Essai - Muhamad Ilham Wibowo - 202121150 - 4 HKI E
Essai - Muhamad Ilham Wibowo - 202121150 - 4 HKI E
Nim : 202121150
Kelas : 4 HKI E
Maroko merupakan salah satu negara yang pada saat itu sedang mengandung
budaya-budaya modernitas yang amat tinggi, kebudayaan tersebut muncul pada
pertengahan abad 20. Tokoh yang pada saat itu lahir merupakan tokoh yang amat
terkenal pada penafsirannya yang amat hebat, Muhammad abid Al-jabiri lahir pada
pertengahan abad ke 20, yang pada saat itu beliau lahir pada era dimana negara nya
yaitu maroko sedang tinggi pada era masuknya modernitas. Tak heran jika Muhammad
abid AL-jabiri merupakan seorang tokoh fenomental yang lahir pada era modernta,
jejak perjalanan pendidikian yang dijalani beliau yang mendorong beliau hingga
melahirkan karya-karya yang sangat fenomenal, bahkan bebrapa karya beliau sangat
di gemari para pembaca dan para pencari ilmu, yang terkenal pada karya beliau ialah
di bidang Tafsir Al-Qur’an. Dengan karya yang sangat apiknya beliau menulis dan
menyusunnya menggunakan metode Library Research, yang kemudian dianalisis atau
di teliti dengan menggunakan model deskriptif-analisis. Dan dari lahirnya karya
Muhammad abid Al-jabiri yang pada intinya adalah memberikan atau mengemukakan
gagasan bahwa dalam upaya menafsirkan Al-Qur’an tidak dapat dipisahkan atau tidak
bisa terlepas terhadap sisi-sisi historis ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Dan menurut
fakta sebenarnya bahwa ayat-ayat Al-Qur’an tidak di turunkan kepada bangsa timur
terlebih spesifik Arab yang di dalamnya tidak terlepas dari adat dan budaya yang
berkembang pada waktu itu. Yang pada intinya dalam pembahasan karya tafsirnya
Muhammad abid Al-jabiri mengemukakan gagasan bahwa usaha penafsiran Al-Qur’an
harus mempertimbangkan sisi historis dari ayat-ayat Al-qur’an.
Pada sikap yang di tunjukkan dalam mendefinisikan Al-qur’an, Muhammad abid Al-
jabiri memberikan sikap ditengan atau berada pada posisi yang netral yang tidak
bertendensi terhadap definisi-definisi Al-qur’an yang telah ada, karena menurut
pandangan Al-jabiri setiap definisi tersebut berisikan tujuan-tujuan yang bersifat
ideologis dari madzhabnya tersebut dan memiliki fanatisme untuk kelompok tersebut.
Al jabiri memberikan jalan yang tidak rumit dan tidak menimbulkan permasalahan
yang menjebak pada rutinitas pandangan yang bersifat hanya mengikuti saja atau
menjabarkan suatu ajaran tanpa ada kritikan sama sekali, kemudian Al jabiri
menjelasakan pada dasarnya Al-Qur’an memberikan sebuah definisi secara
menyeluruh terhadap dirinya sendiri, sebagai contohnya adalah pada QS. Al-Syu’ara
pada ayat 192-196 dari pandangannya pada ayat tersebut termuat dua proporsi : (1)
proporsi berdasarkan sejarah atau historis yang menuju terhadap ayat 194. Dan (2)
proporsiazaliyah, a historis, yang tertuang dalam ayat terakhir 196, kata Al- zubur
pada ayat tersebut adalah kitab, yang diartikan kitab-kitab samawi terdahulu. Dengan
begitu menurutnya bahwa Al-qur’an dapat di identifikasikan ke dalam lima pokok,
yaitu : 1) wahyu dari Allah, 2) di turunkan melalui perantara malaikat jibril, 3) di
turunkan kepada Nabi Muhammad, 4) dengan bahasa Arab sebagai medium wahyu, 5)
wahyu tersebut merupakan jenis wahyu yang juga disampaikan kepada Rasul
terdahulu.
1. Terdiri atas 3 jilid: jilid 1 dan jilid 2 berisikan surat-surat yang turun di Makkah
(makkiyah). Dan sementara jilid yang ke 3 khusus memuat surat yang turun di
Madinah (madaniyyah).
2. Pada setiap jilidnya, termuat mukaddimah. Mukaddimah ini di tulis untuk
gambaran umum pada isi yang akan di bahas dalam jilid tersebut.
3. Pada setiap marhalahnya, di awali dengan istihlal yang berisi tentang keterkaitan
antar surat pada tiap-tiap marhalah.
4. Pada setiap surat yang akan dibahas, beliau menyertakan pendahuluan, catatan
kaki / footnote, serta komentar / kritik.
Adapun contoh yang di paparkan dalam ayat Al qur’an dalam surat Al-Alaq ayat 1-5,
menurut Muhammad abid al jabiri kandungan dalam ayat tersebut menurut Ta’liq
penafsirannya adalah menetapkan kaidah islam dengan memfokuskan kepada dua
dasar yaitu : menciptakan dan mengajarkan. Pertama, menyambungkan keduanya
dengan satu titik sentral, yaitu dengan satu tokoh manusia. Yang dimaksud disini
adalah kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri. Kemudian yang kedua
menggandengkannya dengan data-data pengalaman pada kehidupan sehari-hari
manusia. Yang dipahami dalam firman Nya yang mengajar (manusia) dengan perantara
pena.