
12
evaluasi klinik pasien sangat penting dilakukan terutama dalam penggunaan jangka
panjang, untuk memantau perubahan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa.
Untuk bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun, dapat diberikan 4,2% infus Biknat dengan
dosis tidak lebih dari 8 mEq/Kg hari. 11
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau
kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P
yang akan mengakibatkan respon nyeri. Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik
seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.
Salah satu instrumen untuk pengukuran nyeri adalah dengan menggunakan Visual
Analog Scale (VAS). VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
III.1 IDENTITAS
III.2 ANAMNESIS
A. Keluhan utama
BAK merah sejak 1 hari SMRS, terus – menerus, disertai nyeri saat berkemih.
Nyeri dirasakan diawal berkemih, seperti ditusuk – tusuk. BAK tidak disertai
nanah. Riwayat keluar pasir/kristal saat berkemih disangkal. Nyeri dirasakan 6
jam setelah pasien mengkonsumsi jengkol dalam jumlah 10 buah. Keluhan jumlah
BAK berkurang atau tidak keluar kencing sama sekali disangkal.
Nyeri juga dirasakan di kedua pinggang yang terasa menjalar ke perut bagian
bawah, seperti diikat dan ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak
membaik dengan istirahat/ perubahan posisi tubuh. Keluhan tidak disertai demam,
namun pasien mengaku mual dan muntah 2 x sejak kemarin. Muntah isi makanan.
Muntah darah disangkal.
14
Pasien menyangkal adanya keluhan BAK sering, sedikit-sedikit, dan perasaan
tidak lampias saat berkemih. Pasien menyangkal adanya riwayat jatuh terduduk
atau terbentur dibagian pinggang.
D. Riwayat keluarga
15
Inspeksi :Kedua hemithoraks simetris saat statis dan dinamis,
retraksi intercostae tidak ada, pelebaran sela iga tidak
ada,
Palpasi : Vokal fremitus kedua hemithoraks sama
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi-/-,
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi :ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :ictus cordis teraba di ICS V lineamid-clavicularis
sinistra.
Perkusi :
Batas kiri:ICS V lineamid-clavicularis sinistra.
Batas kanan: linea parasternalis dextra
Batas pinggang:ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi :S1S2 Reguler, Murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak terlihat adanya massa
Auskultasi : bising usus (+) 7 kali permenit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans musculaire (-), hepar
tidak teraba besar, lien tidak teraba membesar,
ballotement (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Punggung : Nyeri ketok CVA (+/+), nyeri tekan CVA (-/-), balootement (-)
Ektremitas :Akral hangat, oedem (-/-), sianosis (-), petekie (-), refleks fisiologis
16
III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
III.5
III.7 PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostik
Observasi hematuria, bila tidak ada perbaikan rencana rujuk untuk foto polos BNO
(menegakkan diagnosis banding urolithiasis).
Rencana Terapi
III.8 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
17
III.9 FOLLOW UP
Tanggal 24 Oktober 2015
Subjective BAK merah berkurang, nyeri pinggang (+) frekuensi dan intensitas berkurang,
mual (-), muntah (-), nyeri saat berkemih (+) namun intensitas berkurang
Objective KU/Kes : CMC/ tampak sakit sedang
TD : 110/70 mmHg, FN : 84 x/mnt, FP 20 x/mnt, S : 36,5° C
Status generalis : dalam batas normal
Punggung : nyeri ketok CVA (-/-)
Assesment Gross Hematuria ec Intoksikasi Asam Jengkolat
Plan 1. IVFD NaCL 0,9% 500 cc/ 8 jam ~ 30 gtt/i
2. Natrium Bicarbonat 4 x 500 mg po
3. Metokloperamid 3 x 10 mg iv
4. Scopma 3 x 10 mg po
5. Ranitidin 2 x 50 mg iv
6. Asam Tranexamat 3 x 250 mg iv
18
BAB IV
PEMBAHASAN
20
BAB V
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Bunawan, NC., Ashgar R., Kathleen PW., & Nancy EW. 2014. Djenkolism: Case
Report and Literature Review. International Medical Case Reports Journal, 2014; 7:
79-87
2. Mathew, AJ. & Jacob G. Acute Kidney Injury in the Tropics. Annals of Saudi
Medicine, 2011; 31(5): 451-6
3. Ibrahim, IA., Suhailah WQ., Mahmood AA., Amal RM., Siddiq IA., & Fouad HA.
Effects of Pithecellobium jiringa Ethanol Extract Against Ethanol-Induced Gastic
Mucosal Injuries in Sprague-Dawley Rats. Molecules, 2012;17: 2796-811
4. Virounbounyapat, P., Aphichart K., & Polkit S. An Alpha-glucosidase Inhibitory
Activity of Thermostable Lectin Protein from Archidendron jiringa Nielsen Seeds.
African Journal of Biotechnology, 2012; 11(42): 10026-40
5. Combest, W., Marian N., Austin C., & June HK. Effects of Herbal Supplements on the
Kidney. Complementary and Preventive Medicine, 2005; 25(5): 381-403
6. Melnikov, P., Valter AN., Anderson FS., & Lourdes ZZ. Structural of Djenkolic Acid
with Sulfur Replaced by Selenium and Telurium. Molecules, 2014; 19: 4847-56
7. Majid, AM. & Nahdzatul SM. Pithecellobium jiringa: A Traditional Medicinal Herb.
WebmedCentral, 2010; 1-4
8. Adler SG. & Jan JW. 2006. A Case of Acute Renal Failure. Clinical Journal of
Americal Society of Nephrology, 2006; 1: 158-65
9. Wong, JS., Ong TA., Chua HH., & Tan C. Acute Anuric Renal Failure Following
Jering Bean Ingestion. Asian Journal of Surgery, 2007; 30(1): 80-1
10. World Health Organization (WHO). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
(Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota), 2009
11. Gomella L, Haist S. Blood Gases and Acid Base Disorders. Dalam: Clinicians Pocket
Reference 10th ed. New York, McGraww-Hill; 2004:159-164
22